Hubungan Peningkatan Indeks Massa Tubuh Dengan Axial Length Dan Anterior Chamber Depth Pada Pasien Dengan Kelainan Refraksi Di Rsup H Adam Malik Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
DEFINISI
Indeks Massa Tubuh atau sering juga disebut Indeks Quatelet
pertama kali ditemukan oleh seorang ahli matematika Lambert Adolphe
Jacques Quatelet adalah alat pengukuran komposisi tubuh yang paling
umum dan sering digunakan. Beberapa studi telah mengungkapkan
bahwa Indeks Massa Tubuh adalah alat pengukuran yang berguna untuk
mengukur obesitas, dan telah direkomendasikan untuk evaluasi klinik
pada obesitas anak (Daniels et al, 1997).
Indeks Massa Tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. Indeks Massa
Tubuh dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar
adipositas dalam tubuh seseorang. Indeks Massa Tubuh tidak mengukur
lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa
Indeks Massa Tubuh berkorelasi dengan pengukuran secara langsung
lemak
tubuh
seperti underwater
weighing dan dual
energy
x-ray
absorbtiometry (Grummer-Strawn LM, et al, 2002).
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan yang muncul ketika bentuk
dari mata menghalangi cahaya yang masuk ke mata sehingga tidak dapat
difokuskan langsung ke retina. Kelainan refraksi terdiri dari miopia,
hyperopia, dan astigmatisma. Panjang dari sumbu bola mata (Axial
Universitas Sumatera Utara
Length), bentuk dari permukaan kornea, ataupun proses penuaan pada
lensa dapat menyebabkan kelainan refraksi pada seseorang (AAO, 2015).
II.2 KLASIFIKASI INDEKS MASSA TUBUH
Indeks Massa Tubuh merupakan kalkulasi angka dari berat dan
tinggi badan seseorang. Nilai Indeks Massa Tubuh didapatkan dari berat
dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2 ).
Nilai dari Indeks Massa Tubuh pada orang dewasa tidak bergantung pada
umur maupun jenis kelamin. Tetapi, Indeks Massa Tubuh mungkin tidak
berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang
berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada
mereka (WHO, 2000).
Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan
Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh, yaitu :
Tabel II.1
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi
INDEKS MASSA TUBUH
Berat Badan Kurang
< 18,5
Kisaran Normal
18,5 - 22,9
Berat Badan Lebih
>23,00
Beresiko
23,00 – 24,9
Obese I
25,00 – 29,9
Obese II
>30
Universitas Sumatera Utara
Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik.
Kriteria ini berbeda dengan kawasan lain, hal ini berdasarkan metaanalisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika
berkulit hitam memiliki Indeks Massa Tubuh lebih tinggi 4,5 kg/m2
dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai Indeks Massa
Tubuh bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing
adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia.
Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off Indeks Massa Tubuh untuk
obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu (Sugondo, 2006).
II.3
PENGUKURAN AXIAL LENGTH dan ANTERIOR CHAMBER DEPTH
Prinsip pengukuran axial length dengan alat ultrasound adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat
dikeluarkan dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali
lagi ke probe receiver, dimana keduanya disatukan pada probe ultrasound
sehingga disebut sebagai transciever ( Soekardi I, Hutauruk JA, 2004;
Tien Yin Wong, 2001;Kohren and Douglas, 2006; Astbury, Ramamurthy,
2006; Lubis RR, 2009).
Gelombang suara sama dengan gelombang cahaya yang mana
ditekankan pada hal refleksi, refraksi, penyebaran dan difraksi. Dalam
ultrasonografi kelainan mata, refleksi suara merupakan kepentingan
utama. Seberapa banyak suara yang direfleksikan dari permukaan
jaringan
yang
dituju
bergantung
pada
impedansi akustik
yang
menyatu. Yakni semakin berbeda permukaan-permukaan jaringan yang
Universitas Sumatera Utara
bersinggungan.
Semakin
banyak
suara
yang
direfleksikan
dari
permukaan dalam impedansi akustik jaringan ( Lubis RR, 2009).
Kecepatan
dari
suara
ditentukan
oleh
kepadatan
dari
perantaraan.Perjalanan suara lebih cepat pada benda padat daripada
benda cair. Suatu prinsip penting
mata
memiliki
lunak
pada
keduanya.
kecepatan
untuk
diketahui
oleh
karena
Suara ultrasonografy melewati jaringan
sekitar
1540
m/sec. Sebaliknya
suara
melewati tulang sekitar 3380 m/sec atau sekitar dua kali lipat lebih
cepat melewati jaringan lunak. Suara melewati permukaan diantara
jaringan lunak dan dinding tulang direfleksikan dengan sangat kuat,suara
melewati logam bahkan lebih cepat dari tulang ( Lubis RR, 2009).
Pada
pemeriksaan,
USG
mata
dijalankan
dengan
mengirimkan pecahan-pecahan mikrodetik gelombang suara frekuensi
tinggi dari suatu transduser ke dalam bola mata dan orbita. Pulsasi
aliran listrik singkat mengaktifasi suatu Kristal piezoelektrik didalam
transduser USG, menimbulkan
gelombang
suara teremisi. Gelombang
suara memasuki bola mata dan orbita sebagian direfleksikan dari
struktur okular dan orbital dan kembali ke transduser yang sama
yang menghasilkannya. Gelombang suara yang kembali menyebabkan
getaran mikro lalu dikirim ke receiver/penerima. Potensial-potensial kecil
ini
lalu
diamplifikasi dan diproses sebagai tampilan pada sebuah
ossiloskop maupun layar TV ( Lubis RR, 2009).
A-Scan
(A
ultrasound tunggal
untuk
amplitudo)
menghasilkan
ditampilkan
evaluasi
dengan
amplitudo
sumber
waktu
satu
Universitas Sumatera Utara
dimensi dalam bentuk puncak vertikal sepanjang garis dasar terhadap
kuatnya echo. Semakin besar jarak ke kanan semakin besar pula jarak
antara sumber suara dan permukaan refleksi. Jarak antara masingmasing puncak dapat di ukur secara tepat. Digunakan terutama
untuk mengukur kedalaman anterior chamber depth, ketebalan lensa
dan panjang axial. Untuk menampilkan pemeriksaan ultasonografi yang
berhasil ada 2 kunci utama perlu dikuasai yaitu penerimaan dari gambar
dan interpretasi dari gambar ( Lubis RR, 2009).
II.3.1 Tehnik Pemeriksaan
Pemeriksaan penyaringan digunakan untuk mendeteksi lesi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah
diberikan anastesi topikal yang diteteskan pada kedua mata dan
penutup mata tidak diperlukan. Pemeriksa duduk dengan peralatan
pemeriksaan yang disediakan di satu sisi dari pasien ( Lubis RR, 2009).
Probe ultrasound pertama kali digunakan pada jam 6 dari limbus
melalui bagian
lapisan
tengah
bola
mata
bertujuan
untuk
memeriksa
chorioretinal berlawanan pada meridian jam 12. Pasien di
instruksikan untuk melihat jauh dari probe terhadap meridian
diperiksa untuk menghindari scan
yang
melalui lensa. Probe digeser dari
limbus ke fornix selalu mengarah ke tengah bolamata , juga screnning
meridian utama dari kutub posterior ke ora serata. Sorotan ultrasound
selalu di jaga perpendicular ke retina yang berlawanan. Prosedur
yang sama diulangi
di
meridian jam
8, menggeser
probe
secara
sementara disekitar bolamata ( Lubis RR, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Posisi Probe ( Lubis RR, 2009)
Gambar 2. Pemeriksaan A-Scan ( Lubis RR, 2009)
Layar
Printer
Probe
Gambar 3 : A-Scan Biometer AL 100
Untuk mengevaluasi segmen anterior adalah terbatas. Akan tetapi
A-Scan dapat digunakan dengan memakai tehnik immersi sederhana.
Kulit sklera diisi dengan methylselulosa dimasukkan antara penutup
Universitas Sumatera Utara
dan tempat probe diatasnya. Dengan menggunakan tehnik ini, anterior
chamber depth, iris, lensa
dapat dievaluasi dan ukuran panjang axial
juga dapat diperoleh ( Lubis RR, 2009).
II.3.2 Indikasi dari A-Scan
Ultrasonografi
A-Scan
diindikasikan
untuk
mengevaluasi
segmen posterior pada keadaan opak menyeluruh ataupun sebagian
dari segmen anterior atau posterior. Dapat juga digunakan untuk melihat
posisi, mengukur
tumor dan evaluasi pertumbuhannya, juga untuk
mendeteksi benda asing intraokuler dan memperhitungkan luas dari
kerusakan intraokular pada kasus trauma. Biometri merupakan indikasi
penting lainnya dari A-Scan , untuk pengukuran panjang lensa yang
tepat yang diperlukan pada kalkulasi kekuatan lensa intraokuler ( Lubis
RR, 2009).
II.3.3 Interpretasi A-Scan normal
Pemeriksaan dari bolamata normal echospike berikut dari kiri ke
kanan: ( Lubis RR, 2009 ).
1. Puncak initial ( I ) mewakili gaung pada petunjuk probe dan
tidak mempunyai makna klinis.
2. Garis dasar ( B ) mewakili rongga vitreus yang dicirikan
oleh ketidakadaan echospike dalam kondisi normal. Adanya
beberapa titik garis horizontal memerlukan evaluasi untuk melihat
kondisi patologis.
3. Puncak retina ( R ) Satu garis lurus, echospike naik tinggi
Universitas Sumatera Utara
perpendikular dari garis dasar. Echospike bergerigi artinya bahwa
probe tidak di tempatkan secara perpendikular.
4. Puncak koroid banyak memantulkan cahaya echospike tinggi yang
terlihat antara puncak retina ( R ) dan puncak sklera ( S ).
5. Puncak sklera sulit untuk dibedakan dari puncak koroid.
6. Puncak orbital ( O ) echospike multiple disamping puncak sklera.
Puncak
awal
memantulkan
cahaya
tinggi
dan
reflektivitas
berkurang dengan cepat karena kelemahan suara pada orbital.
7. Skala elektronik ( E )
ditampilkan lebih rendah pada layar.
Pemeriksaan pada sensitivitas sistem yang rendah ( low gain)
identifikasi secara jelas echospike retina dan sklera ( Lubis RR,
2009).
Interpretasi : ( Lubis RR, 2009).
Jarak
antara
dua
echospike
menunjukkan
ukuran
tidak
langsung dari jaringan seperti panjang bola mata, kedalaman
anterior chamber dan ketebalan lensa.
Tinggi dari spike / puncak menunjukkan kekuatan dari jaringan
mengirim balik echo. Kornea, lensa dan sklera membentuk
amplitudo
spike / puncak yang
sangat
tinggi. Sedangkan
membrane vitreus, perdarahan vitreus membentuk puncak yang
rendah.
Karakteristik A-Scan yang baik pada biometri: ( Lubis RR, 2009)
1. Terdapat 5 buah echo :
• Echo kornea yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
• Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior
lensa.
• Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak
lurus.
• Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera.
• Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita.
2. Tinggi echo yang baik :
• Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari
90%
• Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50
s/d 75%
• Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%
Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik
(Soekardi I, Hutauruk JA, 2004)
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
DEFINISI
Indeks Massa Tubuh atau sering juga disebut Indeks Quatelet
pertama kali ditemukan oleh seorang ahli matematika Lambert Adolphe
Jacques Quatelet adalah alat pengukuran komposisi tubuh yang paling
umum dan sering digunakan. Beberapa studi telah mengungkapkan
bahwa Indeks Massa Tubuh adalah alat pengukuran yang berguna untuk
mengukur obesitas, dan telah direkomendasikan untuk evaluasi klinik
pada obesitas anak (Daniels et al, 1997).
Indeks Massa Tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan
antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. Indeks Massa
Tubuh dipercayai dapat menjadi indikator atau menggambarkan kadar
adipositas dalam tubuh seseorang. Indeks Massa Tubuh tidak mengukur
lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa
Indeks Massa Tubuh berkorelasi dengan pengukuran secara langsung
lemak
tubuh
seperti underwater
weighing dan dual
energy
x-ray
absorbtiometry (Grummer-Strawn LM, et al, 2002).
Kelainan refraksi adalah suatu keadaan yang muncul ketika bentuk
dari mata menghalangi cahaya yang masuk ke mata sehingga tidak dapat
difokuskan langsung ke retina. Kelainan refraksi terdiri dari miopia,
hyperopia, dan astigmatisma. Panjang dari sumbu bola mata (Axial
Universitas Sumatera Utara
Length), bentuk dari permukaan kornea, ataupun proses penuaan pada
lensa dapat menyebabkan kelainan refraksi pada seseorang (AAO, 2015).
II.2 KLASIFIKASI INDEKS MASSA TUBUH
Indeks Massa Tubuh merupakan kalkulasi angka dari berat dan
tinggi badan seseorang. Nilai Indeks Massa Tubuh didapatkan dari berat
dalam kilogram dibagi dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2 ).
Nilai dari Indeks Massa Tubuh pada orang dewasa tidak bergantung pada
umur maupun jenis kelamin. Tetapi, Indeks Massa Tubuh mungkin tidak
berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang
berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada
mereka (WHO, 2000).
Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan
Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan Indeks Massa Tubuh, yaitu :
Tabel II.1
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi
INDEKS MASSA TUBUH
Berat Badan Kurang
< 18,5
Kisaran Normal
18,5 - 22,9
Berat Badan Lebih
>23,00
Beresiko
23,00 – 24,9
Obese I
25,00 – 29,9
Obese II
>30
Universitas Sumatera Utara
Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik.
Kriteria ini berbeda dengan kawasan lain, hal ini berdasarkan metaanalisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi
lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika
berkulit hitam memiliki Indeks Massa Tubuh lebih tinggi 4,5 kg/m2
dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai Indeks Massa
Tubuh bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing
adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia.
Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off Indeks Massa Tubuh untuk
obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu (Sugondo, 2006).
II.3
PENGUKURAN AXIAL LENGTH dan ANTERIOR CHAMBER DEPTH
Prinsip pengukuran axial length dengan alat ultrasound adalah
berdasarkan waktu yang diperlukan oleh gelombang ultrasound saat
dikeluarkan dari probe transmitter, berjalan menuju target serta kembali
lagi ke probe receiver, dimana keduanya disatukan pada probe ultrasound
sehingga disebut sebagai transciever ( Soekardi I, Hutauruk JA, 2004;
Tien Yin Wong, 2001;Kohren and Douglas, 2006; Astbury, Ramamurthy,
2006; Lubis RR, 2009).
Gelombang suara sama dengan gelombang cahaya yang mana
ditekankan pada hal refleksi, refraksi, penyebaran dan difraksi. Dalam
ultrasonografi kelainan mata, refleksi suara merupakan kepentingan
utama. Seberapa banyak suara yang direfleksikan dari permukaan
jaringan
yang
dituju
bergantung
pada
impedansi akustik
yang
menyatu. Yakni semakin berbeda permukaan-permukaan jaringan yang
Universitas Sumatera Utara
bersinggungan.
Semakin
banyak
suara
yang
direfleksikan
dari
permukaan dalam impedansi akustik jaringan ( Lubis RR, 2009).
Kecepatan
dari
suara
ditentukan
oleh
kepadatan
dari
perantaraan.Perjalanan suara lebih cepat pada benda padat daripada
benda cair. Suatu prinsip penting
mata
memiliki
lunak
pada
keduanya.
kecepatan
untuk
diketahui
oleh
karena
Suara ultrasonografy melewati jaringan
sekitar
1540
m/sec. Sebaliknya
suara
melewati tulang sekitar 3380 m/sec atau sekitar dua kali lipat lebih
cepat melewati jaringan lunak. Suara melewati permukaan diantara
jaringan lunak dan dinding tulang direfleksikan dengan sangat kuat,suara
melewati logam bahkan lebih cepat dari tulang ( Lubis RR, 2009).
Pada
pemeriksaan,
USG
mata
dijalankan
dengan
mengirimkan pecahan-pecahan mikrodetik gelombang suara frekuensi
tinggi dari suatu transduser ke dalam bola mata dan orbita. Pulsasi
aliran listrik singkat mengaktifasi suatu Kristal piezoelektrik didalam
transduser USG, menimbulkan
gelombang
suara teremisi. Gelombang
suara memasuki bola mata dan orbita sebagian direfleksikan dari
struktur okular dan orbital dan kembali ke transduser yang sama
yang menghasilkannya. Gelombang suara yang kembali menyebabkan
getaran mikro lalu dikirim ke receiver/penerima. Potensial-potensial kecil
ini
lalu
diamplifikasi dan diproses sebagai tampilan pada sebuah
ossiloskop maupun layar TV ( Lubis RR, 2009).
A-Scan
(A
ultrasound tunggal
untuk
amplitudo)
menghasilkan
ditampilkan
evaluasi
dengan
amplitudo
sumber
waktu
satu
Universitas Sumatera Utara
dimensi dalam bentuk puncak vertikal sepanjang garis dasar terhadap
kuatnya echo. Semakin besar jarak ke kanan semakin besar pula jarak
antara sumber suara dan permukaan refleksi. Jarak antara masingmasing puncak dapat di ukur secara tepat. Digunakan terutama
untuk mengukur kedalaman anterior chamber depth, ketebalan lensa
dan panjang axial. Untuk menampilkan pemeriksaan ultasonografi yang
berhasil ada 2 kunci utama perlu dikuasai yaitu penerimaan dari gambar
dan interpretasi dari gambar ( Lubis RR, 2009).
II.3.1 Tehnik Pemeriksaan
Pemeriksaan penyaringan digunakan untuk mendeteksi lesi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien berbaring atau duduk. Setelah
diberikan anastesi topikal yang diteteskan pada kedua mata dan
penutup mata tidak diperlukan. Pemeriksa duduk dengan peralatan
pemeriksaan yang disediakan di satu sisi dari pasien ( Lubis RR, 2009).
Probe ultrasound pertama kali digunakan pada jam 6 dari limbus
melalui bagian
lapisan
tengah
bola
mata
bertujuan
untuk
memeriksa
chorioretinal berlawanan pada meridian jam 12. Pasien di
instruksikan untuk melihat jauh dari probe terhadap meridian
diperiksa untuk menghindari scan
yang
melalui lensa. Probe digeser dari
limbus ke fornix selalu mengarah ke tengah bolamata , juga screnning
meridian utama dari kutub posterior ke ora serata. Sorotan ultrasound
selalu di jaga perpendicular ke retina yang berlawanan. Prosedur
yang sama diulangi
di
meridian jam
8, menggeser
probe
secara
sementara disekitar bolamata ( Lubis RR, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Posisi Probe ( Lubis RR, 2009)
Gambar 2. Pemeriksaan A-Scan ( Lubis RR, 2009)
Layar
Printer
Probe
Gambar 3 : A-Scan Biometer AL 100
Untuk mengevaluasi segmen anterior adalah terbatas. Akan tetapi
A-Scan dapat digunakan dengan memakai tehnik immersi sederhana.
Kulit sklera diisi dengan methylselulosa dimasukkan antara penutup
Universitas Sumatera Utara
dan tempat probe diatasnya. Dengan menggunakan tehnik ini, anterior
chamber depth, iris, lensa
dapat dievaluasi dan ukuran panjang axial
juga dapat diperoleh ( Lubis RR, 2009).
II.3.2 Indikasi dari A-Scan
Ultrasonografi
A-Scan
diindikasikan
untuk
mengevaluasi
segmen posterior pada keadaan opak menyeluruh ataupun sebagian
dari segmen anterior atau posterior. Dapat juga digunakan untuk melihat
posisi, mengukur
tumor dan evaluasi pertumbuhannya, juga untuk
mendeteksi benda asing intraokuler dan memperhitungkan luas dari
kerusakan intraokular pada kasus trauma. Biometri merupakan indikasi
penting lainnya dari A-Scan , untuk pengukuran panjang lensa yang
tepat yang diperlukan pada kalkulasi kekuatan lensa intraokuler ( Lubis
RR, 2009).
II.3.3 Interpretasi A-Scan normal
Pemeriksaan dari bolamata normal echospike berikut dari kiri ke
kanan: ( Lubis RR, 2009 ).
1. Puncak initial ( I ) mewakili gaung pada petunjuk probe dan
tidak mempunyai makna klinis.
2. Garis dasar ( B ) mewakili rongga vitreus yang dicirikan
oleh ketidakadaan echospike dalam kondisi normal. Adanya
beberapa titik garis horizontal memerlukan evaluasi untuk melihat
kondisi patologis.
3. Puncak retina ( R ) Satu garis lurus, echospike naik tinggi
Universitas Sumatera Utara
perpendikular dari garis dasar. Echospike bergerigi artinya bahwa
probe tidak di tempatkan secara perpendikular.
4. Puncak koroid banyak memantulkan cahaya echospike tinggi yang
terlihat antara puncak retina ( R ) dan puncak sklera ( S ).
5. Puncak sklera sulit untuk dibedakan dari puncak koroid.
6. Puncak orbital ( O ) echospike multiple disamping puncak sklera.
Puncak
awal
memantulkan
cahaya
tinggi
dan
reflektivitas
berkurang dengan cepat karena kelemahan suara pada orbital.
7. Skala elektronik ( E )
ditampilkan lebih rendah pada layar.
Pemeriksaan pada sensitivitas sistem yang rendah ( low gain)
identifikasi secara jelas echospike retina dan sklera ( Lubis RR,
2009).
Interpretasi : ( Lubis RR, 2009).
Jarak
antara
dua
echospike
menunjukkan
ukuran
tidak
langsung dari jaringan seperti panjang bola mata, kedalaman
anterior chamber dan ketebalan lensa.
Tinggi dari spike / puncak menunjukkan kekuatan dari jaringan
mengirim balik echo. Kornea, lensa dan sklera membentuk
amplitudo
spike / puncak yang
sangat
tinggi. Sedangkan
membrane vitreus, perdarahan vitreus membentuk puncak yang
rendah.
Karakteristik A-Scan yang baik pada biometri: ( Lubis RR, 2009)
1. Terdapat 5 buah echo :
• Echo kornea yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
• Echo yang tinggi dari lensa bagian anterior dan posterior
lensa.
• Echo retina yang tinggi dengan bentuk yang langsung tegak
lurus.
• Echo yang tidak terlalu tinggi dari sklera.
• Echo yang rendah yang berasal dari lemak orbita.
2. Tinggi echo yang baik :
• Ketinggian echo dari bagian anterior lensa harus lebih dari
90%
• Echo yang berasal dari posterior lensa tingginya antara 50
s/d 75%
• Echo retina mempunyai tinggi yang lebih dari 75%
Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan A-Scan yang baik
(Soekardi I, Hutauruk JA, 2004)
Universitas Sumatera Utara