Pelajaran dari Asia Timur dan Amerika La

Pelajaran dari Asia Timur dan Amerika Latin untuk Indonesia : Kebijakan Pendorong
Kesuksesan Ekonomi Indonesia Menyongsong Era Bonus Demografi

A. Bonus Demografi dan Indonesia
Indonesia dengan 240 juta jiwa menduduki peringkat keempat jumlah penduduk
terbesar di dunia. Sensus penduduk tahun 2010, dalam sepuluh tahun terakhir penduduk
Indonesia bertambah 32,5 juta jiwa dengan rata-rata angka Laju Pertumbuhan Penduduk
(LPP) sebesar 1,49% per tahun. Jika LPP tetap sebesar 1,49% maka jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2035 diperkirakan akan mencapai 450 juta jiwa1. Ditambah dengan
data pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja
sebesar 125,316,991 jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 69,17%2.
Berdasarkan data tersebut, para ekonom memprediksi bahwa Indonesia pada tahun 20202030 akan mengalami bonus demografi. bonus demografi ini seringkali disebut sebagai
windows of opportunity, yaitu jendela kesempatan khususnya bagi pertumbuhan ekonomi

suatu negara.
Pengertian bonus demografi secara umum adalah kondisi dimana rasio
ketergantungan (dependency ratio) yaitu perbandingan antara jumlah penduduk usia non
produktif (0-14 tahun ditambah dengan 64 tahun keatas) dengan penduduk usia produktif
(15-64 tahun) menurun secara berkelanjutan. Dependency ratio, yakni jumlah anak-anak
dan orang tua dibandingkan dengan jumlah penduduk usia kerja, terus mengalami
penurunan. Artinya, beban tanggungan orang yang bekerja terus berkurang. Implikasi

kondisi demografis seperti itu, adalah berkurangnya konsumsi sehingga masyarakat
memiliki excess fund atau idle money untuk digunakan berinvestasi maupun menabung.
Bila terjadi seperti itu, maka pertumbuhan ekonomi kita tidak lagi didominasi oleh
konsumsi, tetapi juga investasi dan tabungan. Tingginya jumlah penduduk produktif
membawa dampak tersedianya tenaga kerja yang melimpah sehingga produksi
1

Di as Te aga Kerja, Tra s igrasi, da Kepe duduka Pro i si Ja a Ti ur, Ma faatka Bo us De ografi : Pilar
Produkti itas da Pertu uha Eko o i ,
, http://dis akertra sduk.jati pro .go.id/kete agakerjaa /
manfaatkan-bonus-demografi--pilar-produktivitas-dan-pertumbuhan-ekonomi.
2
Bada Pusat “tatistik, Pe duduk Beru ur tahu ke Atas Me urut Je is Kegiata Tahu
, diakses
28 September 2014, http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06.

masyarakat meningkat, hal ini mengakibatkan angka Gross Domestic Product (GDP)
meningkat.
B. Pelajaran dari Asia Timur dan Amerika Latin
Salah satu wilayah yang pernah dihadiahi dengan bonus demografi yaitu Asia

Timur. Dimulai tahun 1940 yang terjadi perkembangan pesat di bidang kesehatan, yaitu
sanitasi, air lebih aman, dan obat-obatan mengakibatkan angka kematian bayi menurum
pada tahun, disusul dengan program pemerintahan negara-negara Asia Timur pada tahun
1950 yang mendorong penduduknya untuk memiliki lebih sedikit anak. Kualitas
pelayanan kesehatan yang mulai membaik di tahun 1940 menghasilkan generasi baby
boom, yaitu tingginya angka kelahiran bayi. Generasi baby boom ini mulai masuk usia

produktif di akhir 1960an, berhubung akan tingginya populasi generasi ini, kemudian
dibarengi oleh lingkungan ekonomi yang bebas dan pendidikan yang mumpuni, generasi
baby boom ini banyak terserap ke lapangan pekerjaan. Akibat dari program pemerintahan

yang mendorong untuk memiliki lebih sedikit anak di tahun 1950 dikombinasikan dengan
munculnya generasi baby boom, pertumbuhan penduduk usia produktif di Asia Timur
antara 1965-1995 hampir empat kali lebih cepat dari pertumbuhan usia non-produktif,
lebih spesifiknya di Asia Timur dalam periode tersebut penduduk usia produktif rata-rata
tiap tahunnya mengalami 2,4% pertambahan. Pertambahan penduduk usia produktif yang
tinggi ini meningkatkan penghasilan, dalam periode 1965-1995, penghasilan per kapita di
Asia Timur rata-rata meningkat per tahunnya lebih dari enam persen. Fenomena ini
disebut oleh para ekonom sebagai “keajaiban ekonomi”3. Di tahun 1995, berdasarkan data
dari PBB, GDP per kapita Jepang adalah $42,849, Korea Selatan sebesar $11,895, dan

Hong Kong sebesar $23,542. Meningkat drastis dari tahun 1970 yang pada waktu itu
GDP per kapita Jepang, Korea Selatan, dan Hong Kong berturut-turut sebesar $2,016,
$284, dan $6934.

3

David E. Bloom, David Canning, dan Jaypee Sevilla, The Demographic Dividend: A New Perspective on the
Economic Consequences of Population Change (Santa Monica: RAND, 2003), 44-46.
http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2007/MR1274.pdf.
4
Persatuan Bangsa Bangsa, Natio al A ou ts Esti ates of Mai Aggregates , update terakhir Dese er
https://data.un.org/Data.aspx?d=SNAAMA&f=grID%3A101%3BcurrID%3AUSD%3BpcFlag%3A1.

,

Menilik ke wilayah lain di periode yang sama dan juga mengalami bonus
demografi, yaitu Amerika Latin, ternyata Amerika Latin tidak menuai “keajaiban” yang
dicapai oleh Asia Timur. Ketika GDP per kapita Asia Timur meningkat per tahunnya
rata-rata di atas 6,8% dalam periode 1965-1995, di Amerika Latin tumbuh hanya 0,7%
per tahunnya. Para ekonom menganalisis sebab dari lambatnya pertumbuhan ekonomi

Amerika Latin, meskipun mengalami bonus demografi, adalah tertutupnya negara-negara
Amerika Latin kala itu dari perdagangan dunia. Tertutupnya suatu negara dalam aktivitas
ekonomi dunia menghilangkan peluang untuk ekonomi negaranya tumbuh tiga kali lipat
lebih besar setiap tahunnya, oleh karenanya Amerika Latin kehilangan peluang tersebut 5.
Mengambil pelajaran dari Asia Timur dan Amerika Latin adalah mengambil satu
kunci yang menentukan akan kesuksesan suatu negara dalam menyongsong atau telah
masuk di era bonus demografi, kunci tersebut adalah kebijakan yang tepat. Hal ini terlihat
dari pelayanan kesehatan yang membaik serta program pemerintahan untuk menekan
angka kelahiran mampu menghasilkan windows of opportunity tersebut. Salah satunya,
kebijakan negara-negara Asia Timur untuk terbuka terhadap aktivitas ekonomi dunia
mendorong pertumbuhan ekonomi yang laju sebaliknya kebijakan negara-negara Amerika
Latin yang menutup diri dari aktivitas ekonomi dunia membuat peluang pertumbuhan
ekonomi tertekan. Tentunya hal ini tidak menjadi satu-satunya kebijakan yang
menentukan, kombinasi kebijakan lain pun perlu dirumuskan agar suatu negara dapat
meraih keuntungan semaksimal mungkin dari bonus demografi.
C. Bonus Demografi dan Pertumbuhan Ekonomi
Sebelum memasuki ke dalam pembahasan kebijakan apa yang sebaiknya
ditempuh oleh Indonesia, perlu diketahui bagaimana kaitan antara bonus demografi
dengan pertumbuhan ekonomi, Bloom et al. (dalam Adieoetomo et al., 2005)
menjelaskan tentang empat hal penting yang menerangkan hubungan antara bonus


5

David E. Bloom, David Canning, dan Jaypee Sevilla, The Demographic Dividend: A New Perspective on the
Economic Consequences of Population Change (Santa Monica: RAND, 2003), 57-58,
http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2007/MR1274.pdf.

demografi dengan pertumbuhan ekonomi, yaitu : penawaran tenaga kerja (labour supply),
peranan perempuan, tabungan (savings), dan modal manusia (human capital)6.
-

Penawaran Tenaga Kerja

Lahirnya generasi baby-boom menyebabkan proporsi penduduk usia produktif
menjadi besar dibandingkan dengan proporsi penduduk usia non-produktif. Melimpahnya
generasi baby boom ini memiliki dampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi ketika
memasuki usia prima, yaitu antara 20-54 tahun7 (Bloom et al. dalam Adioetomo et al,
2005). Ketersediaan lapangan kerja juga merupakan hal penting, yaitu sebagai wadah
penduduk usia produktif untuk bekerja dan hal ini meningkatkan pendapatan nasional.
-


Peranan Perempuan

Hal yang mempengaruhi peranan perempuan adalah penurunan fertilitas yang
,enurut Davis dan Blake adalah dengan melakukan kontrasepsi (Rujiman, 2010)8.
Program ini mengakibatkan lebih sedikitnya waktu perempuan untuk mengurus anak dan
memilih untuk bekerja. Dipengaruhi pula oleh gerakan feminisme dan globalisasi,
pemberdayaan perempuan digalakkan sehingga perempuan pun turut serta secara
produktif dalam meningkatkan pendapatan nasional.
-

Tabungan

Bonus demografi memacu meingkatnya tabungan dan investasi dikarenakan
kelahiran seorang bayi yang terhindar (a birth averted) sehingga menyebabkan sejumlah
konsumsi

tidak dilakukan dan menyebabkan terbentuknya modal9. Bongaarts

menambahkan bahwa tabungan ini apabila diinvestasikan secara produktif maka ia akan

menyumbangkan dalam pertumbuhan ekonomi10.

6

Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).
7
Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).
8
Rujiman, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Indonesia (Medan: Universitas Sumatera Utara,
2010).
9
Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).
10
Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).

-


Modal Manusia

Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia produktif, ketersediaan modal
manusia juga meningkat pula. Di dalam era bonus demografi, menurut Williamson akan
terjadi human capital deepening, yaitu peningkatan kecenderungan orang tua untuk
menjadikan anak-anaknya sebagai modal manusia didorong oleh perbaikan kesehatan dan
penurunan angka kematian. Bloom et al. menambahkan bahwa meningkatnya angka
harapan hidup ini mengubah cara hidup masyarakat dalam segala hal11.
Di era bonus demografi, terjadi perubahan dalam masyarakat pada cara
masyarakat menyikapi tentang keluarga, pendidikan, pernanan perempuan, masa pensiun,
dan pekerjaan. Perubahan ini akan mengubah pandangan awal bahwa manusia hanya
sebagai faktor produksi menjadi manusia sebagai aset. Ditunjang oleh angka harapan
hidup yang lebih tinggi, masyarakat akan menanamkan investasi lebih kepada anak-anak
mereka dengan keyakinan bahwa hal itu akan baik untuk masa tua anak-anak mereka.
Namun keempat hal ini akan berpengaruh dengan baik terhadap pertumbuhan ekonomi
suatu negara apabila kondisi dan kebijakan pemerintahan kondusif sehingga turut
membantu proses terjadinya pertumbuhan12.
D. Kebijakan-Kebijakan yang Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan penjelasan mengenai keterkaitan antara bonus demografi dan

pertumbuhan ekonomi, kebijakan-kebijakan yang perlu untuk diterapkan Indonesia agar
mendorong pertumbuhan ekonomi ketika berada dalam era bonus demografi ialah :
1.

Mengendalikan laju pertumbuhan penduduk

Untuk dapat menggapai keuntungan yang besar dalam bonus demografi,
diperlukan kontrol laju pertumbuhan penduduk. Idealnya adalah Angka Kelahiran Total
atau Total Fertility Rate (TFR) suatu negara adalah 2,1 yang berarti satu ibu mempunyai
2,1 anak dalam masa reproduksinya, angka ini disebut sebagai angka replacement
11

Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).
12
Sri Moertiningsih Adioetomo et al., Policy Implications of Age-Structural Changes (Paris: CICRED Policy Paper
Series, 2005).

fertility13. Pada tahun 2012, TFR Indonesia adalah 2,59514. Untuk mencapai target,


program Keluarga Berencana dan penggunaan kontrasepsi perlu disosialisasikan kepada
seluruh lapisan masyarakat agar angka ketergantungan tidak meningkat sehingga
penduduk usia produktif baik laki-laki maupun perempuan mampu lebih produktif dalam
bekerja yang hal ini meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

2.

Menggalakkan investasi dan penguatan lembaga keuangan

Penguatan lembaga keuangan baik lembaha perbankan maupun non-perbankan
diperlukan agar dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif, yaitu di sisi efisiensi
dan transparansi. Pemerintah juga perlu menjaga stabilitas harga sebab investasi akan
lebih banyak dilakukan dalam kondisi inflasi rendah. Diperlukan pula pendidikan kepada
masyarakat Indonesia untuk berinvestasi agar masyarakat Indonesia tidak memandang
bahwasannya investasi merupakan suatu hal yang membahayakan. Di samping itu,
pemerintah dan sektor swasta perlu untuk memberikan program permodalan yang dapat
dicapai oleh penduduk menengah ke bawah, yaitu permodalan tanpa jaminan dan dengan
suku bunga yang lebih rendah. Kesuksesan program permodalan kepada penduduk
menengah ke bawah ini telah dicapai oleh Grameen Bank yang didirikan oleh
Muhammad Yunus di Bangladesh, pada tahun 1983 Grameen Bank dimulai dengan $50

dan 20 peminjam dan pada tahun 2003 ia telah meminjamkan sekitar $400.000.000 dan
memiliki sekitar dua juta keanggotaan15.

3.

Meningkatkan ketersediaan lapangan kerja

Meledaknya jumlah penduduk produktif tanpa diiringi oleh tersedianya lapangan
kerja akan membuat bonus demografi gagal tercapai. justru yang terjadi ialah banyaknya

13

Persatua Ba gsa Ba gsa, Total Fertility Rate , update terakhir Ju i
,
http://www.un.org/esa/sustdev/natlinfo/indicators/methodology_sheets/demographics/total_fertility_rate.pdf.
14
Badan Kependudukan dan Keluarga Bere a a Nasio al, A gka Kelahira Total TFR Nasio al , diakses pada
September 2014, http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataSurvey/SDKI/Fertilitas/TFR/Nasional.aspx.
15
David E. Bloom, David Canning, dan Jaypee Sevilla, The Demographic Dividend: A New Perspective on the
Economic Consequences of Population Change (Santa Monica: RAND, 2003), 76-77,
http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2007/MR1274.pdf.

penduduk berusia produktif tetapi tidak berkontribusi apapun untuk produktivitas negara.
ketersediaan lapangan kerja dapat ditingkatkan melalui tiga upaya, yaitu (1) keterbukaan
terhadap pasar internasional, dimana hal ini telah terbukti dapat meningkatkan
ketersediaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja. Semakin terbuka suatu negara
terhadap pasar internasional, maka penghasilan negara akan bertambah dikarenakan
banyaknya warga negaranya yang bekerja. Tertutupnya Amerika Latin yang
mengakibatkannya kehilangan peluang mengalami pertumbuhan ekonomi tiga kali lipat
tentunya perlu dihindari agar tidak terjadi di Indonesia, (2) meningkatkan fleksibilitas
tenaga kerja. hal ini diterapkan oleh Jepang yang menggeser model tradisional sebuah
perusahaan, yaitu dengan mendahulukan usia yang lebih tua untuk bekerja, menjadi
model yang lebih fleksibel, yaitu semua gender dan semua usia produktif mendapat
peluang yang sama untuk masuk ke lapangan pekerjaan. hal ini mengakibatkan, peluang
usia muda untuk masuk ke lapangan pekerjaan akan bertambah sehingga produktivitas
negara akan meningkat, (3) menggalakkan iklim kewirausahaan. semakin tinggi tingkat
kewirausahaan dalam suatu wilayah, semakin banyak lapangan kerja yang akan tersedia.
selain itu, juga akan meningkatkan tingkat produksi negara16.

4.

Penduduk Lanjut Usia Sebagai Asset Produktif
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, Indonesia masih

menggunakan penduduk lanjut usia sebagai tenaga kerja untuk memenuhi sekitar 40%
dari kebutuhan konsumsinya, baik dari kalangan miskin ataupun tidak miskin, di sektor
pertanian dan bukan pertanian17.
Produktivitas penduduk lanjut usia merupakan hal yang perlu dioptimalkan.
Pengoptimalannya dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
sehingga penduduk lanjut usia tidak mengalami permasalahan kesehatan yang berarti
sehingga produktivitas tetap terjaga.
16

David E. Bloom, David Canning, dan Jaypee Sevilla, The Demographic Dividend: A New Perspective on the
Economic Consequences of Population Change (Santa Monica: RAND, 2003), 74-76,
http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2007/MR1274.pdf.
17
Maliki, Pemanfaatan Bonus Demografi Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan (2010),2-9,
http://bsdm.bappenas.go.id/data/download/majalah-perencanaan-edisi-1-th-2010.pdf.

5.

Mewujudkan Jaminan Sosial yang Tepat

Dalam Undang-Undang no. 40 tahun 2004, dinyatakan bahwa pemerintah
memiliki kewajiban untuk mengadakan jaminan sosial yang tepat berskala nasional untuk
seluruh elemen masyarakat agar kesejahteraan masyarakat meningkat. Jaminan sosial
nasional yang disusun diharapkan mampu memberikan stimulus bagi masyarakat untuk
menabung, dikarenakan tabungan yang tinggi mampu menjadi keuntungan besar dalam
menghadapi era bonus demografi.

6.

Menciptakan SDM yang Berkualitas
Tanpa adanya human capital deepening atau peningkatan kualitas sumber daya

manusia, bonus demografi akan lalu begitu saja. Oleh karenanya dibutuhkan peningkatan
kualitas SDM dengan upaya perbaikan fasilitas pendidikan yang melingkupi sarana dan
prasarana serta pengajar untuk penduduk usia sekolah, selain itu diperlukan juga
pelatihan-pelatihan yang ditujukan kepada penduduk usia produktif agar dapat bersaing di
dalam lapangan pekerjaan sehingga lebih produktif.
E. Kesimpulan

Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi pada tahun 2020-2030.
Fenomena bonus demografi inilah yang mengantarkan Asia Timur di era 1965-1995
mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat sehingga para ekonom menyebutnya
sebagai keajaiban ekonomi, namun tidak semua wilayah yang berada pada era bonus
demografi mengalami hal yang sama dengan Asia Timur, Amerika Latin pada era yang
sama pun mengalami bonus demografi akan tetapi pertumbuhan ekonominya sekitar
sembilan kali lebih lambat dari Asia Timur. Perbedaan ini terjadi dikarenakan kebijakan
yang ditempuh oleh Asia Timur dan Amerika Latin berbeda, yaitu pada Amerika Latin,
negara-negaranya menutup diri dari perekonomian internasional sehingga kehilangan
peluang untuk memperoleh tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Oleh
karenanya, kebijakanlah yang mengambil peran apakah bonus demografi mampu
memberikan keuntungan bagi Indonesia atau tidak.

Bonus demografi berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dalam empat hal, yaitu
(1) penawaran tenaga kerja, (2) peranan perempuan, (3) tabungan, (4) modal manusia.
Dari empat hal ini, dapat dirumuskan bahwa kebijakan yang perlu diterapkan Indonesia
agar dapat menggapai keuntungan yang besar dalam era bonus demografi adalah sebagai
berikut: (1) mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, yaitu dengan menggalakkan
program Keluarga Berencana dan kontrasepsi sehingga angka TFR tidak meningkat dan
mencapai angka replacement fertility, yaitu angka TFR 2,1, (2) Menggalakkan investasi
dan menguatkan lembaga keuangan, yaitu dengan meningkatkan efisiensi dan transparasi
lembaga keuangan, menjaga stabilitas harga, memberikan permodalan tanpa jaminan dan
bunga rendah kepada penduduk menengah ke bawah, dan pendidikan tentang investasi
kepada semua kalangan masyarakat, (3) Meningkatkan ketersediaan lapangan kerja
melalui tiga upaya, yaitu terbuka terhadap perdagangan internasional, meningkatkan
fleksibilitas tenaga kerja, dan meningkatkan jumlah wirausaha di Indonesia, (4)
Menjadikan penduduk lanjut usia sebagai aset yang produktif dengan cara meningkatkan
kualitas kesehatan, (5) Mewujudkan jaminan sosial berskala nasional yang tepat, yaitu
jaminan sosial yang mampu memberikan stimulus penduduk Indonesia untuk
meningkatkan tabungan, (6) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia
melalui pendidikan formal dan pelatihan-pelatihan ketenagakerjaan.

Daftar Pustaka:
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur, “Manfaatkan
Bonus Demografi : Pilar Produktivitas dan Pertumbuhan Ekonomi”, 2013,
http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/903-manfaatkan-bonusdemografi--pilar-produktivitas-dan-pertumbuhan-ekonomi.
Badan Pusat Statistik, “Penduduk Berumur 15 tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2004
- 2014”, diakses 28 September 2014,
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06.
Bloom, David E., David Canning, dan Jaypee Sevilla, The Demographic Dividend: A New
Perspective on the Economic Consequences of Population Change. Santa Monica:
RAND, 2003.
http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monograph_reports/2007/MR1274.pdf.
Persatuan Bangsa Bangsa, “National Accounts Estimates of Main Aggregates”, update terakhir
16 Desember 2013,
https://data.un.org/Data.aspx?d=SNAAMA&f=grID%3A101%3BcurrID%3AUSD%3B
pcFlag%3A1.
Adioetomo, Sri Moertiningsih, Gervais Beninguisse, Socorro Gultiano, Yan Hao, Kourtoum
Nacro dan Ian Pool, Policy Implications of Age-Structural Changes. Paris: CICRED
Policy Paper Series, 2005.
Rujiman, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Fertilitas di Indonesia. Medan:
Universitas Sumatera Utara, 2010.
Maliki, Pemanfaatan Bonus Demografi Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Pembangunan,
2010, http://bsdm.bappenas.go.id/data/download/majalah-perencanaan-edisi-1-th2010.pdf.
Persatuan Bangsa Bangsa, “Total Fertility Rate”, update terakhir 15 Juni 2007,
http://www.un.org/esa/sustdev/natlinfo/indicators/methodology_sheets/demographics/tot
al_fertility_rate.pdf.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, “Angka Kelahiran Total (TFR)
Nasional”, diakses pada 28 September 2014,
http://www.bkkbn.go.id/kependudukan/Pages/DataSurvey/SDKI/Fertilitas/TFR/Nasiona
l.aspx.