Kajian Potensi Ekowisata Mangrove di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove

Pengertian Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan salah satu tipe hutan hujan tropis yang terdapat di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang sangat unik. Hutan ini meskipun termasuk dalam golongan besar hutan hujan tropis namun mungkin karena letaknya di daerah pantai/wilayah intertidal sehingga tanaman mangrove digolongkan sebagai Halophytes (saline plants). Hutan ini merupakan peralihan habitat lingkungan darat dan lingkungan laut, maka sifat-sifat yang dimiliki tidak persis sama seperti sifat-sifat yang dimiliki hutan hujan tropis di daratan (Wibisono, 2010).

Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Karenanya supaya tidak rancu, Macnae kemudian menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Masyarakat kita, sering menerjemahkan mangrove sebagai komunitas hutan bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di hutan pasang surut tersebut (Supriharyono, 2009).

Mangrove hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi (maximum spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level).


(2)

Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup di daerah pantai terlindung di daerah tropis dan subtropis. Hampir 75% tumbuhan mangrove hidup diantara 35%LU-35%LS, dan terbanyak terdapat di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera dan beberapa daerah di Kalimantan yang mempunyai curah hujan tinggi dan bukan musiman. Di Indonesia tercatat ada sekitar 3,75 juta ha (PHPA-AWB, 1987), yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (Supriharyono, 2009).

Mangrove dapat tumbuh dan berkembang secara maksimum dalam kondisi dimana terjadi penggenangan dan sirkulasi air permukaan yang menyebabkan pertukaran dan pergantian sedimen secara terus menerus. Sirkulasi yang tetap (terus menerus) meningkatkan pasokan oksigen dan nutrien, untuk keperluan respirasi dan produksi yang dilakukan oleh tumbuhan. Perairan dengan salinitas rendah akan menghilangkan garam-garam dan bahan-bahan alkalin, mengingat air yang mengandung garam dapat menetralisir kemasaman tanah. Mangrove dapat tumbuh pada berbagai macam substrat (sebagai contoh tanah berpasir, tanah lumpur, lempung, tanah berbatu dan sebagainya). Mangrove dapat tumbuh pada berbagai jenis substrat yang bergantung pada proses pertukaran air untuk memelihara pertumbuhan mangrove.

Secara umum hutan mangrove dan ekosistem mangrove cukup tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan lingkungan.Namun demikian, mangrove tersebut sangat peka terhadap pengendapan dan sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air, pencucian serta tumpahan minyak. Keadaan ini mengakibatkan penurunan kadar oksigen dengan cepat untuk kebutuhan respirasi, dan menyebabkan kematian mangrove (Dahuri dkk.,2004).


(3)

Bengen (2001) diacu oleh Ika (2010) menyebutkan karakteristik hutan mangrove sebagai berikut :

1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir

2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove

3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat

4. Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil).

Struktur Vegetasi Mangrove

Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri dari 89 pohon, 5 palem, 19 liana, 44 herba, 44 epifit dan 1 sikas. Meskipun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove. Paling tidak didalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan sejati penting/dominan yang termasuk ke dalam empat famili: Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Wibisono, 2010).

Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh dalam 4 zona (Noor, dkk. 1999 diacu oleh Ika 2010) yaitu:


(4)

Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zonasi ini, biasanya berasosiasidengan Sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

2. Mangrove Tengah

Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini umumnya didominasi oleh Rhizopora spp. Selain itu sering juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.

3. Mangrove Payau

Zona ini berada di sepanjang sungai berair payau sampai tawar. Zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa dan Sonneratia.

4. Mangrove Daratan

Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis-jenis yang utama ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Intsia bijuga, N. fruticans, Lumnitzera racemosa, Pandanus sp. dan Xylocarpus moluccensis. Zona ini memiliki kekayaan jenis tinggi daripada zona lainnya.

Asriyana dan Yuliana (2012), menjelaskan bahwa komunitas fauna hutan mangrove membentuk percampuran antara dua kelompok, yaitu:

1. Kelompok fauna daratan/terrestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primate, dan burung. Kelompok ini tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove, karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya di luar jangkauan air laut pada


(5)

bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.

2. Kelompok fauna perairan/akuatik, terdiri atas dua tipe, yaitu: yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan, dan udang; yang menempati substrat baik keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang, dan berbagai jenis invertebrata lainnya.

Peranan Mangrove

Mangrove memiliki peranan yang cukup penting bagi ekosistem sekitarnya, diantaranya sebagai berikut:

1. Penyadap energi yang ditimbulkan oleh badai, pelindung dan stabilisator garis pantai, tempat asimilasi bahan buangan dan sebagai tempat utama perputaran nitrogen dan sulfur.

2. Pengumpul lumpur dan pembentuk lahan

3. Habitat alami beberapa satwa liar dan merupakan daerah asuhan biota akuatik tertentu.

4. Lahan yang digunakan untuk berbagai kegiatan manusia seperti pemukiman, tambak ikan, lahan pertaniam, bahkan sebagai tempat pembuangan sampah Bagi produsen primer, seperti fitoplankton, mikroalga bentik, makroalga, dan padang lamun yang hidup di perairan sekitarnya, mangrove merupakan sumber nutrisi potensial melalui serasah mangrove sehingga ekosistem mangrove dapat menghasilkan produksi primer yang tinggi dengan nilai mencapai 431 – 2336 gC/m2/tahun (Asriyanadan Yuliana, 2012).


(6)

Fungsi Mangrove

Nilai penting mangrove lainnya adalah dalam bentuk fungsi ekologisnya sebagai stabilisator tepian sungai dan pesisir dan memberikan dinamika pertumbuhan di kawasan pesisir, seperti pengendalian erosi pantai, menjaga stabilitas sedimen dan bahkan turut berperan dalam menambah perluasan lahan daratan (land building) dan perlindungan garis pantai (protected agent). Bahkan dapat juga berperan penting dalam memfungsikan ekosistem sekitarnya, termasuk tanah-tanah basah berpasir, terumbu karang, dan lamun (Kordi,2012).

Peranan Ekosistem Hutan Mangrove

Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuari sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur baik daratannya maupun perairannya karena selalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai berbagai fungsi, antara lain :

1. Fungsi fisik mangrove, yaitu untuk menjaga kondisi pantai agara tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.

2. Fungsi biologis mangrove,yaitu sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan non-akuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.


(7)

3. Fungsi ekonomis mangrove, yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), lahan untuk kegiatan produksi pangan dan tujuan lain pemukiman, pertambangan, industri, infrastruktur, transportasi, rekreasi, bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Ekowisata

Pengertian Ekowisata

Ekowisata harus terlebih dahulu dipahami melalui dua sisi yaitu : 1. Ekowisata dari Segi Konsep

Merupakan pariwisata bertanggung jawab yang dilakukan pada tempat-tempat alami, serta memberi kontribusi terhadap kelestarian alam dan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat (TIES – The InternationalEcotourism Society dengan sedikit modifikasi).Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan pemerintah setempat. Ekowisata memiliki banyak defenisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:

1. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya


(8)

pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.

2. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.

3. Mengikut sertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.

4. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).

5. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

2. Ekowisata dari Segi Pasar

Kata ekowisata selalu mengacu pada bentuk kegiatan wisata yang mendukung pelestarian. Ekowisata semakin berkembang tidak hanya sebagai konsep tapi juga sebagai produk wisata (misalnya: paket wisata). Akhir-akhir ini, paket wisata dengan konsep ”eko” atau ”hijau” menjadi trend di pasar wisata. Konsep ”kembali ke alam” cenderung dipilih oleh sebagian besar konsumen yang mulai peduli akan langkah pelestarian dan keinginan untuk berpartipasi pada daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Akomodasi, atraksi wisata maupun produk wisata lainya yang menawarkan konsep kembali ke alam semakin diminati oleh pasar.Pada ekowisata,aktivitas wisatawan lebih berfokus pada pengamatan dan pemahaman mengenai alam dan budaya pada daerah yang dikunjungi dengan mendukung kegiatan pelestarian serta lebih mengutamakan fasilitas dan jasa yang disediakan oleh masyarakat setempat.


(9)

Ekowisata di Indonesia

Tahun 2002 adalah tahun dimana dicanangkannnya Tahun Ekowisata dan Pegunungan di Indonesia. Berbagai workshop dan diskusi yang diselenggarakan pada tahun tersebut di berbagai daerah di Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, dirumuskan 5 (lima) prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu:

1. Pelestarian

Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya.Lebih baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen dari keuntungan dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan mengelola sampah.

2. Pendidikan

Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Ini bisa dilakukandengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan sehari-hari,


(10)

atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya.

3. Pariwisata

Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi.Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.

4. Ekonomi

Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting untuk dilakukan adalah memberikan pelayanan dan produk wisata terbaik dan berkualitas.

Untuk dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan demi meningkatkan jenis usaha/ atraksi yang disajikan di tingkat desa.


(11)

Karakteristik Ekowisatawan

Secara khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal serta mereka juga biasanya mencari pemandu informasi yang berkualitas.

2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih.

3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.

4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil (Wiharyanto, 2007).

Ekowisata Mangrove

Ekosistem mangrove dengan tumbuhan yang rimbun dan mempunyai berbagai biota merupakan salah satu tempat rekreasi atau wisata yang nyaman. Pada ekosistem mangrove dapat dipilih sebagai salah satu tempat untuk olahraga petualangan, memancing, berperahu, tracking, dan berburu. Namun untuk menjadikan ekosistem mangrove sebagai lingkungan yang nyaman dan menarik bagi wisatawan, maka harus dilindungi dan direhabilitasi agar terlihat asli dan direhabilitasi agar terlihat asli dengan berbagai flora dan faunanya (Kordi 2012).


(12)

Menurut Dahuri 1998 diacu oleh Wiharyanto (2007), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove meliputi : penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ekowisata (limited recreation/ecotourism). Minimal 20% dari total area dari suatu zona pesisir harus disediakan sebagai zona preservasi.

Jalur hijau (green belt) mangrove seperti tertera dalam UU No. 24/1992 adalah salah satu bentuk zona preservasi. Selanjutnya pemanfaatan hutan mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan baru yang sangat rasional diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih baik. Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk tujuan rekreasi akan memberikan efek yang menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut.

Partisipasi Masyarakat Setempat

Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balikantara atraksi wisata, pengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah


(13)

tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Jangan terlalu berharap pemerintah akan melakukan semua hal karena kita juga memiliki peranan yang sama dalam melakukan pembangunan di daerah kita. Partisipasi dalam kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik untuk pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan bersih, maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila kita berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan manfaatnya secara ekonomi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan, 2009).


(1)

pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.

2. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.

3. Mengikut sertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.

4. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).

5. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.

2. Ekowisata dari Segi Pasar

Kata ekowisata selalu mengacu pada bentuk kegiatan wisata yang mendukung pelestarian. Ekowisata semakin berkembang tidak hanya sebagai konsep tapi juga sebagai produk wisata (misalnya: paket wisata). Akhir-akhir ini, paket wisata dengan konsep ”eko” atau ”hijau” menjadi trend di pasar wisata. Konsep ”kembali ke alam” cenderung dipilih oleh sebagian besar konsumen yang mulai peduli akan langkah pelestarian dan keinginan untuk berpartipasi pada daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Akomodasi, atraksi wisata maupun produk wisata lainya yang menawarkan konsep kembali ke alam semakin diminati oleh pasar.Pada ekowisata,aktivitas wisatawan lebih berfokus pada pengamatan dan pemahaman mengenai alam dan budaya pada daerah yang dikunjungi dengan mendukung kegiatan pelestarian serta lebih mengutamakan fasilitas dan jasa yang disediakan oleh masyarakat setempat.


(2)

Ekowisata di Indonesia

Tahun 2002 adalah tahun dimana dicanangkannnya Tahun Ekowisata dan Pegunungan di Indonesia. Berbagai workshop dan diskusi yang diselenggarakan pada tahun tersebut di berbagai daerah di Indonesia baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, dirumuskan 5 (lima) prinsip dasar pengembangan ekowisata di Indonesia yaitu:

1. Pelestarian

Prinsip kelestarian pada ekowisata adalah kegiatan ekowisata yang dilakukan tidak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan dan budaya setempat. Salah satu cara menerapkan prinsip ini adalah dengan cara menggunakan sumber daya lokal yang hemat energi dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak hanya masyarakat, tapi wisatawan juga harus menghormati dan turut serta dalam pelestarian alam dan budaya pada daerah yang dikunjunginya.Lebih baik lagi apabila pendapatan dari ekowisata dapat digunakan untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal. Misalnya dengan cara sekian persen dari keuntungan dikontribusikan untuk membeli tempat sampah dan membayar orang yang akan mengelola sampah.

2. Pendidikan

Kegiatan pariwisata yang dilakukan sebaiknya memberikan unsur pendidikan. Ini bisa dilakukandengan beberapa cara antara lain dengan memberikan informasi menarik seperti nama dan manfaat tumbuhan dan hewan yang ada di sekitar daerah wisata, dedaunan yang dipergunakan untuk obat atau dalam kehidupan sehari-hari,


(3)

atau kepercayaan dan adat istiadat masyarakat lokal. Kegiatan pendidikan bagi wisatawan ini akan mendorong upaya pelestarian alam maupun budaya.

3. Pariwisata

Pariwisata adalah aktivitas yang mengandung unsur kesenangan dengan berbagai motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu lokasi.Ekowisata juga harus mengandung unsur ini. Oleh karena itu, produk dan jasa pariwisata yang ada di daerah kita juga harus memberikan unsur kesenangan agar layak jual dan diterima oleh pasar.

4. Ekonomi

Ekowisata juga membuka peluang ekonomi bagi masyarakat terlebih lagi apabila perjalanan wisata yang dilakukan menggunakan sumber daya lokal seperti transportasi, akomodasi dan jasa pemandu. Ekowisata yang dijalankan harus memberikan pendapatan dan keuntungan (profit) sehingga dapat terus berkelanjutan. Untuk dapat mewujudkan hal itu, yang penting untuk dilakukan adalah memberikan pelayanan dan produk wisata terbaik dan berkualitas.

Untuk dapat memberikan pelayanan dan produk wisata yang berkualitas, akan lebih baik apabila pendapatan dari pariwisata tidak hanya digunakan untuk kegiatan pelestarian di tingkat lokal tetapi juga membantu pengembangan pengetahuan masyarakat setempat, misalnya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan demi meningkatkan jenis usaha/ atraksi yang disajikan di tingkat desa.


(4)

Karakteristik Ekowisatawan

Secara khusus, pengunjung ekowisata mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal serta mereka juga biasanya mencari pemandu informasi yang berkualitas.

2. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih.

3. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar mahal untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.

4. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak di daerah terpencil (Wiharyanto, 2007).

Ekowisata Mangrove

Ekosistem mangrove dengan tumbuhan yang rimbun dan mempunyai berbagai biota merupakan salah satu tempat rekreasi atau wisata yang nyaman. Pada ekosistem mangrove dapat dipilih sebagai salah satu tempat untuk olahraga petualangan, memancing, berperahu, tracking, dan berburu. Namun untuk menjadikan ekosistem mangrove sebagai lingkungan yang nyaman dan menarik bagi wisatawan, maka harus dilindungi dan direhabilitasi agar terlihat asli dan direhabilitasi agar terlihat asli dengan berbagai flora dan faunanya (Kordi 2012).


(5)

Menurut Dahuri 1998 diacu oleh Wiharyanto (2007), alternatif pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem hutan mangrove meliputi : penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ekowisata (limited recreation/ecotourism). Minimal 20% dari total area dari suatu zona pesisir harus disediakan sebagai zona preservasi.

Jalur hijau (green belt) mangrove seperti tertera dalam UU No. 24/1992 adalah salah satu bentuk zona preservasi. Selanjutnya pemanfaatan hutan mangrove untuk rekreasi merupakan terobosan baru yang sangat rasional diterapkan di kawasan pesisir karena manfaat ekonomis yang dapat diperoleh tanpa mengeksploitasi mangrove tersebut. Selain itu, hutan rekreasi mangrove dapat menyediakan lapangan pekerjaan dan menstimulasi aktivitas ekonomi masyarakat setempat, sehingga diharapkan kesejahteraan hidup mereka akan lebih baik. Dari segi kelestarian sumberdaya, pemanfaatan hutan mangrove untuk tujuan rekreasi akan memberikan efek yang menguntungkan pada upaya konservasi mangrove karena kelestarian kegiatan rekreasi alam di hutan mangrove sangat bergantung pada kualitas dan eksistensi ekosistem mangrove tersebut.

Partisipasi Masyarakat Setempat

Partisipasi masyarakat akan timbul, ketika alam/budaya itu memberikan manfaat langsung/tidak langsung bagi masyarakat. Agar bisa memberikan manfaat maka alam/ budaya itu harus dikelola dan dijaga. Begitulah hubungan timbal balikantara atraksi wisata, pengelolaan manfaat yang diperoleh dari ekowisata dan partisipasi. Partisipasi masyarakat penting bagi suksesnya ekowisata di suatu daerah


(6)

tujuan wisata. Hal ini bisa dimulai dari diri kita sendiri. Jangan terlalu berharap pemerintah akan melakukan semua hal karena kita juga memiliki peranan yang sama dalam melakukan pembangunan di daerah kita. Partisipasi dalam kegiatan pariwisata akan memberikan manfaat langsung bagi kita, baik untuk pelestarian alam dan ekonomi. Bila kita yang menjaga alam tetap lestari dan bersih, maka kita sendiri yang akan menikmati kelestarian alam tersebut, bila kita berperan dalam kegiatan pariwisata, maka kita juga yang akan mendapatkan manfaatnya secara ekonomi (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias Selatan, 2009).