3. naskah isi monograf priyo s 31 08 2017

BAB 1.
PENDAHULUAN
Sektor perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam
perekonomian

nasional,

oleh

karenanya

berbagai

upaya

meningkatkan produksi perikanan senantiasa dilakukan.

untuk
Produk

perikanan Indonesia sebagian besar berasal dari perikanan tangkap,

sedangkan produk perikanan budidaya memberikan kontribusi sebesar
22,37% dari total produksi perikanan nasional (Anonim, 2005). Produk
perikanan tangkap meningkat secara tajam dari 44 juta ton pada tahun
1973 menjadi 65 juta ton pada tahun 1997, akan tetapi setelah periode
tersebut produksi menjadi stagnan bahkan menurun (Sulaeman, 2005).
Dalam kondisi produksi perikanan tangkap yang stagnan, peranan
perikanan budidaya menjadi sangat penting. Produk perikanan budidaya
sebagian berasal dari budidaya ikan air tawar.

Di daerah Banyumas,

beberapa jenis ikan air tawar yang telah lama dibudidayakan dan
memiliki nilai ekonomi cukup penting sampai saat ini adalah Gurami,
Nilem, Lele, Tawes, ikan Mas, Nila, Mujahir (Susatyo dan Sugiharto,
2001; Susatyo dan Soeminto, 2002).
Daerah Aliran Sungai Serayu meliputi daerah aliran yang sangat
luas,

meliputi


kabupaten

Wonosobo,

Banjarnegara,

Purbalingga,

Banyumas dan Cilacap memiliki keanekaragaman jenis ikan yang hidup
di situ dan beberapa diantaranya dari Familia Cyprinidae dengan jumlah
1

spesies dan jumlah individu yang cukup banyak (Lestari dan Sugiharto,
2008; Setyanto dan Sulistyo, 2002). Tetapi beberapa spesies dari familia
lainnya berada pada kondisi kritis (jumlahnya semakin sedikit). Kondisi
ini harus segera disikapi dengan melakukan suatu kegiatan domestikasi
dari jenis ikan yang sudah mulai menurun populasinya tersebut.
Sebagai ilustrasi, telah dilaporkan hasil penelitian bahwa stok
ikan laut, sungai, danau dan perairan lainnya di dunia telah menurun
dengan cepat (Naylor et al., 2000). Penurunan stok ikan laut dan perairan

tawar ini diperkirakan sebagai akibat dari kegagalan pengelolaan
perikanan dalam beberapa dekade terakhir di hampir seluruh belahan
dunia, dan hal ini menyebabkan penangkapan ikan di laut dan perairan
lainnya tidak akan bertahan lebih lama lagi dan mungkin tidak ada lagi
yang tersisa untuk bisa dikelola (Pauly et al., 2002).
Kondisi perikanan Indonesia tidak jauh berbeda dengan kondisi
perikanan dunia secara umum. Sistem penentuan stok sumberdaya ikan
yang kurang akurat dan lemahnya penegakan hukum di laut, sungai,
danau dan perairan lainnya, juga kebiasaan penangkapan yang berbasis
kebiasaan hidup yang hanya mengandalkan dari sumber daya yang ada di
sekitarnya / kebiasaan hidup manja dari penduduk di sekitar aliran sungai
(seperti juga di aliran sungai Serayu Banyumas) telah menyebabkan
kegiatan penangkapan ikan mencapai overfishing di berbagai wilayah
perairan. Beratnya beban perairan Indonesia untuk menyediakan stok
ikan semakin diperparah dengan tingginya kejadian illegal fishing. Bila
2

kenyataanya stok ikan di Indonesia juga seperti halnya kondisi stok ikan
dunia, maka apa yang seharusnya kita lakukan untuk memulihkan kondisi
stok atau memenuhi kebutuhan kita? (Alimuddin dan Wiyono, 2005).

Jawabannya adalah diversifikasi jenis-jenis ikan

budidaya baru, dari

ikan-ikan liar / tangkapan di perairan tawar (misal sungai) yang dicoba
untuk didomestikasikan ke lingkungan baru (misal ke kolam alami).
Sebagai satu Kabupaten di kaki gunung Slamet,

Banyumas

memiliki area budidaya ikan air tawar (kolam-kolam budidaya) yang
cukup luas, dengan sumber air yang tidak pernah kurang sepanjang
tahunnya, terlebih-lebih dengan dilaluinya kabupaten ini oleh sungai
Serayu. Hal ini merupakan modal yang sangat bagus dalam budidaya
perikanan (Susatyo dan Soeminto, 2002).
Dari segi pertimbangan aspek diversifikasi produksi perikanan,
telah diketahui bahwa terdapat beberapa jenis ikan yang telah
dibudidayakan dan telah lama dikonsumsi oleh masyarakat Banyumas
dan perlu kiranya untuk diperkenalkan dengan jenis-jenis ikan baru
lainnya yang berasal dari sungai Serayu melalui kegiatan domestikasi

ikan tangkapan. Beberapa jenis ikan tangkapan yang berasal dari sungai
Serayu khususnya dan yang berasal dari beberapa cabang/anak sungai
Serayu pada umumnya telah lama juga dikenal dan dikonsumsi oleh
masyarakat Banyumas. Beberapa jenis ikan tangkapan sungai Serayu ini
di antaranya telah diteliti oleh beberapa peneliti baik di lingkungan

3

Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), universitas-universitas di luar
Unsoed maupun Dinas-Dinas terkait.
Beberapa peneliti telah meneliti aspek reproduksi, faktor kondisi
ikan, kebiasaan pakan, studi pakan alami dan lain-lain aspek dari
beberapa jenis ikan yakni Umiyati, 2005; Setijanto dan Sulistyo, 2002;
Rukayah et al., 2003 pada ikan Senggaringan (Mystus nigriceps);
selanjutnya Halamsyah, 2000;

dan Umiyati, 2005 pada ikan Lukas

(Puntius bramoides); Kartini, 2006; Suryanti, 2002; Tang et al., 2000;
Suhenda et al., 2002; Suhenda et al., 2004; Kartini, 2006 pada ikan

Baung (Mystus nemurus); Faizah, 2003; Harsini, 2005 pada ikan Brek
(Puntius orphoides); Satria, 1991 pada ikan beunteur (Puntius gnotatus).
Namun dari hasil penelitian tersebut, para peneliti yang telah melakukan
kegiatan-kegiatan penelitian dari beberapa aspek tersebut di atas hanya
dilakukan secara in-situ (hanya di lingkungan tempat hidup asli ikan-ikan
tersebut di sungai) dan aspek yang diteliti tidak terintegrasi atau masih
terpisah-pisah. Juga, tidak dilanjutkan sampai pada pengujian di kolam
budidaya percobaan (ex-situ) dengan mengamati beberapa aspek pasca
aklimasi dan adaptasi, misal dengan menguji atau mengelola kemampuan
adaptif ikan uji dan lingkungannya, sampai dengan menguji kemampuan
induk-induk ikan tersebut untuk dapat atau tidak, mudah atau sulitnya
melakukan pemijahan kembali dan menyelesaikan minimal satu siklus
reproduksinya secara alami di kondisi merekan yang habitat baru
tersebut.
4

Salah satu upaya untuk menangani kegiatan awal/pre domestikasi
beberapa jenis ikan tangkapan tersebut adalah dengan melakukan suatu
kegiatan penelitian guna mendapatkan pengetahuan dan teknik untuk
mempersiapkan ikan uji pada kondisi siap dibudidayakan di kolam

budidaya alami (ex-situ). Hal ini dapat dilakukan melalui pendekatan
beberapa kegiatan penelitian baik survei maupun eksperimental.
Pendekatan internal dapat dilakukan melalui pemahaman yang memadai
tentang aspek biologi reproduksi ikan dan beberapa aspek fisiologi
lainnya.
Produk perikanan budidaya sebagian berasal dari budidaya ikan
air tawar. Di Banyumas beberapa jenis ikan (nilem, gurame, lele, tawes,
ikan Mas, ikan Nila, Mujahir) telah lama dibudidayakan. Produk ikan
yang dipasarkan tidak hanya berupa ikan ukuran konsumsi sebagai
penghasil daging, tetapi juga ikan stadium benih dalam berbagai ukuran
bahkan telur hasil pemijahan yang masih berada di dalam sarang.
Disamping untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, ikan-ikan tersebut
telah mulai diarahkan untuk komoditi eksport baik dalam bentuk ikan
utuh maupun fillet (Khaeruman dan Amri, 2003).
Pada Aspek Ketahanan Pangan bukan hanya ketercukupan
produksi dari sektor budidaya perikanan yang diutamakan, tetapi dapat
juga dilakukan kegiatan pengupayaan diversifikasi jenis ikan budidaya
dari ikan-ikan tangkapan, misal dari suatu perairan sungai agar dapat

5


dilakukan pengkayaan dari jenis ikan budidaya yang sudah ada melalui
kegiatan domestikasi.
Keberhasilan kegiatan pre domestikasi ini harus didukung dengan
beberapa seri kegiatan pengujian terhadap beberapa aspek. Dalam rangka
pemanfaatan ikan tangkapan secara berkelanjutan diperlukan upaya
domestikasi dengan berpedoman pada data dasar biologi dan ekologinya,
seperti aspek reproduksi, fisiologi, perilaku/kebiasaan makan, pemijahan,
dan karakteristik substrat habitatnya di alam dan hubungan kekerabatan
filogenetiknya. Diharapkan melalui penelitian ini (baik pada skala
lapangan maupun laboratorium) dapat ditemukan model domestikasi
yang teruji dan aplikatif bagi masyarakat maupun pihak pengguna
lainnya. Saat ini sudah banyak pengusaha, praktisi, peneliti dan pemerhati
budidaya perikanan yang sangat tertarik dan menunggu perkembangan
informasi kegiatan domestikasi dari beberapa jenis ikan tangkapan dari
sungai Serayu yang makin langka bila dibiarkan penangkapannya terus
menerus. Namun, pada kenyataannya penelitian yang telah dilakukan
oleh para peneliti sebelumnya di sekitar Banyumas tersebut baru sampai
pada tahap awal saja, belum terintegrasi.
Keberhasilan kegiatan domestikasi ikan tangkapan memerlukan

pemahaman yang memadai khususnya tentang biologi reproduksi ikan
uji, baik mengenai aspek anatomi-histologi dari proses gametogenesis,
regulasi hormonal maupun strategi reproduksinya.
(2008),

Menurut Kime

analogi menggunakan informasi dari jenis ikan lain untuk
6

menduga aspek reproduksi ikan uji tersebut tidak akan dapat memperoleh
informasi yang valid, apalagi untuk mengetahui mampu tidaknya jenis
ikan uji tersebut menyelesaikan siklus reproduksinya di alam,

tidak

sepenuhnya dapat dilakukan mengingat tingginya plastisitas reproduksi
pada masing-masing jenis ikan.

Jadi, harus dilakukan penelitian secara


langsung pada ikan uji tersebut untuk memperoleh informasi semua aspek
yang mendukung syarat-syarat berhasilnya kegiatan domestikasi.

7

BAB 2.
PERMASALAHAN DALAM PENANGANAN
AWAL KEGIATAN DOMESTIKASI IKAN LIAR
SUNGAI KE KOLAM ALAMI

Dalam rangka penanganan dan pemanfaatan ikan-ikan tangkapan
secara berkelanjutan diperlukan upaya domestikasi dengan terlebih
dahulu melakukan kegiatan pre domestikasi yang berpedoman pada
penggalian informasi atau data dasar mengenai biologi dan ekologinya,
seperti aspek reproduksi, fisiologi, perilaku/kebiasaan makan, pemijahan,
dan karakteristik habitatnya di alam. Penyesuaian pada kondisi tempat
hidup baru bagi ikan tangkapan yang akan dibudidaya akan banyak
mengalami kendala dan membutuhkan waktu yang cukup panjang. Di
habitat aslinya, ikan-ikan sungai terutama yang berlimpah jumlahnya,

maka keanekaragaman dan kelimpahan ikan ditentukan oleh karakteristik
habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai sangat dipengaruhi oleh
kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan oleh
perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di
sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan
hewan-hewan penghuni sungai lainnya (Ross, 1997).
Sangatlah berbeda karakter kolam budidaya bila dibandingkan
dengan kondisi perairan sungai sebagai tempai hidup asal ikan-ikan
8

tersebut. Area yang lebih luas seperti sungai, memiliki variasi habitat
yang lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit seperti pada
kolam budidaya (Wooton 1991). Sehingga semakin panjang dan lebar
ukuran

sungai

semakin

banyak pula jumlah

jenis ikan yang

menempatinya (Kottelat et al., 1996).
Terkait dengan telah berasosiasinya ikan-ikan sungai dengan
hewan-hewan penghuni sungai lain sebelumnya, maka upaya budidaya
yang diawali dengan kegiatan pre domestikasi tentunya akan dimulai
dari kegiatan aklimasi ikan tangkapan tersebut ke dalam kolam budidaya
dengan

teknik pemeliharaan monokultur dan mengupayakan untuk

meminimalisir beberapa kendala yang mungkin terjadi misalnya
memodifikasi aliran sungai yang deras dan lancar dengan membiarkan air
dari sumber masuk kolam dan selanjutnya keluar kolam, tanpa
menyebabkan ikan dalam kolam terlepas keluar kolam (pada ujung
saluran pelepasan air kolam diberi penutup berfilter) juga penyesuaian
atau adaptasi bagi ikan uji terhadap kondisi substrat yang kurang sesuai
dalam memenuhi ketercukupan bahan pakannya dan lain-lainnya.
Berdasarkan beberapa hal yang dikemukakan sebelumnya, maka
pada kegiatan awal domestikasi harus dilakukan serangkaian kegiatan
yang pada dasarnya akan mengintegrasikan beberapa aspek yang
diperlukan bagi penggalian informasi dasar bagi upaya domestikasi ikanikan tangkapan dari Sungai Serayu. Tahap awal, dilakukan penggalian

9

informasi mengenai status reproduksi (profil

gametogenesis

/perkembangan
organ kelamin) dan profil hormonal periodikal di alam, aspek ekologis
dan fisiologis (karakteristik substrat habitat baru, kebiasaan pakan), dan
melalui kegiatan survei yang dilakukan selama minimal sepuluh bulan
periode penelitian domestikasi awal. Kegiatan berikutnya (insyaAllah
akan dibahas pada buku monograf berikutnya) adalah induksi hormon
pertumbuhan tertentu dengan cara perendaman terhadap proses regulasi
beberapa stadium yakni antara lain waktu capaian masing-masing
tahapan embriogenesis dan organogenis, laju penyerapan kuning
telur/cadangan

makanan

larva,

derajat

penetasan

telur,

sintasan/kelangsungan hidup larva pasca menetas, diferensiasi calon alat
kelamin/gonad, dan sintesis semua struktur penunjang aspek kesiapan
reproduksi ikan uji; juga akan dilakukan artificial fertilization dari sel
gamet kedua induk ikan (sebagai anakan turunan pertama/F1) dalam
upaya

meyakinkan

kemampuan

/

keberlanjutan

ikan-ikan

uji

menyelesaikan satu rantai / siklus reproduksinya sebagai salah satu syarat
penentuan keberhasilan kegiatan domestikasi.
Pada kegiatan yang dilakukan di atas ini, dari beberapa
pertimbangan, hasil penelusuran pustaka dan laporan penelitian yang
telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, bahwa di beberapa ruas
stasiun pengamatan sepanjang sungai Serayu dari hulu (Wonosobo)
sampai middle dan hilir (Banyumas tenggara sampai barat daya) maka
10

ikan-ikan dari Familia Cyprinidae adalah yang cukup melimpah baik
jenis (spesies) maupun jumlah individunya (Lestari dan Sugiharto, 2008;
Harsini, 2005; Halamsyah, 2000; Sinaga, 1995). Beberapa jenis ikan
tangkapan dari sungai Serayu dari familia Cyprinidae inilah yang akan
diupayakan untuk didomestikasi, mengingat beberapa jenis ikan dari
famili ini telah dibudidayakan, dikenal dan dikonsumsi oleh masyarakat
Banyumas.
Lestari dan Sugiharto (2008) melaporkan bahwa terdapat 7
spesies ikan dari familia Cyprinidae yang berhasi tertangkap dari
sepanjang hulu sampai dengan bagian middle DAS Serayu, yakni
Osteochilus hasselti C.V. (ikan Nilem); O. Microcephalus; O.
Kahajenensis; Puntius javanicus (ikan Tawes); P. orphoides (ikan Brek);
Rasbora argyrotaenia; R. Lateristriata. Sedangkan menurut

Harsini

(2005), di sepanjang DAS Serayu area wilayah Banyumas (middle)
berhasil tertangkap 9 spesies dari familia Cyprinidae, yakni

Puntius

javanicus (ikan Tawes); P. Bramoideus (ikan Lukas); P. Gnotatus (ikan
Beunteur); Osteochilus hasselti C.V. (ikan Nilem); O. Microcephalus; O.
Kahajenensis; Rasbora argyrotaenia; R. Lateristriata.
Meskipun penentuan dua jenis/spesies ikan uji (Brek dan Lukas)
bukan hanya berdasarkan tinjauan konservasi terhadap spesies ikan
sungai Serayu yang makin langka, tetapi penentuan materi ikan uji ini
lebih ditekankan pada pertimbangan untuk menyediakan dan diversifikasi
ikan konsumsi jenis baru yang berasal dari ikan tangkapan sungai Serayu
11

melalui proses domestikasi bagi masyarakat konsumen dengan beberapa
syarat diterimanya produk domestikasi tersebut oleh konsumen. Syaratsyarat tersebut antara lain ukuran konsumsi dan struktur tubuh yang ideal
(tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar), tekstur dan rasa daging yang
ideal, dan nantinya diikuti dengan harga yang relatif tidak mahal dan lainlain; serta bagi para petani pemelihara diharapkan nantinya ikan produk
domestikasi ini mudah memijah (setahun lebih dari satu kali, misal),
produk anakan dengan jumlah dan kualitas yang bagus, pakan yang
banyak tersedia di alam, tingkat kesehatan dan ketahanan tubuh ikan-ikan
uji tersebut yang tinggi (melalui uji tantang menggunakan bakteri patogen
dan beberapa zat toksik, yang memimik kondisi perairan yang tercemar
limbah dan polutan) dan lain-lain. Adapun penentuan spesies ikan yang
dimaksud baru dapat dilakukan setelah diperoleh data dan informasi
nantinya dari kegiatan penangkapan di lapangan.
Domestikasi adalah proses penjinakan (hewan atau tumbuhan).
Proses Domestikasi juga biasa digunakan pada berbagai bidang misalnya,
dalam bidang perikanan, peternakan maupun bidang pertanian. Selama
ini pemahaman domestikasi biasanya dimanfaatkan untuk keperluan
kebutuhan manusia. Proses belajar beternak pun berawal dari proses
domestikasi yaitu

hewan dari kehidupan yang liar dijinakan untuk

difungsikan sebagai salah satu pelengkap kebutuhan hidupan manusia
contohnya, sapi dijinakan karena berguna dalam berbagai hal seperti

12

dagingnya untuk dikonsumsi, tenaganya digunakan untuk menggarap
sawah.
Menurut Zairin (2003), ada beberapa tingkatan yang dapat
dicapai manusia dalam upaya penjinakan hewan ke dalam suatu sistem
budidaya.

Tingkatan dimaksud, sebagaimana berlangsung pada ikan,

adalah sebagai berikut.
1. Domestikasi sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidup ikan sudah
dapat berlangsung dalam sistem budidaya. Ikan asli Indonesia yang
demikian dicontohkan oleh gurami (Osphroneus gouramy), tawes
(Puntius javanicus), kerapu, bandeng, dan kakap putih.
2. Domestikasi hampir sempurna, yaitu apabila seluruh daur hidupnya
dapat berlangsung dalam sistem budidaya, tapi keberhasilannya
masih rendah.

Ikan asli Indonesia yang terjinakkan sedemikian

dicontohkan oleh betutu, balashark, dan arowana.
3. Domestikasi belum sempurna, yaitu apabila baru sebagian daur
hidupnya dapat berlangsung dalam sistem budidaya.

Contohnya

antara lain : ikan Napoleon (Cheilinus undulatus), dan tuna.
Tingkatan kesempurnaan domestikasi hewan umumnya, sangat
ditentukan oleh pemahaman tentang keseluruhan aspek biologi dan
ekologi hewan tersebut. Perilaku satwa liar di habitat alaminya, daur
hidup dan dinamika pertumbuhannya merupakan aspek biologi yang
antara lain menunjang keberhasilan domestikasi.

13

Permasalahan pada kegiatan awal domestikasi/pre domestikasi
adalah :
1. Apakah dua jenis ikan (Brek dan Lukas) hasil tangkapan dari sungai
Serayu yang di pre domestikasikan mampu beradaptasi dengan
lingkungan barunya/kolam budidaya alami;
2. bagaimana profil hormonal periodikal yakni estrogen (estradiol-17β),
progesteron, testosteron, FSH dari induk ikan jantan dan betina
selama satu siklus reproduksi pada kegiatan domestikasi;
3. bagaimana gambaran histologis perkembangan testis dan ovarium
(gonadogenesis) ikan tersebut selama satu siklus reproduksi yang
dievaluasi dengan mengukur IKG dan mengamati perkembangan
oosit/telur serta spermatozoa selama periode domestikasi;
4. bagaimana karakter beberapa parameter ekologis dan fisiologis
(kebiasaan makan);
5. mampukah kedua jenis ikan ini melakukan natural spawning
(pemijahan alami di kolam budidaya) maupun artificial spawning
(pemijahan buatan) dibantu dengan metode induksi gonadotrophin
analogue.
Dengan bahasa yang sederhana, permasalahan yang selalu
mengikuti kegiatan domestikasi hewan liar (dalam kajian ini jenis-jenis
ikan liar dari sungai) adalah : 1. Apakah ikan liar dari sungai tersebut
mampu untuk beradaptasi dengan faktor-faktor pendukung lingkungan
barunya (kolam alami). Mampu mengkonsumsi pakan alami yang
14

tersedia di kolam; mampu tumbuh (bertambah bobot dan panjang); 2.
Apakah jenis ikan liar yang di domestikasi tersebut mampu
melangsungan proses perkembangannya / aspek reproduksinya yakni :
regulasi hormonal penunjang reproduksi, menyiapkan kematangan organ
kelaminnya, memproduksi telur dan sperma yang matang; 3. Apakah
setelah mampu menyiapkan aspek reproduksi induk jantan dan betinanya
mampu melangsungkan perkawinan; 4. Bagaimana apabila setelah proses
perkawinan yang terjadi, telur yang telah terbuahi sperma mampu
menetas menghasilkan anakan/larva yang mampu tumbuh dan menjadi
dewasa sehat secara pertumbuhan dan reproduksi serta mampu
melaksanakan satu set tahapan reproduksi seperti tetuanya; 5. Apakah
setelah mampu melangsungkan proses perkawinan dan menghasilkan
anakan, induk jantan dan betina (beberapa waktu kemudian) mampu
menyiapkan fase reproduksi dan melakukan perkawinannya kembali.
Sehingga, baik induk maupun anakannya secara kontinyu dalam beberapa
periode ke depan mampu menjaga stabilitasnya pada aspek pertumbuhan
dan reproduksinya pada tempat hidup barunya

15

BAB 3
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Kerangka pemecahan masalah merupakan serangkaian prosedur
dan langkah-langkah
mendapatkan

dalam

penelitian

yang

bertujuan

untuk

tahapan yang terstruktur secara sistematis, sehingga

penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.
Output yang diharapkan dari penelitian, meliputi kemampuan
adaptif induk jantan dan betina ikan uji, kemampuan pertumbuhan dan
kemampuan mengkonsumsi pakan alami kolam, kesiapan regulasi
hormonal, kesiapan pematangan organ kelamin/gonad dan gamet
(gonadogenesis

dan

gametogenesis),

kemampuan

melakukan

perkawinan/mijah. Target terakhir masih harus digabungkan dengan hasil
pengujian beberapa parameter lainnya (yang akan dikaji pada buku
monograf selanjutnya) yakni produksi jenis ikan yang benar-benar sudah
domesticated, adaptif pada lingkungan barunya sebagai produk jenis ikan
budidaya baru yang siap dikenalkan ke konsumen.
Penelitian terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap persiapan,
pengumpulan data, dan pengolahan data. Tahap persiapan penulis
melakukan survei dan mencari informasi yang berkaitan dengan
penelitian. Dari hasil survei tersebut, penulis mengidentifikasikan dan
merumuskan permasalahan yang ada dan terjadi di lapangan. Kemudian
16

menentukan tujuan dari penelitian agar penelitian dapat fokus pada
permasalahan yang ada dilapangan. Selanjutnya dilakukan serangkaian
kegiatan untuk menguji, mengamati dan mengukur beberapa parameter
yang dibutuhkan yakni kemampuan adaptif induk jantan dan betina ikan
uji, kemampuan pertumbuhan dan kemampuan mengkonsumsi pakan
alami kolam, kesiapan regulasi hormonal, kesiapan pematangan organ
kelamin/gonad

dan

gamet

(gonadogenesis

dan

gametogenesis),

kemampuan melakukan perkawinan/memijah.
Adapun

parameter-parameter

pengujian

pada

kegiatan

domestikasi ini adalah :
1.

Uji kebiasaan pakan Ikan (Index of Electivity dan Index of
Preponderance)

2.

Jumlah dan Proporsi Oosit

3.

Pengamatan Kelangsungan Hidup Induk

4.

Histologi Oogenesis dan Spermatogenesis

5.

Analisis Titer hormon : testosteron, progesteron, estradiol dan FSH

6.

Pengamatan Kemampuan Mijah/kawin induk jantan dan betina
Adapun langkah-langkah dalam pemecahan masalah, pada

Gambar berikut :

17

Gambar 3.1. Flow chart Kerangka Pemecahan Masalah
IKAN LIAR ASAL SUNGAI-

DOMESTIKASI

UJI
AKLIMASIKEMAMPU
AN ADAPTASI DI
HABITAT BARU (ex situ)

1.

Pengamatan
karakteristik
substrat habitat
baru

2.

Uji
Kelangsungan
hidup
Uji Mortalitas

3.
4.

Analisis isi
lambung
Uji kesukaan
pakan

(in situ)

UJI FISIOLOGIS
DAN EKOLOGIS

UJI REPRODUKSI &
KEMAMPUAN KAWIN /
MIJAH & NASIB ANAKAN

Pengamatan
Gonadogenesis

1. karakteristik
substrat
habitat baru

2. kebutuhan
pakan harian

Testis &
Ovarium

3. laju
pertumbuhan

4. dan
kebiasaan
pakan

Serum Darah
Ikan Uji

Metode
Parafin
1. Testosteron
Pewarnaan
HaematoxylinEosin
Oogenesis &
Spermato
genesis

1.Apakah ikan liar dari sungai tersebut

Analsis Titer
Hormon
Reproduksi
Periodikal

2. 1,7 β
estradiol
3. Progesteron
4. FSH

mampu untuk beradaptasi dengan faktor-faktor

pendukung lingkungan barunya (kolam alami). Mampu mengkonsumsi pakan alami yang tersedia
di kolam; mampu tumbuh (bertambah bobot dan panjang); 2. Apakah jenis ikan liar yang akan di
domestikasi tersebut mampu melangsungan proses perkembangannya / aspek reproduksinya
yakni : regulasi hormonal penunjang reproduksi, menyiapkan kematangan organ kelaminnya,
memproduksi telur dan sperma yang matang; 3. Apakah setelah mampu menyiapkan aspek
reproduksi induk jantan dan betinanya mampu melangsungkan perkawinan/pemijahan.
4. Bagaimana apabila setelah proses perkawinan yang terjadi, telur yang telah terbuahi sperma
mampu menghasilkan anakan/larva yang mampu tumbuh dan menjadi dewasa sehat secara
pertumbuhan dan reproduksi serta mampu melaksanakan satu set tahapan reproduksi seperti
tetuanya; 5. Apakah setelah mampu melangsungkan proses perkawinan dan menghasilkan anakan,
induk jantan dan betina (beberapa waktu kemudian) mampu menyiapkan fase reproduksi dan
melakukan perkawinannya kembali. Sehingga, baik induk maupun anakannya secara kontinyu

18

dalam beberapa periode mampu menjaga stabilitasnya pada aspek pertumbuhan dan reproduksi
pada tempat hidup barunya.

The New Domesticated Fish (ikan yang telah tedomestikasi

Adapun dari semua permasalahan yang telah dituangkan pada
penjelasan sebelumnya, maka kegiatan domestikasi ikan liar sungai
Serayu Banyumas ke kolam alami memiliki beberapa tujuan. Kegiatan
awal pre domestikasi dilakukan dengan beberapa sub kegiatan dengan
tujuan untuk : (1) mengaklimasi atau mengadaptasikan jenis ikan hasil
tangkapan dari sungai ke dalam

kolam percobaan yang memenuhi

beberapa syarat budidaya.; (2) mengetahui profil hormonal periodikal
yakni estrogen (estradiol-17β), progesteron, testosteron, FSH baik pada
induk ikan jantan dan betina selama satu siklus reproduksi. Berdasarkan
profil hormonal tersebut dapat ditentukan pola interaksi hormonal selama
gametogenesis dan ovulasinya; (3) mengetahui gambaran histologis
perkembangan gonad jantan dan betina (testis dan ovarium) ikan uji
selama satu siklus reproduksi yang dievaluasi dengan mengukur IKG dan
mengamati perkembangan oosit serta spermatozoa. Histologi testis dan
profil hormonal ikan jantan diamati untuk melihat hubungan keduanya
dengan proses spermatogenesis. Histologi ovarium dan profil hormonal
betina diamati untuk mempelajari hubungan keduanya dengan proses
oogenesis dan ovulasi; (4) mengetahui beberapa aspek ekologis dan
fisiologis (karakteristik substrat habitat baru, kebiasaan pakan, kebutuhan
pakan harian, pertumbuhan); (5) kemampuan melaksanakan natural
spawning (perkawinan / pemijahan alami di kolam budidaya) maupun
pemijahan dibantu dengan metode induksi gonadotrophin analogue.

19

Di akhir periode

kegiatan ini akan dilakukan artificial

fertilization (pembuahan buatan) terhadap masing-masing produk
ovum/telur dan spermatozoa dari kedua induk siap mijah/kawin pasca
induksi/pemicuan

gonadotropin

analog

Ovaprim.

Kesiapan

dan

keberhasilan memijah dari induk ikan jantan dan betina asal sungai
tersebut pada kondisi baru, yakni di kolam alami merupakan satu tahap
keberhasilan

kegiatan

pre

domestikasi.

Anakan

hasil

perkawinan/pemijahan alami maupun hasil artificial fertilization dari
induk jantan dan betina matang kelamin pasca induksi hormonal
diharapkan dapat memberikan informasi penunjang yang sangat penting
tentang aspek reproduksi pembenihan dari masing-masing jenis ikan uji
tersebut.
Hasil kegiatan awal/pre domestikasi ini akhirnya akan digunakan
untuk menseleksi jenis-jenis ikan tersebut yang diharapkan dapat diterima
sebagai jenis ikan baru yang mungkin dapat

dibudidayakan sesuai

dengan beberapa persyaratan tertentu (masa reproduksi pendek sampai
sedang dan dapat/mudah dipijahkan kembali baik secara alami maupun
artificial

skala

laboratorium,

dapat

hidup/menyesuaikan

dengan

karakteristik kolam pemeliharaan yang sudah ada atau dengan sedikit
modifikasi,

mampu

melaksanan

fisiologi

pertumbuhan

dan

perkembangannya dengan baik, dan lain-lain). Tegasnya, suksesnya
proses domestikasi awal/pre domestikasi, dapat dilihat pada kemampuan
ikan sungai tersebut untuk beradaptasi dengan lingkungan ex situ
20

(lingkungan baru, misal di kolam budidaya), mampu menyesuaikan dan
mengkonsumsi pakan alami maupun pakan tambahan yang berasal dari
lingkungan baru, mampu melaksanakan penyiapan materi reproduksi
(sampai

pematangan

organ

seks

nya)

dan

melakukan

perkawinan/pemijahan di lingkungan baru serta menghasilkan anakan
dengan syarat tertentu (antara lain survival rate/ kelangsungan hidup
cukup tinggi, mortalitas/angka kematian rendah, laju pertumbuhan cukup
baik dan lain-lain). Pada kegiatan yang lebih lanjut (akan ditulis dan
dibahas pada buku monograf berikutnya) yakni studi survei dan
eksperimental terhadap anakan tersebut hingga mencapai fase dewasanya
dengan beberapa parameter reproduksi lainnya dalam menyelesaikan satu
siklus reproduksinya kembali.
Dua spesies ikan sungai yang digunakan sebagai model kegiatan
domestikasi berasal dari sungai Serayu, Banyumas, Jawa Tengah yakni
ikan Brek (Puntius orphoides) dan ikan Lukas (Puntius bramoides).
Merupakan spesies indigenous daerah Banyumas.

21

BAB 4.
METODOLOGI PENELITIAN PADA KEGIATAN
AWAL DOMESTIKASI
Metode yang digunakan pada studi/penelitian domestikasi
ikan liar sungai ini adalah survei. Beberapa sub kegiatan yang dilakukan
meliputi :
A. Pemeliharaan ikan-ikan uji dan aklimatisasi
Inlet air
mengalir
terus,
outlet
juga
dibiarkan
terbuka,
lubang
inlet dam
outlet
diberi
penutup
srumbung

Gambar 4.1. Kolam percobaan di desa Kutosari, Kecamatan Baturaden,
Kabupaten Banyumas

Ikan-ikan hasil tangkapan (Brek dan Lukas) dipelihara/di
domestikasi dalam kolam pemeliharaan alami ukuran 10 m2 yang disekatsekat menjadi 16 petak, menggunakan batas rangka bambu berstrimin
sehingga ikan-ikan yang berada di masing-masing sekat tidak bisa
22

berpindah ke sekat lainnya. Suplai air yang cukup dengan inlet (air masuk
kolam) dan out let (air keluar kolam) yang lancar.
Pada kedua lubang inlet dan outlet diberi srumbung (tutup dari
anyaman bambu, Jawa) dengan fungsi sebagai penyaring/filter agar ikan
tidak terlepas dari aliran keluar air kolam. Ikan Brek dan Lukas sebagai
materi uji dikelompokkan menjadi beberapa kelompok pengujian.
Kelompok ikan tahap pre domestikasi 1 bulan (Maret-April), digali
informasi hormonal dan gametogenesisnya pada bulan kedua sejak
aklimasi/pemeliharaan awalnya (pada bulan Mei); kelompok ikan-ikan
tahap pre domestikasi 2 bulan (April – Juni), digali informasi hormonal
dan gametogenesisnya pada bulan kedua sejak aklimasi/pemeliharaan
awalnya (Juni); kelompok ikan-ikan Ikan-ikan tahap pre domestikasi 4
bulan (Februari - Juni), digali informasi hormonal dan gametogenesisnya
pada bulan kelima (Akhir Juli);

kelompok ikan-ikan

tahap pre

domestikasi 8 bulan (Februari – Oktober ), digali informasi hormonal
dan gamatogenesisnya pada bulan kedelapan (Oktober );

sejak

pemeliharaan awalnya tersebut di beri pakan berupa pellet pakan buatan
dan berselang-seling dengan daun sente dan daun singkong (setelah mau
mengkonsumsi pakan).
Selama

pemeliharaan,

kondisi

lingkungan

pemeliharaan

dimonitor dengan mengukur pH dan temperatur air kolam. Kandungan
O2 terlarut dan CO2 bebas kolam diukur meskipun air kolam senantiasa
diperbarui dengan adanya aliran masuk dan aliran keluar pada kolam
23

pemeliharaan yang stabil. Kesehatan ikan dimonitor dengan mengamati
ada tidaknya indikasi serangan penyakit serta memperhatikan gerakan
ikan.
Brek (Puntius orphoides),
± 350 gr

Lukas (Puntius bramoides) ),± 100 gr

Gambar 4.2. Ikan Brek dan Lukas dewasa sebagai materi penelitian
(Sumber : Susatyo et al., 2010)

24

B. Pengambilan sampel darah sebagai sampel serum
Sampel darah untuk pengukuran kadar hormon diambil dari linea
lateralis bagian posterior (dekat pangkal sirip anal). Sebanyak 0,5 - 2 ml
darah diambil menggunakan spuit injeksi tanpa anti koagulan. Sampel
darah dipindahkan ke dalam tabung sentrifus, dibiarkan membeku dalam
temperatur ruang selama 30 menit kemudian didinginkan dalam
refrigerator selama 8 jam untuk mengoptimalkan pembekuan darah.
Sampel darah selanjutnya disentrifugasi selama 15 menit dengan
kecepatan 3000 rpm. Serum darah dipindahkan ke dalam tabung ependorf
(1,5 ml) dan disimpan dalam refrigerator (8 – 100 C) hingga pengukuran
kadar hormon.
C. Pengukuran kadar hormon dalam darah
Pengukuran

kadar

hormon

dilakukan

menggunakan

metode

EIA/ELISA, dengan kit’s catalog EIA-estradiol kit (untuk estradiol),
EIA-progesteron kit (untuk progesteron) dan EIA-testosteron kit (untuk
testosteron). Sebelum dilakukan pengukuran kadar hormon, dilakukan
kalibrasi menurut prosedur yang telah ditentukan oleh Petunjuk Kit.
Assay dilakukan menggunakan mesin Microplate Reader-LB-6200
Labotron.
D. Pembuatan sediaan histologi ovarium dan testis
Dilakukan untuk mengetahui gambaran proses gonadogenesis
(perkembangan struktur testis dan ovarium induk yang penting bagi
25

interpretasi kesiapan reproduksi pematangan organ kelaminnya). Ovari
dan testis diangkat dari rongga abdomen melalui pembedahan. Ovarii
dan testes dari masing-masing jenis ikan uji difiksasi dengan larutan
formalin 10% selama 24 jam pada suhu ruang. Organ-organ tersebut
didehidrasi dalam larutan larutan alkohol bertingkat mulai 70% hingga
absolut, didealkoholisasi dalam larutan xylol, diinfiltrasi dalam campuran
xylol : paraplast, dan selanjutnya diblok dalam paraplast (Sigma p3558).
Untuk mengamati tahapan spermatogenesis dan oogenesis testis dan
ovarii yang telah diblok dalam parafin/paraplast diiris secara melintang
dan pada interval tertentu irisan jaringan ditempelkan pada gelak objek
berlapis 1% gelatin dan diwarnai dengan Mayer-haematoxylin-eosin.
Oosit dikelompokkan ke dalam lima tahapan yaitu chromatin nucleolar
stage, perinucleolar stage, cortical alveolar stage, vitellogenic (yolk)
stage dan mature / ripe stage. Ukuran diameter oosit pada setiap tahapan
perkembangan

dalam

masing-masing

ovarium

diamati

untuk

mengidentifikasi jenis tahapan tersebut. (Çakici dan Üçüncü, 2007).
E. Spawning
induction
(induksi
perkawinan/pemijahan)

buatan

untuk

memicu

Dilakukan untuk mengetahui kemampuan kawin/memijah dari kedua
induk ikan baik jantan dan betina dewasa, masak kelamin. Induksi
pemijahan alami dengan menyuntikkan/menginduksikan gonadotrophin
analogue pada induk jantan dan betina yang ditengarai matang kelamin,
menggunakan Ovaprim 0.5 cc/kg BB.
26

F. Uji Kebiasaan Pakan Ikan
Uji ini dilakukan untuk mengetahui jenis pakan alami ikan tangkapan
yang merupakan kebiasaan pakan ikan-ikan tersebut di habitat aslinya,
sebagai pertimbangan pada waktu ikan-ikan tersebut diuji dikolam alami.
Dilakukan pembedahan dimulai dari lubang anus ke arah depan, lambung
dan usus diambil menggunakan pinset, isi lambung dan usus dikeluarkan,
diukur volumenya dan diencerkan dalam 100 ml akuades. Jenis pakan
yang berukuran besar dan tampak oleh mata diamati dan dipisahkan,
sedangkan yang renik disaring menggunakan plankton net no. 25 ke
dalam botol koleksi ukuran 30 ml, kemudian ditambah formalin 4%
beberapa tetes menggunakan pipet dan diamati di bawah mikroskop.
Identifikasi dan determinasi isi saluran pencernaan ikan uji dilakukan
pada isi lambung. Dilakukan mulai dari sampel isi saluran pencernaan
ikan dikocok merata, diambil satu tetes lalu diletakkan di atas object
glass, ditutup cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop
sebanyak 30 kali lapang pandang. Tiap sampel diulang 5 kali. Plankter
selanjutnya diidentifikasi. Selanjutnya dilakukan perhitungan kelimpahan
plankton dalam saluran pencernaan ikan. Untuk mengetahui jenis
makanan apa saja yang disukai ikan-ikan tersebut serta jenis makanan
utamanya dilakukan penentuan Index of Electivity

dan Index of

Preponderance (Effendi, 1997).

27

G. Analisis Fisika dan Kimia Air Kolam Percobaan
Meliputi temperatur, nilai pH, kandungan O2 terlarut dan CO2 bebas
H. Tabulasi, Presentasi dan Analisis Data
Penghitungan gonado-somatik indeks (GSI)

atau Indeks

Kematangan Gonad (IKG). IKG dihitung dengan rumus = bobot gonad :
(bobot tubuh+bobot gonad) x 100%. Penentuan Index of Electivity dan
Index of Preponderance menurut Effendi (1997).
Data dari penghitungan : Index of Electivity dan Index of Preponderance
serta data lainnya berupa kadar masing-masing hormon steroid dan
gonadotropin, GSI, jumlah oosit, disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
batang.

28

BAB 5
BAHASAN PROFIL BIO-REPRODUKSI IKAN UJI
SEBAGAI FAKTOR KEBERHASILAN
DOMESTIKASI
A. Kemampuan Adaptasi Ikan Uji pada Kegiatan Domestikasi
Kemampuan adaptif ikan-ikan uji dapat diamati atau diukur dengan
beberapa parameter pengujian, yakni dari pengamatan visual (gerakan
aktif,

menunjukkan

fisiologis sehat

yang

merupakan

gambaran

penerimaan tubuh terhadap faktor fisika dan kimia air media kolam),
pertumbuhan posisitf (peningkatan bobot tubuh dan panjang), kesediaan
mengkonsumsi pakan alami yang ada di media kolam tersebut (melalui
uji kebiasaan pakan dan analisis isi lambung), juga kemampuan induk
menyiapkan perkembangan reproduksinya pada pembahasan berikutnya).
Selama kegiatan pengujian, kondisi faktor fisika dan kimia air kolam
mendukung kehidupan ikan-ikan uji, baik pada stasiun penangkapan ikan
pada waktu pengumpulan ikan uji di habitat asli (in situ, yakni Sungai
Serayu) maupun di kolam alami tempat pengujian domestikasi (ex situ.
Terlihat dari aktivitas ikan uji yang menunjukkan performa fisiologis
sehat.
Selama studi, kondisi fisik dan kimia dari air baik di stasiun
penangkapan, air media kolam pemeliharaan stok induk dan benih masih
29

dalam kapasitas kondisi dukungan kualitas air yang baik (tabel 5.1 dan
5.2).
Tabel 5.1. Kondisi fisika kimia air di perairan Sungai Serayu
No

Parameter

1
2
3
4
5
6

Suhu udara
Suhu air
Kedalaman
pH
O2 terlarut
CO2 bebas

Satuan
0

C
C
Meter
0

Ppm
Ppm

I (up
stream)
24-30
24-29
0,9 – 4
7,0
11,2
1.,24

Stasiun
2 (middle
stream)
26-31
24-31
0,8 - > 5
7,0
9,34
1,46

3 (down
stream)
27-32
25-31
4–6
7,0 – 8,0
9,68
1,58

Tabel 5.2. Kondisi fisika kimia air di kolam pemeliharaan desa Kutosari
Banyumas selama penelitian (periode pre domestikasi 1; 2; 4 dan
8 bulan)
No
1
2
3
4
5
6

Parameter
Suhu udara
Suhu air
Kedalaman
pH
O2 terlarut
CO2 bebas

Satuan
0

C
C
Meter
0

Ppm
Ppm

I (up stream)
24-30
24-29
0,9 – 4
7,0
11,2
1,24

Stasiun
2 (middle
stream)
26-31
24-31
0,8 - > 5
7,0
9,34
1,46

3 (down )
stream)
27-32
25-31
4–6
7,0 – 8,0
9,68
1,58

Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan ikan air
tawar berkisar 4-12 ppm (APHA, 2012). Hal ini sesuai dengan
pernyataan Djamhuriyah dan Mayasari (2012), derajat keasaman antara
6-8, suhu 240C-310C adalah kondisi air tawar adalah pemeliharaan ikan
sangat mendukung. Temperatur air bervariasi antara 260C - 270C. Suhu
berperan penting dalam metabolisme ikan. Secara umum peningkatan
30

suhu dapat menurunkan daya tahan tubuh dari Nila dan ikan emas untuk
batas toksik. Menurut Dewi et al. (2014) kondisi perairan segar dengan
kandungan oksigen terlarut 4,01-5,36; temperatur kolam dengan kisaran
dari 26.30C-32.40C; dan pH, 8-7,8 sangat mendukung pertumbuhan ikan
yang dipelihara.
Untuk melengkapi informasi, pengumpulan ikan-ikan uji di
lakukan di 3 stasiun penangkapan di sepanjang aliran sungai Serayu,
seperti terlihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5 . 3. Lokasi Penangkapan Ikan di Tiga Stasiun Aliran Sungai Serayu
Nama Desa/stasiun
1
2
3

Altitude

Congot (up stream)
384 m dpl
Kedung Uter
285 m dpl
(middle stream)
Bendung Gerak Seayu 254 m dpl
(down stream)

Lintang
Selatan
070 20’ 499’’
070 30’ 519’’
070 31’ 393’’

Bujur Timur
1090 20’ 796’’
1090 17’ 422’’
1090 12’ 139’’

Materi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan
Brek dan Lukas (jantan dan betina) dari berbagai bobot tubuh hasil
tangkapan dari sepanjang aliran Sungai Serayu. Kegiatan penangkapan
ikan dilakukan di 3 stasiun aliran sungai Serayu (Tabel 5.3) yang
melewati Kabupaten Banyumas saja, meliputi region sungai Serayu yang
alirannya dimulai diantara dukuh Congot, kecamatan Kemangkon
Purbalingga berbatasan dengan desa Sokawera, Kec Somagede sebagai
up stream, sampai aliran sungai tepat di Jembatan Serayu, Kedung Uter
Kecamatan Banyumas sebagai middle stream. Sedangkan region sungai
31

Serayu barat selatan pada desa Notog Kecamatan Patikraja termasuk di
aliran Bendung Gerak Serayu, aliran sungai setelah keluar pintu gerbang
Bendung Gerak Serayu yakni aliran sungai Serayu di desa Bonjok Wetan
yang berbatasan dengan Kecamatan Kebasen yang merupakan lokasi
aliran Serayu terakhir yang berbatasan dengan Kabupaten Cilacap
sebagai down stream.
A.1. Bobot Tubuh Ikan Uji
Penentuan kemampuan adaptif dari ikan uji di habitat barunya,
dapat diamati dari profil pertambahan bobot tubuh ikan selama periode
pengujian. Data bobot kedua jenis ikan pre domestikasi selama penelitian
diamati pada awal pelepasannya ke kolam sesuai masing-masing periode
awal dan akhir pre domestikasinya.
Data bobot kedua jenis ikan pre domestikasi selama penelitian
diamati pada awal pelepasannya ke kolam (Tabel 5.4) dapat dikonfirmasi
pertambahan bobot tubuhnya sesuai masing-masing periode awal dan
akhir pre domestikasinya pada tabel berikut ini (Tabel 5.5).
Tabel 5.4. Range Data rerata awal bobot tubuh kedua ikan yang digunakan
dalam penelitian, untuk pre domestikasi 1; 2 ; 4 dan 8 bulan
No. Petak
Nama Ikan
Kolam
P1
Brek
P2
Brek
P3
Brek
P4
Lukas
P5
Brek
P6
Brek
P7
Lukas

Periode Pre
domestikasi
2 bulan
Cadangan
Cadangan
1 bulan
1 bulan
2 bulan
4 bulan

Bobot Ikan (gram)
Jantan
Betina
150 – 250
200 – 350
130 – 200
150 – 250
130 – 200
150 – 250
150 – 250
200 – 350
25 – 50
25 – 60

32

P8
Brek
P9
Lukas
P10
Lukas
P11
Brek
P12
Brek
P13
Lukas
P14
Brek
P15
Lukas
P16
Lukas
Keterangan : - mati

4 bulan
2 bulan
8 bulan
1 bulan
4 bulan
4 bulan
8 bulan
8 bulan
1 bulan

25 – 50
150 – 250
150 – 250
25 – 50
25 – 50

25 – 60
200 – 350
200 – 350
25 – 60
25 – 60

Tabel 5.5. Range Data bobot tubuh ikan yang digunakan dalam
penelitian pada akhir masing-masing periode pre domestikasi 1;
2 ; 4 dan 8 bulan
No.
Petak
Kolam

Nama
Ikan

Periode Pre
domestikasi

P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16

Brek
Brek
Brek
lukas
Brek
Brek
Lukas
Brek
Lukas
Lukas
Brek
Brek
Lukas
Brek
Lukas
Lukas

2 bulan
Cadangan
Cadangan
1 bulan
1 bulan
2 bulan
4 bulan
4 bulan
2 bulan
8 bulan
1 bulan
4 bulan
4 bulan
8 bulan
8 bulan
1 bulan

Bobot Ikan (gram)
Jantan

Betina

200 - 300
200 - 300
30 – 50
30 – 50
200 - 300
150 - 250
30 – 50
30 – 50

250 – 400
250 – 400
30 – 60
30 – 60
250 - 400
200 - 350
30 - 75
-

Bila diamati dari data kedua tabel di atas (Tabel 5.4 dan Tabel
5.5) terlihat adanya pertumbuhan yang cukup baik, mengingat kedua jenis
33

ikan uji tersebut memiliki karakter yang cukup berbeda pada kondisi awal
domestikasi. Ikan Brek rata-rata baru mau mengkonsumsi pakan
tambahan (pellet) setelah 4 bulan berada di kolam domestikasi,
sedangkan ikan Lukas

sudah mau mengkonsumsi pakan tambahan

setelah 3-4 minggu berada di kolam domestikasi
A.2. Uji Kebiasaan Pakan Ikan
Kebiasaan pakan juga merupakan parameter yang sangat
mendukung keberhasilan adaptasi ikan uji pada lingkungan barunya pada
kegiatan domestikasi. Pengamatan parameter ini dilaksanakan setelah
dilakukan analisis jenis pakan pada substrat kolam uji dan analisis isi
lambung ikan uji.
Jenis plankton yang ditemukan di kolam percobaan selama
penelitian terdapat 54 genera (zooplankton 22 genera dan fitoplankton 32
genera). Zooplankton terdiri dari (6 genera) dari Kelas Rotifera; 8 genera
dari Kelas Crustaceae; 4 genera dari Kelas Ciliata; 3 genera dari Kelas
Sarcodina.

Sedangkan

fitoplankton

(2

genera)

dari

Kelas

Euglenophyceae; 8 genera dari Kelas Cyanophyceae; 11 genera dari
Kelas Chlorophyceae dan 11 genera dari Kelas Bacillariophyceae.
Pengamatan terhadap isi saluran pencernaan ikan Brek dan Lukas
mendapatkan 51 genera (zooplankton 9 genera dan fitoplankton 42
genera). Zooplankton terdiri dari 2 genera dari Kelas Rotifera; 3 genera
dari Kelas Ciliata; 2 genera dari Kelas Sarcodina.
34

Gambar 5.1.Persentase kelimpahan plankton di saluran pencernaan
ikan uji pada masing-masing kolam percobaan

Gambar 5.2. Persentase kelimpahan plankton di masingmasing kolam pemeliharaan ikan uji

35

Sedangkan fitoplankton 2 genera dari Kelas Euglenophyceae; 10
genera dari Kelas Cyanophyceae; 17 genera dari Kelas Chlorophyceae
dan 13 genera dari Kelas Bacillariophyceae.

Gambar 5.3. Nilai Index of Electivity pada masing-masing kolam
pemeliharaan

Tabel 5.6. Nilai index of preponderance (IP) jenis pakan ikan uji
pada masing-masing kolam pemeliharaan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Jenis Pakan
Zooplankton
Fitoplankton
Undetermined material
Cacing
Potongan hewan
Potongan tumbuhan
Gastropoda
Detritus

Nilai Index of Preponderance
(%)
Kolam Brek
Kolam
Lukas
10,632
56,893
0,518
0,03
28,893
1,268

9,986
62,854
0,048
7,622
0,002
1,528
15,023
1,264

36

Pada uji kebiasaan pakan ikan Brek dan Lukas yang telah
dilakukan (Gambar 5.1; 5.2; 5.3) dapatlah dijelaskan bahwa terdapat
sedikit perbedaan antara kolam pemeliharaan Brek dan Lukas. Pada
kolam Brek : potongan tumbuhan dan fitoplankton adalah sebagai pakan
utama, zooplankton sebagai pakan pelengkap, potongan hewan dan
detritus merupakan pakan tambahan. Pada kolam Lukas : fitoplankton
adalah pakan utama, zooplankton, cacing dan gastropoda sebagai pakan
pelengkap, potongan hewan, detritus dan potongan tumbuhan sebagai
pakan tambahan.
B.

Profil Hormonal Ikan Brek dan Ikan Lukas Selama Domestikasi
Pengambilan sampel darah pada kedua jenis ikan uji baik betina

maupun jantan dilakukan pada akhir masing-masing periode pre
domestikasi (1; 2; 4 dan 8 bulan).
Tabel 5.7. Range kadar hormon steroid pada ikan Brek pada awal periode
pre domestikasi 1; 2; 4 dan 8 bulan dari sampel dengan bobot
badan terendah – tertinggi
Seks
ikan
Betina
Jantan

Hormon
Est (pg/ml)
Prog (ng/ml)
FSH (mIU/ml)
Testos(ng/ml)

1 bulan

Kadar hormon
2 bulan
4 bulan

1246,3-1365,3
0,29 – 0,33
10,6 – 10,87
4,18 – 5,84

996,2 -1058,0 1458,04 –1625,12
0,48 – 0,55
0,69 – 0,72
12,63 - 14,17
11,94 – 14,56
6,79 – 8,32
8,91 – 9,26

8 bulan
1396,2-1734,6
0,81-0,89
12,72-15,68
7,94-9,92

37

Tabel 5.8. Range kadar hormon steroid pada ikan Lukas pada akhir periode
pre domestikasi 1; 2; 4 dan 8 bulan dari sampel dengan bobot
badan terendah – tertinggi
Seks
ikan

Hormon

1 bulan

Kadar hormon
2 bulan
4 bulan

8 bulan

Betina

Est (pg/ml)
632,45 – 679,05 468,35 – 509,27 395,18 – 487,02 658,3-854,8
Prog (ng/ml)
0,20 – 0,29
0,34 – 0,49
0,44 – 0,52
0,62-0,76
FSH (mIU/ml)
8,26 – 9,87
9,63 - 12,17
9,04 – 11,89
9,86-13,74
Jantan
Testos(ng/ml)
3,98 – 4,74
4,79 – 6,39
6,82 – 6,98
7,37-9,34
Keterangan :
Est = estradiol; Prog = progesteron; Testos = testosteron; FSH =Follicle Stimulating Hormone

Terdapat dinamika hormonal (turun dan naiknya kadar hormon)
yang cenderung relatif sama dari keempat jenis hormon yang dianalisis
dari kedua jenis ikan uji pada akhir masing-masing periode pre
domestikasi. Profil hormonal ikan-ikan teleostei, baik dari perairan laut
maupun tawar (non budidaya) beberapa telah dilaporkan oleh Frantzena
et al. (2004); Skjæraasen et al. (2004); Shimizu (2003); Zanui et al.
(1995). Semua author ini melaporkan penelitiannya mengenai hubungan
pengaruh fotoperiode terhadap profil hormonal dan perkembangan
reproduksi ikan uji. Tetapi periodisitas level beberapa hormon ikan uji ini
didapatkan dari kelompok ikan-ikan yang tertangkap di perairan alami
dari berbagai periode musim, untuk daerah tropis kurang informasinya.

Gambar 5.4. Kadar hormon estradiol-17 β kedua jenis ikan betina uji pada
akhir masing-masing periode pre domestikasi
38

Gambar 5.5. Kadar hormon progesteron kedua jenis ikan betina uji pada
akhir masing-masing periode pre domestikasi

Gambar 5.6. Kadar hormon FSH kedua jenis ikan betina uji pada akhir
masing-masing periode pre domestikasi

Gambar 5.7. Kadar hormon testosteron kedua jenis ikan betina uji pada
akhir masing-masing periode pre domestikasi

39

Penelitian

penelusuran

profil

hormonal

dan

aktivitas

gametogenesis ikan-ikan Familia Cyprinideae (Brek dan Lukas) yang
tertangkap di Sungai Serayu ini bertujuan untuk menggali informasi awal
profil hormonal dan tingkat perkembangan reproduksi ikan-ikan
tangkapan yang dipre domestikasikan di kolam-kolam budidaya, sebelum
ikan-ikan tersebut siap untuk dibudidayakan.
Merupakan suatu kesulitan pada kegiatan domestikasi ini, yakni
upaya untuk menyeragamkan status reproduksi pada kondisi pasca mijah
materi ikan-ikan uji, sehingga dapat diikuti proses perubahan hormonal
dan gametogenesis dari nol jam pasca mijah sampai dengan periode
mijah berikutnya, ternyata sulit untuk dilaksanakan. Bila dilihat pada
Tabel 5.12. mengenai data keberhasilan proses pemijahan, maka jelaslah
bahwa waktu yang dibutuhkan bagi ikan-ikan Brek dan Lukas untuk
dapat memijah (inipun dibantu dengan induksi gonadotrofin eksternal,
ovaprim) adalah setelah induk-induk jantan betina Brek dan Lukas telah
menyelesaikan periode pre domestikasi 8 bulannya (sejak Februari 2009
– Oktober 2009).
Di alam bebas, pada perairan seperti sungai, danau, laut, aktivitas
fisiologi reproduksi ikan-ikan yang hidup di dalamnya sangat dipengaruhi
oleh fotoperiodisitas setempat (Zanuy et al. 1995). Zanuy mengamati
pengaruh fotoperiode hari-hari terang yang panjang yang dan hari-hari
gelap terhadap profil hormonal plasma 17β-estradiol (E2) dan proses
vitelogenesis ovarium, fekunditas, waktu pemijahan dan kualitas telur
40

ikan sea bass. Fekunditas relatif dari kelompok ikan terpapar hari terang
yang pendek sama dengan kelompok kontrol 257.000 butir telur dengan
230.000 butir telur/ kg induk betina siap mijah. Tetapi pada kelompok
ikan terpapar hari terang panjang fekunditas relatifnya menurun sampai
dengan separoh dari nilai fekunditas kelompok kontrol (124.000 butir
telur).
Upaya pre domestikasi ikan dari lingkungan in situ (sungai,
danau, perairan laut dan lain-lain) ke lingkungan ex situ barunya (misal
kolam budidaya) akan selalu diikuti serangkaian proses adaptasi terhadap
terhadap kondisi baru tersebut, termasuk pengaruh paparan fotoperioda di
lingkungan barunya.

Upaya tersebut dilakukan oleh Kujawa et al.

(1999) pada ikan-ikan liar dalam status hampir punah di Polandia, yang
didomestikasi melalui perlakuan model kolam pembenihan untuk induk
matang gonad dengan pemijahan buatan.
Materi ikan Brek dan Lukas pada kegiatan domestikasi ini adalah
induk-induk (sebagai induk hasil tangkapan dari sungai Serayu, dengan
pedoman rasio panjang dan bobot tubuh / morfologi berdasarkan
pengalaman para nelayan pemancing ikan yang diprediksi sebagai induk
dewasa). Dalam hal ini sulit untuk dapat menyeragamkan syarat
reproduksi tertentu pada materi awal tersebut, misal dengan kondisi IKG,
fekunditas dan hormonal tertentu;