S PLB 0908951 Chapter1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak tunagrahita sebagai mahluk sosial akan selalu membutuhkan
orang lain dalam hidupnya.Keterampilan sosial berkembangmelalui
hubungan individu dengan orangtua atau orang lain di dalam keluarganya,
kemudian diperluas ke luar rumah atau keluarganya. Dunia sosial anak
meluas dari lingkungan rumah hingga sekolah, dan kawan-kawan sebaya.
Hubungan dengan teman sebaya dapat membuat anak menilai dirinya
sendiri, menyampaikan pendapat mereka dan berdiskusi tentang pandangan
mereka yang berbeda.
Cowie and Wellace (2000 : 8) menemukan bahwa dukungan teman
sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak
yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu
memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan
sosial. Berndt (1999) mengakui bahwa tidak semua teman dapat
memberikan keuntungan bagi keterampilan. Keterampilan individu akan
terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan
bersifat suportif.
Hubungan dengan teman sebaya pada anak tunagrahita salah satunya
dapat dimulai saat anak masuk sekolah, diantaranya saat anak masuk
pendidikan dasar. Anak tunagrahita sebagai individu yang memiliki
kebutuhan berbeda dengan anak-anak lainnya perlu mendapatkan layanan
pendidikan tersendiri, tetapi tidak harus dipisahkan dengan anak-anak
lainnya. Manakala kebutuhan anak tunagrahita sudah terindetifikasi, maka
diperlukan suatu layanan yang cocok untuk mereka seperti layanan
pendidikan inklusif, sehingga baik secara akademik maupun sosial anak
dapat mengembangkan potensi sesuai dengan kemampuannya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Pendidikan dasar bagi anak tunagrahita tidak terbatas di SLB saja.
Sekarang sudah ada pendidikan inklusi, dimana di sekolah ini anak
tunagrahita dapat lebih mengenal dan membiasakan diri untuk belajar,
bermain maupun bekerja bersama-sama dengan teman sebayanya.
Sebaliknya anak lainnya maupun masyarakat dapat mengenal keadaan anak
berkebutuhan khusus, terutama anak tunagrahita ringan. Diyakini bahwa
anak berkebutuhan khusus dapat mengisi hari-hari belajarnya dengan lebih
bermanfaat jika mereka ditempatkan di kelas reguler.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah keterampilan individu dapat
optimal apabila ada interaksi antara faktor bawaan dari individu itu dengan
lingkungannya. Dalam suasana demikian anak berkebutuhan khusus dapat
dirangsang untuk lebih berprestasi sesuai dengan kemampuannya dengan
menciptakan lingkungan yang kondusif.
Keterampilan sosial anak tunagrahita ringan memang lebih lambat
apabila dibandingkan dengan keterampilan sosial anak pada umumnya.
Faktor yang menyebabkan keterampilan diri pribadi anak tunagrahita ringan
sulit melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungan, kegiatan tertentu,
atau pekerjaan disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu keterampilan
sosial anak tunagrahita ringan sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak,
bersaman dengan konsep diri yang positif, hubungan sesama teman, dan
penyesuaian sosial secara umum.
Keterampilan sosial anak tunagrahita ringan cenderung tertutup,
sehingga dibutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk membuat
anak dapat bersosialisasi dengan lebih baik, terutama dukungan teman
sebaya saat bersosialisasi di sekolah. Salah satu fungsi terpenting dari
kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia diluar keluarga. Melalui kelompok teman
sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan,
apakah dia lebih baik daripada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk
dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan
dalam keluarga karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
(bukan sebaya) (Santrock, 2004 :287).Hubungan yang baik di antara teman
sebaya akan sangat membantu keterampilansosial anak secara normal.
Anak tunagrahita ringan yang dimasukkan ke Sekolah Dasar yang
memberikan layanan pendidikan Inklusif, diharapkan dapat meniru perilaku
teman sebayanya yang positif. Walaupun sebagian anak tunagrahita
mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman sebaya dan kurang
terampil dalam berkomunikasi, maka diharapkan sedikit demi sedikit anak
dapat meniru sikap positif teman sebayanya, sehingga keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan akan berkembang dengan baik. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mencoba meneliti dan menggali keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.
B.
Fokus Masalah
Penelitian ini difokuskan untuk meneliti keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di SDN Geger Kalong Girang II. Dengan tujuan
menjawab pertanyaan bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak pada umumnya
di sekolah dasar inklusi ?
Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada
pemikiran bahwa belum diketahui dengan jelas bagaimana kondisi sosial
anak tunagrahita ringan setelah mendapatkan layanan pendidikan inklusif.
C.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas, peneliti memiliki batasan
masalah yang akan diteliti, yaitu tentang “ bagaimana keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi “ yang secara rinci
dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana keterampilan dan hambatan sosial anak tunagrahita ringan saat
pertama masuk Sekolah Dasar ?
2.
Bagaimana interaksi dan respon anak tunagrahita ringan dengan siswa lain
di Sekolah Dasar?
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
3.
Bagaimana keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan selama berada di
Sekolah Dasar ?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Untuk tujuan umum dari penelitian ini yaitu, dengan adanya sekolah
inklusi
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan
sosial
anak
tunagrahita ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak
pada umumnya di sekolah, sehingga anak tunagrahita ringan dapat mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan lebih baik.
2.
Tujuan Khusus
Peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perkembangan
keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah diSekolah
Dasar Inklusi.
3.
Manfaat
1.
Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan pendidikan dalam
setting inklusi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai pola interaksi siswa
tunagrahita ringan dengan siswa lain di sekolah, serta keterampilan
sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah di Sekolah Dasar
Inklusi.
b. Bagi orangtua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan anak
tunagrahita ringan ke Sekolah Dasar.
c. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan mengenai
keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus terutama anak
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
tunagrahita ringan saat pertama dan selama bersekolah di Sekolah
Dasar.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
1.
Keterampilan Sosial
Definisi Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi
efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini
merupakan perilaku yang dipelajari. Faktor-faktor pribadi (personal),
kognitif (cognitive), perilaku (behavior) dan lingkungan (environment)
mempunyai hubungan timbal balik, bukan searah dalam perkembangan
sosial anak, dan Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat
penting bagi perkembangan proses berpikir anak atau kognitifnya (Santrock,
2007). Dari teori tersebut di atas maka melahirkan beberapa definisi tentang
keterampilan sosial, diantaranya sebagai berikut :
Mussen, at al(Lismayanti, 2008) menyatakan bahwa keterampilan
sosial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu
pada tindakan moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi,
membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain,
dan mengungkapkan simpati.
Selanjutnya menurut Cartledge dan Milburn (Syaodih, 2007: 50)
menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat
memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan
masyarakat disekitarnya. Keterampilan sosial juga melibatkan faktor-faktor
afektif, terutama dalam pengungkapan keterampilan tesebut.
Sementara menurut Ahmad (Kurniati dalam Lismayanti, 2008)
menyebutkan bahwa keterampilan sosial yang dimiliki anak adalah
kemampuan untuk mereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
lingkungan sosial yang merupakan persyaratan bagi penyesuaian yang baik,
kehidupan yang memuaskan dan dapat diterima oleh masyarakat.
Secara singkat Setiawati (2008) mengungkapkan bahwa keterampilan
sosial pada anak adalah satu hal penting dalam membantu anak untuk bisa
mempunyai teman dan berinteraksi dengan orang lain, serta membantu
perkembangan anak dalam menjalani tugas perkembangannya.
Senada
dengan
pernyataan
sebelumnya,
Nasution
(2010)
menyebutkan bahwa keterampilan sosial anak merupakan cara anak dalam
melakukan interaksi, baik dalam bertingkah laku maupun dalam hal
berkomunikasi dengan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain secara baik sehingga mudah diterima
sesuai dengan harapam lingkungan.
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam menyeimbangkan kemampuan proses berpikir atau kognitif yang
diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang
sedang membutuhkan, dan mengungkapkan simpati.
2.
Jenis-jenis Keterampilan Sosial
Beaty
(Afiaty
dalam
Lismayati,
2008)
menyebutkan
bahwa
keterampilan sosial atau disebut juga prosocial behaviormencakup perilakuperilaku seperti :
a. Empati yang didalamnya anak-anak mengeskpresikan rasa haru
dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang
tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang
lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak
menyadari perasaan orang lain.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
b. Kemurahan hati atau kedermawanan yang didalamnya anak-anak
berbagi dan memberikan barang sesuatu miliknya kepada
seseorang.
c. Kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil giliran atau
bergantian menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan
pertengkaran.
d. Memberikan bantuan yang didalamnya anak-anak membantu
seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang
yang membutuhkan.
Menurut Hurlock (1996: 118) pola-pola perilaku sosial yang
ditampilkan anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Meniru, agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang sangat dikaguminya.
b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang
lain tampak pada usia empat tahun. Ini dimulai dirumah dan
kemudian berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah.
c. Kerjasama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan
kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam
frekuensi
dan
lamanya
berangsung,
bersamaan
dengan
meningkatnya kesempatan untuk bermaindengan anak lain.
d. Simpati,
karena
simpati
membutuhkan
pengertian
tentang
perasaan-perasaan dan emosi orang lain maka hal ni hanya kadangkadang timbul sebelum tiga tahun, semakin banyak kontak
bermain, semakin cepat simpati akan berkembang.
e. Dukungan sosial, menjelang berakhirnya masa kanak-kanak,
dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada
persetujuan orang-orang dewasa. Anak beranggapan bahwa
perilaku nakal merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari
teman-teman sebaya.
f. Membagi, dari pengalaman bersama orang lain, anak mengetahui
bahwa salah satu cara memperoleh persetujuan sosial adalah
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
dengan membagi miliknya, terutama mainan unuk anak lain.
Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat
murah hati.
g. Perilaku akrab, anak yang pada saat bayi memperoleh kepuasan
dari hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain
berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang diluar
rumah, seperti guru atau benda mati seperti mainan kesukaannya
atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut “objek kesayangan”.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa pada masa kanak-kanak (SD)
kondisi sosial anak-anak masih sangat rentan dan membutuhkan stimulasii
yang berkesimambungan yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya
dan didukung dengan lingkungan yang kondusif, agar potensi keterampilan
sosial yang sudah ada dapat dikembangkan secara optimal. Seperti,
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengetahuan
dan pengalamannya melalui kegiatan yang bermanfaat baik dirumah
ataupun disekolah.
Keterampilan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan
adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman
sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri
sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang). Berkat
keterampilan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok
teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
3.
Tahap-Tahap Keterampilan Sosial
Secara umum tahap keterampilan sosial anak antara lain terdapat
dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1
Tahap-Tahap Keterampilan Sosial
Usia
Kemampuan
1 – 2 Tahun
Mengenali diri sendiri di kaca atau gambar / foto
Menyebut diri dengan nama sendiri
Bermain sendiri, memulai permainanya sendiri
Meniru tingkah laku orang dewasa dalam bermain.
Membantu membereskan atau menyimpan benda-benda.
Dapat mengekspresikan senyuman sosial, senyuman kesenangan,
kehati-hatian, keheranan, kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan
malu.
2-3 Tahun
Meniru perilaku tertentu orang dewasa.
Mampu menyatakan keinginannya bila ingin buang air kecil atau
buang air besar.
Mampu menyatakan tidak atau menolak sesuatu.
Bermain bersama dengan teman-teman tapi masih bermain sendiri
dan tidak saling berinteraksi.
Dapat berpisah dengan orangtua tanpa menangis
Dapat dihibur dan diberi pengertian
Menunjukkan rasa ingin tahu.
Mengikuti kegiatan kelompok yang sederhana (misalnya manyanyi,
bertepuk tangan, menari).
Anak mulai dapat bermain peran.
Mengetahui identitas jenis kelamin
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
3-4 Tahun
Ikut bermain atau berinteraksi dengan anak-anak lain.
Dapat menunggu giliran
Dapat mengucapkan salam
Dapat mengucapkan terima kasih
Dapat meminta maaf
Bertanggung jawab pada barang-barang pribadi
Dapat memperlihatkan perhatian dan kasih sayang dengan sesama
teman.
4-5 Tahun
Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.
Dapat berinteraksi dengan guru.
Dapat berpisah dengan orang tua tanpa menangis.
Dapat dihibur dangan diberi perhatian.
Menunjukan rasa ingin tahu.
Ikut bermain dan berinteraksi dengan anak-anak lain.
Tidak mencari perhatian secara berlebihan.
Tidak egois
Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman dan
binatang.
Dapat mengikuti permainan drama yang mendekati kenyataan.
Menunjukan perhatian waktu,ruang dan detail yang kecil-kecil.
Menunjukan perhatian dalam mengeksplorasi perbedaan jenis
kelamin.
Dapat menunggu giliran.
Dapat mengucapkan salam.
Dapat mengucapkan terima kasih.
Dapat meminta maaf, bila melakukan kesalahan.
Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.
Dapat bertangung jawab terhadap barang-barang pribadi.
Dapat menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman.
Dapat mengunakan alat-alat dengan benar.
Dapat menyelesaikan konflik sederhana.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
Dapat bertengang rasa.
Dapat memimpin dan dipimpin.
Berani tampil didepan teman
Dapat bekerja sama dengan kelompok
Dapat membedakan yang baik dan buruk.
5- 6 Tahun
Dapat memilih teman sendiri
Mempunyai kelompok bermain yang cenderung kecil dan kelompok
tersebut cepat berganti-ganti
Dapat menyadari peran jenis kelamin.
Dapat menyelesaikan konflik sederhana
Dapat memimpin dan di pimpin
Berani tampil di depan teman- temanya
Dapat bekerja sama dengan teman- temanya
Dapat bekerja sama dengan kelompok
Dapat membedakan yang baik dan yang buruk
Dapat bermain mainan kompetensi
Tidak mencari perhatian secara berlebihan
Tidak egois
Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap tanaman dan
binatang
6-12 Tahun
Hubungan dengan keluarga dan teman sebaya semakin meningkat.
Mulai membandingkan dirinya dengan orang lain
Mulai ingin diterima sebagai anggota kelompok
Mulai memilih-milih teman.
Senang meniru pakaian atau perilaku orang yang lebih tua
Dapat mengikuti aturan walaupun bertentangan dengan dirinya
Meluasnya minat dan kegiatan untuk bermain
Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
Mulai mengembangkan perasaan untuk memahami pemikiran dan
perasaan orang lain.
Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
Mulai berkembang rasa keingintahuan akan hal yang baru dan dan
berbeda
Mulai mengerti penilaian teman terhadap dirinya.
Tabel 2.2
Harapan Normal Keterampilan Sosial Anak
Tingkat
Keterampilan Sosial
Keterampilan
Masa Kecil
Ketergantungan kepada keterlibatan seluruh anggota keluarga
(0-2 tahun)
Masa Kanak-Kanak
Anak merupakan pusat perhatian. Dimulai dengan rasa
Usia Dini
persahabatan. Tidak ada perbedaan seksual atau rasial dalam
permainan yang dipilih. Tidak ada rasa keraguan. Saat ini
(2-5 tahun)
berkembang hasrat hati untuk bermain dengan orang lain
daripada sendirian.
Masa Kanak-Kanak
Dalam bermain dan berteman diidentifikasikan dengan sesama
Usia Seks
teman lain. Pasangan bermain merupakan hal yang banyak
Pertengahan
pengaruhnya. Membutuhkan rasa memiliki dan dimiliki.
Bermain dalam bentuk kerjasama dengan teman-teman lainnya.
(5-8 tahun)
Dimulainya rasa kebebasan atau keinginan untuk tidak terikat
pada keluarganya.
Masa Akhir Kanak-
Pengaruh teman-teman sangat menonjol dan lekat sekali. Mulai
Kanak
berkembangnya rasa keraguan dan rasa prasangka. Mulai
tumbuh kebebasan untuk hidup sendiri tanpa ketergantungan
(8-11 tahun)
dengan keluarga dan orang dewasa. Menyenangi bentuk
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
permainan yang bersifat kompetisi dan beregu. Lawan seks
mulai ditiadakan dalam bermain. Sangat tertarik pada
pendidikan seks dan perbedaan-perbedaan seks mulai
berkembang.
Masa Anak Remaja
Status dirinya diantara sesama temannya menonjol ditampaktampakkan dalam perilakunya. Dimulainya usaha mengadakan
(11 – 14 tahun)
janji-janji dengan teman. Penampilan pribadi mulai nampak
sangat penting. Sangat tertarik pada keterampilan tubuhnya
serta seks, dan dimulainya pengalaman-pengalaman yang
bersifat seksual.
B.
1.
Konsep Anak Tunagrahita
Pengertian Anak Tunagrahita
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus
(ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih
dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun
bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan
kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai,
kualitas, dan kuantitas.
Anak tuangrahita memiliki kelemahan dalam berfikir dan bernalar.
Akibatnya
dari
kelemahan
tersebut
anak
tunagrahita
mempunyai
kemampuan belajar dan beradaptasi sosial berada dibawah rata-rata. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Munzayanah (2000: 14) yaitu : anak
tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan
daya pikir serta seluruh kepribadiannya sehingga mreka tidak mampu hidup
dengan kekuatan sendiri didalam masyarakat meskipun dengan cara hidup
yang sederhana.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
Menurut A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi (1999:47) “Anak
tunagrahita adalah anak dimana perkembangan mental tidak berlangsung
secara normal, sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidak mampuan dalam
bidang intelektual, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya”.
Menurut
Tjutju
Somantri
(1995:
159)
menyatakan
bahwa
“Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan
mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang
optimal”.
Sedangkan menurut Mohamad Amin (1995: 116) adalah sebagai
berikut “Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada
dibawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereke kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit. Mereka
kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau
sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam
satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran
seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, hal-hal yang menggunakan
simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis.
Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya”.
American
Association
On
Mental
Deficiency
(ADMD)
mengungkapkan bahwa tunagrahita yaitu :
1. Anak yang fungsi intelektualnya lamban yaitu IQ 70 kebawah
berdasarkan tes intelegensi buku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif
3. Terjadi pada masa perkembanganyaitu antara masa perkembangan
yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun (Japan League for
The Mentally Retarded, 1992: 22)
Menurut Mulyono Abdurrachman (1994: 76), tunagrahita adalah
istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak yang mempunyai
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Jadi dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah kondisi anak
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga
mempunyai
ketidakmampuan
dalam
bidang
intelektual,
kemauan,
rasa,penyesuaian diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam berpikir halhal yang abstrak sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan
sendiri didalam masyarakat meskipun dengan cara yang sederhana.
2.
Klasifikasi Tunagrahita
Anak tunagrahita memiliki beberapa klasifikasi, yaitu :
1) Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang memiliki IQ 50-75,
mereka mampu dididik tetapi tidak mampu mengikuti pendidikan pada
program sekolah biasa (Mohammad Effendi, 2006: 90). Dengan bimbingan
dan pendidikan yang baik tunagrahita ringan pada saatnya akan memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendiri dan dapat hidup mandiri.
2) Tungrahita Sedang
Tunagrahita sedang atau mampu latih adalah anak yang memiliki IQ
25-50, mereka hanya mampu dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui
aktifitas dan kehidupan sehari-hari (Mohammad Effendi, 2006 : 90)
3) Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat atau mampu rawat memiliki IQ 0-25, mereka tidak
mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk menguruds kebutuhan
diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak
tunagrahita berat atau mampu rawat ini merupakan anak tunagrahita yang
membutuhkan perawatan hidup sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia
tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Mohammad Effendi,
2006 : 90).
3.
Karakteristik dan Penyebab Tunagrahita
Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik dan mendapatkan
pelayanan pendidikan yang bervariasi, disesuaikan dengan karakteristik
yang dimiliki anak.
Karakteristik anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
1. Fisik (Penampilan)
Hampir sama dengan anak normal
Kematangan motorik lambat
Koordinasi gerak kurang
Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
2. Intelektual
Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3
– 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
3. Sosial dan Emosi
Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Suka menyendiri
Mudah dipengaruhi
Kurang dinamis
Kurang pertimbangan/kontrol diri
Kurang konsentrasi
Mudah dipengaruh
Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
Sedangkan karateristik tunagrahita menurut tingkatnya yaitu :
1.
Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Seperti telah diketahui anak tunagrahita ringan mempunyai ciri dan
kekhasan masing-masing, tetapi secara garis besar mereka mempunyai
karakteristik yang hampir sama. Moch. Amin (1991;37) memberikan
karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita ringan sebagai berikut :
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
Karakteristik anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara
tetapi kurang pembendaharaan kata, mengalami kesukaran berfikir
abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Pada umur 16
tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak yang
berumur 12 tahun, sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan
seperti itu.
2.
Karakteristik anak Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik. Keterampilan bahasanya lebih terbatas, tetapi dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi
untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi
pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan
anak umur 7 tahun atau 8 tahun. R. P. Mandey and Jhon Wiles (1959)
menyatakan : “imbeciles have the intelligence of a child of up seven years.”
Maksudnya ialah anak tunagrahita sedang dapat mencapai umur kecerdasan
yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun.
3.
Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya
harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang
berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi
dengan lingkungan sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-katanya
dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seseorang anak tunagrahita
berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak
normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Karakteristik anak tunagrahita menurut Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dalam proyek pusat pengembangan guru tertulis tahun 1995 –
1996, ada 7 karakteristik, diantaranya :
1) Penampilan fisik yang tidak seimbang (kepala terlalu kecil atau
besasr, tipe mongoloid)
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
2) Selalu mengeluarkan air liur dan tampak bengong
3) Tidak dapat mengurus diri sesuai dengan usia
4) Perkembangan bicara atau bahasa terlambat
5) Tidak ada atau kurang sekali perhatian terhadap lingkungan
6) Koordinasi gerakan kurang, gerakan tidak terkendali
7) Perkembangan fungsi pengelihatan, kemampuan berfikir lambat
4. Penyebab tunagrahita
Penyebab tunagrahita menurut Mulyono Abdurrahman (1994:30). Ada
beberapa faktor penyebab, antara lain :
1) Genetik
Penentuan dibidang Biokimia dan Genetik telah memberikan
penjelasan tentang tunagrahita. Penyebab tunagrahita karena
Biokimia atau Biochemical disorders dan Abnormalitas kromosom
atau chromosomal Abnormalmalities.
a) Kerusakan Biokimia
Menurut Waiman dan Gerriksen yang dikutip oleh Krik dan
Galagher (dalam Mulyono Abdurrahman 1994:31) pada saat ini
ada lebih dari 90 penyakit yang dapat menyebabkan kelainan
metabolisme sejak kelahirann, hal tersebut dapat diturunkan
secara genetika dalam arti penurunan sifat.
b) Kerusakan Abnormalitas Kromosomal
Paling umum ditemukan Sindroma Down atau Sindroma
Mongol Lejeune. Geuter dan Turpin 1959 menemukan pada
anak sindroma down memiliki 47 kromosom karena pasangan
kromosom ke 21 terdiri dari 3 kromosom. Kelainan tersebut
terletak pada kromosom nomor 3 pada pasangan ke 21.
2) Sebab-sebab pada masa prenatal
a) Infeksi Rubella (Cacar)
Misalnya retardasi mental, gangguan penglihatan, tuli, penyakit
hati dan mikrosefalli.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
b) Faktor Rhisus (Rh)
Rh positif bersatu dalam suatu aliran darah, maka akan
terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah menggumpal
dan menghabiskan sel-sel yang tidak dewasa.
3) Sebab-sebab pada natal
Yaitu pada saat kelahiran sesak nafas, luka pada saat kelahiran
prematuritas. Kerusakan otak sesak nafas karena kekurangan
oksigen.
4) Sebab-sebab pada masa postnatal
Penyakit akibat infeksi dan probem nutrisi. Penyakit enchephalitis
dan meningitis. Enchephalitis suatu pandangan sistem saraf pusat
yang disebabkan oleh virus tertentu.
Meningitis suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri yang
menyebabkan peradangan pada selaput otak dan menimbulkan
kerusakan pada sistem saraf pusat.
5) Sosiokultural
Manusia bisa mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaannya hanya
jika ia berada dalam lingkungan manusia. Lingkungan sosial,
budaya mempengaruhi perkembangan intelektual.
5.
Hambatan Sosial Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita memiliki beberapa hambatan. Hambatan yang ada
pada anak tunagrahita meliputi masalah pendidikan dan kehidupan sosial di
dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Hambatan anak
tunagrahita menurut Moh. Amin (1995:4) dengan keterbatasan yang ada dan
daya kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita memunculkan berbagai
hambatan. Kemungkinan – kemungkinan hambatan yang dihadapai anak
tunagrahita dalam konteks pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Hambatan dalam kehidupan sehari-hari
2) Hambatan belajar
3) Masalah penyesuaian diri
4) Masalah penyaluran ketempat kerja
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
5) Hambatan kepribadian dan emosi
6) Hambatan pemanfaatan waktu luang
Hambatan dalam penyesuaian diri ini berkaitan dengan masalah atau
kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu
sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan
sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, karena tingkat kecerdasan anak
tunagrahita jelas-jelas berada dibawah rata-rata normal, maka dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda
dari usianya atau dibawahnya, dan tidak dapat bersaing dengan teman
sebayanya. Anak tidak dapat mengurus diri sendiri, memelihara dan
memimpin diri, sifat ketergantungan pada orang lain sangat besar, tidak
mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan
diawasi. Jika tidak dibimbing dan diawasi mereka dapat terjerumus ke
dalam perilaku yang negatif atau melanggar norma agama dan norma yang
berlaku di masyarakat seperti mencuri, merusak, penggunaan narkoba,
pelanggaran seksual dan lainnya.
Keterampilan sosial anak tunagrahita lebih banyak dikondisikan oleh
orang lain. Timbulnya rasa kasihan orangtua membentuk anak tunagrahita
lebih banyak menunggu apa yang orang lain akan perbuat untuknya. Selain
itu keterampilan sosial anak tunagrahita berkaitan dengan derajat
ketunagrahitaan seorang anak.
Departement of Health, Education and Welfare USA (1969) dalam
Schloss (1984 : 3) dalam Deplhie ( 2005:33 ) menyebutkan ‘faktor sosioemosional yang menyebabkab anak sulit menyesuaikan diri
meliputi :
perasaan takut, perasaan ketidakpuasan disebabkan orang lain, agresi, dan
sikap negatif terhadap suatu kewenangan’. Hodap, et al., (1990:3) dalam
Deplhie
(2005:34)
menyatakan
‘diperlukan
pendekatan
melalui
keterampilan sosial terhadap anak tunagrahita hendaknya tertuju kepada
perubahan ke arah positif setiap waktu atau merupakan penyesuaian
lingkungan yang semakin baik’.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22
Karena kondisi mentalnya, anak tunagrahita sering menampilkan
kepribadian yang tidak seimbang. Kadang-kadang tenang, kadang-kadang
kacau. Ia sering termenung berdiam diri, namun kadang-kadang
menunjukkan sikap tantrum (ngambek), marah-marah, mudah tersinggung,
mengganggu orang lain, atau membuat kacau bahkan merusak.
Anak tunagrahita memiliki konsep diri yang kurang mantap. Hal ini
dikarenakan anak tunagrahita menyadari dirinya banyak berbeda dengan
teman-teman lain seusianya. Perasaan gagal lebih sering muncul dibanding
perasaan berhasil. Anak tunagrahita mengalami krisis percaya diri karena
kegagalan yang selalu dialaminya.
Harter (1989) dalam Gunarhadi (2005: 96) menyatakan bahwa ‘anak
dengan retardasi mental tidak menyukai dan tidak suka melakukan tugas
yang penuh tantangan’. Demikian juga Weisz (1981) dalam Gunarhadi
(2005:96) berkomentar ‘bila diberi kritik sewaktu mengerjakan tugas yang
bersifat kognitif, anak retardasi mental akan justru berhenti untuk
menyelesaikan perkerjaan itu’. Mereka tidak mencari strategi yang tepat
untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Anak tunagrahita memiliki hambatan beradaptasi dalam berprilaku.
Menurut Coffman dan Harris (1980) dalam Shea (1997) dalam Gunarhadi
(2005:98), anak retardasi mental mengalami “transition shock” ketika
memasuki suasana baru dan asing baginya. Transition shock atau kejutan
peralihan kebingungan, menarik diri, dan tekanan atau stres berat dalam
menghadapi suasana baru. Anak tunagrahita akan menunjukkan perilaku
ketidakpuasan dalam menyesuaikan diri dan banyak salah tingkah,
canggung dan kegagalan-kegagalan lain yang mengganggu kenyamanan
dalam bergaul dan menyesuaikan dengan aturan dan kebiasaan yang ada.
Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita tidak saja
berpengaruh
terhadap
kesulitan
belajar,
melainkan
juga
terhadap
penyesuaian diri. Hallahan, D dan Kauffanan (1988) dalam Gunarhadi
(2005:198) mengisyaratkan bahwa ‘seseorang dikategorikan tunagrahita
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
harus memenuhi dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan di bawah normal
dan bermasalah dalam penyesuaian diri’. Implikasi terhadap pendidikan,
anak
tunagrahita
perlu
mendapatkan
porsi
pembelajaran
untuk
meningkatkan keterampilan sosialnya.
Karakteristik intelektual akan mempengaruhi kepribadian, sosial anak.
Oleh karena itu anak tunagrahita memiliki hubungan sosial yang miskin
dengan orang lain dan lingkungannya. Namun pada umumnya anak
tunagrahita ringan yang hidup di lingkungan masyarakat yang familiar dan
bersikap sosial yang positif terhadap anak tunagrahita, akan dapat
menumbuhkembangkan motivasi hidup pada diri anak. Oleh karena itu
diharapkan semua pihak, khususnya pihak orangtua, anggota keluarga,
pihak sekolah, dan masyarakat harus menerima keberadaan anak tunagrahita
agar memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk menjalani hidup dengan
penuh kemandirian sesuai batas kemampuan yang dimiliki.
6.
Layanan Bagi Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita walaupun mengalami hambatan intelektual, dapat
mengaktualisasikan potensinya asalkan mereka diberi kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dengan pelayanan khusus. Melalui pelayanan ini
mereka akan mampu melaksanakan tugasnya sehingga dapat memiliki rasa
percaya diri dan harga diri. Hal yang paling penting dalam pendidikan anak
tunagrahita adalah memunculkan harga diri sehingga mereka tidak menarik
diri dan masyarakat tidak mengisolasi anak tunagrahita karena mereka
terbukti mampu melakukan sesuatu. Pada akhirnya anak tunagrahita
mendapat tempat di hati masyarakat, seperti anggota masyarakat umumnya.
Untuk mencapai harapan tersebut diperlukan pelayanan yang memiliki
ciri-ciri khusus dan prinsip khusus, sebagai berikut.
1.
Ciri-ciri khusus
Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak tunagrahita adalah
bahasa sederhana, tidak berbelit, jelas, dan gunakan kata-kata yang sering
didengar oleh anak.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
Penempatan anak tunagrahita di kelas
Anak tunagrahita ditempatkan di bagian depan kelas dan berdekatan dengan
anak yang kira-kira hampir sama kemampuannya. Apabila ia di kelas anak
normal maka ia ditempatkan dekat anak yang dapat menimbulkan sikap
keakraban.
Ketersediaan program khusus
Di samping ada program umum yang diperkirakan semua anak di kelas itu
dapat mempelajarinya perlu disediakan program khusus untuk anak
tunagrahita yang kemungkinan mengalami kesulitan.
2.
Prinsip khusus
Prinsip skala keterampilan mental
Prinsip ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
anak tunagrahita. Dengan memahami usia ini guru dapat menentukan materi
pelajaran yang sesuai dengan usia mental anak tunagrahita tersebut. Dengan
demikian, anak tunagrahita dapat mempelajari materi yang diberikan guru.
Melalui prinsip ini dapat diketahui perbedaan antar dan intraindividu.
Sebagai contoh: A belajar berhitung tentang penjumlahan 1 sampai 5.
Sementara B telah mempelajari penjumlahan 6 sampai 10. Ini menandakan
adanya perbedaan antarindividu.
Contoh berikut adalah perbedaan
intraindividu, yaitu C mengalami kemajuan berhitung penjumlahan sampai
dengan 20. Tetapi dalam pelajaran membaca mengalami kesulitan dalam
membedakan bentuk huruf.
Prinsip kecekatan motorik
Melalui prinsip ini anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan
melakukannya. Di samping itu, dapat melatih motorik anak terutama untuk
gerakan yang kurang mereka kuasai.
Prinsip keperagaan
Prinsip ini digunakan dalam mengajar anak tunagrahita mengingat
keterbatasan anak tunagrahita dalam berpikir abstrak. Oleh karena sangat
penting, dalam mengajar anak tunagrahita dapat menggunakan alat peraga.
Dengan alat peraga anak tunagrahita tidak verbalisme atau memiliki
tanggapan mengenai apa yang dipelajarinya. Dalam menentukan alat peraga
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25
hendaknya tidak abstrak dan menonjolkan pokok materi yang diajarkan.
Contohnya, anak belajar membaca kata “bebek”, alat peraganya adalah
tulisan kata bebek harus tebal sementara gambar bebek harus tipis.
Maksudnya, gambar bebek hanyalah untuk membantu pengertian anak.
Prinsip pengulangan
Berhubung anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya
maka dalam mengajar mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan
disertai contoh yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam mengajar anak
tunagrahita janganlah cepat-cepat maju atau pindah ke bahan berikutnya
sebelum guru yakin betul bahwa anak telah memahami betul bahan yang
dipelajarinya. Contohnya, C belajar perkalian 2 (1 x 2, 2 x 2,). Guru harus
mengulang pelajaran itu sampai anak memahami betul arti perkalian.
Barulah kemudian menambah kesulitan materi pelajaran, yakni 3 x 2, 4 x 2,
dan
seterusnya.Pengulangan-pengulangan
seperti
itu,
sangat
menguntungkan anak tunagrahita karena informasi itu akan sampai pada
pusat penyimpanan memori dan bertahan dalam waktu yang lama.
Prinsip korelasi
Maksud prinsip ini adalah bahan pelajaran dalam bidang tertentu hendaknya
berhubungan dengan bidang lainnya atau berkaitan langsung dengan
kegiatan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.
Prinsip maju berkelanjutan
Walaupun anak tunagrahita menunjukkan keterlambatan dalam belajar dan
perlu pengulangan, tetapi harus diberi kesempatan untuk mempelajari bahan
berikutnya dengan melalui tahapan yang sederhana. Jadi, maksud prinsip ini
adalah pelajaran diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan,
segera diberi bahan berikutnya. Contohnya, menyebut nama-nama hari
mulai Senin, Selasa, dan Rabu. Ulangi dahulu nama hari Senin, Selasa,
Rabu, kemudian lanjutkan menyebut Kamis, Jumat Sabtu, Minggu.
Prinsip individualisasi
Prinsip ini menekankan perhatian pada perbedaan individual anak
tunagrahita. Anak tunagrahita belajar sesuai dengan iramanya sendiri.
Namun, ia harus berinteraksi dengan teman atau dengan lingkungannya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
Jadi, ia tetap belajar bersama dalam satu ruangan dengan kedalaman dan
keluasan materi yang berbeda. Contohnya, pada jam 8.00 murid kelas 3
SDLB belajar berhitung. Materi pelajaran anak-anak itu berbeda-beda
sehingga terdiri dari 3 kelompok. Kelompok 1 harus ditunggui barulah ia
akan belajar, sedangkan kelompok 2 cukup diberi penjelasan dan langsung
mengerjakan tugasnya.
C.
Peran Sekolah dalam Meningkatkan Keterampilan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka
membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang
menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Peranan sekolah dalam meningkatkan keterampilan menurut Hurlock (1986:
322) yang dialih bahasakan oleh istiwidayanti dan Soedjarwo :
Sekolah merupakan faktor penentu bagi keterampilan kepribadian
anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku.
Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru sebagai subtitusi
orangtua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan
yang berarti bagi keterampilan anak, yaitu (a) para siswa harus hadir di
sekolah, (b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini
seiring dengan keterampilan konsep dirinya, (c) anak-anak banyak
menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar
rumah, (d) sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih
sukses, dan (e) sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak
untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistik.
Menurut Havighurst (1961 : 5) dalam Yusuf (2007 : 95), ‘ sekolah
mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para
siswa mencapai tugas perkembangannya’. Sehubungan dengan hal ini
sekolah harus berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang
dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.
Pendidikan di SD dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan
kemampuan yang paling mendasar setiap siswa, dimana tiap siswa belajar
secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang
memberikan kemudahan (kondusif) bagi keterampilan dirinya secara
optimal. Pendidikan di SD bukan hanya diorientasikan pada memberi bekal
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
kemampuan membaca, menulis dan berhitung, melainkan pada penyiapan
intelektual, sosial, dan personal siswa secara optimal untuk belajar secara
aktif mengembangkan dirinya sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat,
sebagai warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Upaya sekolah (pimpinan dan guru) dalam rangka membantu siswa
mencapai tugas keterampilan yaitu dengan (1) memberikan pengajaran atau
bimbingan tentang keterampilan-keterampilan sosial; (2) memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan
kelompok; (3) mengajar atau membimbing siswa tentang hidup demokratis
atau berteman secara sehat; (4) bersama siswa mendiskusikan masalah
peranan sosial pria atau wanita dalam masyarakat; (5) mendorong siswa
untuk mau membaca literatur yang memuat peranan pria atau wanita; (6)
menugaskan siswa untuk mengamati kehidupan sosial (menyangkut
keterlibatan pria atau wanita dalam bidang pendidikan, pekerjaan,
kehidupan berkeluarga, atau keterampilan masyarakat lainnya) sebagai
bahan pembahasan diskusi dengan guru.
Penelitian Roeser dkk (2001)menjelaskan bahwa keterampilan fungsifungsi sosial anak banyak dipengaruhi oleh sistem sekolah. Hal ini
dikuatkan oleh pendapat Kupperminc (2001) mengatakan bahwa pengaruh
sekolah tidak hanya pada kemampuan akademik dan prestasi saja, tetapi
juga berpengaruh pada keterampilan psikososial siswa itu sendiri. Hal inilah
yang diungkap oleh Dewey, Montessori, Vygotsky, Erikson, dan Piaget
(Mooney, 2003) yaitu pendidikan harus terfokus pada siswa, yang berisikan
program kegiatan belajar yang aktif dan interaktif, serta melibatkan dunia
siswa dan sekitarnya. Aktif dimaksudkan bahwa program kegiatan belajar
yang diterapkan harus menstimulasi siswa untuk terus belajar melalui
pengalaman-pengalaman di sekolah. Interaktif yaitu siswa terlibat di setiap
program kegiatan belajar serta adanya komunikasi yang terjadi antara
pendidik dengan siswa, atapun siswa dengan siswa lainnya. Pada intinya,
proses pembelajaran ini diharapkan untuk menstimulasi atau merangsang
pertumbuhan fisik dan keterampilan aspek-aspek psikologis siswa secara
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
optimal yang pada intinya bertujuan agar siswa mampu menyesuaikan diri
dengan baik dengan membawa nilai-nilai yang diterima secara sosial
Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu
peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan
kognitif dan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta
mengembangkan konsep diri. Guru merupakan simbol otoritas dan
menciptakan iklim kelas, kondisi-kondisi interaksi di antara siswa, dan
keberfungsian kelompok. Wong, Kauffman dan Lloyd (1991) dalam Smith
(2006) yang diterjemahkan oleh Denis dan Enrica menyebutkan ciri-ciri
atau sifat guru yang efektif bagi siswa yang mempunyai hambatan di kelas
reguler, yaitu :
a) Punya
harapan bahwa siswa akan berhasil; b) memberi
pengawasan yang sering pada tugas-tugas sekolah siswa serta memberi
umpan balik: c) memberikan penjelasan standar-standar, arah-arah, dan
harapan-harapan pembelajaran; d) fleksibel dalam menangani siswasiswa; e) mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara
terbuka; f) bersikap responsif terhadap pertanyaan dan komentar siswa;
g) melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pengajaran; h)
bersikap hangat, sabar, humoris kepada siswa; i) bersifat teguh dan
konsisten dalam pengharapan-pengharapan; j) mempunyai pendekatanpendekatan pengaturan berbagai sikap; k) bersikap terbu
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak tunagrahita sebagai mahluk sosial akan selalu membutuhkan
orang lain dalam hidupnya.Keterampilan sosial berkembangmelalui
hubungan individu dengan orangtua atau orang lain di dalam keluarganya,
kemudian diperluas ke luar rumah atau keluarganya. Dunia sosial anak
meluas dari lingkungan rumah hingga sekolah, dan kawan-kawan sebaya.
Hubungan dengan teman sebaya dapat membuat anak menilai dirinya
sendiri, menyampaikan pendapat mereka dan berdiskusi tentang pandangan
mereka yang berbeda.
Cowie and Wellace (2000 : 8) menemukan bahwa dukungan teman
sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak
yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu
memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan
sosial. Berndt (1999) mengakui bahwa tidak semua teman dapat
memberikan keuntungan bagi keterampilan. Keterampilan individu akan
terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan
bersifat suportif.
Hubungan dengan teman sebaya pada anak tunagrahita salah satunya
dapat dimulai saat anak masuk sekolah, diantaranya saat anak masuk
pendidikan dasar. Anak tunagrahita sebagai individu yang memiliki
kebutuhan berbeda dengan anak-anak lainnya perlu mendapatkan layanan
pendidikan tersendiri, tetapi tidak harus dipisahkan dengan anak-anak
lainnya. Manakala kebutuhan anak tunagrahita sudah terindetifikasi, maka
diperlukan suatu layanan yang cocok untuk mereka seperti layanan
pendidikan inklusif, sehingga baik secara akademik maupun sosial anak
dapat mengembangkan potensi sesuai dengan kemampuannya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Pendidikan dasar bagi anak tunagrahita tidak terbatas di SLB saja.
Sekarang sudah ada pendidikan inklusi, dimana di sekolah ini anak
tunagrahita dapat lebih mengenal dan membiasakan diri untuk belajar,
bermain maupun bekerja bersama-sama dengan teman sebayanya.
Sebaliknya anak lainnya maupun masyarakat dapat mengenal keadaan anak
berkebutuhan khusus, terutama anak tunagrahita ringan. Diyakini bahwa
anak berkebutuhan khusus dapat mengisi hari-hari belajarnya dengan lebih
bermanfaat jika mereka ditempatkan di kelas reguler.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah keterampilan individu dapat
optimal apabila ada interaksi antara faktor bawaan dari individu itu dengan
lingkungannya. Dalam suasana demikian anak berkebutuhan khusus dapat
dirangsang untuk lebih berprestasi sesuai dengan kemampuannya dengan
menciptakan lingkungan yang kondusif.
Keterampilan sosial anak tunagrahita ringan memang lebih lambat
apabila dibandingkan dengan keterampilan sosial anak pada umumnya.
Faktor yang menyebabkan keterampilan diri pribadi anak tunagrahita ringan
sulit melakukan penyesuaian sosial dalam lingkungan, kegiatan tertentu,
atau pekerjaan disebabkan oleh faktor sosial. Oleh karena itu keterampilan
sosial anak tunagrahita ringan sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak,
bersaman dengan konsep diri yang positif, hubungan sesama teman, dan
penyesuaian sosial secara umum.
Keterampilan sosial anak tunagrahita ringan cenderung tertutup,
sehingga dibutuhkan dukungan dari orang-orang sekitarnya untuk membuat
anak dapat bersosialisasi dengan lebih baik, terutama dukungan teman
sebaya saat bersosialisasi di sekolah. Salah satu fungsi terpenting dari
kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan
perbandingan tentang dunia diluar keluarga. Melalui kelompok teman
sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan,
apakah dia lebih baik daripada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk
dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan
dalam keluarga karena saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
(bukan sebaya) (Santrock, 2004 :287).Hubungan yang baik di antara teman
sebaya akan sangat membantu keterampilansosial anak secara normal.
Anak tunagrahita ringan yang dimasukkan ke Sekolah Dasar yang
memberikan layanan pendidikan Inklusif, diharapkan dapat meniru perilaku
teman sebayanya yang positif. Walaupun sebagian anak tunagrahita
mengalami kesulitan untuk bergaul dengan teman sebaya dan kurang
terampil dalam berkomunikasi, maka diharapkan sedikit demi sedikit anak
dapat meniru sikap positif teman sebayanya, sehingga keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan akan berkembang dengan baik. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mencoba meneliti dan menggali keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.
B.
Fokus Masalah
Penelitian ini difokuskan untuk meneliti keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di SDN Geger Kalong Girang II. Dengan tujuan
menjawab pertanyaan bagaimana keterampilan sosial anak tunagrahita
ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak pada umumnya
di sekolah dasar inklusi ?
Alasan peneliti memilih fokus kajian di atas didasarkan pada
pemikiran bahwa belum diketahui dengan jelas bagaimana kondisi sosial
anak tunagrahita ringan setelah mendapatkan layanan pendidikan inklusif.
C.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian diatas, peneliti memiliki batasan
masalah yang akan diteliti, yaitu tentang “ bagaimana keterampilan sosial
anak tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi “ yang secara rinci
dijabarkan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.
Bagaimana keterampilan dan hambatan sosial anak tunagrahita ringan saat
pertama masuk Sekolah Dasar ?
2.
Bagaimana interaksi dan respon anak tunagrahita ringan dengan siswa lain
di Sekolah Dasar?
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
3.
Bagaimana keterampilan sosial siswa tunagrahita ringan selama berada di
Sekolah Dasar ?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Untuk tujuan umum dari penelitian ini yaitu, dengan adanya sekolah
inklusi
diharapkan
dapat
meningkatkan
kemampuan
sosial
anak
tunagrahita ringan yang secara langsung berinteraksi dengan anak-anak
pada umumnya di sekolah, sehingga anak tunagrahita ringan dapat mampu
beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan lebih baik.
2.
Tujuan Khusus
Peneliti ingin memperoleh gambaran tentang perkembangan
keterampilan sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah diSekolah
Dasar Inklusi.
3.
Manfaat
1.
Manfaat Teoritis
Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan pendidikan dalam
setting inklusi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial anak
tunagrahita ringan di Sekolah Dasar Inklusi.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi sekolah, sebagai bahan masukan mengenai pola interaksi siswa
tunagrahita ringan dengan siswa lain di sekolah, serta keterampilan
sosial anak tunagrahita ringan yang bersekolah di Sekolah Dasar
Inklusi.
b. Bagi orangtua, sebagai pertimbangan dalam memasukkan anak
tunagrahita ringan ke Sekolah Dasar.
c. Bagi peneliti, sebagai bahan pertimbangan dan pengetahuan mengenai
keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus terutama anak
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
tunagrahita ringan saat pertama dan selama bersekolah di Sekolah
Dasar.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
1.
Keterampilan Sosial
Definisi Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial adalah kemampuan individu untuk berkomunikasi
efektif dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal sesuai
dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu, dimana keterampilan ini
merupakan perilaku yang dipelajari. Faktor-faktor pribadi (personal),
kognitif (cognitive), perilaku (behavior) dan lingkungan (environment)
mempunyai hubungan timbal balik, bukan searah dalam perkembangan
sosial anak, dan Vigostsky meyakini pengalaman interaksi sosial sangat
penting bagi perkembangan proses berpikir anak atau kognitifnya (Santrock,
2007). Dari teori tersebut di atas maka melahirkan beberapa definisi tentang
keterampilan sosial, diantaranya sebagai berikut :
Mussen, at al(Lismayanti, 2008) menyatakan bahwa keterampilan
sosial adalah istilah yang digunakan oleh para ahli psikologi untuk mengacu
pada tindakan moral yang diekspresikan secara kultural, seperti berbagi,
membantu seseorang yang membutuhkan, bekerjasama dengan orang lain,
dan mengungkapkan simpati.
Selanjutnya menurut Cartledge dan Milburn (Syaodih, 2007: 50)
menyatakan bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan seseorang saat
memecahkan masalah sehingga dapat beradaptasi secara harmonis dengan
masyarakat disekitarnya. Keterampilan sosial juga melibatkan faktor-faktor
afektif, terutama dalam pengungkapan keterampilan tesebut.
Sementara menurut Ahmad (Kurniati dalam Lismayanti, 2008)
menyebutkan bahwa keterampilan sosial yang dimiliki anak adalah
kemampuan untuk mereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
lingkungan sosial yang merupakan persyaratan bagi penyesuaian yang baik,
kehidupan yang memuaskan dan dapat diterima oleh masyarakat.
Secara singkat Setiawati (2008) mengungkapkan bahwa keterampilan
sosial pada anak adalah satu hal penting dalam membantu anak untuk bisa
mempunyai teman dan berinteraksi dengan orang lain, serta membantu
perkembangan anak dalam menjalani tugas perkembangannya.
Senada
dengan
pernyataan
sebelumnya,
Nasution
(2010)
menyebutkan bahwa keterampilan sosial anak merupakan cara anak dalam
melakukan interaksi, baik dalam bertingkah laku maupun dalam hal
berkomunikasi dengan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa :
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam berinteraksi dengan orang lain secara baik sehingga mudah diterima
sesuai dengan harapam lingkungan.
Keterampilan sosial adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam menyeimbangkan kemampuan proses berpikir atau kognitif yang
diekspresikan secara kultural, seperti berbagi, membantu seseorang yang
sedang membutuhkan, dan mengungkapkan simpati.
2.
Jenis-jenis Keterampilan Sosial
Beaty
(Afiaty
dalam
Lismayati,
2008)
menyebutkan
bahwa
keterampilan sosial atau disebut juga prosocial behaviormencakup perilakuperilaku seperti :
a. Empati yang didalamnya anak-anak mengeskpresikan rasa haru
dengan memberikan perhatian kepada seseorang yang sedang
tertekan karena suatu masalah dan mengungkapkan perasaan orang
lain yang sedang mengalami konflik sebagai bentuk bahwa anak
menyadari perasaan orang lain.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
b. Kemurahan hati atau kedermawanan yang didalamnya anak-anak
berbagi dan memberikan barang sesuatu miliknya kepada
seseorang.
c. Kerjasama yang didalamnya anak-anak mengambil giliran atau
bergantian menuruti perintah secara suka rela tanpa menimbulkan
pertengkaran.
d. Memberikan bantuan yang didalamnya anak-anak membantu
seseorang untuk melengkapi suatu tugas dan membantu seseorang
yang membutuhkan.
Menurut Hurlock (1996: 118) pola-pola perilaku sosial yang
ditampilkan anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Meniru, agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku orang yang sangat dikaguminya.
b. Persaingan, keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan orang
lain tampak pada usia empat tahun. Ini dimulai dirumah dan
kemudian berkembang dalam bermain dengan anak diluar rumah.
c. Kerjasama, pada akhir tahun ketiga bermain kooperatif dan
kegiatan kelompok mulai berkembang dan meningkat baik dalam
frekuensi
dan
lamanya
berangsung,
bersamaan
dengan
meningkatnya kesempatan untuk bermaindengan anak lain.
d. Simpati,
karena
simpati
membutuhkan
pengertian
tentang
perasaan-perasaan dan emosi orang lain maka hal ni hanya kadangkadang timbul sebelum tiga tahun, semakin banyak kontak
bermain, semakin cepat simpati akan berkembang.
e. Dukungan sosial, menjelang berakhirnya masa kanak-kanak,
dukungan dari teman-teman menjadi lebih penting dari pada
persetujuan orang-orang dewasa. Anak beranggapan bahwa
perilaku nakal merupakan cara untuk memperoleh dukungan dari
teman-teman sebaya.
f. Membagi, dari pengalaman bersama orang lain, anak mengetahui
bahwa salah satu cara memperoleh persetujuan sosial adalah
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
dengan membagi miliknya, terutama mainan unuk anak lain.
Lambat laun sifat mementingkan diri sendiri berubah menjadi sifat
murah hati.
g. Perilaku akrab, anak yang pada saat bayi memperoleh kepuasan
dari hubungan yang hangat, erat, dan personal dengan orang lain
berangsur-angsur memberikan kasih sayang kepada orang diluar
rumah, seperti guru atau benda mati seperti mainan kesukaannya
atau bahkan selimut. Benda-benda ini disebut “objek kesayangan”.
Dari uraian diatas menunjukan bahwa pada masa kanak-kanak (SD)
kondisi sosial anak-anak masih sangat rentan dan membutuhkan stimulasii
yang berkesimambungan yang disesuaikan dengan tahap perkembangannya
dan didukung dengan lingkungan yang kondusif, agar potensi keterampilan
sosial yang sudah ada dapat dikembangkan secara optimal. Seperti,
memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan pengetahuan
dan pengalamannya melalui kegiatan yang bermanfaat baik dirumah
ataupun disekolah.
Keterampilan sosial pada anak-anak Sekolah Dasar ditandai dengan
adanya perluasan hubungan, disamping dengan keluarga juga dia mulai
membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman
sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.
Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri
sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau
sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Anak dapat
berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebayanya, dan bertambah kuat
keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang). Berkat
keterampilan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok
teman sebaya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
3.
Tahap-Tahap Keterampilan Sosial
Secara umum tahap keterampilan sosial anak antara lain terdapat
dalam Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2.1
Tahap-Tahap Keterampilan Sosial
Usia
Kemampuan
1 – 2 Tahun
Mengenali diri sendiri di kaca atau gambar / foto
Menyebut diri dengan nama sendiri
Bermain sendiri, memulai permainanya sendiri
Meniru tingkah laku orang dewasa dalam bermain.
Membantu membereskan atau menyimpan benda-benda.
Dapat mengekspresikan senyuman sosial, senyuman kesenangan,
kehati-hatian, keheranan, kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan
malu.
2-3 Tahun
Meniru perilaku tertentu orang dewasa.
Mampu menyatakan keinginannya bila ingin buang air kecil atau
buang air besar.
Mampu menyatakan tidak atau menolak sesuatu.
Bermain bersama dengan teman-teman tapi masih bermain sendiri
dan tidak saling berinteraksi.
Dapat berpisah dengan orangtua tanpa menangis
Dapat dihibur dan diberi pengertian
Menunjukkan rasa ingin tahu.
Mengikuti kegiatan kelompok yang sederhana (misalnya manyanyi,
bertepuk tangan, menari).
Anak mulai dapat bermain peran.
Mengetahui identitas jenis kelamin
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
11
3-4 Tahun
Ikut bermain atau berinteraksi dengan anak-anak lain.
Dapat menunggu giliran
Dapat mengucapkan salam
Dapat mengucapkan terima kasih
Dapat meminta maaf
Bertanggung jawab pada barang-barang pribadi
Dapat memperlihatkan perhatian dan kasih sayang dengan sesama
teman.
4-5 Tahun
Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.
Dapat berinteraksi dengan guru.
Dapat berpisah dengan orang tua tanpa menangis.
Dapat dihibur dangan diberi perhatian.
Menunjukan rasa ingin tahu.
Ikut bermain dan berinteraksi dengan anak-anak lain.
Tidak mencari perhatian secara berlebihan.
Tidak egois
Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman dan
binatang.
Dapat mengikuti permainan drama yang mendekati kenyataan.
Menunjukan perhatian waktu,ruang dan detail yang kecil-kecil.
Menunjukan perhatian dalam mengeksplorasi perbedaan jenis
kelamin.
Dapat menunggu giliran.
Dapat mengucapkan salam.
Dapat mengucapkan terima kasih.
Dapat meminta maaf, bila melakukan kesalahan.
Dapat mengikuti aturan dan rutinitas.
Dapat bertangung jawab terhadap barang-barang pribadi.
Dapat menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap teman.
Dapat mengunakan alat-alat dengan benar.
Dapat menyelesaikan konflik sederhana.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
12
Dapat bertengang rasa.
Dapat memimpin dan dipimpin.
Berani tampil didepan teman
Dapat bekerja sama dengan kelompok
Dapat membedakan yang baik dan buruk.
5- 6 Tahun
Dapat memilih teman sendiri
Mempunyai kelompok bermain yang cenderung kecil dan kelompok
tersebut cepat berganti-ganti
Dapat menyadari peran jenis kelamin.
Dapat menyelesaikan konflik sederhana
Dapat memimpin dan di pimpin
Berani tampil di depan teman- temanya
Dapat bekerja sama dengan teman- temanya
Dapat bekerja sama dengan kelompok
Dapat membedakan yang baik dan yang buruk
Dapat bermain mainan kompetensi
Tidak mencari perhatian secara berlebihan
Tidak egois
Menunjukan perhatian dan kasih sayang terhadap tanaman dan
binatang
6-12 Tahun
Hubungan dengan keluarga dan teman sebaya semakin meningkat.
Mulai membandingkan dirinya dengan orang lain
Mulai ingin diterima sebagai anggota kelompok
Mulai memilih-milih teman.
Senang meniru pakaian atau perilaku orang yang lebih tua
Dapat mengikuti aturan walaupun bertentangan dengan dirinya
Meluasnya minat dan kegiatan untuk bermain
Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
Mulai mengembangkan perasaan untuk memahami pemikiran dan
perasaan orang lain.
Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
13
Mulai berkembang rasa keingintahuan akan hal yang baru dan dan
berbeda
Mulai mengerti penilaian teman terhadap dirinya.
Tabel 2.2
Harapan Normal Keterampilan Sosial Anak
Tingkat
Keterampilan Sosial
Keterampilan
Masa Kecil
Ketergantungan kepada keterlibatan seluruh anggota keluarga
(0-2 tahun)
Masa Kanak-Kanak
Anak merupakan pusat perhatian. Dimulai dengan rasa
Usia Dini
persahabatan. Tidak ada perbedaan seksual atau rasial dalam
permainan yang dipilih. Tidak ada rasa keraguan. Saat ini
(2-5 tahun)
berkembang hasrat hati untuk bermain dengan orang lain
daripada sendirian.
Masa Kanak-Kanak
Dalam bermain dan berteman diidentifikasikan dengan sesama
Usia Seks
teman lain. Pasangan bermain merupakan hal yang banyak
Pertengahan
pengaruhnya. Membutuhkan rasa memiliki dan dimiliki.
Bermain dalam bentuk kerjasama dengan teman-teman lainnya.
(5-8 tahun)
Dimulainya rasa kebebasan atau keinginan untuk tidak terikat
pada keluarganya.
Masa Akhir Kanak-
Pengaruh teman-teman sangat menonjol dan lekat sekali. Mulai
Kanak
berkembangnya rasa keraguan dan rasa prasangka. Mulai
tumbuh kebebasan untuk hidup sendiri tanpa ketergantungan
(8-11 tahun)
dengan keluarga dan orang dewasa. Menyenangi bentuk
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
14
permainan yang bersifat kompetisi dan beregu. Lawan seks
mulai ditiadakan dalam bermain. Sangat tertarik pada
pendidikan seks dan perbedaan-perbedaan seks mulai
berkembang.
Masa Anak Remaja
Status dirinya diantara sesama temannya menonjol ditampaktampakkan dalam perilakunya. Dimulainya usaha mengadakan
(11 – 14 tahun)
janji-janji dengan teman. Penampilan pribadi mulai nampak
sangat penting. Sangat tertarik pada keterampilan tubuhnya
serta seks, dan dimulainya pengalaman-pengalaman yang
bersifat seksual.
B.
1.
Konsep Anak Tunagrahita
Pengertian Anak Tunagrahita
Tunagrahita termasuk dalam golongan anak berkebutuhan khusus
(ABK). Pendidikan secara khusus untuk penyandang tunagrahita lebih
dikenal dengan sebutan sekolah luar biasa (SLB). Pengertian tunagahita pun
bermacam-macam.
Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Istilah lain untuk
tunagrahita ialah sebutan untuk anak dengan hendaya atau penurunan
kemampuan atau berkurangnya kemampuan dalam segi kekuatan, nilai,
kualitas, dan kuantitas.
Anak tuangrahita memiliki kelemahan dalam berfikir dan bernalar.
Akibatnya
dari
kelemahan
tersebut
anak
tunagrahita
mempunyai
kemampuan belajar dan beradaptasi sosial berada dibawah rata-rata. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Munzayanah (2000: 14) yaitu : anak
tunagrahita adalah anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan
daya pikir serta seluruh kepribadiannya sehingga mreka tidak mampu hidup
dengan kekuatan sendiri didalam masyarakat meskipun dengan cara hidup
yang sederhana.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
15
Menurut A. Salim Choiri dan Ravik Karsidi (1999:47) “Anak
tunagrahita adalah anak dimana perkembangan mental tidak berlangsung
secara normal, sehingga sebagai akibatnya terdapat ketidak mampuan dalam
bidang intelektual, kemauan, rasa, penyesuaian sosial dan sebagainya”.
Menurut
Tjutju
Somantri
(1995:
159)
menyatakan
bahwa
“Tunagrahita merupakan kondisi dimana perkembangan kecerdasan
mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang
optimal”.
Sedangkan menurut Mohamad Amin (1995: 116) adalah sebagai
berikut “Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada
dibawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mereke kurang cakap dalam
memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit. Mereka
kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan sehari dua hari atau
sebulan dua bulan, tetapi untuk selama-lamanya dan bukan hanya dalam
satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran
seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, hal-hal yang menggunakan
simbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis.
Dan juga mereka kurang atau terhambat dalam penyesuaian diri dengan
lingkungannya”.
American
Association
On
Mental
Deficiency
(ADMD)
mengungkapkan bahwa tunagrahita yaitu :
1. Anak yang fungsi intelektualnya lamban yaitu IQ 70 kebawah
berdasarkan tes intelegensi buku.
2. Kekurangan dalam perilaku adaptif
3. Terjadi pada masa perkembanganyaitu antara masa perkembangan
yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun (Japan League for
The Mentally Retarded, 1992: 22)
Menurut Mulyono Abdurrachman (1994: 76), tunagrahita adalah
istilah yang digunakan untuk menyebutkan anak yang mempunyai
kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Jadi dari beberapa pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita adalah kondisi anak
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
16
dimana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga
mempunyai
ketidakmampuan
dalam
bidang
intelektual,
kemauan,
rasa,penyesuaian diri dengan lingkungan, kurang cakap dalam berpikir halhal yang abstrak sehingga mereka tidak mampu hidup dengan kekuatan
sendiri didalam masyarakat meskipun dengan cara yang sederhana.
2.
Klasifikasi Tunagrahita
Anak tunagrahita memiliki beberapa klasifikasi, yaitu :
1) Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan adalah anak tunagrahita yang memiliki IQ 50-75,
mereka mampu dididik tetapi tidak mampu mengikuti pendidikan pada
program sekolah biasa (Mohammad Effendi, 2006: 90). Dengan bimbingan
dan pendidikan yang baik tunagrahita ringan pada saatnya akan memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendiri dan dapat hidup mandiri.
2) Tungrahita Sedang
Tunagrahita sedang atau mampu latih adalah anak yang memiliki IQ
25-50, mereka hanya mampu dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui
aktifitas dan kehidupan sehari-hari (Mohammad Effendi, 2006 : 90)
3) Tunagrahita Berat
Tunagrahita berat atau mampu rawat memiliki IQ 0-25, mereka tidak
mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk menguruds kebutuhan
diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata lain, anak
tunagrahita berat atau mampu rawat ini merupakan anak tunagrahita yang
membutuhkan perawatan hidup sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia
tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (Mohammad Effendi,
2006 : 90).
3.
Karakteristik dan Penyebab Tunagrahita
Anak tunagrahita memiliki beberapa karakteristik dan mendapatkan
pelayanan pendidikan yang bervariasi, disesuaikan dengan karakteristik
yang dimiliki anak.
Karakteristik anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
17
1. Fisik (Penampilan)
Hampir sama dengan anak normal
Kematangan motorik lambat
Koordinasi gerak kurang
Anak tunagrahita berat dapat kelihatan
2. Intelektual
Sulit mempelajari hal-hal akademik.
Anak tunagrahita ringan, kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 12 tahun dengan IQ antara 50 – 70.
Anak tunagrahita sedang kemampuan belajarnya paling tinggi setaraf anak
normal usia 7, 8 tahun IQ antara 30 – 50
Anak tunagrahita berat kemampuan belajarnya setaraf anak normal usia 3
– 4 tahun, dengan IQ 30 ke bawah.
3. Sosial dan Emosi
Bergaul dengan anak yang lebih muda.
Suka menyendiri
Mudah dipengaruhi
Kurang dinamis
Kurang pertimbangan/kontrol diri
Kurang konsentrasi
Mudah dipengaruh
Tidak dapat memimpin dirinya maupun orang lain.
Sedangkan karateristik tunagrahita menurut tingkatnya yaitu :
1.
Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Seperti telah diketahui anak tunagrahita ringan mempunyai ciri dan
kekhasan masing-masing, tetapi secara garis besar mereka mempunyai
karakteristik yang hampir sama. Moch. Amin (1991;37) memberikan
karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita ringan sebagai berikut :
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
18
Karakteristik anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara
tetapi kurang pembendaharaan kata, mengalami kesukaran berfikir
abstrak, tetapi masih dapat mengikuti pelajaran akademik. Pada umur 16
tahun baru mencapai umur kecerdasan yang sama dengan anak yang
berumur 12 tahun, sebagian tidak dapat mencapai umur kecerdasan
seperti itu.
2.
Karakteristik anak Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik. Keterampilan bahasanya lebih terbatas, tetapi dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi
untuk belajar memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi
pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan yang sama dengan
anak umur 7 tahun atau 8 tahun. R. P. Mandey and Jhon Wiles (1959)
menyatakan : “imbeciles have the intelligence of a child of up seven years.”
Maksudnya ialah anak tunagrahita sedang dapat mencapai umur kecerdasan
yang sama dengan anak normal usia tujuh tahun.
3.
Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan
selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak
dapat memelihara diri sendiri (makan, berpakaian, ke WC dan sebagainya
harus dibantu). Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang
berbahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi
dengan lingkungan sekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-katanya
dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasan seseorang anak tunagrahita
berat dan sangat berat hanya dapat berkembang paling tinggi seperti anak
normal yang berumur 3 atau 4 tahun.
Karakteristik anak tunagrahita menurut Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dalam proyek pusat pengembangan guru tertulis tahun 1995 –
1996, ada 7 karakteristik, diantaranya :
1) Penampilan fisik yang tidak seimbang (kepala terlalu kecil atau
besasr, tipe mongoloid)
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
19
2) Selalu mengeluarkan air liur dan tampak bengong
3) Tidak dapat mengurus diri sesuai dengan usia
4) Perkembangan bicara atau bahasa terlambat
5) Tidak ada atau kurang sekali perhatian terhadap lingkungan
6) Koordinasi gerakan kurang, gerakan tidak terkendali
7) Perkembangan fungsi pengelihatan, kemampuan berfikir lambat
4. Penyebab tunagrahita
Penyebab tunagrahita menurut Mulyono Abdurrahman (1994:30). Ada
beberapa faktor penyebab, antara lain :
1) Genetik
Penentuan dibidang Biokimia dan Genetik telah memberikan
penjelasan tentang tunagrahita. Penyebab tunagrahita karena
Biokimia atau Biochemical disorders dan Abnormalitas kromosom
atau chromosomal Abnormalmalities.
a) Kerusakan Biokimia
Menurut Waiman dan Gerriksen yang dikutip oleh Krik dan
Galagher (dalam Mulyono Abdurrahman 1994:31) pada saat ini
ada lebih dari 90 penyakit yang dapat menyebabkan kelainan
metabolisme sejak kelahirann, hal tersebut dapat diturunkan
secara genetika dalam arti penurunan sifat.
b) Kerusakan Abnormalitas Kromosomal
Paling umum ditemukan Sindroma Down atau Sindroma
Mongol Lejeune. Geuter dan Turpin 1959 menemukan pada
anak sindroma down memiliki 47 kromosom karena pasangan
kromosom ke 21 terdiri dari 3 kromosom. Kelainan tersebut
terletak pada kromosom nomor 3 pada pasangan ke 21.
2) Sebab-sebab pada masa prenatal
a) Infeksi Rubella (Cacar)
Misalnya retardasi mental, gangguan penglihatan, tuli, penyakit
hati dan mikrosefalli.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
b) Faktor Rhisus (Rh)
Rh positif bersatu dalam suatu aliran darah, maka akan
terbentuk aglutinin yang menyebabkan sel darah menggumpal
dan menghabiskan sel-sel yang tidak dewasa.
3) Sebab-sebab pada natal
Yaitu pada saat kelahiran sesak nafas, luka pada saat kelahiran
prematuritas. Kerusakan otak sesak nafas karena kekurangan
oksigen.
4) Sebab-sebab pada masa postnatal
Penyakit akibat infeksi dan probem nutrisi. Penyakit enchephalitis
dan meningitis. Enchephalitis suatu pandangan sistem saraf pusat
yang disebabkan oleh virus tertentu.
Meningitis suatu kondisi yang berasal dari infeksi bakteri yang
menyebabkan peradangan pada selaput otak dan menimbulkan
kerusakan pada sistem saraf pusat.
5) Sosiokultural
Manusia bisa mengaktualisasikan sifat-sifat kemanusiaannya hanya
jika ia berada dalam lingkungan manusia. Lingkungan sosial,
budaya mempengaruhi perkembangan intelektual.
5.
Hambatan Sosial Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita memiliki beberapa hambatan. Hambatan yang ada
pada anak tunagrahita meliputi masalah pendidikan dan kehidupan sosial di
dalam keluarga maupun di lingkungan masyarakat. Hambatan anak
tunagrahita menurut Moh. Amin (1995:4) dengan keterbatasan yang ada dan
daya kemampuan yang dimiliki anak tunagrahita memunculkan berbagai
hambatan. Kemungkinan – kemungkinan hambatan yang dihadapai anak
tunagrahita dalam konteks pendidikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Hambatan dalam kehidupan sehari-hari
2) Hambatan belajar
3) Masalah penyesuaian diri
4) Masalah penyaluran ketempat kerja
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
5) Hambatan kepribadian dan emosi
6) Hambatan pemanfaatan waktu luang
Hambatan dalam penyesuaian diri ini berkaitan dengan masalah atau
kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok maupun individu
sekitarnya. Disadari bahwa kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan
sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan, karena tingkat kecerdasan anak
tunagrahita jelas-jelas berada dibawah rata-rata normal, maka dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.
Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang lebih muda
dari usianya atau dibawahnya, dan tidak dapat bersaing dengan teman
sebayanya. Anak tidak dapat mengurus diri sendiri, memelihara dan
memimpin diri, sifat ketergantungan pada orang lain sangat besar, tidak
mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, sehingga harus selalu dibimbing dan
diawasi. Jika tidak dibimbing dan diawasi mereka dapat terjerumus ke
dalam perilaku yang negatif atau melanggar norma agama dan norma yang
berlaku di masyarakat seperti mencuri, merusak, penggunaan narkoba,
pelanggaran seksual dan lainnya.
Keterampilan sosial anak tunagrahita lebih banyak dikondisikan oleh
orang lain. Timbulnya rasa kasihan orangtua membentuk anak tunagrahita
lebih banyak menunggu apa yang orang lain akan perbuat untuknya. Selain
itu keterampilan sosial anak tunagrahita berkaitan dengan derajat
ketunagrahitaan seorang anak.
Departement of Health, Education and Welfare USA (1969) dalam
Schloss (1984 : 3) dalam Deplhie ( 2005:33 ) menyebutkan ‘faktor sosioemosional yang menyebabkab anak sulit menyesuaikan diri
meliputi :
perasaan takut, perasaan ketidakpuasan disebabkan orang lain, agresi, dan
sikap negatif terhadap suatu kewenangan’. Hodap, et al., (1990:3) dalam
Deplhie
(2005:34)
menyatakan
‘diperlukan
pendekatan
melalui
keterampilan sosial terhadap anak tunagrahita hendaknya tertuju kepada
perubahan ke arah positif setiap waktu atau merupakan penyesuaian
lingkungan yang semakin baik’.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22
Karena kondisi mentalnya, anak tunagrahita sering menampilkan
kepribadian yang tidak seimbang. Kadang-kadang tenang, kadang-kadang
kacau. Ia sering termenung berdiam diri, namun kadang-kadang
menunjukkan sikap tantrum (ngambek), marah-marah, mudah tersinggung,
mengganggu orang lain, atau membuat kacau bahkan merusak.
Anak tunagrahita memiliki konsep diri yang kurang mantap. Hal ini
dikarenakan anak tunagrahita menyadari dirinya banyak berbeda dengan
teman-teman lain seusianya. Perasaan gagal lebih sering muncul dibanding
perasaan berhasil. Anak tunagrahita mengalami krisis percaya diri karena
kegagalan yang selalu dialaminya.
Harter (1989) dalam Gunarhadi (2005: 96) menyatakan bahwa ‘anak
dengan retardasi mental tidak menyukai dan tidak suka melakukan tugas
yang penuh tantangan’. Demikian juga Weisz (1981) dalam Gunarhadi
(2005:96) berkomentar ‘bila diberi kritik sewaktu mengerjakan tugas yang
bersifat kognitif, anak retardasi mental akan justru berhenti untuk
menyelesaikan perkerjaan itu’. Mereka tidak mencari strategi yang tepat
untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Anak tunagrahita memiliki hambatan beradaptasi dalam berprilaku.
Menurut Coffman dan Harris (1980) dalam Shea (1997) dalam Gunarhadi
(2005:98), anak retardasi mental mengalami “transition shock” ketika
memasuki suasana baru dan asing baginya. Transition shock atau kejutan
peralihan kebingungan, menarik diri, dan tekanan atau stres berat dalam
menghadapi suasana baru. Anak tunagrahita akan menunjukkan perilaku
ketidakpuasan dalam menyesuaikan diri dan banyak salah tingkah,
canggung dan kegagalan-kegagalan lain yang mengganggu kenyamanan
dalam bergaul dan menyesuaikan dengan aturan dan kebiasaan yang ada.
Tingkat kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita tidak saja
berpengaruh
terhadap
kesulitan
belajar,
melainkan
juga
terhadap
penyesuaian diri. Hallahan, D dan Kauffanan (1988) dalam Gunarhadi
(2005:198) mengisyaratkan bahwa ‘seseorang dikategorikan tunagrahita
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
harus memenuhi dua persyaratan yaitu tingkat kecerdasan di bawah normal
dan bermasalah dalam penyesuaian diri’. Implikasi terhadap pendidikan,
anak
tunagrahita
perlu
mendapatkan
porsi
pembelajaran
untuk
meningkatkan keterampilan sosialnya.
Karakteristik intelektual akan mempengaruhi kepribadian, sosial anak.
Oleh karena itu anak tunagrahita memiliki hubungan sosial yang miskin
dengan orang lain dan lingkungannya. Namun pada umumnya anak
tunagrahita ringan yang hidup di lingkungan masyarakat yang familiar dan
bersikap sosial yang positif terhadap anak tunagrahita, akan dapat
menumbuhkembangkan motivasi hidup pada diri anak. Oleh karena itu
diharapkan semua pihak, khususnya pihak orangtua, anggota keluarga,
pihak sekolah, dan masyarakat harus menerima keberadaan anak tunagrahita
agar memiliki motivasi dan rasa percaya diri untuk menjalani hidup dengan
penuh kemandirian sesuai batas kemampuan yang dimiliki.
6.
Layanan Bagi Anak Tunagrahita Ringan
Anak tunagrahita walaupun mengalami hambatan intelektual, dapat
mengaktualisasikan potensinya asalkan mereka diberi kesempatan untuk
mengikuti pendidikan dengan pelayanan khusus. Melalui pelayanan ini
mereka akan mampu melaksanakan tugasnya sehingga dapat memiliki rasa
percaya diri dan harga diri. Hal yang paling penting dalam pendidikan anak
tunagrahita adalah memunculkan harga diri sehingga mereka tidak menarik
diri dan masyarakat tidak mengisolasi anak tunagrahita karena mereka
terbukti mampu melakukan sesuatu. Pada akhirnya anak tunagrahita
mendapat tempat di hati masyarakat, seperti anggota masyarakat umumnya.
Untuk mencapai harapan tersebut diperlukan pelayanan yang memiliki
ciri-ciri khusus dan prinsip khusus, sebagai berikut.
1.
Ciri-ciri khusus
Bahasa yang digunakan
Bahasa yang digunakan dalam berinteraksi dengan anak tunagrahita adalah
bahasa sederhana, tidak berbelit, jelas, dan gunakan kata-kata yang sering
didengar oleh anak.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
Penempatan anak tunagrahita di kelas
Anak tunagrahita ditempatkan di bagian depan kelas dan berdekatan dengan
anak yang kira-kira hampir sama kemampuannya. Apabila ia di kelas anak
normal maka ia ditempatkan dekat anak yang dapat menimbulkan sikap
keakraban.
Ketersediaan program khusus
Di samping ada program umum yang diperkirakan semua anak di kelas itu
dapat mempelajarinya perlu disediakan program khusus untuk anak
tunagrahita yang kemungkinan mengalami kesulitan.
2.
Prinsip khusus
Prinsip skala keterampilan mental
Prinsip ini menekankan pada pemahaman guru mengenai usia kecerdasan
anak tunagrahita. Dengan memahami usia ini guru dapat menentukan materi
pelajaran yang sesuai dengan usia mental anak tunagrahita tersebut. Dengan
demikian, anak tunagrahita dapat mempelajari materi yang diberikan guru.
Melalui prinsip ini dapat diketahui perbedaan antar dan intraindividu.
Sebagai contoh: A belajar berhitung tentang penjumlahan 1 sampai 5.
Sementara B telah mempelajari penjumlahan 6 sampai 10. Ini menandakan
adanya perbedaan antarindividu.
Contoh berikut adalah perbedaan
intraindividu, yaitu C mengalami kemajuan berhitung penjumlahan sampai
dengan 20. Tetapi dalam pelajaran membaca mengalami kesulitan dalam
membedakan bentuk huruf.
Prinsip kecekatan motorik
Melalui prinsip ini anak tunagrahita dapat mempelajari sesuatu dengan
melakukannya. Di samping itu, dapat melatih motorik anak terutama untuk
gerakan yang kurang mereka kuasai.
Prinsip keperagaan
Prinsip ini digunakan dalam mengajar anak tunagrahita mengingat
keterbatasan anak tunagrahita dalam berpikir abstrak. Oleh karena sangat
penting, dalam mengajar anak tunagrahita dapat menggunakan alat peraga.
Dengan alat peraga anak tunagrahita tidak verbalisme atau memiliki
tanggapan mengenai apa yang dipelajarinya. Dalam menentukan alat peraga
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25
hendaknya tidak abstrak dan menonjolkan pokok materi yang diajarkan.
Contohnya, anak belajar membaca kata “bebek”, alat peraganya adalah
tulisan kata bebek harus tebal sementara gambar bebek harus tipis.
Maksudnya, gambar bebek hanyalah untuk membantu pengertian anak.
Prinsip pengulangan
Berhubung anak tunagrahita cepat lupa mengenai apa yang dipelajarinya
maka dalam mengajar mereka membutuhkan pengulangan-pengulangan
disertai contoh yang bervariasi. Oleh karena itu, dalam mengajar anak
tunagrahita janganlah cepat-cepat maju atau pindah ke bahan berikutnya
sebelum guru yakin betul bahwa anak telah memahami betul bahan yang
dipelajarinya. Contohnya, C belajar perkalian 2 (1 x 2, 2 x 2,). Guru harus
mengulang pelajaran itu sampai anak memahami betul arti perkalian.
Barulah kemudian menambah kesulitan materi pelajaran, yakni 3 x 2, 4 x 2,
dan
seterusnya.Pengulangan-pengulangan
seperti
itu,
sangat
menguntungkan anak tunagrahita karena informasi itu akan sampai pada
pusat penyimpanan memori dan bertahan dalam waktu yang lama.
Prinsip korelasi
Maksud prinsip ini adalah bahan pelajaran dalam bidang tertentu hendaknya
berhubungan dengan bidang lainnya atau berkaitan langsung dengan
kegiatan kehidupan sehari-hari anak tunagrahita.
Prinsip maju berkelanjutan
Walaupun anak tunagrahita menunjukkan keterlambatan dalam belajar dan
perlu pengulangan, tetapi harus diberi kesempatan untuk mempelajari bahan
berikutnya dengan melalui tahapan yang sederhana. Jadi, maksud prinsip ini
adalah pelajaran diulangi dahulu dan apabila anak menunjukkan kemajuan,
segera diberi bahan berikutnya. Contohnya, menyebut nama-nama hari
mulai Senin, Selasa, dan Rabu. Ulangi dahulu nama hari Senin, Selasa,
Rabu, kemudian lanjutkan menyebut Kamis, Jumat Sabtu, Minggu.
Prinsip individualisasi
Prinsip ini menekankan perhatian pada perbedaan individual anak
tunagrahita. Anak tunagrahita belajar sesuai dengan iramanya sendiri.
Namun, ia harus berinteraksi dengan teman atau dengan lingkungannya.
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
Jadi, ia tetap belajar bersama dalam satu ruangan dengan kedalaman dan
keluasan materi yang berbeda. Contohnya, pada jam 8.00 murid kelas 3
SDLB belajar berhitung. Materi pelajaran anak-anak itu berbeda-beda
sehingga terdiri dari 3 kelompok. Kelompok 1 harus ditunggui barulah ia
akan belajar, sedangkan kelompok 2 cukup diberi penjelasan dan langsung
mengerjakan tugasnya.
C.
Peran Sekolah dalam Meningkatkan Keterampilan
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka
membantu siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang
menyangkut aspek moral-spiritual, intelektual, emosional, maupun sosial.
Peranan sekolah dalam meningkatkan keterampilan menurut Hurlock (1986:
322) yang dialih bahasakan oleh istiwidayanti dan Soedjarwo :
Sekolah merupakan faktor penentu bagi keterampilan kepribadian
anak (siswa), baik dalam cara berfikir, bersikap maupun cara berprilaku.
Sekolah berperan sebagai subtitusi keluarga, dan guru sebagai subtitusi
orangtua. Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan
yang berarti bagi keterampilan anak, yaitu (a) para siswa harus hadir di
sekolah, (b) sekolah memberikan pengaruh kepada anak secara dini
seiring dengan keterampilan konsep dirinya, (c) anak-anak banyak
menghabiskan waktunya di sekolah daripada di tempat lain di luar
rumah, (d) sekolah memberikan kesempatan kepada siswa untuk meraih
sukses, dan (e) sekolah memberikan kesempatan pertama kepada anak
untuk menilai dirinya dan kemampuannya secara realistik.
Menurut Havighurst (1961 : 5) dalam Yusuf (2007 : 95), ‘ sekolah
mempunyai peranan atau tanggung jawab penting dalam membantu para
siswa mencapai tugas perkembangannya’. Sehubungan dengan hal ini
sekolah harus berupaya menciptakan iklim yang kondusif, atau kondisi yang
dapat memfasilitasi siswa untuk mencapai tugas perkembangannya.
Pendidikan di SD dapat didefinisikan sebagai proses pengembangan
kemampuan yang paling mendasar setiap siswa, dimana tiap siswa belajar
secara aktif karena adanya dorongan dalam diri dan adanya suasana yang
memberikan kemudahan (kondusif) bagi keterampilan dirinya secara
optimal. Pendidikan di SD bukan hanya diorientasikan pada memberi bekal
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
kemampuan membaca, menulis dan berhitung, melainkan pada penyiapan
intelektual, sosial, dan personal siswa secara optimal untuk belajar secara
aktif mengembangkan dirinya sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat,
sebagai warga negara, dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Upaya sekolah (pimpinan dan guru) dalam rangka membantu siswa
mencapai tugas keterampilan yaitu dengan (1) memberikan pengajaran atau
bimbingan tentang keterampilan-keterampilan sosial; (2) memberikan
kesempatan kepada para siswa untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan
kelompok; (3) mengajar atau membimbing siswa tentang hidup demokratis
atau berteman secara sehat; (4) bersama siswa mendiskusikan masalah
peranan sosial pria atau wanita dalam masyarakat; (5) mendorong siswa
untuk mau membaca literatur yang memuat peranan pria atau wanita; (6)
menugaskan siswa untuk mengamati kehidupan sosial (menyangkut
keterlibatan pria atau wanita dalam bidang pendidikan, pekerjaan,
kehidupan berkeluarga, atau keterampilan masyarakat lainnya) sebagai
bahan pembahasan diskusi dengan guru.
Penelitian Roeser dkk (2001)menjelaskan bahwa keterampilan fungsifungsi sosial anak banyak dipengaruhi oleh sistem sekolah. Hal ini
dikuatkan oleh pendapat Kupperminc (2001) mengatakan bahwa pengaruh
sekolah tidak hanya pada kemampuan akademik dan prestasi saja, tetapi
juga berpengaruh pada keterampilan psikososial siswa itu sendiri. Hal inilah
yang diungkap oleh Dewey, Montessori, Vygotsky, Erikson, dan Piaget
(Mooney, 2003) yaitu pendidikan harus terfokus pada siswa, yang berisikan
program kegiatan belajar yang aktif dan interaktif, serta melibatkan dunia
siswa dan sekitarnya. Aktif dimaksudkan bahwa program kegiatan belajar
yang diterapkan harus menstimulasi siswa untuk terus belajar melalui
pengalaman-pengalaman di sekolah. Interaktif yaitu siswa terlibat di setiap
program kegiatan belajar serta adanya komunikasi yang terjadi antara
pendidik dengan siswa, atapun siswa dengan siswa lainnya. Pada intinya,
proses pembelajaran ini diharapkan untuk menstimulasi atau merangsang
pertumbuhan fisik dan keterampilan aspek-aspek psikologis siswa secara
Ray Yulia Ardha, 2016
KETERAMPILAN SOSIAL ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SEKOLAH DASAR INKLUSI
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
optimal yang pada intinya bertujuan agar siswa mampu menyesuaikan diri
dengan baik dengan membawa nilai-nilai yang diterima secara sosial
Interaksi dengan guru dan teman sebaya di sekolah memberikan suatu
peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengembangkan kemampuan
kognitif dan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia, serta
mengembangkan konsep diri. Guru merupakan simbol otoritas dan
menciptakan iklim kelas, kondisi-kondisi interaksi di antara siswa, dan
keberfungsian kelompok. Wong, Kauffman dan Lloyd (1991) dalam Smith
(2006) yang diterjemahkan oleh Denis dan Enrica menyebutkan ciri-ciri
atau sifat guru yang efektif bagi siswa yang mempunyai hambatan di kelas
reguler, yaitu :
a) Punya
harapan bahwa siswa akan berhasil; b) memberi
pengawasan yang sering pada tugas-tugas sekolah siswa serta memberi
umpan balik: c) memberikan penjelasan standar-standar, arah-arah, dan
harapan-harapan pembelajaran; d) fleksibel dalam menangani siswasiswa; e) mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara
terbuka; f) bersikap responsif terhadap pertanyaan dan komentar siswa;
g) melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pengajaran; h)
bersikap hangat, sabar, humoris kepada siswa; i) bersifat teguh dan
konsisten dalam pengharapan-pengharapan; j) mempunyai pendekatanpendekatan pengaturan berbagai sikap; k) bersikap terbu