Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

DEFINISI
Indeks Massa Tubuh atau sering juga disebut Indeks Quatelet

pertama kali ditemukan oleh seorang ahli matematika Lambert Adolphe
Jacques Quatelet adalah alat pengukuran komposisi tubuh yang paling
umum dan sering digunakan. Beberapa studi telah mengungkapkan
bahwa Indeks Massa Tubuh adalah alat pengukuran yang berguna untuk
mengukur obesitas, dan telah direkomendasikan untuk evaluasi klinik
pada obesitas anak (Daniels et al, 1997).
Indeks Massa Tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. Indeks Massa
Tubuh dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar
adipositas dalam tubuh seseorang. Indeks Massa Tubuh tidak mengukur
lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa
Indeks Massa Tubuh berkorelasi dengan pengukuran secara langsung
lemak


tubuh

seperti underwater

weighing dan dual

energy

x-ray

absorbtiometry (Grummer-Strawn LM, et al, 2002).
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan yang muncul ketika bentuk
dari mata menghalangi cahaya yang masuk ke mata sehingga tidak dapat
difokuskan langsung ke retina. Kelainan refraksi terdiri dari miopia,
hyperopia, dan astigmatisma. Panjang dari sumbu bola mata (Axial

Universitas Sumatera Utara

Length), bentuk dari permukaan kornea, ataupun proses penuaan pada

lensa dapat menyebabkan kelainan refraksi pada seseorang (AAO, 2015).
II.2 KLASIFIKASI INDEKS MASSA TUBUH
Indeks Massa Tubuh merupakan kalkulasi angka dari berat dan
tinggi badan seseorang. Nilai Indeks Massa Tubuh didapatkan dari berat
dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2 ).
Nilai dari Indeks Massa Tubuh pada orang dewasa tidak bergantung pada
umur maupun jenis kelamin. Tetapi, Indeks Massa Tubuh mungkin tidak
berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang
berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada
mereka (WHO, 2000).
Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan
Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh, yaitu :
Tabel II.1

Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan

Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi


INDEKS MASSA TUBUH

Berat Badan Kurang

< 18,5

Kisaran Normal

18,5 - 22,9

Berat Badan Lebih

>23,00

Beresiko

23,00 – 24,9

Obese I


25,00 – 29,9

Obese II

>30

Universitas Sumatera Utara

Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik.
Kriteria ini berbeda dengan kawasan lain, hal ini berdasarkan metaanalisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika
berkulit hitam memiliki Indeks Massa Tubuh lebih tinggi 4,5 kg/m2
dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai Indeks Massa
Tubuh bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing
adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia.
Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off Indeks Massa Tubuh untuk
obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu (Sugondo, 2006).
II.3

PENGUKURAN AXIAL LENGTH dan ANTERIOR CHAMBER DEPTH


Prinsip pengukuran axial length dengan alat ultrasound adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat
dikeluarkan dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali
lagi ke probe receiver, dimana keduanya disatukan pada probe ultrasound
sehingga disebut sebagai transciever ( Soekardi I, Hutauruk JA, 2004;
Tien Yin Wong, 2001;Kohren and Douglas, 2006; Astbury, Ramamurthy,
2006; Lubis RR, 2009).
Gelombang suara sama dengan gelombang cahaya yang mana
ditekankan pada hal refleksi, refraksi, penyebaran dan difraksi. Dalam
ultrasonografi kelainan mata, refleksi suara merupakan kepentingan
utama. Seberapa banyak suara yang direfleksikan dari permukaan
jaringan

yang

dituju

bergantung


pada

impedansi akustik

yang

menyatu. Yakni semakin berbeda permukaan-permukaan jaringan yang

Universitas Sumatera Utara

bersinggungan.

Semakin

banyak

suara

yang


direfleksikan

dari

permukaan dalam impedansi akustik jaringan ( Lubis RR, 2009).
Kecepatan

dari

suara

ditentukan

oleh

kepadatan

dari

perantaraan.Perjalanan suara lebih cepat pada benda padat daripada

benda cair. Suatu prinsip penting
mata

memiliki

lunak

pada

keduanya.
kecepatan

untuk

diketahui

oleh

karena


Suara ultrasonografy melewati jaringan
sekitar

1540

m/sec. Sebaliknya

suara

melewati tulang sekitar 3380 m/sec atau sekitar dua kali lipat lebih
cepat melewati jaringan lunak. Suara melewati permukaan diantara
jaringan lunak dan dinding tulang direfleksikan dengan sangat kuat,suara
melewati logam bahkan lebih cepat dari tulang ( Lubis RR, 2009).
Pada

pemeriksaan,

USG

mata


dijalankan

dengan

mengirimkan pecahan-pecahan mikrodetik gelombang suara frekuensi
tinggi dari suatu transduser ke dalam bola mata dan orbita. Pulsasi
aliran listrik singkat mengaktifasi suatu Kristal piezoelektrik didalam
transduser USG, menimbulkan

gelombang

suara teremisi. Gelombang

suara memasuki bola mata dan orbita sebagian direfleksikan dari
struktur okular dan orbital dan kembali ke transduser yang sama
yang menghasilkannya. Gelombang suara yang kembali menyebabkan
getaran mikro lalu dikirim ke receiver/penerima. Potensial-potensial kecil
ini


lalu

diamplifikasi dan diproses sebagai tampilan pada sebuah

ossiloskop maupun layar TV ( Lubis RR, 2009).
A-Scan

(A

ultrasound tunggal

untuk

amplitudo)

menghasilkan

ditampilkan

evaluasi

dengan

amplitudo

sumber

waktu

satu

Universitas Sumatera Utara

dimensi dalam bentuk puncak vertikal sepanjang garis dasar terhadap
kuatnya echo. Semakin besar jarak ke kanan semakin besar pula jarak
antara sumber suara dan permukaan refleksi. Jarak antara masingmasing puncak dapat di ukur secara tepat. Digunakan terutama
untuk mengukur kedalaman anterior chamber depth, ketebalan lensa
dan panjang axial. Untuk menampilkan pemeriksaan ultasonografi yang
berhasil ada 2 kunci utama perlu dikuasai yaitu penerimaan dari gambar
dan interpretasi dari gambar ( Lubis RR, 2009).
II.3.1 Tehnik Pemeriksaan
Pemeriksaan penyaringan digunakan untuk mendeteksi lesi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah
diberikan anastesi topikal yang diteteskan pada kedua mata dan
penutup mata tidak diperlukan. Pemeriksa duduk dengan peralatan
pemeriksaan yang disediakan di satu sisi dari pasien ( Lubis RR, 2009).
Probe ultrasound pertama kali digunakan pada jam 6 dari limbus
melalui bagian
lapisan

tengah

bola

mata

bertujuan

untuk

memeriksa

chorioretinal berlawanan pada meridian jam 12. Pasien di

instruksikan untuk melihat jauh dari probe terhadap meridian
diperiksa untuk menghindari scan

yang

melalui lensa. Probe digeser dari

limbus ke fornix selalu mengarah ke tengah bolamata , juga screnning
meridian utama dari kutub posterior ke ora serata. Sorotan ultrasound
selalu di jaga perpendicular ke retina yang berlawanan. Prosedur
yang sama diulangi

di

meridian jam

8, menggeser

probe

secara

sementara disekitar bolamata ( Lubis RR, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Posisi Probe ( Lubis RR, 2009)

Gambar 2. Pemeriksaan A-Scan ( Lubis RR, 2009)

Layar

Printer
Probe

Gambar 3 : A-Scan Biometer AL 100
Untuk mengevaluasi segmen anterior adalah terbatas. Akan tetapi
A-Scan dapat digunakan dengan memakai tehnik immersi sederhana.
Kulit sklera diisi dengan methylselulosa dimasukkan antara penutup

Universitas Sumatera Utara

dan tempat probe diatasnya. Dengan menggunakan tehnik ini, anterior
chamber depth, iris, lensa

dapat dievaluasi dan ukuran panjang axial

juga dapat diperoleh ( Lubis RR, 2009).
II.3.2 Indikasi dari A-Scan
Ultrasonografi

A-Scan

diindikasikan

untuk

mengevaluasi

segmen posterior pada keadaan opak menyeluruh ataupun sebagian
dari segmen anterior atau posterior. Dapat juga digunakan untuk melihat
posisi, mengukur

tumor dan evaluasi pertumbuhannya, juga untuk

mendeteksi benda asing intraokuler dan memperhitungkan luas dari
kerusakan intraokular pada kasus trauma. Biometri merupakan indikasi
penting lainnya dari A-Scan , untuk pengukuran panjang lensa yang
tepat yang diperlukan pada kalkulasi kekuatan lensa intraokuler ( Lubis
RR, 2009).
II.3.3 Interpretasi A-Scan normal
Pemeriksaan dari bolamata normal echospike berikut dari kiri ke
kanan: ( Lubis RR, 2009 ).
1. Puncak initial ( I ) mewakili gaung pada petunjuk probe dan
tidak mempunyai makna klinis.
2. Garis dasar ( B ) mewakili rongga vitreus yang dicirikan
oleh ketidakadaan echospike dalam kondisi normal. Adanya
beberapa titik garis horizontal memerlukan evaluasi untuk melihat
kondisi patologis.
3. Puncak retina ( R ) Satu garis lurus, echospike naik tinggi

Universitas Sumatera Utara

perpendikular dari garis dasar. Echospike bergerigi artinya bahwa
probe tidak di tempatkan secara perpendikular.
4. Puncak koroid banyak memantulkan cahaya echospike tinggi yang
terlihat antara puncak retina ( R ) dan puncak sklera ( S ).
5. Puncak sklera sulit untuk dibedakan dari puncak koroid.
6. Puncak orbital ( O ) echospike multiple disamping puncak sklera.
Puncak

awal

memantulkan

cahaya

tinggi

dan

reflektivitas

berkurang dengan cepat karena kelemahan suara pada orbital.
7. Skala elektronik ( E )

ditampilkan lebih rendah pada layar.

Pemeriksaan pada sensitivitas sistem yang rendah ( low gain)
identifikasi secara jelas echospike retina dan sklera ( Lubis RR,
2009).
Interpretasi : ( Lubis RR, 2009).
Jarak

antara

dua

echospike

menunjukkan

ukuran

tidak

langsung dari jaringan seperti panjang bola mata, kedalaman
anterior chamber dan ketebalan lensa.
Tinggi dari spike / puncak menunjukkan kekuatan dari jaringan
mengirim balik echo. Kornea, lensa dan sklera membentuk
amplitudo

spike / puncak yang

sangat

tinggi. Sedangkan

membrane vitreus, perdarahan vitreus membentuk puncak yang
rendah.
Karakteristik A-Scan yang baik pada biometri: ( Lubis RR, 2009)
1. Terdapat 5 buah echo :
• Echo kornea yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

• Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior
lensa.
• Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak
lurus.
• Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera.
• Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita.
2. Tinggi echo yang baik :
• Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari
90%
• Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50
s/d 75%
• Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%

Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik
(Soekardi I, Hutauruk JA, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

0 1 14

Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

0 0 2

Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

0 1 6

Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

0 0 5

Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan

0 0 10

Hubungan Perubahan Tekanan Intraokular, Axial Length dan Anterior Chamber Depth Sebelum dan Setelah Pemberian Sikloplegik Pada Anak Miopia di RSUP Haji Adam Malik Medan

1 3 19

Hubungan Perubahan Tekanan Intraokular, Axial Length dan Anterior Chamber Depth Sebelum dan Setelah Pemberian Sikloplegik Pada Anak Miopia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 2

Hubungan Perubahan Tekanan Intraokular, Axial Length dan Anterior Chamber Depth Sebelum dan Setelah Pemberian Sikloplegik Pada Anak Miopia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 5

Hubungan Perubahan Tekanan Intraokular, Axial Length dan Anterior Chamber Depth Sebelum dan Setelah Pemberian Sikloplegik Pada Anak Miopia di RSUP Haji Adam Malik Medan

1 3 24

Hubungan Perubahan Tekanan Intraokular, Axial Length dan Anterior Chamber Depth Sebelum dan Setelah Pemberian Sikloplegik Pada Anak Miopia di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 0 6