Pengeluaran pemerintah ekspor impor (1)

Bab 1
Pendahuluan
A. Latar belakang
Dewasa ini kehidupan ekonomi dunia sedang mengalami
keterpurukan. Dalam menyikapi hal tersebut, Negara-negara di
Dunia mengeluarakan berbagai macam kebijakan ekonomi
untuk keluar dari masa krisis yang bebeda-beda. Kebijakan
ekonomi yang diambil sangagtlah berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat suatu Negara tersebut. Salah satu elemen
kebijakan pemerintah adalah kebijakan dalam hal pengeluaran
pemerintah. Untuk itu kita perlu memahami tentang pengeluaran
pemerintah.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Intervensi (campur tangan) dan fungsi
ekonomi pemerintah?
2. Apa dasar teori pengeluaran pemerintah?
3. Bagaimana pengeluaran pemerintah Indonesia?
4. Apa faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan
pengeluaran pemerintah?
5. Apakah dampak yang ditimbulkan dari pengeluaran
pemerintah terhadap perekonomian ?

6. Apakah yang dimaksud dengan ekspor dan impor?
7. Faktor-faktor yang menjadi penyebab menurunnya atau
meningkatnya ekspor impor bagi perekonomian di
Indonesia ?
8. Kebijakan apa saja yang diupayakan pemerintah untuk
meningkatkan ekspor impor bagi perekonomian di
Indonesia?

C. Tujuan

1. Mampu Menjelaskan Intervensi (campur tangan) dan
fungsi ekonomi pemerintah;
2. Memahami dasar teori pengeluaran pemerintah;
3. Menguraikan pengeluaran pemerintah Indonesia;
4. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan
pengeluaran pemerintah;
5. Agar dapat mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkan
dari pengeluaran pemerintah pada perekonomian;
6. Mengetahui pengertian dari ekspor dan impor;
7. Bagaimana kegiatan ekspor impor dapat memengaruhi

perekonomian Indonesia;dan
8. Kebijakan apa saja yang diupayakan pemerintah untuk
meningkatkan ekspor impor bagi perekonomian di
Indonesia

Bab 2

Pembahsan
A. Intervensi (campur tangan) dan Fungsi Ekonomi pemerintah.
Sebagai sebuah organisasi atau rumah tangga, pemerintah
melakukan banyak pengeluaran untuk membiyai kegiatankegiatannya. Pengeluaran tersebut berfungsi untuk menjalankan
roda pemerintahan sehari-hari dan membiyai kegiatan ekonomi.
Pada negara-negara berkembang pemerintah harus
menggerakkan dan merangsang kegiatan ekonomi secara umum.
Pemerintah harus merintis dan menjalankan kegiatan ekonomi
yang masyarakat atau kalangan swasta tidak tertarik untuk
menjalankanya.
Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat
dipilah dan ditelaah menjadi empat macam kelompok peran,
yaitu :

1. Peran alokatif, yakni peranan pemerintah dalam
mengalokasikan sumber daya ekonomi yang ada agar
pemanfaatannya bisa optimal dan mendukung efisiensi
produksi.
2. Peran distribusi, yakni peranan pemerintah dalam
mendistribusikan sumber daya, kesempatan dan hasil-hasil
ekonomi secara adil dan wajar.
3. Peran stabilisatif, yakni peranan pemerintah dalam
memelihara stabilitas perekonomian dan memulihkannya
jika berada dalam keadaan disequilibrium.
4. Peran dinamisatif, yakni peranan pemerintah dalam
menggerakkan proses pembangunan ekonomi agar lebih
cepat tumbuh, berkembang, dan maju.
1) Peran Alokasi Pemerintah.
Setiap orang atau masyarakat selalu mempunyai prefensi
tertentu terhadap barang-barang atau jasa yang ingin dikonsumsi
atau hendak diproduksinya. Barang ekonomi berdasarkan
perutukannya, dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan
barang sosial. Barang pribadi adalah barang yang dapat dimiliki
atau dinikmati secara pribadi, oleh perorangan atau sekelompok


orang, mempunyai harga yang jelas dan diperoleh melalui
proses transaksi jual-beli. Barang sosial adalah barang yang
mengandung sifat-sifat sebaliknya, tidak dapat dimiliki oleh
pribadi dan tidak dinikmati secara pribadi. Contoh barang atau
jasa sosial misalnya adalah jalan umum, jembatan, pertahanan,
dan keamanan negeri. Barang-barang semacam ini tidak
menarik bagi masyarakat atau kalangan swasta untuk
memproduksi atau menyediakannya karena tidak bisa dijual dan
biaya awal yang cukup tinggi.
Pemerintah harus turun tangan sendiri untuk menyediakan
barang atau jasa sosial. Biasanya ditangani oleh instansi teknis
pemerintah seperti departemen atau lembaga nondepartemen
atau melalui perusahaan negara. Atau pengadaannya
dipercayakan kepada perusahaan swasta, namun biasanya
pemerintah harus memberi subsidi untuk itu. Barang-barang
tadi begitu tersedia, pada umumnya dapat dinikmati oleh setiap
orang secara Cuma-Cuma tanpa harus membayar. Pemerintah
sendiri sebagai pemasok tidak dapat menjualnya, hanya bisa
memungut retribusi atau iuran kepada yang menggunakan atau

menikmati.
Akibat sampingan (side effects) dalam kegiatan ekonomi
yang dimaksud dapat bersifat positif, sehingga turut dinikmati
oleh masyarakat yang tidak terlibat dalam pengadaannya. Atau
bersifat negatif, sehingga secara tidak sengaja terpaksa harus
ditanggung oleh masyarakat. Akibat-akibat sampingan (dampak
positif dan dampak negatif) demikian dikenal dengan istilah
eksternalitas.
2) Peran Distribusi Pemerintah.
Pemilikan sumber daya dan kesempatan ekonomi di setiap
negeri seringnya tidak setara. Tanpa kesenjangan “anugrah
awal” pun (initial endowment, maksudnya kesenjangan
kepemilikan sumber daya dan kesempatan) ketimpangan
penikmatan atau pembagian hasil dapat terjadi. Oleh karena itu,
ketidakmerataan dalam bentuk apapun, haruslah dikurangi atau

ditiadakan. Kesenjangan pemilikan sumber daya dan
kesempatan ekonomi akan cenderung mengkosentrasikan
kekuatan atau kekuasaan ekonomi di tangan pihak tertentu
(lapisan masyarakat, wilayah, sektor) tertentu.

Ketidakseimbangan daya tawar dapat melemahkan pasar.
Permintaan bisa merosot akibat ketidakmampuan kalangan
kosumen menjangkau harga tawaran yang dilambungkan oleh
kalangan produsen. Pada gilirannya perekonomian secara makro
turut terimbas dampaknya. Dalam perspektif nonekonomi,
ketidakmerataan ekonomi potensial mengakibatkan keresahan
sosial.
Peran distribusi pemerintah dapat ditempuh dengan baik
melalui jalur penerimaan maupun jalur pengeluarannya. Di sisi
penerimaan pemerintah mengenakan pajak dan memungut
sumber-sumber pendapatan lainnya untuk kemudian
didistribusikan secara adil-proporsional. Dengan pola serupa
pemerintah membelanjakan pengeluarannya.
3) Peran Stabilitas pemerintah.
Tidak berdayanya pihak swasta mengatasi sejumlah
masalah yang timbul, bahkan kadang-kadang tidak mampu
menyelesaikan masalah mereka sendiri. Masalah yang secara
objektif kalangan swasta tidak berdaya mengatasi misalnya
adalah jika perekonomian negeri dilanda inflasi, resesi, atau
serbuan barang-barang impor. Sedangkan contoh objektif

dimana pihak swasta tidak mampu menyelesaikan masalah
mereka sendiri misalnya dalam kasus tingginya tingkat suku
bunga perbankan, atau perang harga akibat politik dumping
yang dilakukan oleh perusahaan tertentu dalam suatu industri.
Campur tangan pemerintah berperan strategis untuk
memecahkan permasahan-permasalahan seperti itu, agar
perekonomian kembali stabil.
4) Peran Dinamisatif pemerintah.

Peran dinamisatif pemerintah diwujudkan dalam bentuk
perintisan kegiatan-kegiatan ekonomi tertentu seperti
penerbangan pesawat-pesawat komersialnya ke jalur baru yang
masih “kering”, atau pemekaran kota dengan jalan antara lain
dengan memindahkan pusat kegiatan pemerintahan daerah ke
lokasi baru, serta dalam bentuk pemercepatan pertumbuhan
bidang bisnis tertentu, misalnya dengan mengalokasikan
anggaran yang lebih besar ke bidang bersangkutan.
Argumentasi bahwa pemerintah harus berperan sebagai
dinamisator didukung pula oleh sebuah premis yang
dicanangkan dan dikampanyekan sendiri. Karena pemerintah

yang merencanakan dan memodali pembangunan, maka mereka
merasa paling bertanggung jawab atas pelaksanaannya.
Keempat macam peranan pemerintahan tadi potensial
menimbulkan kesulitan penyerasian atau bahkan pertentangan
kebijakan. Contohnya : dalam kapasitas selaku stabilisator,
pemerintah harus mengendalikan inflasi. Apabila hal itu
ditempuh dengan cara mengurangi pengeluarannya, agar
permintaan agregat terkendali sehingga tidak tambah memicu
kenaikan harga-harga, maka porsi pengeluaran pemerintah untuk
lapisan masyarakat atau pihak atau sektor yang harus dibantu
dapat turut dikurangi. Padahal justru dengan pengeluaran itulah
pemerintah dapat menjalankan distributifnya. Contohnya :
pelaksanaan peran dinamisatif mungkin mengundang
kontroversi internal. Apabila pemerintah terlalu berlebihan
dalam meyakini kemampuannya sebagai dinamisator, maka
yang berkembang berkat kebijaksanaannya boleh jadi hanya
tebatas pada lembaga-lembaga di jajarannya (instansi teknis dan
perusahaan-perusahaan negara). Di lain pihak, dinamika
lembaga-lembaga masyarakat dan perusahaan swasta justru
terpasung.


B. Dasar teori pengeluaran pemerintahan.

Pemerintah dalam mengambil keputusan mengatur
pengeluaran ada banyak pertimbangan. Pemerintah tidak hanya
meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya,
tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan
menikmati atau terkena kebijaksanaan tersebut. Memperbesar
pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan
pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah
tidak memadai, melainkan harus pula diperhitungkan siapa
(masyarakat lapisan mana) yang akan terpekerjakan atau
meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari
agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru
melemahkan kegiatan pihak swasta.
Menurut Adolph Wagner tehadap negara-negara Eropa,
Amerika Serikat, dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan
bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian cenderung
semakin meningkat. Ekonom Jerman ini mengukur dari
perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional.

Kemudian oleh Ribard A. Musgrave dinamakan “hukum
pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat”(law of growing
public expenditures).
Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan
pengeluaran pemerintah selalu meningkat. Kelima penyebab
tersebut meliputi tuntutan peningkatan perlindungan, keamanan
dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,
urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi,
perkembangan demokrasi, dan ketidakefisienan birokrasi yang
mengiringi perkembangan pemerintah.
WW Rostow dan RA Musgrave menghubungkan
pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut
mereka, rasio investasi pemerintah terhadap investasi total/
dengan perkataan lain juga rasio pengeluaran pemerintah
terhadap pendapatan nasional relatif besar. Hal itu dikarenakan
pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan berbagai
sarana dan prasrana. Pada tahap menengah pembangunan

ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu

pertumbuhan agar dapat lepas landas. Bersamaan dengan itu
porsi pihak swasta juga meningkat. Tahap besarnya peranan
pemerintah adalah karena pada tahap ini banyak terjadi
kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan ekonomi
itu sendiri. Banyak terjadi kasus eksternalitas negatif, misalnya
pencemaran lingkungan, yang menuntut pemerintah untuk turun
tangan mengatasinya.
Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave,
rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar,
tapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional
akan mengecil. Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut
pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah, dari
penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran –pengeluaran
untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan.
Menurut Peacock dan Wiseman mengemukakan bahwa
perkembangan pengeluaran pemerintah berdasarkan analisis
“dialektika penerimaan-penerimaan pemerintah”. Pemerintah
selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan
mengandalkan penerimaan dari pajak. Menurut mereka
perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak
meningkat, meskipun tarif pajaknya mungkin tidak berubah,
pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah
meningkat pula. Jadi, pada keadaan normal kenaikan
pendapatan nasional menaikan pula baik penerimaan maupun
pengeluarann pemerintah. Apabila keadaan normal tadi
terganggu, dikarenakan perang atau eksternalitas lain, maka
pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk
mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbul
tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak lebih besar.
Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta
untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini
disebut efek penggantian (displacement effect). Postulat yang
berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam
perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh

aktivitas pemerintah. Pengatasan gangguan sering kali tidak
cukup hanya diatasi dengan pajak, sehingga pemerintah
mungkin harus juga meminjam dana luar negeri. Setelah
gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan
membayar bunga. Pengeluaran pemerintah kian membengkak
karena kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut ialah pajak
tidak turun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah
usai.
Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam
perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan
berakhir timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi
(inspection effect). Postulat efek ini menyatakan, gangguan
sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal
yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan
sosial tersebut. Kesadaran semacam itu menggugah kesediaan
masyarakat untuk membayar pajak lebih besar pula. Yang
dimaksud dengan analisis dialektika penerimaan-pengeluaran
pemerintah. Dalam bahasa grafik, perkembangan pengeluaran
pemerintah bukanlah berpola kurva mulus berlereng positif
sebagaimana tersirat pada pendapat Rostow-Mugrave,
melainkan berlereng positif dengan bentuk patah-patah seperti
tangga.
C. Pengeluaran Pemerintah Indonesia.
Dalam neraca anggaran dan pendapatan belanja negara,
pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar
dikelompokkan atas pengeluaran rutin dan pengeluaran
pembangunan. Pengeluaran rutin pada dasarnya diunsurkan pospos pengeluaran untuk membiayai pelaksanaan roda
pemerintahan sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja
barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi
harga barang) angsuran dan bunga utang pemerintah, serta
jumlah pengeluaran lain. Sedangkan pengeluaran pembangunan
maksudnya pengeluaran yang bersifat menambah modal
masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, dibedakan atas

pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah
dan bantuan proyek.
Tiga Neraca Pemerintah Pusat
Dalam sistem neraca keuangan pemerintah pusat dikenal
tiga macam neraca, yaitu neraca produksi, neraca penerimaan
dan pengeluaran, serta neraca modal. Ketiga neraca ini disusun
oleh Biro Pusat Statistik berdsarkan angka-angka realisasi
APBN.
a. Neraca Produksi
Neraca produksi menggambarkan bagaimana proses
kegiatan pemerintah dalam menciptakan nilai tambah PDB
sektor pemerintah dan pengeluaran konsumsi pemerintah.
Neraca ini terdiri atas ayat-ayat biaya (input) dan ayat-ayat
produksi (output). Biaya-biaya yang dikeluaran pemerintah
dalam penyediaan jasa masyarakat terdiri dari belanja barang,
belanja pegawai, penyusutan, serta pajak tidak langsung.
Adapun yang dimaksud dengan produksi ialah produksi yang
dikonsumsi sendiri, pendapatan dari hasil penjualan barangbarang yang diproduksi, dan jasa yang diberikan.
Neraca Produksi Pemerintah Pusat
Biaya (input)
Belanja barang

Produksi (output)
Produksi
yang
dikonsumsi sendiri
Belanja pegawai
Penerimaan dari jasa
Penyusutan
barang Produksi berupa barang
modal
Pajak tak langsung
Secara lebih spesifik, yang diartikan dengan belanja
barang ialah pengeluaran pemerintah untuk pembelian barangbarang yang tidak tahan lama, yang habis dipakai dalam proses
produksi. Pengeluaran pemerintah untuk belanja barang meliputi
pembelian alat-alat tulis, barang cetakan, dan alat-alat rumah
tangga, sewa gudang dan kantor, biaya pengepakan, pengiriman

dan penyimpangan barang, biaya rapat, biaya penerimaan tamu,
biaya listrik, telepon, teleks, faksimil, dan air, biaya
pemeliharaan gedung dan kantor, biaya pemeliharaan kendaraan
dan inventaris kantor, biaya perjalanan dinas, bunga dan cicilan
utang dalam negeri, yang sebagian besar berupa pembayaran
atas tunggakan berbagai rekening instansi pemerintah, serta
pengeluararan rutin lainnya.
Belanja pegawai mencakup unsur-unsur upah dan gaji,
baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk barang, iuran
untuk dana jaminan sosial, iuran dana pensiun dan berbagai
macam asuransi. Penyusutan barang modal adalah penyisihan
sebagian pendapatan yang akan digunakan untuk pembelian
barang modal baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di
dalam neraca produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah,
jika ada, jadi bukan pajak tak langsung yang diterima oleh
pemerintah.
Sisi produksi terdiri atas produksi yang dikonsumsi
sendiri, peneriman dari jasa, dan produksi berupa barang. Yang
dimaksud dengan produksi berupa barang ialah penjualan dari
barang-baryang akan digunakan untuk pembelian barang modal
baru. Pajak tak langsung yang dimaksudkan di dalam neraca
produksi adalah yang dibayarkan oleh pemerintah, jika ada, jadi
bukan pajak tak langsung yang diterima oleh pemerintah.
Penerimaan jasa terdiri atas penerimaan sumbangan
pendidikan yang diterima oleh sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi negeri, penerimaan dari rumah sakit pemerintah,
penerimaan dari penjualan karcis lembaga-lembaga, serta objekobjek wisata yang dikelola pemerintah, dan penerimaan dari
jasa-jasa tenaga kerja dan pekerjaan. Produksi yang dikonsumsi
sendiri merupakan penyeimbang. Nilainya diperoleh dengan
cara mengurangkan jumlah sisi biaya dengan jumlah
penerimaan dari jasa dan produksi berupa barang.
b. Neraca Penerimaan dan Pengeluaran
Neraca penerimaan dan pengeluaran memperlihatkan
bagaimana proses kegiatan pemerintah pusat dalam membentuk
tabungannya. Di sini disajikan semua transaksi lancar (current)

yang dilakukan oleh pemerintah. Transaksi dimaksud meliputi
transaksi antar pemerintah sendiri, pemerintah dengan swasta,
pemerintah dengan badan-badan usaha milik negara, pemerintah
dengan rumah tangga, serta transaksi antara pemerintah dengan
pihak luar negeri.
Neraca Peneriman dan Pengeluaran Pemerintah Pusat
Pengeluaran
Pengeluaran
konsumsi
pemerintah
Property
Income dibayarkan
Subsidi-subsidi
Bantuan sosial
Imputasi
kesejahteraan
pegawai
Transfer-transfer
Tabungan
pemerintah

Penerimaan
Laba bersih
Property
Income diterima
Pajak tak langsung
Pajak langsung
Pungutan dan denda
Imputasi kesejahteraan
pegawai
Transfer-transfer

Laba bersih dalam neraca ini maksudnya keuntungan dari
perusahaan milik instansi pemerintah tapi bukan BUMN yang
pembukuannya tidak dapat dipisahkan dari instansi yang
bersngkutan, misalnya unit atau seksi percetakan dari suatu
departemen. Penerimaan kekayaan (Property Income yang
diterima) adalah penerimaan yang berasal dari kekayaan milik
pemerintah, bersumber dari tiga hal yaitu bunga, laba saham,
serta sewa tanah, dan royalti.
Pajak tak langsung adalah pajak yang dipungut pemerintah
melalui konsumen berkenaan dengan barang/jasa yang
diproduksi, dijual, dikirim, atau digunakan. Adapun pajak
langsung ialah pajak yang dipungut berkenaan dengan
pendapatan bersih seseorang atau sebuah perusahaan. Pungutan

dan denda meliputi penerimaan yang berhubungan dengan jasa
yang diberikan atau fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
untuk kepentingan masyarakat.
Pengeluaran konsumsi pemerintah sama dengan produksi
pemerintah yang dikonsumsi sendiri. Pengeluaran kekayaan
(property income yang dibayarkan) mencakup pembayaran
bunga utang luar negeri dan dalam negeri. Subsidi yang
dimaksudkan dalam neraca ini termasuk semua bantuan dalam
bentuk uang dan barang yang diberikan oleh pemerintah kepada
perusahaan swasta dan perusahaan Negara. Bantuan sosial di
sini maksudnya ialah bantuan langsung dari pemerintah kepada
perorangan dan rumah tangga, misalnya akibat bencana alam.
Tabungan pemerintah dalam neraca penerimaan dan
pengeluaran merupakan penyeimbang. Angkanya diperoleh
dengan cara mengurangkan jumlah seluruh penerimaan dengan
jumlah yang sudah dijelaskan.
c. Neraca Modal
Proses kegiatan pemerintah dalam membentuk modal
(investasi) ditunjukkan oleh neraca modal. Di dalam neraca ini
tergambarkan transaksi pemerintah dengan badan-badan serta
pihak luar negeri. Transaksi yang tecatat di sini hanyalah
transaksi-transaksi yang menyangkut pembentukan modal.
Perubahan stok terdiri atas stok berbagai macam
barang yang akan dipakai, sedang dalam proses pengerjaan, dan
barang-barang yang sudah jadi namun belum dijual atau terjual.
Pembentukan modal tetap bruto adalah pengeluaran pemerintah
untuk pengadaan barang modal dikurangi penjualan barangbarang modal bekas.
Neraca Modal Pemerintah Pusat
Pengeluaran
Penerimaan
Perubahan stok
Tabungan bruto
Pembentukan modal tetap Penyusutan barang
bruto
modal
Pembelian tanah
Transfer modal
Pembelian barang modal Pinjaman bruto

Transfer modal

-

Dalam publikasi BPS yan terbit sementara ini, nilai untuk
pembelian tanah dan pembelian barang modal adi indrawi
tergabung dalam ayat pembentukan modal tetap bruto. Transfer
modal yang dicatat dalam neraca modal adalah transfer modal
yang oleh ihak penerima/ mengurangi penerimaan lancarnya.
Transfer modal berlangsung antar tingkatan pemerintahan,
antara pemerintah dengan pihak swasta dalam negeri. Serta
antara pemerintah dengan pihak lur negeri.
Sesungguhnya transaksi keuangan pemerintahan pusat
terdiri atas dua kelompok dasar, yaitu transaksi anggaran
(budgetary) dan transaksi bukan anggaran (nonbudgetary).
Transaksi anggaran maksudnya transaksi penerimaan dan
pengeluaran pemerintah yang terencana dan dibukukan di dalam
APBN. Transaksi-transaksi itu ditatausahakan melalui rekeningrekening Direktorat Jendral Anggaran. Adapun transaksi non
anggaran maksudnya transaksi yang dilakukan oleh pemerintah
pusat yang tidak tercatat dalam penerimaan dan pengeluaran
APBN.
D. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Peningkatan Pengeluaran
Pemerintah.
ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran
pemerintah meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Sadono
Sukirno (1984), besarnya pengeluaran pemerintah tergantung
kepada faktor-faktor yang bersifat ekonomi maupun yang
bersifat sosial dan politik.
a. Faktor yang bersifat ekonomi, adalah berhubungan dengan
tujuan dalam pencapaian penggunaan tenaga penuh tanpa
menimbulkan inflasi sehingga pertumbuhan dan
perkembangan perekonomian secara keseluruhan dapat
berjalan dengan pesat. Masalah ini harus diselesaikan
dalam waktu yang cepat dan mendesak. Apabila dana yang
ada tidak mencukupi maka salah satu cara adalah dengan
melakukan pinjaman-pinjaman dari masyarakat, badan-

badan keuangan dari dalam maupun luar negeri ataupun
dengan mencetak uang baru.
b. Faktor yang bersifat sosial dan politik, merupakan faktor
yang menyedot anggaran pengeluaran pemerintah yang
terbesar, seperti memperkuat pertahanan dan keamanan,
bantuan-bantuan sosial, bantuan musibah bencana alam,
menjaga kestabilan politik dan lain-lainnya.
Sedangkan menurut Brownlee et.al (1960), menyebutkan bahwa
faktor yang menyebabkan kenaikan dalam pengeluaran
pemerintah itu ada 4 (empat) alasan yaitu:
a. Suatu kenaikan didalam “general level of price”, disini
dimaksudkan kalau tidak terjadi perubahan dari jumlah
barang-barang serta jasa-jasa dan kalau transfer payment
yang dilakukan pemerintah diduga akan menyebabkan
kenaikan harga pada umumnya.
b. Kenaikan pertambahan penduduk dan pembukaan daerahdaerah baru. Hal ini menyangkut dengan bertambahnya
permintaan jasa-jasa pemerintah, bertambahnya
permintaan pendidikan, berkembangnya jalan-jalan raya,
jembatan-jembatan, fasilitas kesehatan dan lain-lain.
c. Kenaikan permintaan untuk jasa-jasa pemerintah misalnya
meningkatnya urbanisasi, meningkatnya permintaan air
minum, listrik, balai-balai pengobatan, merupakan juga
penyebab membengkaknya anggaran pengeluaran
pemerintah.
d. Peperangan dan keamanan, ini adalah faktor yang sangat
penting dalam melindungi masyarakat dan negara terhadap
serangan-serangan baik yang datangnya dari dalam
maupun dari luar. Biaya-biaya yang dikeluarkan
pemerintah untuk membeli peralatan barang, pembayaran
untuk para veteran, membayar hutang-hutang perang,
biaya pengobatan, dll adalah bagian terbesar dari
pengeluaran anggaran ini.

E. Dampak dari Pengeluaran Pemerintah dalam Perekonomian
Pada negara-negara yang sedang berkembang kegiatankegiatan pemerintah memang sangat diperlukan dalam
mengalokasikan resources terutama, pendistribusian pendapatan,
melakukan transfer dari pemerintah pada masyarakat dan dari
masyarakat pada pemerintah. Agar dapat terlaksananya kegiatan
ini kadang-kadang dari masyarakat diharapkan kerelaannya
menyerahkan resourses yang mereka miliki.
Hyman (1987) mengatakan bahwa kegiatan pengeluaran
pemerintah itu akan membawa pengaruh yang penting dalam
kegiatan perekonomian dan juga berakibat pada bidang politik,
yaitu:
a. Terjadinya keseimbangan politik
Pengeluaran pemerintah mengakibatkan terjadinya
keseimbangan diantara barang-barang dengan jasa-jasa
pemerintah serta tergantung juga kepada kebijaksanaan
dalam penetapan pajak dari barang dan jasa-jasa itu.
Kebijaksanaan sistem perpajakan yang terlalu sangat
mempengaruhi masyarakat terutama pada masa pemilihan
umum.
b. Terjadinya keseimbangan pasar pada umumnya dan
adanya efisiensi dan resources yang dipakai masyarakat.
Setiap pengeluaran pemerintah akan mempengaruhi harga
barang-barang dan jasa-jasa yang berlaku di pasar bebas
sehingga akan mempengaruhi tingkat efisiensi di dalam
pengelolaan sumber-sumber yang digunakan masyarakat.
c. Pendistribusian pendapatan
Pendistribusian yang dilakukan pemerintah bukanlah
berarti diperoleh dengan cara mengambil pendapatan
seseorang kemudian membagikannya pada orang lain.
Jika hal ini terjadi maka daya beli orang tersebut menjadi
berkurang sehingga mempengaruhi permintaan dan akan
mempengaruhi pula harga pasar. Dalam kenyataannya

pemerintah menggunakan kebijaksanaan pengeluaranpengeluaran sedimikian rupa dalam mempengaruhi barang
dan jasa, tidak mengurangi penghasilan masyarakat serta
terjadinya pendistribusian pendapatan yang lebih merata.
F. Pengertian ekspor dan impor
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam
proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah
tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam
negeri untuk memasukannya ke negara lain. Ekspor barang
secara besar umumnya membutuhkan campur tangan dari bea
cukai di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah
bagian penting dari perdagangan internasional.
Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas
dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam
proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan
memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam
negeri. Impor barang secara besar umumnya membutuhkan
campur tangan dari bea cukai di negara pengirim maupun
penerima. Impor adalah bagian penting dari perdagangan
internasional.
Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan
sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam
memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya
strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi
impor ke industri promosi ekspor. Konsumen dalam negeri
membeli barang impor atau konsumen luar negeri membeli
barang domestik, menjadi sesuatu yang sangat lazim. Persaingan
sangat tajam antarberbagai produk. Selain harga, kualitas atau
mutu barang menjadi faktor penentu daya saing suatu produk.
G. Faktor-faktor penyebab naik turunnya ekspor impor bagi
perekonomian di Indonesia.

Penyebab krisis ekonomi menurut identifikasi para pakar,
adalah sebagai berikut:
1) Fenomena productivity gap (kesenjangan produktifitas)
yang erat berkaitan dengan lemahnya alokasi aset
ataupun faktor-faktor produksi.
2) Fenomena diequilibrium trap (jebakan ketidak
seimbangan) yang berkaitan dengan
ketidakseimbanagan struktur antar sektor produksi.
3) Fenomena loan addiction ( ketergantungan pada hutang
luar negeri) yang berhubungan dengan perilaku para
pelaku bisnis yang cenderung memobilisasi dana dalam
bentuk mata uang asing (foreign currency).[5]
Dampak krisis ekonomi bagi Indonesia:
Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak
seperti Thailand, Indonesia memiliki inflasi yang rendah,
perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata
uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank
yang baik.
Tapi banyak perusahaan Indonesia banyak meminjam
dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat terhadap
dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut,
level efektifitas hutang dan biaya finansial telah berkurang pada
saat harga mata uang lokal meningkat.
Pada Juli, Thailand megabangkan baht, Otoritas Moneter
Indonesia melebarkan jalur perdagangan dari 8% ke 12%.
Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14 Agustus 1997,
pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating
bebas. Rupiah jatuh lebih dalam. IMF datang dengan paket
bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam lagi
karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah,
permintaan dolar yang kuat. Rupiah dan Bursa Saham Jakarta
menyentuh titik terendah pada bulan Septemer. Moody’s
menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi junk
bond.

Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus,
krisis ini menguat pada November ketika efek dari devaluasi di
musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang
meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih
besar yang disebabkan oleh penurunan rupiah, dan banyak yang
bereaksi dengan membeli dolar, yaitu dengan cara menjual
rupiah, dan menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.
Masalah pasar Asean-China dalam kerangka Asean China
Free Trade Agreement (ACFTA) juga menjadi problem yang
cukup kompleks. Karena produk hilir Indonesia tidak mampu
bersaing hadapi produk asal China. Sedangkan andalan
Indonesia di pasar bebas Asean-China tersebut lebih pada
komoditas primer seperti minyak sawit mentah (crude palm
oil/CPO), karet, dan batu bara. Dengan demikian pasar domestik
akan kebanjiran barang China dan komoditas dari negara Asean
lainnya. Implementasi ACFTA bisa menjadi bumerang jika
banjirnya consumer goods semakin tak tertahankan.
Faktor pendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional, di antaranya sebagai berikut:
 Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
 Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan
pendapatan negara.
 Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya
ekonomi.
 Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu
pasar baru untuk menjual produk tersebut.
 Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam,
iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang
menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya
keterbatasan produksi.
 Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.
 Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan
dukungan dari negara lain.

 Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun
di dunia dapat hidup sendiri.
H. Kebijakan yang diupayakan pemerintah untuk meningkatkan
ekspor impor di Indonesia.
Beberapa ekonom menyebutkan bahwa Indonesia
mengalami perbaikan ekonomi. Pasar internasional juga sedang
menunjukkan pemulihan dengan kemampuan pasar yang
berpotensi menyerap pasokan produk industri nasional.
Jadi ada peluang meningkatkan kinerja ekspor bila
Indonesia bisa mengoptimalkan kapasitas produksi dalam negeri
karena pulihnya pasar global. Tentu merumuskan kebijakan
ekspor yang menjamah permasalahan semua lini bisnis dalam
perdagangan internasional menjadi penting. Prestasi
mengangkat kembali nilai ekspor tergantung dari kebijaksanaan
ekonomi yang ditempuh baik yang berada dalam lini bisnis vital
maupun pendukung. Baik yang kualitatif maupun yang
kuantitatif.
Kebijakan-Kebijakan perdagangan Internasional yang
telah diupayakan oleh pemerintah, diantaranya:
1) Tarif
Tarif adalah sejenis pajak yang dikenakan atas barangbarang yang diimpor. Tarif spesifik (Specific Tariffs)
dikenakan sebagai beban tetap atas unit barang yang diimpor.
Misalnya $6 untuk setiap barel minyak). Tarifold Valorem (od
Valorem Tariffs) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan
persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor
(misalnya, tarif 25 % atas mobil yang diimpor). Dalam kedua
kasus dampak tarif akan meningkatkan biaya pengiriman
barang ke suatu negara.

2) Subsidi ekspor

Subsidi ekspor adalah pembayaran sejumlah tertentu
kepada perusahaan atau perseorangan yang menjual barang
ke luar negeri, seperti tarif, subsidi ekspor dapat berbentuk
spesifik (nilai tertentu per unit barang) atau Od Valorem
(presentase dari nilai yang diekspor). Jika pemerintah
memberikan subsidi ekspor, pengirim akan mengekspor,
pengirim akan mengekspor barang sampai batas dimana
selisih harga domestic dan harga luar negeri sama dengan
nilai subsidi. Dampak dari subsidi ekspor adalah
meningkatkan harga dinegara pengekspor sedangkan di
negara pengimpor harganya turun.
3) Pembatasan impor
Pembatasan impor (Import Quota) merupakan pembatasan
langsung atas jumlah barang yang boleh diimpor. Pembatasan
ini biasanya diberlakukan dengan memberikan lisensi kepada
beberapa kelompok individu atau perusahaan. Misalnya,
Amerika Serikat membatasi impor keju. Hanya perusahaanperusahaan dagang tertentu yang diizinkan mengimpor keju,
masing-masing yang diberikan jatah untuk mengimpor
sejumlah tertentu setiap tahun, tak boleh melebihi jumlah
maksimal yang telah ditetapkan. Besarnya kuota untuk setiap
perusahaan didasarkan pada jumlah keju yang diimpor tahuntahun sebelumnya.
4) Pengekangan ekspor sukarela
Bentuk lain dari pembatasan impor adalah pengekangan
sukarela (Voluntary Export Restraint), yang juga dikenal
dengan kesepakatan pengendalian sukarela (Voluntary
Restraint Agreement = ERA).
VER adalah suatu pembatasan kuota atas perdagangan yang
dikenakan oleh pihak negara pengekspor dan bukan
pengimpor. Contoh yang paling dikenal adalah pembatasan
atas ekspor mobil ke Amerika Serikat yang dilaksanakan oleh
Jepang sejak 1981.
VER pada umumnya dilaksanakan atas permintaan negara
pengimpor dan disepakati oleh negara pengekspor untuk

mencegah pembatasan-pembatasan perdagangan lainnya.
VER mempunyai keuntungan-keuntungan politis dan legal
yang membuatnya menjadi perangkat kebijakan perdagangan
yang lebih disukai dalam beberapa tahun belakangan. Namun
dari sudut pandang ekonomi, pengendalian ekspor sukarela
persis sama dengan kuota impor dimana lisensi diberikan
kepada pemerintah asing dan karena itu sangat mahal bagi
negara pengimpor.
VER selalu lebih mahal bagi negara pengimpor
dibandingan dengan tarif yang membatasi impor dengan
jumlah yang sama. Bedanya apa yang menjadi pendapatan
pemerintah dalam tarif menjadi (rent) yang diperoleh pihak
asing dalam VER, sehingga VER nyata-nyata mengakibatkan
kerugian.
5) Persyaratan kandungan lokal.
Persyaratan kandungan local (local content requirement)
merupakan pengaturan yang mensyaratkan bahwa bagianbagian tertentu dari unit-unit fisik, seperti kuota impor
minyak AS ditahun 1960-an. Dalam kasus lain, persyaratan
ditetapkan dalam nilai, yang mensyaratkan paksa minimum
tertentu dalam harga barang berawal dari nilai tambah
domestik. Ketentuan kandungan lokal telah digunakan secara
luas oleh negara berkembang yang beriktiar mengalihkan
basis manufakturanya dari perakitan kepada pengolahan
bahan-bahan antara (intermediate goods). Di amerika serikat
rancangan undang-undang kandungan local untuk kendaraan
bermotor diajukan tahun 1982 tetapi hingga kini belum
diberlakukan.