Karakteristik Pasien Pneumonia Pada Anak di RSUP Haji Adam Malik

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Definisi
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai jaringan paru-paru yang bisa

diklasifikasikan sebagai radang infeksi dan non-infeksi. Penyebab faktor infeksi bisa
karena bakteri, virus, mikroplasma dan protozoa. Pneumonia non-infeksi bisa terjadi
karena usia tua, merokok, sistem imun yang lemah dan penyakit kronis seperti sakit
jantung dan diabetes (Dock dan Boskey, 2012).
Jaringan paru-paru terdiri daripada kantong-kantong kecil yang disebut
alveoli, dimana ia terisi dengan udara pada individu yang sehat. Ketika seseorang
individu memiliki pneumonia, alveolinya akan terisi dengan pus dan cairan yang
mengakibatkan kesakitan saat bernafas dan membatasi asupan oksigen. (WHO,
2014).
Pneumonia juga merupakan penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau
nafas cepat. Nafas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam,
sedangkan nafas cepat diketahui dengan menghitung tarikan nafas dalam satu menit.
Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan nafasnya 40 kali atau lebih dalam
satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2 tahun tarikan nafasnya 50 kali atau lebih

per menit, dan umur kurang dari 2 bulan tarikan nafasnya 60 kali atau lebih per
menit (Depkes, 2010).
2.2

Epidemologi
Menurut UNICEF dan WHO (tahun 2006), pneumonia merupakan

pembunuh anak paling utama yang telah dilupakan (major “forgotten killer of
children”). Pneumonia merupakan penyebab kematian yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria dan campak. Setiap tahun,
lebih dari 2 juta anak meninggal karena pneumonia, berarti 1 dari 5 orang balita
meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering,

terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat
pneumonia (99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least
developed). Jumlah kematian tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai
1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan mencapai 702.000 kasus per tahun.
Diperkirakan setiap tahun lebih dari 95% kasus baru pneumonia terjadi di negara
berkembang. Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di
Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus

pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan
salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah
kasus sebanyak 6 juta. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen
Kesehatan tahun 1992, 1995 dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai
kontribusi besar terhadap kematian bayi dan anak. Sedangkan pada penelitian
kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke-2 sebagai
penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke-3 sebagai
penyebab kematian pada neonatus. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok
tahun 1998 sampai 2002 mendapatkan hasil sebagai berikut: kejadian pneumonia
pada anak usia kurang dari 2 tahun adalah sebesar 30,433 per 100.000 anak/tahun,
kejadian pneumonia Hib adalah 894 per 100.000 anak per tahun, dan kematian anak
karena pneumonia Hib adalah 92 per 100 anak per tahun (Depkes, 2010).
2.3

Etiologi
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh

bakteri, virus, mikroplasma (bentuk peralihan bakteri dan virus) dan protozoa.
2.3.1


Bakteri

Pneumonia dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai
usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah
Streptococcus pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu
pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera

memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi
cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Anak yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, nafas terengahengah dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru
karena kekurangan oksigen (Misnadiarly, 2008).

2.3.2 Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus
yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV).
Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian atas,
pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian
besar pneumonia ini jenis tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun, bila
infeksi terjadi dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan
kematian. Gejala pneumonia yang disebabkan oleh virus sama dengan influenza,

seperti demam, batuk kering, sakit kepala, ngilu di seluruh tubuh, sesak nafas, batuk
makin berat dan demam tinggi (Misnadiarly, 2008).

2.3.3 Mikroplasma
Mikroplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit
pada manusia. Mikroplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun
bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan
biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikroplasma menyerang segala jenis
usia, tetapi paling sering anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat
rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,2008).

2.3.4 Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia

(PCP). Pneumonia pneumosistis

sering ditemukan pada bayi yang prematur.

Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa

bulan, tetapi juga dapat cepat dalam perhitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
jika ditemukan P.Carinii pada jaringan paru atau specimen yang berasal dari paru
(Djojodibroto, 2009).
Etiologi Pneumonia berdasarkan umur.
Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi
virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli,
TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada bayi, pneumonia biasanya
disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza,
Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B.
streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus,
Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus,
yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S.
pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus,
Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh
virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S.
pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Depkes,2010).
2.4

Gejala Klinis
Penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas


akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40ºC, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak
kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga
ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan dan sakit kepala
(Misnadiarly, 2008).
Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia pada anak
antara lain:

i. Batuk nonproduktif
ii. Ingus (nasal discharge)
iii. Suara nafas lelah
iv. Penggunaan otot bantu nafas
v. Demam
vi. Cyanosis
vii. Infiltrate melebar pada foto toraks
viii. Sakit kepala
ix. Kekakuan dan nyeri otot
x.


Sesak nafas

xi. Menggigil
xii. Berkeringat
xiii. Lelah
xiv. Terkadang kulit menjadi lembab
xv. Mual dan muntah

2.5

Faktor Risiko
Sementara kebanyakan anak yang sehat dapat melawan infeksi dengan

pertahanan alami mereka, anak- anak dengan sistem imun terganggu berisiko tinggi
terkena pneumonia. Sistem imun seorang anak dapat dilemahkan oleh karena
malnutrisi atau kekurangan gizi, terutama pada balita yang tidak menerima air susu
ibu (ASI) (WHO,2014).
Penyakit sebelumnya seperti gejala infeksi HIV dan campak juga
meningkatkan risiko anak tertular pneumonia.
Faktor lingkungan berikut juga meningkatkan risiko pneumonia pada anak

polusi udara dalam ruangan yang disebabkan oleh memasak dan pemanasan dengan
bahan bakar biomassa (seperti kayu atau kotoran), keadaan rumah yang sesak dan
orang tua yang merokok (WHO, 2014).

Faktor dasar yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas
pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah (Depkes, 2010):
2.5.1

Kemiskinan yang luas.
Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat kesehatan

rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.
2.5.2

Derajat kesehatan rendah.
Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi termasuk infeksi

kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti malaria,
campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi
kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah,

tidak ada atau tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat
memperburuk derajat kesehatan.
2.5.3

Status sosio-ekologi buruk.
Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya lingkungan,

daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan
biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara
luar-ruang. Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta
adanya adat kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.
2.5.4

Pembiayaan kesehatan sangat kecil.
Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan sangat kurang.

Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh dunia
87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara
ber penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar
(84%) penduduk di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak

cukup menyebabkan fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk

diagnostik dan terapeutik tidak adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang
terampil terbatas, di tambah lagi dengan akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang
2.5.5

Proporsi populasi anak lebih besar.
Di negara berkembang yang umumnya berpenghasilan rendah proporsi

populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara
berpenghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi
populasi anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencegahan
pneumonia terutama pada aspek pembiayaan.

2.6

Klasifikasi

2.6.1


Berdasarkan Umur
Berdasarkan Pola Tatalaksana penderita ISPA Ditjen PP dan PL (2011) pada

anak, klasifikasi pneumonia dibedakan untuk golongan umur < 2 bulan dan umur 2
bulan sampai 5 tahun, yaitu sebagai berikut:
Untuk golongan umur < 2 bulan, diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
Pneumonia apabila ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan
sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding
dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila
batuk pilek biasa, bisa tidak ditemukan tarikan kuat dinding dada bagain bawah atau
nafas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun, diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
Pneumonia berat bila disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat anak diperiksa anak
harus dalam keadaan tenang tidak menangis atau meronta). Pneumonia bila disertai
nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Bukan pneumonia mencakup kelompok
penderita balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi

nafas (nafas cepat) dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam.
Klasifikasi bukan pneumonia mencakup kelompok penderita balita dengan
batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi nafas dan tidak
menunjukkan adanya penarikan dinding dada ke dalam. Dengan demikian klasifikasi
bukan pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA diluar pneumonia seperti batuk
pilek biasa (commom cold), pharyngitis, tonsillitis, otitis.
WHO merekomendasikan klasifikasi klinis dan pengobatan yang diberikan
pada balita usia 2 bulan sampai 5 tahun yang memiliki batuk atau kesukaran
bernafas, dapat dilihat pada table sebagai berikut:
Table 2.1 Kriteria WHO Terhadap Pengobatan Pada Usia 2 Bulan Sampai 5
Tahun Yang Memiliki Batuk Atau Kesukaran Bernafas Sesuai Dengan
Klasifikasi Klinis Penderita
Kriteria Pneumonia

Gejala Klinis dan Pengobatan

Bukan pneumonia

Tidak ada sesak nafas, tidak ada tarikan dinding dada,
tidak diberikan antibiotik.

Pneumonia

Nafas cepat, tidak ada tarikan dinding dada. Pengobatan di
rumah dengan pemberian antibiotik kotrimaxazol atau
amoksisilin.

Pneumonia berat

Nafas cepat, tarikan dinding dada, tidak ada sianosis,
masih mampu makan / minum. Dirujuk ke rumah sakit.

Pneumonia
berat

sangat Nafas cepat, tarikan dinding dada, ada sianosis, tidak
mampu makan / minum, kejang, sukar dibangunkan,
stidor sewaktu tenang, gizi buruk. Dirujuk ke rumah sakit.

2.6.2

Berdasarkan etiologi

Table 2.2. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologi
Grup

Penyebab

Tipe Pneumonia

Bakteri

- Streptococcus Pneumonia

Pneumoni bacterial

- Streptococcus Piogenesis
- Staphilococcus aureus
- Klebsiela pneumonia
- Eschereria coli
- Yersinia pestis
Virus

- Legionnaires bacillus

Legionnaires disease

- Influenza virus

Pneumonia virus

- Virus respiratory Syncytial
Mikroplasma

- Mikroplasma pneumonia

Pneumonia mikroplasmal

Protozoa

- Pneumositis Carinii

Pneumonia pneumosistis
(pneumonia plasma sel)

Sumber : Alsagaff dan Mukty, 2010.
2.7

Diagnosis
Diagnosis gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan

penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri biasanya menyebabkan anak
sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan nafas cepat. Infeksi karena virus
umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering
ditemui pada anak dengan pneumonia adalah nafas cepat dan sulit bernafas, batuk,
demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang
menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya
bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik nafas atau
inspirasi yang dikenal sebagai “lower chest wall indrawing”. Gejala pada anak usia

muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak
bereaksi (letargi) dan minum terganggu (Depkes, 2010).
Pemeriksaan foto toraks (chest X-ray) merupakan baku emas (gold standard)
untuk memastikan kecurigaan akan adanya pneumonia (Baker, 2001).
Indikasi pemeriksaan foto toraks pada pneumonia (Kunnamo, 2005):
-

Anak dengan suara nafas berkurang.

-

Anak dengan gejala saluran pernafasan bawah seperti takipneu.

-

Tanda-tanda infeksi bakteri (demam dan peningkatan konsentrasi serum
CRP) walaupun focus infeksi tidak diketahui.

-

Aspirasi benda asing (kebanyakan benda asing tidak dapat dilihat pada foto
dada tetapi mungkin dapat menyebabkan tanda-tanda infeksi atau
hiperinflasi).

Table 2.3. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak
Gejala
Nafas cepat (*)
Tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
Stidor pada anak dalam
keadaan tenang
Nafas cepat (*)

Tidak ada nafas cepat

Diklasifikasikan
sebagai
Pneumonia berat

Pengobatan

Segera dirujuk rumah sakit untuk
pemberian suntikan antibiotika
dan pemberian oksigen bila
diperlukan.
Berikan 1 dosis antibiotika yang
tepat.
Pneumonia tidak berat Berikan antibiotika yang tepat
untuk diminum.
Nasihati ibu dan beritahu bila
harus kembali untuk kunjungan
control.
Bukan
pneumonia Nasihati ibu dan beritahu kapan
(penyakit paru lain)
harus kembali bila gejala
menetap
atau
keadaan
memburuk.

(*) Disebut nafas cepat, apabila:
Anak usia < 2 bulan bernafas 60 kali atau lebih per menit
Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernafas 50 kali atau lebih per menit
Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernafas 40 kali atau lebih per menit
2.8

Pencegahan Pneumonia
Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi

faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan
kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal
memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan
antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera
bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI
eksklusif dan asupan seng, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi
udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga
menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia
(Depkes, 2010).
Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu:
Pencegahan Non spesifik
Meningkatkan derajat sosio-ekonomi
i.

Mengurangkan kemiskinan

ii. Meningkatkat tingkat pendidikan
iii. Mencegah masalah kurang gizi
iv. Meningkatkan derajat kesehatan
v.

Mengurangkan morbiditas dan mortalitas

Lingkungan yang bersih, bebas polusi
Pencegahan Spesifik
i. Cegah bayi berat lahir rendah (BBLR)
ii. Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang

iii. Berikan imunisasi
Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah
vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan
Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah
masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan,
kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena
harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke
dalam program nasional imunisasi.
1. Vaksin campak
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak.
Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun
dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan
dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan
gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit
campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan
memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40
tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi
mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih
menyerang 30 – 40 juta anak.
2. Vaksin pertusis
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari.
Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria
Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam
program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama

difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian
masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun.
3. Vaksin Hib
Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib)
merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga
Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin
Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas
dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program
nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak
sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42%
sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini
dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO
menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang.

4. Vaksin Pneumococcus
Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di
negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia
diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak
dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate
vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil
penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi,
menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya
terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin
mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia
vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi
PCV 9 terjadi penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita
yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada

anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk
menurunkan kematian pada anak karena pneumonia.
2.9

Pengobatan Pneumonia
Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia dapat

mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan pedoman untuk
diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk negara berkembang yang
telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Antibiotika yang dianjurkan
diberikan untuk pengobatan pneumonia di negara berkembang adalah kotrimoksasol
dan amoksisilin. Beberapa penelitian menunjukkan, pemberian kotrimoksasol
(Kartasasmita dkk, 2010) maupun amoksisilin selama 3 hari pada anak dengan
pneumonia tidak berat sama hasil akhirnya dengan pemberian selama 5 hari
(Depkes, 2010).