“Tuo Nifarö” (Studi Etnografi Kearifan Lokal Dalam Proses Produksi Tuo Nifarö, di Desa Sirete Kecamatan Gidö, Kabupaten Nias)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Indonesia mempunyai banyak suku dan budaya yang sangat beragam.
Keberagaman ini meliputi ragam bahasa, tradisi, artefak, maupun kuliner1. Setiap
daerah pasti mempunyai makanan/minuman yang menjadi ciri khas setiap daerah
yang biasa disebut dengan etnofood. “Etno” berarti suku/etnisitas dan “food”
adalah makanan. Jadi “etnofood” adalah makanan atau minuman tradisional antar
suku. Makanan dan minuman ini dibuat sesuai dengan minat dan selera setiap
masyarakat daerahnya. Etnofood bagian dari kuliner. Kata etnofood jarang
diucapkan/didengar karena masyarakat Indonesia lebih sering mengucapkan
makanan/minuman tradisional dengan sebutan kuliner.
Kuliner bisa menjadi icon2 setiap daerah. Contohnya saja Kota Siantar
terkenal akan kulinernya yaitu Roti Ganda, Kota Palembang terkenal akan
Empek-empek, dan Kota Gunung Sitoli terkenal akan minuman tradisionalnya
yaitu Tuo Nifarö.
Menurut Soejoeti (1995:02) Kuliner tidak hanya berbicara tentang makanan,
namun kuliner juga berbicara tentang minuman. Jadi, makanan dan minuman
tergolong dalam kuliner.
1


Kuliner adalah masakan atau makanan olahan. Kuliner juga suatu bagian hidup yang erat
kaitannya dengan konsumsi makanan sehari-hari dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
2
Icon adalah simbol ataupun lambang.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Marwanti (2000:05) kuliner bagian dari pangan, dan pangan adalah
kebutuhan utama/pokok. Makanan tidak terbentuk dengan sendirinya, proses ini
diperoleh melalui pelajaran turun-temurun dari orang tua kepada anaknya, melalui
proses sosialisasi (belajar/mengajar) selama anggota keluarga tersebut tinggal
bersama dengan keluarga, maka pengetahuan tentang pangan ini dapat diperoleh
dari pengalaman. Apa yang diterima, ataupun apa yang dianut oleh kelompok
akan tetap mempengaruhi perilaku makanannya. Proses pembelajaran ini
menjadikan terbentuknya pola hidangan yang baku dan menjadi pedoman dalam
menyusun hidangan.

Ada banyak sistem pengetahuan dan displin ilmu yang diperoleh manusia dari
alam. Salah satunya adalah kearifan lokal3. Istilah filsafat (philosophy) secara

etimologis berasal dari bahasa Yunani philein yang berarti “love of; cinta akan’’
dan Sophia yang berarti “wisdom” kebijaksanaan, cinta akan kearifan atau love of
wisdom. Pengertian kearifan kemudian berkembang dan merupakan pengetahuan
asli (indigenous knowledge). Pengetahuan asli itu diperoleh untuk mengatur
kehidupan manusia baik dalam suatu masyarakat, hubungan manusia dengan
alam, maupun hubungan manusia dengan tuhan. Pengetahuan asli itu di turunkan
dari satu generasi ke generasi lain. (Robert, 2012:12).

Pengetahuan asli itulah yang terus-menerus dipedomani dalam mengelola
mata pencahaarian dan memperkuat kepribadian. Pengetahuan-pengetahuan asli
masyarakat itu perlu dihimpun dan diimplementasikan demi peningkatan
kesejahteraan manusia, menciptakan kedamaian dan pembentukan peradabannya.
3

Kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai budayanya sendiri dengan
menggunakan segenap akal budi, pikiran, hati, dan pengetahuan untuk bertindak dan bersikap
terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.

Universitas Sumatera Utara


Spradley (1987) mendefenisikan budaya sebagai sistem pengetahuan yang
diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untuk
menginterprestasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun
strategi perilaku dalam kehidupan selanjutnya.

Pada hakekatnya kegiatan produksi adalah kegiatan yang menciptakan
kegunaan. Kegunaan artinya dapat memenuhi kebutuhan manusia. Jadi,
pengertian secara luas produksi, bukan hanya kegiatan yang menghasilkan barang
dan jasa, tetapi mencakup semua kegiatan yang menciptakan dan menambah
kegunaan4.

Faktor-faktor produksi ialah faktor alam, faktor manusia, faktor keahlian dan
faktor modal. Faktor alam dalam hal ini, adalah proses produksi yang
mempergunakan alam beserta isinya (tanah, binatang, dan sebagainya), faktor
tenaga kerja manusia adalah faktor produksi asli dimana semakin berkembangnya
taraf berfikir dan kecerdasan manusia/menciptakan alat seperti alat perkakas dsb,
faktor keahlian adalah kemampuan manusia untuk menciptakan pengetahuan guna
memproduksi sesuatu dan faktor modal adalah factor yang bertujuan memperoleh
hasil produksi yang lebih banyak lagi.


Pengetahuan dalam pembuatan tuo nifarö, dapat dilakukan dengan
pengelolaan waktu, pikiran, dan kerja tim. Dalam segi waktu, dibutuhkan
kesabaran dalam menyadap nira, memasak tuak, menyuling tuak, begitu juga dari
segi pemikiran adanya strategi dalam produksi agar tuak tetap bagus dan terhindar
dari campuran-campuran yang tidak mendukung (seperti: tuak oplosan) dan yang
4

Ahmadi. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. 1991 hal 309

Universitas Sumatera Utara

paling penting itu adalah kerja dari tim. Untuk memperoduksi tuak pasti
membutuhkan beberapa orang, dan tidak mungkin yang mengerjakannya cuma
satu orang saja, pasti dibutuhkan beberapa orang, seperti keluarga (kerabat).
Untuk itu dibutuhkan kerjasama tim yang baik.

Pulau Nias termasuk Provinsi Sumatera Utara. Pulau ini dihuni oleh mayoritas
Suku Nias (Ono Niha) yang masih memiliki budaya megalitik. Nias pada saat ini
telah dimekarkan menjadi empat kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu Kabupaten
Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, dan

Kota Gunungsitoli.
Pulau Nias terkenal akan minuman tradisionalnya yaitu tuo nifarö. Tuo yaitu
“tuak” dan nifarö adalah “suling”. Itu sebabnya tuo nifarö disebut “tuak suling”.
Tuak5 adalah sejenis minuman beralkohol nusantara yang merupakan hasil
fermentasi dari nira, kelapa, beras, atau bahan minuman/buah yang mengandung
gula. Tuak juga dapat didefenisikan sebagai produk minuman yang mengandung
alkohol6 namun dikemas secara tradisional (pembusukan alami atau biasa disebut
dengan fermentasi).
Tuo nifarö juga merupakan tuak cairan tetes nira/bunga kelapa/pelepah
kelapa, yang proses penyulingannya membutuhkan waktu 5-6 jam dari tahap
pemanasan hingga diperoleh hasil 5 botol tuak suling yang diperkirakan kurang
lebih (1 botol = 75 ml). Proses penyulingan tuo nifarö dilakukan dengan
menggunakan peralatan sederhana yakni kaleng minyak bekas yang yang sudah
5

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/tuak diakses 12 Oktober 2014 15:54 wib.

6

Alkohol sering disebut dengan Etanol. Alkohol adalah zat yang diperoleh atas peragian atau

fermentasi madu, gula, buah atau umbi-umbian . Dari peragian tersebut akan diperoleh alkohol
mencapai 15% tetapi dengan proses penyulingan atau detilasi dapat dihasilkan kadar alkohol yang
lebih tinggi bahkan mencapai 100% (Joewana, 1989).

Universitas Sumatera Utara

dibersihkan, bambu, dan lainnya. Tuak mentah dimasak dengan menggunakan
kayu bakar yang yang apinya harus tetap kecil agar menghasilkan tuo nifarö yang
berkualitas baik dan jernih. Setelah 1 (satu) jam dipanaskan, tuak mentah ini
mulai menguap (evaporasi) dan kembali menjadi tetes-tetes cairan (kondensasi)
yang menghasilkan tuak suling nomor 1 (satu) .
Kadar alkohol tuak di pasaran pastinya berbeda-beda tergantung daerah
pembuatnya. Tuak jenis arak yang dibuat di Pulau Bali yang dikenal juga dengan
nama brem bali, dikenal mengandung alkohol yang kadarnya cukup tinggi.
Beberapa tempat di Pulau Madura dahulu dikenal sebagai sebagai penghasil tuak,
namun orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum yang kuat. Saat ini
dapat dikatakan sangat sedikit orang Madura yang minum tuak atau arak. Di
daerah Sumatera yakni Suku Batak membuat tuak biasanya dari pohon aren yang
sering disebut bir panjat. Namun kadar alkohol tuak ini, belum tidak terlalu tinggi
dibandingkan tuo nifarö yang ada di Nias. Itu dikarenakan tuak dari Nias, disuling

dan berasal dari nira kelapa. Nira kelapa dipercaya mempunyai kadar alkohol
yang lebih tinggi dibanding dengan nira aren.
Bar-bar tradisional yang menyediakan tuak disebut lapo tuak. Lapo tuak atau
biasa disebut dengan kedai tuak bisa juga dijadikan tempat bersosialisasi, antara
bapak-bapak. Di nias sebutan lapo tuak/kedai tuak biasa disebut dengan lafo tuak,
penekanan pada huruf “f” sangat tampak dikarenakan orang Nias sering
menggunakan huruf vocal (hidup) meskipun huruf “f” bukanlah huruf hidup
kenyataannya gaya berbicara ini, lebih nyaman daripada kata “lapo”.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti pernah melihat kaum-kaum bapak-bapak ini berada di lafo tuak,
mereka bukan hanya sekedar minum, lalu pulang ke rumahnya. Tapi, mereka juga
membahas tentang politik, pemerintahan, maupun tentang pembangunan gereja.
Jadi, tradisi minum tuak ini bisa dijadikan ajang sosialisasi dimana mereka bisa di
pertemukan dengan hidangan tuak, dan jumpa kawan lama bisa jadi di lafo tuak.
Berbicara dampak, meminum tuo nifarö terlalu banyak pastilah ada, yakni
mabuk7 ataupun timbul penyakit pada ginjal. Itu sebabnya, tuak dikomsumsi
secukupnya kira-kira ¼ (seperempat) gelas. Ada juga beberapa orang yang
mengaku, apabila ia hendak meminum tuak, hanya pada saat ia mengalami

depresi8. Kondisi ini, menurutnya bisa mengurangi stress, ataupun melupakan
masalahnya untuk sementara, namun ketika ia sadar dari mabuknya ia kembali
seperti sedia kala, dan dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari secara normal.
Tuak bisa dikomsumsi siapa saja dan dimana saja asal dikomsumsi dalam
skala sedikit. Apabila tuak dikomsumsi dalam secara skala banyak, maka
seseorang dapat mengalami rasa mabuk. Rasa mabuk ini, ditimbulkan oleh
alkohol dari tuak, dimana semakin banyak dikomsumsi maka semakin mabuk.
Kondisi pada saat seseorang mabuk, berbeda-beda tergantung kondisi suasana
hatinya (mood) apabila seseorang mempunyai beban berat, maka seseorang itu
bisa berteriak-teriak meneriaki masalahnya, maupun marah-marah, merusak
barang, memukul orang yang lewat dihadapannya, muntah-muntah, tidak bisa
fokus, serta diam ataupun tertidur.

7

Mabuk adalah kondisi perasaan pening atau kehilangan kesadaran karena terlalu banyak minum
minuman ataupun mengkomsumsi daun ganja, dan sebagainya.
8
Depresi adalah dimana kondisi seseorang, mempunyai beban berat/stress ataupun sedang
mengalami kepenatan hati.


Universitas Sumatera Utara

Ada juga tuak Nias yang fungsinya untuk menyembuhkan penyakit yaitu högö
duo. Högö berarti “kepala” dan duo yaitu “tuak”. Högö duo merupakan kepala
tuak yang pertama sekali keluar pada proses penyulingan dari tuo nifarö. Högö
duo dipercaya berfungsi untuk menyembuhkan penyakit gula. Penyakit gula
dalam artian ini disebut dalam bahasa medis yakni penyakit diabetes dan bisa
digunakan sebagai minyak urut. Kebanyakkan masyarakat suku Nias, mengakui
bahwa högö duo dapat menurunkan kadar tinggi gula darah bagi penyakit diabetes
dan minyak urut untuk bagi penderita stroke9
Tuak yang bagus dan yang pertama kali keluar dari penyulingan disebut högö
duo. Tuak inilah yang dapat menyembuhkan penyakit dan bermanfaat bagi
kesehatan. Högö duo memiliki kadar alkohol yang tinggi sekitar 50%-60% karena
högö duo merupakan tuak nomor 1 (satu) yang tidak dicampur. Itu sebabnya bagi
pemula untuk meminum högö duo cukup dengan 1 (satu) sendok teh saja, lebih
daripada itu sangat disayangkan bagi si peminum pemula dapat merasakan seperti
leher yang terbakar dan gangguan pada pencernaan.
Tuo nifarö merupakan tuak nomor 2, 3, 4, dan 5 yang kemudian semua
komponen nomor ini dicampur, agar kadar alkoholnya sama. Tuak nomor 2, dan

nomor 3 memiliki kadar alkohol yang berbeda, apalagi kalau dibandingkan
dengan tuak nomor 4 dan nomor 5 sudah sangat berbeda kadar alkoholnya karena

9

Sebuah testimoni dari teman, menyatakan bahwa mamanya terserang stroke sehingga tidak dapat
menggerakkan jari tangan dan kakinya. Teman saya dulu rutin memesan Högö Duo (Tuak Suling
Nomer 1) dan digunakan sebagai minyak urut. Alhasil, setelah beberapa bulan pemakaian,
mamanya sudah bisa menggerakkan jari-jarinya dan bahkan mulai bisa menggegam cangkir
minumannya.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/01/12/tuo-nifar-tuak-suling-minuman-khasnias-524681.html di akses 12 Oktober 2014 15:40 wib.

Universitas Sumatera Utara

semakin nomornya kebawah maka kadar alkoholnya semakin rendah. Itu
sebabnya tuak nomor 2, 3, 4, dan 5 dicampur agar kadar alkoholnya seimbang.
Penomoran ini, disimbolkan pada botol . Contohnya botol kedua yakni tuak
nomor 2 (dua), botol ketiga yakni tuak nomor 3 (tiga), botol keempat yakni tuak
nomor 4 (empat) dan botol kelima yakni tuak nomor 5 (lima). Sedangkan tuak
nomor 1 (satu) yakni högö duo, di jual terpisah karena kadar alkoholnya lebih

tinggi, namun terkadang dalam pencampuran tuak nomor 1 bisa juga dicampur
dengan tuak nomor 2, 3, 4, dan 5 apabila orang tidak memesan högö duo.
Dalam proses pembuatannya ada nilai dan norma yang harus di ikuti agar
kesegaran dari tuak itu terjaga. Seperti mengikuti cara pembuatan tuo nifarö
sebagaimana yang biasa dilakukan, yakni tidak terburu-buru dalam menyadap
nira, maupun memasak tuak. Apabila terburu-buru memasak tuak contohnya maka
pada saat proses penguapan bisa jadi tidak sempurna dan rasanya hambar. Itu
sebabnya pengelolaan tuak membutuhkan waktu yang tepat dimana ketika
dikerjakan tidak terburu-buru.
Untuk proses pembuatannya lelaki lebih banyak mengambil bagian, seperti
menyadap nira dari kelapa, memasak tuak, dan menunggu sampai tuak hingga
menjadi tuo nifarö, maupun pada saat proses pencampuran. Sehingga pembagian
kerja pada wanita hanya sedikit paling membantu menghidupkan api dan
menunggu hingga tuaknya masak. Biasanya tuo nifarö dijual perbotol dan
menggunakan sisa botol kemasan air mineral ataupun sisa botol bir untuk
wadahnya.

Universitas Sumatera Utara

Ketika pesta adat pernikahan diselenggarakan, tuo nifarö yang disuguhi
sebagai minuman pada saat membawa jujuran maupun pada saat acara jedah
malam pesta. Sedangkan tuak Nias yang berkhasiat untuk menyembuhkan
penyakit yaitu högö duo. Tuo nifarö dan högö duo adalah tuak asli Nias yang
sama namun diolah berbeda, sesuai dengan kebutuhannya. Tuo nifarö biasanya
dijual di warung seharga Rp.15.000-Rp.30.000 dalam kemasan botol air
mineral/botol bir kaca, sedangkan kalau dibeli langsung pada yang orang
memproduksinya/petaninya lebih murah seharga Rp. 12.000- Rp.15.000.
Dibandingkan dengan högö duo harganya lebih tinggi sekitar Rp.50.000Rp.110.000 dalam kemasan air botol mineral/botol bir kaca. Tuo nifarö lebih
dikenal karena sering disebut tuak khas Nias, dan högö duo merupakan “kepala
tuak” bagian dari tuo nifarö. Untuk mendapatkan högö duo biasanya harus
dipesan terlebih dahulu kepada orang yang memproduksi/pembuat tuak. Dan tuo
nifarö lebih dikenal orang banyak, karena sering dikomsumsi di pesta-pesta.
Minuman tradisional di Indonesia sangat beragam, dan pengetahuan lokal ini
bisa didapatkan berdasarkan pengalaman dan ekperimen beberapa kali.
Pengetahuan ini bisa didapat dari saudara mereka yang mewarisi resep kuliner
tersebut. Menurut Marwati (2000:07) Kuliner juga berbicara dengan pengelolaan,
mengusahakan bagaimana agar bahan makanan bisa mempunyai variasi dan
kreasi. Karena kuliner tidak hanya memikirkan bagaimana suatu makanan bisa
enak, tapi kuliner juga mempertimbangkan gizi dan kualitas makanan.
Makanan dipengaruhi dari budaya dan lingkungan. Sama seperti halnya
masyarakat Indonesia terbiasa mengkomsumsi nasi sebagai makanan pokok,

Universitas Sumatera Utara

karena sudah dibiasakan dari kecil untuk mengkomsumsi nasi, maka apabila tidak
memakanan nasi rasanya tidak kenyang. Begitu juga tuak nias yakni tuo nifarö
apabila tidak disungguhkan dalam pesta adat, rasanya pesta itu kurang hikmat dan
terasa ada yang kurang.
Ada beberapa alasan umum mengapa orang meminum tuak dan alasan itu bisa
terungkap secara spontan, dan bisa diamati sebagai berikut:

1. Menyehatkan.

Tuak

dianggap

berguna

karena

menyehatkan,

menghangatkan, dan menyegarkan orang yang meminumnya. Tuak
dianggap sebagai vitamin dimusim hujan karena dapat menghangatkan.
Dalam pesta adat Nias, minuman ini sering disuguhkan. Selain karena
memang minuman ini tidaklah dilarang serta harganya pun terjangkau,
dibandingkan dengan jenis alkohol lain seperti anggur dan bir, minuman
ini membuat suasana pesta dan kebersamaan lebih hangat dan
bersemangat.
2. Obat Penenang. Tuak juga bisa dijadikan menjadi obat penenang. Bila
sulit tidur, tuak akan memudahkan untuk tidur. Tuak sering dianggap
sebagai obat termasuk obat untuk orang-orang yang kurang merasa enak
badan.
3. Alat sosialisasi. Tuak adalah minuman yang diterima secara umum sebagai
minuman yang menghangatkan grup, pesta. Tuak membuat sosialisasi di
kedai. Para peminum yang berkumpul seringkali mengekspresikan diri
dengan ngobrol-ngobrol, main judi, nyanyi-nyanyi dan sekali-sekali
bercanda dengan teman sekedai.

Universitas Sumatera Utara

4. Obat stress. Sebagian orang meminum tuak bisa menjadi sebagai obat
stress. Masalah yang terjadi di dalam pekerjaan, di dalam hubungan
interpersonal di rumah tangga sering diatasi dengan tuak. Stress membuat
mereka susah, tetapi dengan minum tuak, masalah itu bisa dilupakan
sejenak dan perasaan menjadi enak. Malah, ada kemungkinan bahwa
candu dalam alkohol atau hal-hal lain kemungkinan bisa diassosiasikan
dengan hubungan interpersonal sehingga obat sakit dan kesepian bisa
didapat dari obat-obat terlarang termasuk alkohol.
5. Ritus kedewasaan. Pemuda yang sanggup minum banyak alkohol, dia
sudah bisa diterima sebagai orang dewasa. Di pulau Nias, minum tuak juga
tanda bahwa dia sudah termasuk orang yang dewasa.
6. Tuak membuat berani. Ada orang yang takut berkelahi atau tampil di
muka umum maka, untuk para penakut, tuak memicu keberanian baik
untuk melawan orang lain maupun untuk tampil di depan umum.

Nampaknya, fungsi-fungsi di atas sangat positif. Namun bila dipelajari dan
dilihat dari kenyataan yang ada, tuak itu memberikan efek negatif apabila
diminum secara berlebihan. Tuak boleh dikomsumsi asal porsi minumannya
sedikit dan tidak boleh berlebihan. Diminum secukupnya, jangan sampai
teler/mabuk karena dapat merugikan orang banyak.

Dampak Negatif dari minum tuak secara berlebihan yakni :
1. Keharmonisan keluarga. Orang yang sering mengkomsumsi tuak tidak lagi
peduli terhadap kesejahteraan keluarga tetapi sudah terpusat pada
kebutuhan pribadinya untuk minum, seringkali tidak lagi bisa mengerti

Universitas Sumatera Utara

mengapa anggota keluarga lain marah atau kecewa terhadapnya, dan
sebaliknya dia justru meminta pengertian dan dukungan atas kebutuhan
minumnya.
2. Gangguan ekonomi. Selain ketidakharmonisan, keluarga yang candu
mengkomsumsi tuak dalam skala banyak cenderung semakin miskin.
Banyak uang habis hanya untuk memenuhi kebutuhan minum apalagi
kalau orangnya tidak berusaha lagi menambah mata pencaharian tetapi
justru menghabiskan untuk diri sendiri. Dalam situasi ekonomi yang
makin sulit sekarang, banyak bapak dan pemuda tetap mempertahankan
cara hidupnya di kedai. Akibatnya, kesulitan ekonomi di rumah tangga
sangat dirasakan serta dukungan dana untuk pendidikan anak-anak dan
kesehatan sangat minim. Maka keluarga sering mengalami ketegangan
setiap kali uang tidak tersedia lagi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan,
kebutuhan pendidikan, bahkan kebutuhan rumah tangga. Anak-anak
seringkali tidak mampu sekolah karena ketiadaan uang sehingga
pendidikan tetap rendah. Bila hal ini terus-menerus terjadi, maka keluarga
dan anak-anak akan tetap hidup miskin.
3. Gangguan kekerasan. Karena gangguan-gangguan di atas hubungan
interpersonal dalam rumah tangga seringkali tergganggu dengan terjadinya
percekcokan, kekerasan bahkan perceraian. Anggota keluarga khususnya
anak-anak tentu seringkali menjadi korban kekerasan verbal, fisik,
emosional dari sang peminum. Mereka akhirnya menderita secara batin,
bingung, malu dan bahkan mengalami ketakutan.

Universitas Sumatera Utara

4. Gangguan kesehatan, karena terlalu sering mengkomsumsi alkohol dapat
mengakibatkan gangguan pencenaan, gangguan pada ginjal, dan hati.

Dari segi ini, manfaat tuak mungkin bisa berdampak negatif dan berdampak
positif. Tuak bila di konsumsi sedikit saja, tidak berefek mabuk, namun apabila
tuak di konsumsi dalam skala banyak maka potensi untuk mabuk, bisa saja terjadi.
Jenis mabuk seseorang berbeda-beda. Ada yang mabuknya diam, dan tertidur
pulas, ada yang mabuknya marah-marah, cerewet, seperti orang stress, ada juga
yang memukul atau melukai orang, muntah-muntah, tergantung mood (suasana
hati) peminum tuak tersebut.
Orang yang sudah mabuk, kita boleh dimarahi ataupun dikasari, karena orang
yang mabuk keberaniaannya meningkat, dan susah untuk dikontrol. Biasanya
orang mabuk apa yang ia pikirkan, dapat diekpesikan melalui tingkah lakunya.
contohnya ketika ia stress gagal dalam pemilihan caleg, maka ketika ia mabuk ia
pasti mengeluarkan uneg-unegnya seperti marah, nuntut ketidakadilan, dan
menyalahkan oranglain.

1.2. Tinjauan Pustaka
Menurut E. B. Taylor (1958) “kebudayaan atau peradaban dilihat dari
pemikiran etnografik, adalah kompleks keseluruhan (whole complex) yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat (custom)
dan kemampuan-kemampuan lainnya serta kebiasaan (habit) yang didapatkan
manusia sebagai anggota masyarakat” (Mintargo, 2000:83)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Malinowski “kebudayaan berisikan artefak yang diwariskan, barangbarang, proses-proses teknik, pemikiran-pemikiran (ideas) kebiasaan-kebiasaan
(habits) dan nilai-nilai (values)” (Mintargo, 2000:83)
Penulis setuju dengan kedua pernyataan ini, karena kebudayaan merupakan
warisan dan secara alamiah diikuti/diteruskan oleh generasi selanjutnya karena
setiap budaya pasti mempunyai nilai. Nilai adalah sesuatu yang dianggap penting.
Walaupun ada beberapa budaya yang tidak diteruskan, seiring berjalannya waktu
dan jaman. Budaya bersifat dinamis10 sesuai dengan waktu dan bagaimana cara
pandang manusia menilai budaya tersebut.
Sejalan dengan itu, maka budaya pengelolaan tuo nifarö merupakan warisan
yang sampai sekarang masih diproduksi, Karena peminatnya tuak ini lumayan
banyak dan sudah menjadi kebutuhan pesta adat suku Nias, maupun menjadi obat
tradisional. Walaupun, ada beberapa produksi tuak, tidak berjalan lagi karena
orang yang menyadap nira makin berkurang.
Menurut Poewanto (2000:50) manusia dan kebudayaan merupakan kesatuan
yang tidak terpisahkan, sementara itu pendukung kebudayaan adalah makhluk
manusia itu sendiri. Sekalipun makhluk akan mati, tetapi kebudayaan yang
dimilikinya akan diwariskan pada keturunannya, demikian seterusnya. Pewarisan
kebudayaan makhluk manusia, tidak selalu terjadi secara vertikal atau kepada
anak-cucu mereka, melainkan dapat pula secara horizontal yaitu manusia dalam
rangka kebudayaannya, diteruskan dan dikomunikasikan kepada generasi
berikutnya oleh individu lain.

10

Dinamis adalah bersifat tidak menetap seiring berjalannya waktu bisa berubah.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Mintargo (2000:106) kebudayaan menentukan sikap, nilai dan
tujuan, sementara individu pada umumnya mempelajarinya secara tidak sadar,
sebagaimana ia belajar bahasa. Sikap adalah kecenderungan untuk merasa dan
bertindak dengan cara tertentu. Nilai (values) adalah ukuran kebaikkan yang layak
diinginkan, misalnya pengetahuan, harta, pengalaman sedangkan tujuan (goal)
adalah segala pencapaian yang ditentukan oleh nilai sebagai sesuatu yang patut
dihargai

seperti:

prestasi,

kemenangan.

Sistem

ini

saling

bergantung

(interdependent) dari sikap, nilai dan tujuan yang diinginkan dan nilai yang patut
dihargai, dengan cara demikian kebudayaan menentukan tujuan dalam kehidupan.
Walaupun orang-orang memiliki kebebasan untuk memilih di dalam menentukkan
karirnya, dia akan memilih salah satu pekerjaan yang telah diajarkan oleh
kebudayaan kepadanya.
Sama seperti halnya, dalam pembuatan tuak ini, sikap adalah kemampuan dan
tindakan dalam mengolah tuak yang dilakukan berdasarkan pengalaman dan
pengetahuan setempat, memiliki nilai khusus bagi masyarakat Nias dalam
memandang tuak itu seperti apa. Tuak sangat bernilai bagi Suku Nias, karena
warisan budaya, setiap pesta adat pernikahan tuak selalu disuguhi. Tuak salah satu
jedah yang tidak terlupakan. Tuo nifarö juga tergolong minuman tradisional yang
keras, karena mengandung alkohol yang mencapai 35%-50%. Hal ini, membuat
minuman tuo nifarö sangat berbahaya apabila dikomsumsi tidak menggunakan
takaran seperempat gelas. Namun nilai dari tuak ini menjadi sesuatu yang penting
bagi suku nias apalagi dengan högö duo yang fungsinya untuk menyembuhkan
penyakit diabetes dan stroke.

Universitas Sumatera Utara

Nilai juga menyinggung tentang pengetahuan. Pengetahuan yang diturunkan
secara turun-temurun oleh keluarga atau sanak keluarga pasti memiliki nilai
tertentu, itu sebabnya nilai dianggap sesuatu yang penting. Dan tujuannya adalah
hasil dari sikap dan nilai. Hasilnya ialah ketika tuo nifarö ini siap untuk
diproduksi, maka masyarakat Nias pasti membeli tuak ini karena sudah menjadi
kebutuhan. Jadi, kebudayaan membentuk pengetahuan seseorang yang berguna
untuk keberlangsungan hidupnya. Pengetahuan masyarakat dalam memilih
penyembuhan

penyakitnya

diperoleh

dari

pengalaman

serta

dorongan

lingkungannya yang menghasilkan tingkah laku yang disebut juga dengan budaya.
Menurut Spradley, (1980) kebudayaan seseorang menentukan sesuatu
tindakan yang dapat dikatakan sebagai penyakit atau sesuatu itu dianggap sebagai
suatu penyakit. Pendefenisian penyakit dalam suatu masyarakat dan kebudayaan
berbeda-beda, adanya pendefenisian berbeda-beda ini terjadi karena dipengaruhi
oleh letak geografis, kondisi alam dan lingkungan, makanan, pola makan serta
kebiasaan makan.
Begitu juga dengan defenisi kearifan adalah proses dan produk budaya
manusia, dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Orang jawa contohnya
memiliki aneka tradisi lokal yang mungkin akan tergolong kearifan lokal.
Pengertian demikian, mirip pula dengan gagasan Geertz, (1973).
Menurut Wagiran, (2009) kearifan lokal identik dengan perilaku manusia yang
berhubungan dengan: tuhan, tanda-tanda alam, lingkungan hidup/pertanian,
membangun rumah, pendidikan, upacara perkawinan dan kelahiran, makanan,
siklus kehidupan manusia dan watak, bencana alam, dan yang terakhir kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hasan dan Prasad, (1959:21-22) masalah kesehatan bukan hanya
aspek biologis, namun kebudayaan manusia tidak terlepas dari masalah-masalah
kesehatan manusia. Itu sebabnya hubungan kearifan lokal mengenai kesehatan
sangat erat. Kearifan lokal bagian dari kebudayaan, dan masalah kesehatan bukan
hanya berbicara tentang alat medis, namun masalah sosial-budaya perlu di
perhatikan.
Masalah yang menjadi kajian dalam antropologi kesehatan adalah aktivitas
manusia yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit. Antropologi
kesehatan menjelaskan faktor dan proses yang memainkan peranan di dalam atau
mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan kelompok-kelompok
terkena oleh atau berespon terhadap sakit dan penyakit dengan penekanan
terhadap pola-pola tingkah laku.
Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur-unsur budaya
terhadap penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan. Sarwono,
(1993:27). Defenisi yang dibuat Sarwono ini masih sempit karena antropologi
sendiri tidak terbatas hanya melihat penghayatan masyarakat dan pengaruh unsur
budaya

saja.

Antropologi

lebih

luas

lagi

kajiannya

dari

itu

seperti

Koentjaraningrat (1984:76) mengatakan bahwa ilmu antropologi mempelajari
manusia dari segi aspek fisik, sosial, budaya.
Foster/Anderson, (1986:1-3) antropologi kesehatan adalah displin yang
memberikan perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial-budaya dari tingkah
laku manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya disepanjang
sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit pada

Universitas Sumatera Utara

manusia. Pengertian antropologi kesehatan yang diajukan Foster/Anderson
merupakan konsep yang tepat karena berkutub dalam pengertian ilmu antropologi
seperti yang disampaikan Koentjaraningrat mengkaji masalah-masalah kesehatan
dan penyakit dari dua kutub yang berbeda yaitu kutub biologi dan kutub budaya.
Minuman herbal/tradisional memiliki manfaat dan kegunaan diantaranya
alami dan mengandung sejumalah senyawa organik dan mengandung vitamin C
sehingga meningkatkan sistem imun, dapat meredakan gelaja deman, flu, dan
gangguan pada tenggorokan. Minuman tradisional dapat dikonsumsi

panas

maupun dingin. Rasa dan warna tergantung dari komposisi bahan-bahan herbal
yang digunakan. Winda, (2014).

Tuak bisa menjadi obat untuk menghilangkan stress. Kemungkinan besar,
wanita menjadi peminum karena gangguan dalam dirinya yang tidak didapatnya
di dalam keluarga sedangkan laki-laki yang menjadi peminum karena kegagalan
dalam hubungan akan cenderung berperilaku antisosial. Tuak bisa dijadikan
sebagai obatnya. Straussner dan Zelvin, (1997).

Menurut Muchadi, (2012:1-5) potensi kesehatan pangan, terutama perhatian
pada makanan dan minuman tidak hanya berfungsi untuk menyuplai zat-zat gizi
tetapi juga mengandung bahan yang diperkirakan atau telah terbukti dapat
meningkatkan status kesehatan dan mencengah timbulnya penyakit tertentu.

Universitas Sumatera Utara

1. 3. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di muka, maka rumusan
masalah yang di angkat dalam penelitian “Studi Etnografi Kearifan Lokal dan
Manfaat Tuo Nifarö, di Desa Sirete Kecamatan Gidö, Kabupaten Nias”. maka
rumusan masalah dapat diuraikan dalam pertanyaan penelitian berikut ini:
1. Bagaimanakah kearifan lokal dalam pengelolaan tuo nifarö di Desa
Sirete?
2. Apakah makna dan fungsi tuo nifarö bagi orang suku Nias?

1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penulis tertarik dengan topik ini karena penulis ingin mengangkat tuo nifarö
menjadi icon dari masyarakat suku Nias. Ingat tuo nifarö berarti ingat asal tuak ini
yaitu “Pulau Nias”. Tuo nifarö berbeda dengan tuak lainnya, karena tuak ini
merupakan tuak yang disuling. Tuak yang disuling, kandungan alkoholnya lebih
tinggi dari pada tuak biasa yang tidak disuling. Dan, tuo nifarö ini merupakan
kearifan lokal Suku Nias, dimana pengetahuan tentang pembuatan tuak suling
tidak semua daerah memproduksinya.
Selanjutnya penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan si penulis dan
si pembaca akan kearifan lokal yang ada di suku Nias. Seperti yang kita ketahui
bersama, kajian ilmu antropologi berkaitan dengan “kearifan lokal”, dan

Universitas Sumatera Utara

merupakan ciri khas dari displin ilmu antropologi yang dikembangkan hingga
sekarang dalam menjaga alam lingkungan maupun lingkungan sosial.
Kearifan lokal ini penting, karena merupakan ciptaan pengetahuan penduduk
setempat dalam mengelola alam yang mereka diami. Dengan adanya kearifan
lokal, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan materil dengan menjualnya
kepada masyarakat Nias maupun luar pulau Nias (sistem mata pencahariaan).
Kearifan lokal juga, berbicara tentang pengetahuan kesehatan, dimana ilmu yang
diwariskan tersebut di kembangkan ke generasi selanjutnya, dengan menciptakan
tuak (minuman tradisional) yang tidak hanya di komsumsi di pesta saja, namun
högö duo bisa di komsumsi yang berfungsi untuk menjaga kesehatan.
Dengan diadakan penelitian ini, penulis ataupun pembaca bisa mengetahui
kearifan lokal dalam pengelolaan tuo nifarö, tuo nifarö tidak bisa dikelola secara
sembarangan karena membutuhkan keahlian yang khusus, dan tidak semua orang
bisa memproduksinya. Begitu juga dengan fungsi dan makna tuak bagi orang
Nias, yakni tuak sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat suku Nias. Berbicara
tentang dampak positif dan dampak negatif apabila tuak dikomsumsi secara
berlebihan pastinya ada. Sama halnya seperti nasi, nasi apabila dikomsumsi secara
berlebihan pasti tidak baik dan kesehatan pun terganggu. Begitu juga dengan tuak,
apabila dikomsumsi secara berlebihan pasti mengalami mabuk, menghamburhamburi duit serta tidak mau bekerja.
Dari proses kearifan lokal dalam pengelolaan tuo nifarö, makna dan fungsi tuo
nifarö, maupun berbicara tentang dampak tuo nifarö semoga ilmu ini berguna
bagi penulis dan pembaca. Tidak selamanya minum tuak, berarti harus mabuk,

Universitas Sumatera Utara

minum tuak kerap dianggap sebagai minuman penghormatan kepada temanteman, dan tidak “tipis dalam pergaulan”. Melalui minum-minum tuak,
menciptakan komunitas baru, walaupun sekedar kumpul-kumpul dengan teman,
namun dimomen ini, sangatlah tepat apalagi bila berjumpa dengan kawan lama.
Tradisi minum tuak ini, sama halnya dengan “budaya nongkrong” di
kehidupan kota. Nongkrong di cafe atau kedai kopi biasanya secara berkelompok
atau biasa disebut dengan kumpul-kumpul, dimana pada kesempatan ini bisa
berbicara sepuasnya dengan teman-teman, berbagi pengalaman serta nostalgia
bersama sahabat/teman lama.

1.5. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang
menghasilkan depskripsi yang tidak menggunakan prosedur statistik atau cara
kualifikasi lainnya. Penelitian kualitatif, didasarkan pada upaya membangun
raport dengan informan, yang berarti membangun hubungan baik, melalui
wawancara, observasi dan partisipasi. Pencaharian data juga dilakukan dengan
mengamati suatu gelaja seperti tingkah laku, peristiwa, yang ditemui dilapangan.
Penelitian ini saya lakukan pada awal februari 2015 selama penelitian di
Desa Sirete, saya dibantu oleh adek teman saya yakni Deddy Ndraha. Deddy
berusia 18 tahun dan baru tamat SMA tahun 2014 yang lalu. Kesehariannya ia
tidak melanjutkan kuliah namun mengikuti latihan tes tentara. Sebelumnya kami
belum pernah berjumpa, dan saya mengambil nomor teleponnya dari Desman
Ndraha yakni abang Deddy. Ketika itu, waktu menunjukkan pukul 10.00 WIB,

Universitas Sumatera Utara

saya diantar menggunakan mobil oleh Bapa dan Mama saya menuju rumah Ina
David Ndraha (rumah Deddy). Jarak antara rumah saya di Gunung Sitoli dan
rumah Deddy di Gidö lumayan jauh dan memerlukan waktu 1,5 jam. Dan sarana
jalan raya diarah rumah Deddy sudah sangat baik.
Ketika sampai di rumah Deddy, Bapa dan Mama saya berkenalan
dengannya dimana kami sebelumnya tidak saling kenal dengan Deddy hanya saja,
Desman yang memberitahu alamatnya di Nias, dan ketika kami berjumpa dengan
Deddy, sekitar 30 menit, kami bersama-sama ke kantor camat di Gidö untuk
memberitahu bahwa saya melakukan penelitian di Desa Sirete. Sesampainya di
kantor camat, saya menyerahkan surat izin penelitian dari kampus. Saat itu, bapak
camat sedang tidak berada di kantor, sehingga saya hanya bertemu dengan bapak
seketaris camat.
Beliau, menanyakan alasan mengapa saya tertarik dengan penelitian ini,
metode apa yang saya gunakan, dan memberikan sedikit pengarahan untuk
melakukan penelitian karena beliau sudah sering melakukan penelitian. Dari
diskusi singkat ini, maka saya sudah mulai mengetahui beberapa orang yang dapat
saya jadikan informan. Kesimpulan diskusi kami saat itu ialah, saya akan
menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada pedoman wawancara kepada
pemilik produksi tuak, sekaligus tanggapan masyarakat tentang makna dan fungsi
tuak di Desa Sirete. Setelah saya selesai berdiskusi surat izin penelitian (surat
rekomendasi) yang menyatakan bahwa penelitian ini sah untuk dilakukan, beliau
menyarankan bahwa besoknya baru bisa diambil lantaran harus dibaca dan
diketahui oleh bapak camat. Dan saya mengikuti saran yang diberikan beliau.

Universitas Sumatera Utara

1.5.1. Wawancara
Wawancara yang pertama sekali dan secara mendalam dilakukan adalah
kepada bapatalu Ama Risda Ndraha, yang berusia 42 tahun berprofesi sebagai
petani nira. Wawancara dilakukan dikediaman rumah bapatalu Ama Risda, yang
berdekatan dengan rumah Deddy. Saat kami masuk kerumahnya, mereka sangat
ramah dan mempersilahkan kami untuk duduk dan menanyakan tujuan
kedatangan kami. Kemudian saya memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan
kedatangan saya. Setelah itu, kami saling mengenal, kemudian saya mulai
menanyakan hal-hal umum yang biasa dilakukan oleh bapatalu Ama Risda seharihari, hingga kemudian menanyakan hal-hal yang berkaitan mengenai tuo nifarö.
Bapatalu Ama Risda ini merupakan informan utama saya, karena ia
mengetahui persis dari cara menyadap nira kelapa hingga memproduksi tuak.
Berdasarkan pengalaman bapatalu Ama Risda sudah terbiasa memberi informasi
kepada mahasiswa PKL dibidang pertanian. Jadi saya diberikan informasi yang
mendalam dan mengizinkan saya untuk berpartisipasi dalam memasak tuak.
Bapatalu Ama Risda mempunyai lafo tuak dan saya diizinkan untuk
mewawancarai orang-orang yang pergi lafonya. Kami juga disuguhi teh manis
oleh mamatalu Ina Risda yakni istri dari bapatalu Ama Risda. Beliau adalah salah
satu masyarakat Desa Sirete yang sudah bertahun-tahun memproduksi tuak.
Beliau bekerja sebagai petani nira yang ladangnya terletak tidak jauh dari tempat
tinggalnya, selain itu ia membuka panglong dirumahnya menerima pesanan
kursi/meja dari sekolah-sekolah.

Universitas Sumatera Utara

Wawancara selanjutnya kepada bapak Ama Delia Zebua, yang berusia 45
tahun. Ama Dalia Zebua adalah pemilik lafo duo mbanua (tuak aren nias mentah).
Beliau berprofesi sebagai PNS, dan usaha sampingannya yakni membuka lafo
tuak berserta tambol. Dari wawancara ini, saya mendapat informasi bagaimana
cara menyadap aren serta membuat duo mbanua. Saya juga diizinkan untuk
mewawancarai orang yang minum tuak dan sekedar mengambil foto.
Wawancara berikutnya, dengan bapak seketaris desa bapatalu Ama Santi
Ndraha yang berusia 36 tahun. Disini saya, diberikan data seputar sejarah singkat
Desa Sirete, data yang mendukung penelitian saya. Saya juga menanyakan
beberapa pertanyaan yang berhubungan tentang penelitian saya. Beliau sangat
terbuka dan menjawab beberapa pertanyaan dari saya, dan ketika usai wawancara
saya disuguhi makan siang, nasi sup anak babi yang rasanya enak.
Selanjutnya, saya mewawancarai beberapa masyarakat yang percaya
bahwa högö duo bisa menyembuhkan penyakit gula, dan bisa dijadikan minyak
urut. Saya juga mewawancai beberapa masyarakat tentang makna dan fungsi tuo
nifarö di lafo tuak, sejauh ini dalam wawancara masyarakat berbicara dengan
terbuka hanya saja kepada masyarakat saat melakukan wawancara, saya
menggunakan 2 bahasa yaitu: bahasa Nias dan bahasa Indonesia. Hal ini saya
lakukan karena saya tidak begitu fasih menggunakan bahasa Nias, sementara
masyarakat yang sering ke lafo tuak ada yang tidak bisa menggunakan bahasa
Indonesia. Namun, hal ini bukanlah suatu masalah besar karena saya bisa minta
bantu kepada Deddy, karena selama penelitian Deddy selalu mendampingi saya
selama berada di lapangan.

Universitas Sumatera Utara

Wawancara adalah suatu kegiatan dimana terjadi percakapan yang telah
terstruktur, dimana peneliti akan memberikan pertanyaan untuk dijawab yang
diwawancarai.

Seluruh

informasi-informasi

yang

saya

dapat

selama

berwawancara ditulis dalam catatan lapangan saya. Hal ini saya lakukan karena
keseluruhan informasi tersebut merupakan data kualitatif yang berguna dalam
masalah penelitian saya. Istilah-istilah daerah yang berguna dalam menjawab
masalah penelitian saya. Istilah-istilah daerah yang disebutkan oleh informan juga
saya tuliskan dalam skripsi ini karena istilah tersebut merupakan simbol-simbol
yang digunakan oleh informan.

1.5.2. Pengamatan (Observasi)
Di Nias ada 2 titik daerah yang bisa disebut-sebut sebagai wilayah
penghasil tuak yakni Umene dan Gidö. Namun peneliti memilih daerah Gidö
karena masyarakat Gidö lebih terkenal kuat dalam minum tuak dan banyak
menghasilkan tuak. Disamping itu, akses peneliti lebih cepat, karena mempunyai
kenalan dan tempat tinggal yakni di rumah Deddy. Pengamatan dilakukan dalam
mendeskripsikan kepercayaan masyarakat Nias, terhadap tuo nifarö. Tuo Nifarö
dianggap sebagai minuman tradisional yang alami dan dapat dijadikan obat.
Selain itu, tuo nifarö dijadikan sebagai syarat pada pesta adat pernikahan, dan
dilapangan memang tradisi ini masih dilakukan sampai sekarang.
Adanya larangan untuk tidak boleh minum-minuman keras tampaknya
tidak saya jumpai dilapangan. Ketika pesta adat pernikahan, baik orangtua
maupun orang muda, pasti sudah pernah meminum tuo nifarö. Dan hal ini tidak

Universitas Sumatera Utara

memandang status/kedudukan. Seorang camat, lurah, polisi maupun pemuka
agama pun apabila saudaranya menikah pasti ikut berpesta dan paling tidak
seteguk tuak. Hal ini bisa dikondisikan dengan situasi pesta, malah kelihatan
segan ketika ada pesta tidak minum tuak.
Pengamatan observasi adalah tindakan si peneliti untuk mengetahui
gambaran dari kondisi pengelolaan tuo nifarö hingga kondisi sosial bagaimana
masyarakat memandang tuak di Desa Sirete. Pengamatan ini, guna mengetahui
akan segala tindakan, percakapan, maupun perilaku kegiatan yang mereka lakoni
dan si peneliti menangkap melalui panca indra sesuai dengan kondisi yang berada
di lapangan.
Keadaan lafo tuak yang diamati oleh penulis pada saat itu, sangat ramai
oleh anak muda laki-laki yang sedang makan nasi dengan lauk B1 dan minumnya
yakni duo mbanua (tuak mentah). Lafo tuak berbentuk sederhana yang
menggunakan bangunan kayu. Tempatnya bersih, dan tidak seperti yang penulis
bayangkan sebelumnya kalau lafo tuak itu kurang bersih. Namun rata-rata anak
muda laki-laki yang di lafo ini, merokok sehingga asap rokoknya menyebar
kemana-mana. Lafo tuak di design layaknya seperti warung makanan, dimana
adanya penyusunan meja, kursi, dan penjualnya yakni seorang perempuan yakni
Ina Agus yang berusia 45 tahun yang tetap melayani pembeli layaknya rumah
makan. Jadi, siapa saja bisa bergabung di lafo tuak, meskipun perempuan, tidak
menjadi sesuatu yang diherankan apabila perempuan minum tuak.
1.5.3. Partisipasi

Universitas Sumatera Utara

Di dalam penelitian ini, Peneliti terlibat langsung dalam kegiatan
pengelolaan tuo nifarö di Desa Sirete. Peneliti ikut serta dalam kegiatan proses
penyadap nira, tahap fermentasi, tahap pemasakan dan tahap penyulingan.
(sehingga nira berubah menjadi tuak yang siap untuk di konsumsi). Dengan
adanya partisipasi ini, si peneliti dapat membangun raport yang baik kepada
informan. Tujuan membangun raport adalah agar si peneliti bisa membangun
relasi yang baik dan keterbukaan kepada informan.
Selain itu, peneliti ikut dalam kegiatan pesta pernikahan, dan ikut
berdiskusi dengan masyarakat di lafo tuak. Namun, ketika peneliti gabung dengan
mereka, peneliti selalu memperkenalkan diri dan membawa surat izin lapangan,
sehingga mereka tahu penelitian ini sah, dan mereka tidak mempermainkan
peneliti. Peneliti juga ikut ngobrol dengan mereka, peneliti menyimak betul apa
saja yang mereka ceritakan dan ikut bersuara. Peneliti berupaya mengikuti alur
pembicaraan mereka agar tidak ada rasa canggung dan mengganggap mereka
seperti teman dekat.

1.6. Pengalaman Peneliti selama di Lapangan
Penelitian ini dilakukan di jalan binaka arah Idanögawo km 23,5 Desa
Sirete, Dusun I, No. 108 Kecamatan Gidö, Kabupaten Nias dimana ada beberapa
tempat produksi dalam pengelolahan tuo nifarö. Saya tinggal langsung di rumah
penduduk guna melihat langsung kondisi dilapangan. Jarak antara Gunung Sitoli
dan Gidö lumayan jauh memerlukan waktu sekitar 1,5 jam.

Universitas Sumatera Utara

Menyenangkan ketika saya tinggal langsung di keluarga, ibu Ina David
Ndraha. Mereka menerima saya dengan baik. Setelah ditelusuri lebih dalam lagi
ternyata saya dan keluarga Ina David bersaudara antara nenek ke nenek. Saya bisa
tinggal dirumah ini, berkat anaknya Desman yang tak lain kerabat Antro Fisip
USU 2012. Ina David berprofesi sebagai PNS (guru agama) di Sekolah Dasar.
Keluarga ini memiliki 3 anak, 1 berada di Jakarta yakni David Ndraha, 1 berada di
Medan yakni Desman Invocavit Ndraha, dan 1 lagi tinggal bersama Ina David di
Nias yakni Deddy Lestari Ndraha dan Ina David tidak memiliki suami
dikarenakan sudah dipanggil Yang Maha Kuasa sejak tahun 2011 yang lalu.
Warga di Desa Sirete tidak merata pekerjaannya. Ada yang berprofesi
sebagai PNS, pedagang, petani, nelayan, dan sebagainya. Masyarakat Desa Sirete
memiliki solidaritas yang tinggi, senyum, sapa, salam sudah menjadi tradisi bagi
mereka ketika bertemu dengan kawan, kerabat maupun saudara. Udara di Desa ini
sejuk dan tidak terlalu ribut meskipun posisi rumah Ina David ini berada di depan
pinggir jalan raya. Setiap kendaraan yang melintas di depan rumah, kami bisa
melihatnya dengan jelas. Seperti angkot jurusan Gidö ke Gunung Sitoli banyak
melintas di depan rumah, dan apabila peneliti balik kerumah yakni di Gunung
Sitoli peneliti menggunakan jasa angkot. Namun, peneliti tidak setiap hari balik ke
Gunung Sitoli, kira-kira sekali tiga hari, pulang sore dan besok pagi kembali ke
Gidö, Desa Sirete.
Sesampai di Desa Sirete peneliti dikenalkan kepada satu keluarga yang
menjadi informan tetap. Yakni keluarga Ama/Ina Risda Ndraha, peneliti
bersyukur mendapat informan yang mau membantu kapanpun dan sudah dianggap
sebagai anaknya sendiri. Selain itu, bapatalu Ama Risda sangat fasih berbahasa

Universitas Sumatera Utara

Indonesia sehingga tidak ada kesulitan dalam berkomunikasi antara peneliti dan
informan. Bapatalu Ama Risda ini, memberikan penjelasan yang akurat mengenai
seputar tuo nifarö dari proses penyadapan, proses pemasakan, dan proses
produksi. Peneliti diperlihatkan tuak nomor 1 (satu) yang warnanya bening seperti
air putih, dan ketika diuji/dites, tuak bisa membakar, pada saat itu tuak dituang
diatas meja, dan mancis dihidupkan diatas tuak tersebut, maka meja bisa terbakar
sebentar, namun apinya seperti spritus yang bertahan cuma sesaat.
Selama berada di Desa Sirete saya diajak kesawah, ketempat dimana
biasanya petani menyadap nira. Tidak semua pohon kelapa bisa menghasilkan
nira, hanya sebagian saja. Untuk mendapatkan nira yang bagus, harus seringsering diambil dan ditampung di jerigen kecil ataupun diikat dengan plastik.
Untuk mengetahui nira terdapat pelepah dilihat air yang menetes pada sigaru,
kalau dilihat ada tetesan air yang menetes, maka nira tersebut bisa diambil.
Melihat secara langsung proses penyadapan nira merupakan pengalaman yang
baru bagi peneliti dimana peneliti harus sabar berjalan setapak demi setapak dan
penyadapan ini dilakukan di sore hari.
Seusai dari sawah, peneliti pulang ke rumah Ina David dan besoknya
melihat proses pemasakan dan penyulingan. Tenyata untuk memasak nira, ada
beberapa yang perlu diketahui dalam memasak nira, seperti apinya harus kecil,
karena apabila dimasak dengan api yang besar maka tuak di dalam kaleng bisa
meledak. Nira yang difermentasi dan dimasak mempunyai kadar alkohol yang
tinggi itu sebabnya ketika memasak tuak apinya harus kecil. Begitu juga apabila
ketika tuak dituang kedalam blek (kaleng bekas minyak) tidak boleh terlalu penuh
karena ditakutkan ketika memasak tuak, tuaknya berbuih dan tumpah-tumpah, itu

Universitas Sumatera Utara

sebabnya tidak boleh tuak dimasak terlalu penuh cukup dengan perkiraan agak
penuh, mencium bau tuak ketika tuak masak peneliti sudah tahu betul karena
aromanya sangat menyengat, begitu juga dengan teknik dalam mengelem sumbu
bambu dan koro juga harus dilakukan dengan baik dan waktu-waktu pergantian
botol harus diperhatikan karena kalau tidak diperhatikan maka tuak yang tersuling
bisa tumpah dan saying kalau dibiarkan hal seperti itu.
Cara memproduksi tuo nifarö harus betul-betul diperhatikan karena
apabila tuak sudah siap disajikan rasanya harus sama seperti biasanya yakni ketika
di minum terasa hangat di tenggorokan. Apabila rasa ini berbeda contohnya
rasanya hambar dari yang biasanya, maka tuak itu dibuang dan dianggap telah
gagal produksi, dijual pun berhari-hari tidak akan laku karena rasanya berbeda. Itu
sebabnya, rasanya harus sempurna, harus sama seperti yang biasanya.
Peneliti banyak mengalami kesulitan disana sini karena peneliti kurang
fasih dalam berbahasa Nias, namun peneliti oleh Deddy, ia menejermahkan
bahasa Nias ke bahasa Indonesia. Peneliti bersyukur, proses demi proses
penelitian bisa berjalan dengan lancar dan selalu ada saja yang mau membantu
pada saat peneliti mengalami kesulitan. Pengalaman yang paling bekesan adalah
ketika peneliti berbincang-bincang dengan kelompok peminum di lafo tuak.
Peneliti takut apabila peneliti salah dalam berbicara, secara umum orang yang
minum tuak dan setengah mabuk gampang terpancing emosi. Namun, peneliti
yakin bahwa setiap orang yang setengah mabuk pasti berbicara seadanya, tidak
ada yang ditutup-tutupi ia berbicara sesuai dengan kenyataan yang terjadi dalam
kehidupannya.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang umum bagi peminum
seperti “apa yang abang/bapak rasakan pada saat meminum tuak bersama temanteman?”, “apakah abang/bapak sering mabuk?”, “apa keunggulan tuo nifarö?”,
pertanyaan-pertanyaan sederhana ini, bisa mereka jawab sesuai dengan bahasa
mereka sendiri dan tidak direkayasa. Jawaban setiap orang pasti berbeda-beda
namun ada juga yang jawabannya rata-rata mengarah ke masalah pribadi bisa jadi
mereka curhat tentang masalah yang mereka alami. Kenyataannya memang orang
yang mabuk bisa cerewet walaupun sebelum ia adalah seorang yang pendiam.
Dari beberapa jawaban yang peneliti melihat bahwa meminum tuak
membuat hubungan pertemanan tetap terjaga. Orang yang biasanya tidak mau
kumpul-kumpul ketika diajak “ayo minum tuak di lafo ama Risda”, maka
setengah jam kemudian mereka sudah ada ditempat itu. Nah, hal ini membuktikan
bahwa sesekali orang membutuhkan waktu luang untuk berbincang sekedar
menanyakan kabar, bercerita tentang ada tetangga yang sakit, menceritakan
penghasilan mereka, bercerita strukur organisasi gereja, bercerita tentang
koperasi, dan senang-senang, mereka bisa mengetahui kondisi keadaan teman
mereka apabila jumpa dan minum tuak, cerita lama bisa dibahas kembali dalam
pertemuan di lafo tuak.

Universitas Sumatera Utara