Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Pidana dan (1)

HAK ASASI MANUSIA BERDASARKAN
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN
HUKUM PERDATA
Oleh:
Yuris Aesong
Manado, 2013

A. PENDAHULUAN
Pancasila sebagai dasar/falsafah negara Indonesia serta Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) sebagai
konstitusi negara mengamanatkan bahwa Indonesia sebagai negara hukum wajib
melindungi hak asasi setiap warga negara.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
merupakan tanggung jawab negara, terutama pemerintah, untuk menegakan dan
melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundangan-undangan.

1

Paham negara hukum yang demikian itu, pada hakikatnya hukum itu

sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan prinsip nomokrasi
(nomocracy) dan doktrin “the rule of law, and not of man , dalam kerangka “the
rule of law tersebut, diyakini adanya pengakuan bahwa hukum itu mempunyai

kedudukan tertinggi (supremacy of law), adanya persamaan dalam hukum dan
pemerintahan (equality before The law), dan berlakunya asas legalitas dalam
segala bentuknya dalam kenyataan praktek (due process of law). (Wiyono)
Kewajiban menghormati hak asasi manusia tercermin dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjiwai
keseluruhan pasal dalam batang tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan
persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
hak untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk
agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu, serta
hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dan tersurat dalam Pasal 28A
sampai Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 yang yang mengatur tentang hak
asasi manusia. (Nastiti)
Penegakan hukum pidana merupakan salah satu perwujudan penegakan
HAM


oleh

pemerintah,

karena

melindungi

HAM

korban

dan

masyarakat/kepentingan umum. Namun, apabila dalam menegakkan upaya paksa
dalam proses penegakan HAM tersebut oleh penegak hukum terjadi pelanggaran
atau tidak sesuai prosedur yang ditentukan UU, maka terjadi apa yang disebut “
Pelanggaran HAM “.

2


Berkaitan dengan hukum pidana, perlindungan hak asasi manusia terutama
bagi tersangka atau terdakwa diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) Pasal 50-68. (Hamzah : 2008)
Ada sepuluh asas yang ditegaskan dalam Penjelasan KUHAP berkaitan
juga dengan hak asasi tersangka/terdakwa. Kesepuluh asas ini dapat dibedakan
menjadi 7 (tujuh) asas umum dan 3 (tiga) asas khusus, yaitu :
1. Asas-asas umum :
a. Perlakuan yang sama di muka hukum tanpa diskriminasi apapun.
b. Praduga tak bersalah.
c. Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti rugi) dan rehabilitasi.
d. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum.
e. Hak pengadilan terdakwa di muka pengadilan.
f. Peradilan yang bebas dan dilakukan dengan cepat dan sederhana.
g. Peradilan yang terbuka untuk umum.
2. Asas-asas khusus :
a. Pelanggaran

atas


hak-hak

individu

(penangkapan,

penahanan,

penggeledahan dan penyitaan) harus didasarkan pada undang-undang
dan dilakukan dengan surat perintah (tertulis).
b. Hak seorang tersangka untuk diberitahukan tentang persangkaan dan
pendakwaan terhadapnya.
c. Kewajiban pengadilan untuk mengendalikan pelaksanaan putusanputusannya. (Soeharto : 2007)
Hukum perdata Indonesia, sebagai hukum privat yang mengatur hubungan
antar sesama manusia/orang, pada dasarnya juga mengakui dan melindungi hak
3

asasi manusia, baik hak-hak perorangan, hak-hak kebendaan, hak dan kewajiban
yang muncul dalam suatu perikatan, serta hak dan kewajiban yang melekat pada
seseorang apabila terjadi daluwarsanya atau lewat waktu dalam suatu perjanjian,

serta persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan/wanita.
B. PERUMUSAN MASALAH
Bertitik tolak dari uraian latar belakang penulisan maka penulis membatasi
permasalahan dengan perumusan sebagai berikut :
1. Bagaimana implikasi hak asasi manusia berdasarkan perspektif hukum
pidana?
2. Bagaimana implikasi hak asasi manusia berdasarkan perspektif hukum
perdata?
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis
normatif) dengan mendasarkan pada sumber data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder dan tersier.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian hukum ini
yaitu melalui studi kepustakaan/studi dokumen.
Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini ialah teknik analisis data kualitatif,

dengan menggunakan

pendekatan perundang–undangan.

D. TINJAUAN PUSTAKA
Gagasan negara hukum yang demokratis tempat di mana hak asasi
manusia (HAM) diakui, dihormati dan dilindungi telah dikemukakan oleh para
perintis kemerdekaan Republik Indonesia. Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan
4

kawan-kawan hampir satu abad yang lalu telah mengemukakan gagasan Indonesia
(Hindia Belanda) berparlemen, berpemerintahan sendiri, di mana hak politik
rakyatnya diakui dan dihormati.
Cita-cita negara hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan
dan dilindungi hidup bersemi dan terus berkembang dalam pikiran dan hati para
perintis kemerdekaan bangsa Indonesia. (Nusantara : 2010)
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke
muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri ( kodrati ), bukan merupakan
pemberian manusia atau negara. (Mahfud MD : 2001)
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat juga diartikan bahwa hak asasi
manusia ialah seperangkat hak dasar yang dimiliki setiap manusia secara alamiah
sejak mereka lahir sampai meninggal dunia yang digunakan untuk memenuhi
semua kebutuhan hidupnya. (Alkatiri :2010)

Hukum pidana secara tradisional diartikan sebagai “hukum yang memuat
peraturan-peraturan yang

mengandung

keharusan

dan

larangan

terhadap

pelanggarnya yang diancam dengan hukuman berupa siksa badan”.
Pengertian lain yaitu, “hukum pidana ialah peraturan hukum tentang
pidana”. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan”, yaitu hal yang
dilimpahkan oleh instansi yang berkuasa kepada seorang oknum sebagai hal yang
tidak enak dirasakan dan juga hal yang tidak dilimpahkan sehari-hari.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan
antara


individu-individu

dalam masyarakat,

dalam

tradisi

hukum di

daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum
5

publik dan hukum

privat atau

hukum


perdata,

dalam

sistem Anglo-

Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
KUH Perdata terdiri atas empat 4 bagian, yaitu:
1. Buku 1 tentang Orang /Personnenrecht.
2. Buku 2 tentang Benda
3. Buku 3 tentang Perikatan / Verbintenessenrecht.
4. Buku 4 tentang Daluwarsa dan Pembuktian/Verjaring en Bewijs.
E. PEMBAHASAN
1. Hak Asasi Manusia Berdasarkan Perspektif Hukum Pidana.
Sistem peradilan pidana harus peka dan tanggap terhadap pembangunan
dan HAM, termasuk peran media massa dan pendidikan. Asas kekuasaan
kehakiman yang merdeka yang menekankan betapa pentingnya kualifikasi, seleksi
dan pelatihan orang-orang yang akan duduk di lembaga pengadilan, kondisi
pelayanan dan masa jabatan, kewajiban terhadap kerahasiaan profesional,
imunitas terhadap gugatan dan kerugian finansial atas perbuatan dan tidak berbuat

yang dilakukan dalam fungsi judicial, dan asas-asas bahwa mereka hanya bisa
diskors dan diberhentikan atas dasar alasan-alasan ketidakmampuan atau perilaku
yang membuat mereka tidak layak untuk menunaikan tugas-tugasnya. (Muladi :
2009)
Berdasarkan hal tersebut bahkan bagian dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan juga bahwa negara Republik
Indonesia ialah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945),
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) serta menjamin segala warga
6

negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Butir

2

(dua)

Penjelasan


Umum

KUHAP

menjelaskan,

bahwa

pembangunan di bidang hukum acara pidana bertujuan agar masyarakat dapat
menghayati hak dan kewajibannya, serta dapat ditingkatkan pembinaan sikap para
pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke
arah tegak dan mantapnya hukum, keadilan, dan perlindungan yang merupakan
pengayoman terhadap keluruhan harkat serta martabat manusia, juga ketertiban
dan kepastian hukum demi tegaknya Republik Indonesia sebagai negara hukum
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. (Soeharto : 2007)
Kemudian asas legalitas sebagai asas fundamental juga terkait dengan
larangan pemberlakuan surut perundang-undangan pidana (nullum crime sine
lege, nulla poena sine lege), dapat dikemukakan kembali bahwa dalam hal

pelanggaran HAM berat (gross violation of human rights) dimungkinkan secara
ad hoc (locus dan tempus delicti tertentu) memberlakukan surut perundang-

undangan pidana atas dasar hukum kebiasaan internasional dan keadilan.
Penegakan hukum pidana selalu bersentuhan dengan moral dan etika, hal
ini paling tidak didasarkan atas empat alasan, yaitu, pertama, sistem peradilan
pidana secara khas melibatkan penggunaan paksaan atau kadang-kadang bahkan
kekerasan (coercion) dengan kemungkinan terjadinya kesempatan untuk
menyalahgunakan

kekuasaan (abuse of power). Kedua, hampir semua

profesional dalam penegakan hukum pidana merupakan pegawai pemerintah
(public servant) yang memiliki kewajiban khusus terhadap publik yang dilayani.

7

Ketiga, bagi setiap orang, etika dapat digunakan sebagai alat guna
membantu memecahkan dilema etis yang dihadapi seseorang dalam kehidupan
profesionalnya (enlightened moral judgment), kemudian, keempat, dalam
kehidupan profesi sering dikatakan bahwa “a set of ethical requirements are as
part of its meaning”.
Sesuatu yang harus tetap diperhitungkan dalam kehidupan demokrasi ialah
kekuasaan kehakiman yang merdeka yang memberikan jaminan terselenggaranya
peradilan yang jujur terhadap semua orang yang dituduh melakukan tindak
pidana. Jaminan ini secara konkret dilakukan terhadap individu yang dituduh
melakukan tindak pidana, yang mengklaim bahwa haknya atas “fair trial” telah
dilanggar.
Hakikat penahanan/penangkapan ialah pengurangan hak asasi seseorang
yang dapat membawa akibat jauh bagi pribadi, keluarga dan lingkungan, karena
itu, tindakan demikian harus benar-benar dilakukan dengan penuh tanggung jawab
berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dengan motto “bukti dulu baru
pegang,buka pegang dulu baru bukti”. (Rukmini : 2007)
Patokan yang dapat dipakai sebagai ukuran (kriteria) untuk menilai bahwa
kekuasaan dalam bentuk kekerasan telah terjadi (digunakan) secara tidak pada
tempatnya, yaitu :
a. Apabila seorang polisi menyerang seseorang secara fisik dan kemudian
gagal untuk melakukan penahanan, penggunaan kekuasaan yang wajar
diikuti oleh penahanan.
b. Apabila seorang warga negara yang pada waktu ditahan tidak
melakukan perlawanan, baik dengan perbuatan maupun kata-kata,
8

kekerasan hanya digunakan apabila diperlukan untuk melakukan
penahanan.
c. Apabila seorang polisi, sekalipun pada wakti itu ada perlawanan
terhadap usaha penahanan, masih bisa dengan mudah diatasi melalui
cara-cara lain.
d. Apabila sejumlah polisi ada disitu dan bisa membantu dengan
mengiring warga negara bersangkutan ke kantor, tempat penahanan
atau kamar interogasi.
e. Apabila seseorang ditahan itu diborgol dan tidak berusaha untuk lari
atau melakukan perlawanan dengan kekerasan.
f. Apabila warga negara melawan, tetapi penggunaan kekerasan masih
saja berlangsung, sekalipun orang itu sudah ditundukkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa sebaik
apapun suatu undang-undang tidaklah berarti, apabila pelaksanaannya tidak adil
dan benar disertai moralitas tinggi dari para penegak hukumnya.
2. Hak Asasi Manusia Berdasarkan Perspektif Hukum Perdata.
Berdasarkan hukum perdata, hak sesama subjek hukum harus di
akomodasi oleh subjek hukum yang lain. Pelanggaran hak subjek hukum yang
lain akan menciptakan kewajiban-kewajiban tertentu bagi pihak yang melanggar.
Terdapat tiga fase utama mengenai peneram Hak Asasi Manusia (HAM)
dalam siklus kehidupan manusia, apabila dipandang berdasarkan hukum perdata,
antara lain :
1. Sebelum manusia lahir, artinya belum menjadi sebagai subjek hukum
sepenuhnya.
9

2. Sesudah menjadi subjek hukum, sebelum dewasa, dimana semua
kepentingannya masih diwakili oleh orang tua atau wali.
3. Saat sudah dewasa dan melakukan aktivitas atas tanggung jawab
sendiri.
Saat ini, setiap manusia merupakan subjek hukum yang bebas dan
merdeka melakukan aktivitas, jadi berada pada posisi yang sama dan tanpa
diskriminasi dalam melakukan aktivitas, yang berbeda ialah hak dan kewajiban
secara profesional, jadi dalam ketiga fase itulah HAM dapat di Implentasikan
dengan konsep dasar hukum perdata.
Berdasarkan faktor sejarah yang panjang, Indonesia mengenal paling tidak
tiga sistem hukum perdata yaitu :
1. Sistem Hukum Perdata Adat yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan
Budha, dan eksistensinya masih ada.
2. Sistem Hukum Perdata Islam yang bersumber dari agama Islam.
3. Sistem Hukum Perdata Barat, yang berasal dari Barat/Belanda yang
berlaku karena politik hukum Belanda, sekarang mulai dipengaruhi
oleh sistem hukum Common Law.
Ketiga sistem hukum perdata tersebut di atas, secara simultan diterima di
dalam masyarakat dan dianggap berlaku dengan berbagai alasan dan kepentingan
sesuai dengan kebutuhan. Khusus yang berkaitan dengan HAM, Hukum Perdata
Barat sudah menunjukkan adanya konsep yang sangat perspektif, yaitu dilarang
adanya keputusan hukum yang mengacu pada kematian perdata sejak sebelum
abad kesembilan belas yang mengakui persamaan laki-laki dan wanita/perempuan

10

pada posisi yang sama dan tanpa diskriminasi dalam melakukan aktivitas, yang
berbeda ialah hak dan kewajibannya secara proporsional.
Secara hakiki hukum perdata sebagai suatu sistem, mengatur mengenai
hidup dan kehidupan subjek hukum sejak lahir sampai meninggal dunia. Setiap
fase perjalanan kehidupan manusia selalu membutuhkan aplikasi perlindungan
HAM secara proporsional, dengan demikian dapat dikatakan bahwa, di dalam
keperdataan, HAM meliputi hak-hak sipil, ekonomi, sosial, dan budaya/kultural.
(Muladi : 2009)
Berdasarkan pembagian buku Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Nasional, terdapat hubungan yang sangat erat dengan hak asasi manusia. Buku
pertama tentang orang, pada prinsipnya mengatur hubungan dan hak keperdataan
seseorang, baik sebelum dia lahir, hidup, maupun setelah meninggal.
Kemudian buku kedua tentang benda, mengatur hubungan seseorang
menyangkut hak-hak kebendaan, kepunyaan/ hak milik seseorang atas benda
tersebut.
Kemudian buku ketiga tentang perjanjian/perikatan, mengatur hubungan
dan hak keperdataan seseorang, terutama hak dan kewajiban yang timbul dalam
suatu perjanjian/perikatan yang dibuat antara orang yang satu dan lainnya.
F. PENUTUP
Berdasarkan perspektif hukum pidana, hak asasi manusia melindungi
setiap orang dari perbuatan sewenang-wenang aparat penegak hukum.
Berdasarkan perspektif hukum perdata, persamaan dan kedudukan baik
laki-laki dan perempuan/wanita, merupakan hak asasi manusia yang harus
dihormati, dan dilindungi.
11

DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia , Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2008.
Abdul Hakim G Nusantara, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia , Makalah,
Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Makasar,
2010.
Artikel

Hukum 88, Pengertian Hukum Pidana , Diakses dari http://
artikelhukum88. blogspot. com/2011/05/pengertian-hukum-pidana.html.

Dara Hapsari Nastiti, Pelaksanaan Penegakan HAM Di Indonesia Dalam
Perspektif
Hukum
Pidana ,
Diakses
dari
http://darahapsarinastiti.blogspot.com/2011/12/pelaksanaan-penegakanham-di-indonesia.html.
H. Muladi, Hak Asasi Manusia : Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat, Penerbit PT. Refika Aditama,
Bandung, 2009.
H. Soeharto, Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, dan Korban Tindak
Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia , Penerbit
PT. Refika Aditama, Bandung, 2007.
H. Suko Wiyono, Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Kerangka Negara Hukum
Yang Demokratis, Diakses dari http://fh. wisnuwardhana.ac.id/ index.php?
option= com_content& task= view& id=25.
Johny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, Cet. IV,
Banyumedia, Malang, 2008.
Mahfud M.D, Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta, 2001.
Mien Rukmini, Perlindungan HAM Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah dan
Asas Persamaan Kedudukan Dalam Hukum Pada Sistem Peradilan
Pidana Indonesia , Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2007.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cet ke - 3, UI Press, Jakarta,
1986.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Penerbit CV. Alvabeta, Bandung,
2005.
12

Wikipedia,
Hukum
Perdata,
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata.

Diakses

Zeffry Alkatiri, Belajar Memahami HAM, Penerbit Ruas, Jakarta, 2010.

13

dari