Pra Rancangan Pabrik Pembuatan Selulosa Asetat Dari Alang - Alang Dengan Kapasitas 80.000 Ton Tahun

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Selulosa Asetat
Selulosa asetat adalah selulosa yang gugus hidroksilnya diganti oleh gugus

asetil berbentuk padatan putih, tak beracun, tak berasa, dan tak berbau. Selulosa
asetat mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi karena selulosa asetat
memiliki beberapa keunggulan diantaranya karakteristik fisik dan optik yang baik
sehingga banyak digunakan sebagai serat untuk tekstil, filter rokok, plastik, film
fotografi, lak, pelapis kertas dan membran, serta kemudahan dalam pemrosesan
lebih lanjut. Di samping itu selulosa asetat mempunyai daya tarik yang cukup
tinggi karena sifatnya yang biodegradable sehingga ramah lingkungan (Kiyose et
al., 1998; G. Odian, 1933).

2.1.1

Kegunaan Selulosa Asetat
Selulosa


Asetat

mempunyai

rumus

molekul

[C6H7O2(OCOCH3)3]x,

berwujud padat dengan bentuk flake (serpihan) atau powder (serbuk) dan
berwarna putih. Karena keseragamannya dalam kualitas, kemudahan dalam
pewarnaan dan berbagai karakteristik estetika lainnya, menjadikan selulosa asetat
sebagai pilihan dalam pembuatan pakaian wanita dan keperluan kain pada rumah
tangga. Selulosa asetat bersifat hidrofobik dan memiliki sifat yang mudah untuk
dibentuk, quick drying, tidak mudah berkerut, dan stabilitas tinggi. Pemakaian
penting lainnya adalah sebagai filter pada sigaret, untuk produksi lembaranlembaran plastik, film, dan juga cat. (Mc. Ketta, 1997).

2.1.2


Sifat fisik dan kimia selulosa asetat

Sifat fisis :
• Wujud : padat
• Kenampakan : flake (butiran)
• Rumus molekul : (C6H7O2(OCOCH3)3)x
• Titik lebur : 260oC

Universitas Sumatera Utara

• Kapasitas panas : 0,42 cal/g. oC
• Sg : 1,32 g/cm3
• Derajat polimerisasi : 200
• Derajat subtitusi : 2,4
Sifat kimia :
• Larut dalam aseton

2.2


Selulosa
Selulosa

merupakan

komponen

utama

penyusun

dinding

sel

tanaman.Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman sekitar 35 – 50 % dari
berat kering tanaman (Saha, 2004).
Selulosa pada tumbuhan terdapat pada beberapa bagian seperti pada
batang dan bagian lain. Bagian tubuh tumbuhan umumnya tidak hanya
mengandung selulosa tetapi juga lignin dan hemiselulosa, lignin membungkus

selulosa oleh karena itu untuk tahap ekstraksi serat, lignin perlu dilarutkan terlebih
dahulu. Pelarutan lignin ini menghasilkan bahan yang hanya mengandung serat
selulosa dan hemiselulosa (Rizky, 2008).
Selulosa mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n, dengan n adalah derajat
polimerisasi. Panjang suatu rangkaian selulosa tergantung pada derajat
polimerisasinya.Semakin panjang suatu rangkaian selulosa, maka rangkaian
selulosa tersebut mempunyai serat yang lebih kuat, lebih tahan terhadap pengaruh
bahan kimia, cahaya, dan mikroorganisme. Selulosa dapat dibedakan menjadi:
1.α-selulosa
Jenis selulosa ini tidak dapat larut dalam larutan NaOH dengan kadar
17,5% pada suhu 200oC dan merupakan bentuk sesungguhnya yang telah dikenal
sebagai selulosa.
2.β-selulosa
Jenis dari selulosa ini mudah larut dalam larutan NaOH 17,5% dengan
derajat polimerisasi 15-90 pada suhu 200oC dan akan mengendap bila larutan
tersebut berubah menjadi larutan yang memiliki suasana asam.

Universitas Sumatera Utara

3.γ-selulosa

Memiliki sifat yang sama dengan β-selulosa, dengan derajat polimerisasi
kurang dari 15.
2.2.1

Sifat-Sifat Selulosa
Sifat-sifat selulosa terdiri dari sifat fisika dan sifat kimia. Selulosa rantai

panjang mempunyai sifat fisik yang lebihkuat, lebih tahan lama terhadap
degradasi yang disebabkan oleh pengaruh panas, bahan kimia maupun pengaruh
biologis. Sifat fisika dari selulosa yang penting adalah panjang, lebar dan tebal
smolekulnya. Sifat fisik lain dari selulosa adalah:
1.

Dapat terdegradasi oleh hidrolisa, oksidasi, fotokimia maupun secara
mekanis sehingga berat molekulnya menurun.

2.

Tidak larut dalam air maupun pelarut organik, tetapi sebagian larut dalam
larutan alkali.


3.

Dalam keadaan kering, selulosa bersifat higroskopis, keras dan rapuh. Bila
selulosa cukup banyak mengandung air maka akan bersifat lunak. Jadi fungsi
air disini adalah sebagai pelunak.

4.

Selulosa dalam kristal mempunyai kekuatan lebih baik jika dibandingkan
dengan bentuk amorfnya (Fengel dan Wenger,1995).

2.2.2

Sumber-sumber Selulosa
Adapun sumber-sumber selulosa baik dari bahan kayu maupun non kayu

antara lain : (Yusup, 2010).
1.


Kayu

2.

Bukan Kayu :
a. Serat buah/biji (Seed fibres) : Kapas, kapuk
b. Serat kulit (Bast fibres) : Rami, kenaf, rosela dll
c. Serat daun (Leaf Fibres) : nenas, pisang abaca dll
d. Bambu
e. Residu pertanian (Agricultural Residues) : bagas, jerami, merang, tandan
kosong sawit (TKS), tongkol jagung, dan alang-alang

Universitas Sumatera Utara

2.3

Alang – alang
Alang-alang atau Imperata cylindrica adalah tanaman liar dan merupakan

tanaman pengganggu pertanian yang merisaukan karena sifatnya yang mudah dan

cepat berkembang biak, di berbagai tempat terlebih di tempat yang tanahnya subur
dapat mencapai ketinggian 1,0 – 2,0 meter.

Gambar 2.1.Alang alang
Dilihat dari kandungan kimianya, gulma tersebut mengandung bahan
selulosa yang cukup tinggi, Komposisi kandungan kimia tersebut antara lain:
Tabel 2.1 Komposisi Alang-Alang
Kandungan

Kadar

Selulosa

44,28 %

Silika

3.6 %

Lignin


18,12 %

Air

28,58 %

Abu

5, 42 %

(Budi, dkk. 2012)
Di kalangan masyarakat umum, alang alang merupakan sejenis tanaman
liar pengganggu yang merusak keadaan tanah dan sebagi sumber utama timbulnya
bahaya kebakaran pada tanaman budidaya dan hutan ( Dove dan Mortopo 1987 ).

Universitas Sumatera Utara

Selain itu alang alang juga dianggap sebagi saingan tanaman budidaya kerana
alang alang berkembang biak dengan stolon yaitu batang batang menjalar di

bawah tanah yang mempunyai mata tunas ada setiap buku batangnya dan tumbuh
menjadi tanaman baru lebih cepat dari tanaman budidaya ( Sukman dan Yakup,
1995 ).
Keberadaan alang alang yang dianggap merugikan dan mengganggu ini
ternyata tidak seperti yang diperkirakan orang selama ini. Karena menurut
pengamatan dan penelitian yang dilakukan, alang alang mempunyai manfaat yang
banyak seperti : sebagai bahan penutup tanah yang tidak diusahakan dalam bentuk
mulsa atau serasah agar terhindar dari erosi, daun batang, dapat dimanfaatkan
sebagai makanan ternak, atap rumah, bahan pabrik kertas, bahan kerajinan,
sedangkan akarnya dapat digunakan sebagai ramuan obat-obatan secara
tradisional ( Sukman dan Yakup 1995 ).

2.4

Proses Pembuatan Selulosa Asetat
Ada 3 proses utama yang biasa digunakan untuk mengubah selulosa

menjadi selulosa asetat yaitu:
1. Solvent process (proses dengan pelarut)
Merupakan proses yang paling umum dan biasa digunakan. Pada proses

asetilasi digunakan asetat anhidrid sebagai solvent dan berlangsung dengan
kehadiran asam asetat glasial sebagai diluents serta asam sulfat sebagai katalis.
2. Solution process (proses larutan)
Methylene cloride menggantikan semua atau sebagian asam asetat dan aksinya
sebagai solvent bagi selulosa asetat yang terbentuk.
3. Heterogeneous process ( proses heterogen )
Cairan organik inert, seperti benzene ligroin digunakan sebagai nonsolvent
untuk menjaga selulosa terasetilasi yang telah terbentuk dalam larutan.

2.5

Pemilihan proses
Proses yang digunakan pada rancangan proses ini yaitu proses asetilasi

dengan pelarut asam asetat dengan reaktan utama asetat anhidrid dan katalis asam

Universitas Sumatera Utara

sulfat karena memiliki keuntungan pada proses asetilasi yang menghasilkan
derajat asetilasi yang tinggi yaitu 2,50 – 2,95 (Mc Ketta, 1997).

Tahapan proses produksi selulosa asetat adalah sebagai berikut:
1. Proses Pembuatan Pulp dari Alang - alang.
2. Proses Pengubahan Pulp Menjadi Selulosa Asetat dengan Menggunakan Proses
Asetilasi.
3. Proses Pemurnian Produk Selulosa Asetat dan Recovery Asam Asetat Sisa.

2.6

Deskripsi Proses

2.6.1

Proses Pembentukan Pulp dari Alang – alang
Proses

pembentukan

pulp

yang

berasal

dari

alang-alang dengan

menggunakan proses pulping diikuti dengan bleaching. Alang-alang didalam
gudang penyimpanannya (G-101) dibawa ke unit disk chipper (DC-101) untuk
diperkecil ukurannya hingga panjang 3 cm. alang - alang yang telah dicacah
dibawa ke gudang penyimpanan (G-102) yang sudah dikecilkan dan dibawa ke
tahap ekstraksi dengan menggunakan bucket elevator (BE-101) .
Larutan NaOH 8% dipompakan dari tangki (T-201) menggunakan pompa
(P-201) menuju tangki ekstraksi (T-101). Proses ekstraksi menggunakan pelarut
NaOH 8% bertujuan untuk melarutkan lignin di dalam alang–alang. Tangki
ekstraksi dilengkapi dengan pengaduk. Perbandingan antara alang–alang dengan
NaOH 8% adalah 10:1 (b/b). Proses ekstraksi berlangsung selama 1 jam dengan
temperatur 120oC. Media yang digunakan untuk memanaskan reaktor menjadi
120oC dengan tekanan 2 atm adalah saturated steam yang dialirkan melalui jaket
reaktor.
Pulp hasil ekstraksi dialirkan menggunakan pompa (P-101) ke tangki
penampungan sementara (ST-101), lalu dikirimkan ke unit pencucian Rotary
washer I (RW-101) dengan menggunakan pompa (P-102). Media yang digunakan
untuk mencuci pada unit adalah air proses dengan suhu 30OC. Perbandingan air
proses dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1 (Kirk & Othmer, 1978). Efesiensi
pencucian pada alat ini adalah 98% (European Commission, 2001). Selanjutnya,
pulp akan dibawa dengan belt conveyor (BC-103) ke unit bleaching (T-102).

Universitas Sumatera Utara

Keluaran dari Rotary washer I dibawa menggunakan belt conveyor (BC103) ke dalam tangki Bleaching (T-102). Tangki Bleaching digunakan untuk
menghilangkan lignin yang tersisa dari proses ekstraksi. Di dalam tangki
bleaching (T-102) dimasukkan pulp serta larutan NaOCl 10% dari (T-202)
menggunakan pompa (P-202) dengan perbandingan 20:1 (b/b). Tangki (T-102)
dilengkapi dengan pengaduk untuk mengaduk campuran. Proses Bleaching
berlangsung selama 60 menit pada suhu 600C dan konsistensi air di dalam pulp
10%.
Setelah melewati tahap Bleaching, Bleached pulp dimasukkan ke dalam unit
pencucian Rotary washer II (RW-102) yang bertujuan agar pulp yang dihasilkan
bersih dari sisa bahan kimia pemutih (NaOCl). Media pencucian yang digunakan
adalah air proses yang masuk ke unit RW-102 pada 300C. Perbandingan air proses
dengan bahan yang dicuci adalah 2,5 : 1 (Kirk & Othmer, 1978). Efesiensi
pencucian pada alat ini adalah 98% (European Commission, 2001).
Kemudian pulp dibawa menggunakan belt conveyor (BC-104) memenuju
unit pengeringan pulp. Pulp dikeringkan dengan menggunakan Rotary dryer.
(RD-101) Media pemanas yang digunakan pada unit ini adalah Saturated steam
dengan temperatur operasi 1000C dan tekanan 1 atm. Kandungan air yang
diharapkan pada keluaran Rotary dryer adalah sebesar 10% yang merupakan sarat
kandungan air pada pulp untuk memasuki unit asetilasi.
2.6.2 Proses

Pengubahan

Pulp

Menjadi

Selulosa

Asetat

dengan

Menggunakan Proses Asetilasi
Pulp dibawa dengan menggunakan Bucket elevator (BE-102) ke tangki
aktifasi (T-103) yang terbuat dari stainless steel dan dilengkapi dengan pengaduk.
Asam asetat glasial dipompakan dari (T-203) sebanyak 35% dari jumlah selulosa
dipompakan menggunakan pompa (P-203) dari tangki penyimpanannya ke tangki
aktifasi (T-103) untuk proses aktivasi pulp dalam penyeragaman selulosa
(pretreatment) (Yamashita et al, 1986). Kondisi operasi tangki aktifasi adalah
50oC dengan pengadukan selama 30 menit. Fasa pada proses ini adalah bubur
(slurry). Pulp yang diaktivasi dimasukkan ke dalam reaktor asetilasi (R-101)
menggunakan pompa (P-104) yang dilengkapi dengan pengaduk dan jaket
pemanas. Reaktan asetat anhidrid dari tangki penyimpanannya (T-204)

Universitas Sumatera Utara

dipompakan menggunakan pompa (P-204) sebanyak 247% dari berat selulosa
serta asam asetat glasial dari tangki penyimpanannya (T-203) dipompakan
menggunakan pompa (P-203) sebanyak 438% dari berat selulosa menuju reaktor
(Yamashita et al, 1986). Selanjutnya katalis asam sulfat pekat 96.5% dari tangki
penyimpanan

(T-205)

sebanyak

3,8%

dari

berat

selulosa

dipompakan

menggunakan pompa (P-205) ke reaktor asetilasi (R-101) (Yamashita et al, 1986).
Kondisi operasi dalam reaktor adalah 70oC dan waktu reaksi selama 1 jam. Reaksi
keseluruhan yang terjadi dalam reaktor dalam perubahan selulosa menjadi
selulosa triasetat adalah sebagai berikut:
OH
C6H7O2

OCOCH3

OH + 3(CH3CO)2O

C6H7O2

OH
Selulosa

OCOCH3 + 3CH3COOH
OCOCH3

Asetat Anhidrid

Selulosa Triasetat

Asam Asetat

Reaksi di atas menunjukkan bahwa 3 mol asetat anhidrid bereaksi dengan 1
mol selulosa untuk menghasilkan 1 mol selulosa triasetat dan 3 mol asam asetat.
Pada reaksi ini, seluruh selulosa dapat diubah menjadi selulosa triasetat (Lewin,
2001).
Setelah proses asetilasi, produk hasil reaktor asetilasi dibawa menggunakan
pompa (P-105) selanjutnya ke unit hidrolisis dalam reaktor hidrolizer (R-102)
pada suhu 120oC dan tekanan 1 atm dengan media pemanas yaitu Saturated steam
selama 2 jam dengan penambahan air sebanyak 71% dari berat selulosa lalu
diaduk-aduk secara perlahan sehingga akan terbentuk serpihan padatan (flake)
selulosa asetat (Yamashita et al, 1986). Unit Hidrolisasi bertujuan untuk
mematangkan (ripening step) selulosa triasetat menjadi selulosa asetat serta
menghentikan reaksi asetilasi dan menghidrolisis seluruh sisa asetat anhidrid
membentuk asam asetat. Reaksi utama yang terjadi dalam tangki hidroliser adalah
sebagai berikut :
OCOCH3
C6H7O2

OH

OCOCH3 + H2O
OCOCH3

Selulosa triasetat

C6H7O2

OCOCH3

+ CH3COOH

OCOCH3
Air

Selulosa Asetat

Asam Asetat

Universitas Sumatera Utara

Setelah melalui proses hidrolisis, maka produk keluaran tangki hidroliser
dialirkan menggunakan pompa (P-106) ke Cooler (HE-101), untuk menurunkan
suhu produk yang tadinya 120oC dengan menggunakan media air pendingin.
Penurunan suhu produk unit pendingin menjadi 50oC. Produk keluaran unit
pendingin dialirkan ke centrifuge bertujuan untuk memisahkan asam sulfat, asam
asetat dan air dalam campuran.
2.6.3

Proses Pemisahan Produk Selulosa Asetat Dari Fase Cairnya.

Tahap ini bertujuan untuk :
- Memisahkan padatan selulosa asetat dari fase cairnya.
- Mengeringkan padatan selulosa asetat.
Setelah dihidrolisis, campuran dari tangki hidroliser dialirkan menuju
Centrifuge (CF) untuk dilakukan pemisahan. Centrifuge bekerja untuk
memisahkan padatan selulosa asetat dari fase cairnya dengan efisiensi alat sebesar
98%. Selulosa asetat dalam bentuk serpihan padatan (flake) kemudian dikeringkan
dengan menggunakan rotary dryer (RD-102) yang dibawa dengan menggunakan
Belt conveyor (BC-10), sedangkan larutan sisa masuk ke dalam tangki
penampungan asetat sisa (T-206).
Rotary dryer

dioperasikan pada tekanan 1 atm dengan suhu 100oC

menggunakan Saturated steam sebagai media pemanas. Kemudian dari Rotary
dryer (RD-102), dengan belt conveyor (BC-107) produk dibawa untuk
didinginkan dengan melewatkan produk menuju gudang selulosa asetat I (G-103),
sehingga suhu produk menjadi lebih dingin. Kemudian produk dibawa ke unit
penyeragaman bentuk/ Crusher (CR), agar bentuk Flake Selulosa asetat menjadi
seragam yaitu dengan ukuran produk akhir ± 1,5 mm. Produk akhir berupa
selulosa asetat dibawa dengan menggunakan belt conveyor (BC-109) menuju
gudang penyimpanan selulosa asetat (G-104).

2.7. Sifat Bahan Baku dan Produk
2.7.1. Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku
a.

Aalang - alang
Komposisi Alang-alang :


Selulosa

: 44,28%

Universitas Sumatera Utara

b.



Air

: 28,58 %



Abu

: 5,42 %



Silika

: 3,6 %



Lignin

: 18,12 %

Asetat Anhidrid

Sifat Fisis :
• Wujud : cair
• Kenampakan : jernih (tidak berwarna)
• Rumus molekul : (CH3CO)2O
• BM : 102,09 g/mol
• Titik didih : 139,6oC pada tekanan 1 atm.
• Sg : 1,082 g/cm3
• Kapasitas panas : 0,456 cal/g. oC
• Temperatur kritis : 326oC
• Viscositas : 0,91 Cp
• Panas penguapan : 93 cal/g (pada titik didih normal)
(Perry, 1997)
Sifat Kimia :
Asetat anhidrid dapat berasetilasi dengan berbagai macam campuran, mulai dari
kelompok selulosa sampai ammonia dengan menggunakan katalis asam atau basa.
Pada beberapa garam inorganik dipakai juga aksi katalis, tetapi sukar untuk
menggeneralisasi aksi dari garam metalik dan ion. Pada umumnya reaksi
katalisasi asam dari asetat anhidrid lebih cepat dibandingkan dengan reaksi katalis
dengan basa. Hidrolisa dari asetat anhidrid berjalan pada suhu yang rendah
dengan adanya katalis akan mencapai tingkat (laju) yang lebih baik.

2.7.2. Sifat Fisis dan Kimia Bahan Penunjang
a.

NaOH (Sodium Hidroksida)

Sifat Fisis :
• Wujud : padat
• Kenampakan : putih
• Rumus molekul : NaOH

Universitas Sumatera Utara

• BM : 39,9971 g/mol
• Titik didih : 1390oC pada tekanan 1 atm
• Sg : 2,130 g/cm3

(Perry, 1997)

Sifat Kimia:
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk
dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida
membentuk larutan alkalinyang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Ia digunakan
di berbagai macam bidang industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam
proses produksi bubur kayu dan kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.
Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium
kimia.
b.

Asam Asetat

Sifat Fisis :
• Wujud : cair
• Kenampakan : jernih (tidak berwarna)
• Rumus molekul : CH3COOH
• BM : 60,05 g/mol
• Titik didih : 118,4oC pada tekanan 1 atm
• Kapasitas panas : 0,522 cal/g.oC
• Sg : 1,049 g/cm3
• Temperatur kritis : 594,45oK
• Viscositas : 1,22 Cp
• Panas penguapan : 94,29 cal/g (pada titik didih normal)
• Panas pembakaran : 46,6 cal/g
(Perry, 1997)
Sifat Kimia:
Dalam sintesa cellulose dan rayon, asam asetat anhidrid terbentuk dari asam asetat
dengan kondisi 700oC dan 150 mmHg
Reaksi:
HOAc

H2O + CH2 = CO

Universitas Sumatera Utara

Dengan katalis trietil pospat, diikuti reaksi pendinginan dalam fase cair
HOAc + CH2 = CO

c.

Ac2O

Asam Sulfat

Sifat Fisis :
• Wujud : cair
• Kenampakan : jernih (tidak berwarna)
• Rumus molekul : H2SO4
• BM : 98 g/mol
• Titik didih : 340oC pada tekanan 1 atm
• Kapasitas panas : 0,3404 cal/g. oC
• Sg : 1,8361 g/cm3
(Perry, 1997)
Sifat Kimia :
Asam sulfat larut dalam semua proporsi air dan menghasilkan sejumlah panas.
Setiap 1 lb asam sulfat 100% ditambah air sampai konsentrasi asam 90% akan
melepaskan panas 80 BTU dan bila ditambah air hingga konsentrasi 20% maka
akan melepas panas sebesar 300 BTU. Asam sulfat dapat melarutkan sejumlah
besar SO3 dan memproduksi bermacam-macam tingkatan oleum.
d.

Natrium hipoklorit
Sifat fisis :


Wujud : padat



Kenampakan : Padat (Berwarna)



Rumus molekul : NaOCL



BM : 74,44 g/mol



Titik didih : 101 oC



density : 1,11 g/cm3

(Wikipedia Indonesia, 2015)

Universitas Sumatera Utara