Analisis Moralitas Dalam Teks Novel Saga No Gabai Bachan Karya Yoshichi Shimada

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG MORAL DAN NOVEL SAGA NO GABAI
BACHAN
2.1

Definisi Moral
Menurut Syahfitri (2013:27) kata moral berasal dari bahasa latin mores.

Mores berasal dari kata mos, yang berarti kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral
dengan demikian dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas berarti hal mengenai
kesusilaan. Sikap moral yang sebenarnya disebut dengan moralitas.
Dalam KBBI terdapat keterangan bahwa moral adalah tentang baik buruk
perbuatan dan kelakuan, sedangkan etika adalah ilmu pengetahuan tentang asasasas akhlak (moral). Dari beberapa keterangan tersebut , dapat ditarik kesimpulan
bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yaitu memuat
ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan. Jadi, perbuatan itu dinilai sebagai
perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut
perbuatan ynag dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan
dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.
Moralitas merupakan sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan
lahiriah (mengingat bahwa tindakan merupakan ungkapan sepenuhnya dari sikap
hati). Moralitas terdapat apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar

akan tanggung jawab dan kewajibannya dan bukan karena ia ingin mencari
untung. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.
Hanya moralitaslah yang bernilai secara moral (Magnis – Suseno,2010:58).

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan menurut Burhan (1995: 321) Moralitas adalah sistem nilai
tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia. Sistem nilai ini
terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-petuah, nasihat, wejangan, peraturan
dan sebagainya, yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau
kebudayaan tertentu tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik, agar ia
benar-benar menjadi manusia yang baik.
Moralitas juga memberi manusia aturan atau petunjuk konkret tentang
bagaimana ia harus bertindak dalam hidup ini sebagai manusia yang baik dan
bagaimana menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik.
Jadi, dari berbagai definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
moralitas merupakan sistem nilai tentang perbuatan baik yang dipergunakan
dalam kehidupan sehari-hari secara baik sebagai seorang manusia. Sasaran dari
moral adalah keselarasan dari perbuatan manusia dengan aturan-aturan mengenai
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan manusia.

2.2

Prinsip-Prinsip Dasar Moral
Prinsip-prinsi dasar moral terbagi atas: prinsip sikap baik, prinsip keadilan

dan prinsip hrmat terhadap diri sendiri (Suseno: 2010).
a. Prisip sikap baik.
Prinsip adalah asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir dan
bertindak). Sedangkan sikap adalah perbuatan dan tindakan yang berdasarkan
pada pendirian dan keyakinan (KBBI,2007:180). Jadi prinsip sikap baik

Universitas Sumatera Utara

merupakan perbuatan dan tindakan yang baik yang didasarkan pada pemikiran
dalam bertindak.
Menurut Suseno (1989:130) sikap baik adalah tindakan yang tidak
merugikan siapa saja, jadi bahwa sikap yang dituntut dari kita sebagai dasar dalam
hubungan dengan siapa saja adalah sikap positif dan baik. Sedangkan sikap buruk
adalah kelakuan dan perbuatan jahat serta tidak menyenangkan orang lain. Kita
harus mengusahakan akibat-akibat baik sebanyak mugkin dan mengusahakan

untuk sedapat-dapatnya mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan kita. Kita
juga harus bersikap baik terhadap orang lain kecuali jika kita memiliki alasan lain
yang membuat kita menjadi berbuat buruk kepada orang lain.
Dengan demikian, prinsip moral dasar yang pertama dapat kita sebut
prinsip sikap baik. Prinsip itu mendahalui dan mendasari semua prinsip moral
lain.
Prinsip sikap baik mempunyai arti yang amat besar bagi kehidupan
manusia. Hanya kerena prinsip itu memang kita pakai dan memang mempunyai
dasar dalam struktur psikis manusia, misalnya kita dapat bertemu dengan orang
yang belum kita kenal sebelumnya tanpa takut. Karena sikap dasar itu, orang lain
tidak akan mengancam ataupun merugikan kita tanpa alasan ataupun tanpa motif
yang jelas. Karena prinsip sikap baik, kita dapat mengandaikan bahwa yang
memerlukan alasan bukan sikap yang baik, melainkan sikap yang buruk. Jadi,
yang biasa pada manusia bukan sikap memusuhi dan mau membunuh, melainkan
sikap bersedia untuk menerima baik dan membantu. Oleh karena itu, berulang kali
kita dapat mengalami bahwa orang yang sama sekali tidak kita kenal, secara

Universitas Sumatera Utara

spontan membantu kita dalam kesusahan. Andikan tidak demikian, andaikan sikap

dasar manusia adalah negatif, maka siapa saja harus kita curigai, bahkan kita
pandang sebagai ancaman. Hubungan antar manusia akan mati.
Jadi prisip sikap baik bukan hanya dapat kita pahami sebagai sikap
rasional, melainkan juga mengungkapkan rasa syukur yang merupakan suatu
kecondongan yang memang ada dalam watak manusia.
Sebagai prinsip dasar, etika prinsip sikap baik menyangkut sikap dasar
manusia yang harus meresapi segala sikap konkret, tindakan dan kelakuannya.
Prinsip ini mengatakan bahwa pada dasarnya, kecuali ada alasan yang khusus,
kita harus mendekati siapa saja dan apa saja dengan positif, dengan menghendaki
yang baik bagi dia. Yang dimaksud bukan semata-mata perbuatan baik dalam arti
sempit, melainkan sikap hati positif terhadap orang lain, kemauan baik
terhadapnya. Bersikap baik berarti: memandang seseorang dan sesuatu tidak
hanya sejauh berguna bagi saya, melainkan : menghendaki, menyetujui,
membenarkan,

mendukung,

membela,

membiarkan


dan

menunjang

perkembangannya (Suseno,1989:131).
Bagaimana sikap baik itu harus dinyatakan secara konkret tergantung pada
apa yang baik dalam situasi konkret itu. Maka prinsip ini menuntut suatu
pengetahuan tepat tentang realitas supaya dapat diketahui apa yang masingmasing baik bagi yang bersangkutan. Kalau itu sudah kita ketahui, kita tahu juga
bagaimana prinsip sikap baik mesti kita terapkan dalam situasi itu. Prinsip sikap
baik mendasari semua norma moral, karena hanya atas dasar prinsip itu masuk
akal bahwa kita harus bersikap adil, atau jujur, atau setia kepada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

b. Prinsip keadilan
Prinsip adalah dasar atau asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar
berfikir dan bertindak). Keadilan adalah perbuatan yang dilakukan tanpa memihak
atau berat sebelah (KBBI,2007:8). Jadi, prinsip keadilan merupakan dasar
perbuatan yang dilakukan tanpa memihak atau berat sebelah.

Adil pada hakikatnya berarti bahwa kita memberikan kepada siapa saja
apa yang menjadi haknya. Dan karena pada hakikatnya semua orang sama saja
nilainya sebagai manusia, maka tuntutan paling dasar keadilan adalah perlakuan
yang sama terhadap semua orang, dalam situasi yang sama (Suseno,2010:132). Jadi
prinsip keadilan mengungkapkan kewajiban untuk memberikan perlakuan yang
sama terhadap semua orang lain yang berada dalam situasi yang sama dan untuk
menghormati hak semua pihak yang bersangkutan.
Hal yang sama dapat juga dirumuskan dengan lebih teoritis : prinsip
kebaikan hanya menegaskan agar kita bersikap baik terhadap siapa saja. Tetapi
kemampuan manusia untuk bersikap baik secara hakiki terbatas. Maka secara
logis dibutuhkan prisip tambahan yang menentukan bagaimana kebaikan yang
merupakan barang langka itu harus dibagi. Prinsip itu prinsip keadilan.
Semua perlakuan yang tidak sama adalah tidak adil, kecuali dapat
diperlihatkan mengapa ketidak samaan dapat dibenarkan ( misalnya karena orang
itu tidak membutuhkan bantuan ). Suatu perlakuan yang tidak sama selalu perlu
dibenarkan secara khusus, sedangkan perlakuan yang sama dengan sendirinya
betul kecuali terdapat alasan-alasan khusus. Secara singkat keadilan menuntut

Universitas Sumatera Utara


agar kita jangan mau mencapai

tujuan-tujuan . termasuk yang baik, dengan

melanggar hak orang lain.

c. Prinsip hormat terhadap diri sendiri
Hormat adalah perbuatan yang menunjukkan penghargaan (KBBI,2007:408).
Jadi prinsip hormat terhadap diri sendiri adalah asas atau dasar perbuatan yang
menunjukkan penghormatan (menghormati) diri sendiri.
Prinsip ini mengatakan bahwa manusia wajib untuk selalu memperlakukan
diri sebagai sesuatu yang bernilai pada dirinya sendiri. Prinsip ini berdasarkan
paham bahwa manusia adalah perorangan, pusat berpengertian dan berkehendak,
yang memiliki kebebasan dan suara hati, makhluk berakal budi. Oleh karena itu,
manusia berhak dan wajib untuk memperlakukan dirinya sendiri dengan hormat.
Kita wajib menghormati martabat kita sendiri (Suseno,2010:133) .
Cara kita untuk menghormati diri sendiri adalah dengan dua arah yaitu;

Pertama dituntut agar kita tidak membiarkan diri kita diperas, diperalat dan
diperbudak. Perlakuan semacam itu tidak wajar untuk kedua belah pihak, maka

bagi yang diperlakukan demikian jangan membiarkannya berlangsung begitu saja
apabila ia dapat melawan. Kita mempunyai harga diri. Dipaksa untuk melakukan
atau menyerahkan sesuatu tidak pernah wajar, karena berarti bahwa kehendak dan
kebebasan kita dianggap tidak ada. Kita diperlakukan seperti benda atau hewan.
Yang kedua, kita jangan sampai membiarkan diri kita terlantar. Kita
mempunyai kewajiban bukan hanya terhadap orang lain, melainkan juga terhadap
diri kita sendiri. Membiarkan diri terlantar berarti bahwa kita menyia-nyiakan
bakat dan kemampuan yang dipercayakan kepada kita. Sekaligus dengan demikian

Universitas Sumatera Utara

kita

menolak

untuk

memberikan

sumbangan


kepada

masyarakat

yang

diharapkannya dari kita. Manusia juga mempunyai kewajiban terhadap dirinya
sendiri, berarti bahwa kewajibannya kepada orang lain diimbangi oleh perhatian
yang wajar terhadap dirinya sendiri.
Sebagai rangkuman dapat dikatakan bahwa kebaikan dan keadilan yang
kita tunjukkan kepada orang lain, perlu diimbangi dengan sikap menghormati diri
kita sendiri sebagai makhluk yang bernilai pada dirinya sendiri. Kita mau berbuat
baik kepada orang lain dan bertekat untuk bersikap adil, tetapi dengan tidak
membuang diri dan tetap memperhatikan diri sendiri.

2.3 Sikap-sikap kepribadian moral
Sikap adalah perbuatan yang berdasarkan pada pendirian dan keyakinan.
Kepribadian adalah sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang yang
membedakannya dengan orang lain (KBBI,2007:895). Sikap-sikap kepribadian

moral terbagi atas: kejujuran, kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian
moral, keberanian moral dan kerendahan hati.
a. Kejujuran
Kejujuran adalah merupakan sifat (keadaan) jujur; ketulusan hati; kelurusan
hati (KBBI,2007:479).
Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral adalah
kejujuran. Tanpa kejujuran kita sebagai manusia tidak dapat maju karena kita
belum berani menjadi diri kita sendiri. Tidak jujur berarti bahwa kita belum
sanggup untuk mengambil sikap lurus. Orang yang tidak lurus, tidak mengambil

Universitas Sumatera Utara

dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan menjadi apa yang diperkirakan dan
diharapkan orang lain.
Tanpa kejujuran, keutamaan-keutamaan moral lainnya akan kehilangan
nilai. Bersikap baik terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah
kemunafikan.
Menurut suseno (2010:142-143), bersikap jujur terhadap orang lain berarti
dua: sikap terbuka dan sikap wajar (fair). Dengan terbuka, tidak dimaksud bahwa
segala pertanyaan orang lain harus kita jawab dengan selengkapnya, atau bahwa

orang lain berhak untuk mengetahui segala perasaan dan pikiran kita. Melainkan
yang dimaksud ialah bahwa kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri, sesuai
dengan keyakinan kita. Kita tidak menyesuaikan kepribadian kita dengan harapan
orang lain.
Dalam segala sikap dan tindakan kita memang hendaknya tanggap
terhadap kebutuhan, kepentingan dan hak orang-orang yang berhadapan dengan
kita. Kita tiddak boleh bersikap egois. Kita memang perlu mengorbankan
kepentingan kita demi kepentingan orang lain. Tetapi kita melakukannya bukan
untuk menyesuaikan diri, karena takut atau malu, melainkan sebagai apa adanya
diri kita dengan menyadari bahwa memang wajar dan tepat jika kita memberikan
pengorbanan itu dan memang jika diperlukan kita akan membantu orang lain
dengan perasan yang tenang. Terbuka berarti orang boleh tahu siapa kita.
Selanjutnya, orang yang jujur harus bersikap wajar (fair) terhadap orang
lain. Ia memperlakukannya menurut standar-standar yang diharapkannya
dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati hak orang lain, ia
selalu akan memenuhi janji yang diberikan, juga terhadap orang yang tidak dalam

Universitas Sumatera Utara

posisi untuk menuntutnya. Ia tidak akan pernah akan bertindak yang bertentangan
dengan suara hati atau juga keyakinannya. Tetapi hanya dapat bersikap jujur
terhadap orang lain, apabila kita jujur terhadap diri kita sendiri. Dengan kata lain,
kita harus berhenti membohongi diri kita sendiri dengan melihat keadaan kita apa
adanya. Begitu kita berani untuk berpisah dari kebohongan, kita akan mengalami
sesuatu yang berbeda yaitu, kita akan merasa kekuatan batin kita bertambah.
Meskipun lemah kita mengetahui bahwa kita kuat. Di buat malu oleh orang
lainpun kita akan tetap tegar. Maka sangatlah penting agar kita mulai menjadi
jujur.

b. Kesediaan Untuk Bertanggung jawab
Kejujuran sebagai kualitas dasar kepribadian moral menjadi dasar dalam
kesediaan untuk bertanggung jawab. Bertanggung jawab berarti suatu sikap
terhadap

tugas

yang

membebani

kita,

ada

perasaan

terikat

untuk

menyelesaikannya, demi tugas itu sendiri. .
Kita akan melaksanakannya dengan sebaik mungkin, meskipun dituntut
pengorbanan, kurang menguntungkan atau ditentang oleh orang lain. Tugas itu
bukan sekedar masalah dimana kita berusaha untuk menyelamatkan diri tanpa
menimbulkan kesan yang buruk, melainkan tugas itu kita rasakan sebagai sesuatu
yang mulai sekarang harus kita pelihara, kita selesaikan dengan baik.
Merasa bertanggung jawab berarti, bahwa meskipun orang lain tidak
melihat, kita tidak merasa puas sampai pekerjaan itu diselesaikan dengan baik.
Wawasan orang yang bersedia untuk bertanggung jawab secara prinsipal
tidak terbatas. Ia tidak membatasi perhatiannya pada apa yang menjadi urusan dan

Universitas Sumatera Utara

kewajibannya, melainkan merasa bertanggung jawab dimana saja ia diperlukan. Ia
bersedia untuk mengerahkan tenaga dan kemampuan ketika ia di tantang untuk
menyelamatkan sesuatu. Ia bersikap positif, kreatif, kritis dan objektif (Suseno,
2010:146).
Dan lagi, kesediaan untuk bertanggung jawab termasuk kesediaan untuk
diminta dan untuk memberikan, mempertanggung jawabkan atas tindakantindakannya, atas pelaksanaan tugas dan kewajibannya. Kalau ternyata ia lalai
atau melakukan kesalahan, ia bersedia untuk mengaku dan bertanggung jawab
atas segala kesalahannya. Ia tidak akan pernah melempar tanggung jawab atas
segala kesalahan yang diperbuatnya kepada orang lain.
Kesediaan untuk bertanggung jawab demikian adalah tanda kekuatan batin
yang sudah kuat.

c. Kemandirian Moral
Jika kita ingin mencapai kepribadian moral yang kuat, maka kita harus
memiliki sikap kemandirian moral.
Kemandirian moral berarti bahwa kita tidak pernah ikut-ikutan saja dengan
berbagai pandangan moral lingkungan kita, melainkan selalu membentuk
penilaian dan pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Kita tidak hanya
sekedar meniru apa yang biasa.
Menurut Suseno (2010:147), kemandirian moral adalah kekuatan batin
untuk mengambil sikap moral sendiri dan untuk bertindak sesuai dengannya.
Mandiri secara moral berarti bahwa kita tidak dapat dibeli oleh mayoritas, bahwa

Universitas Sumatera Utara

kita tidak akan pernah rukun hanya demi kebersamaan kalau kerukunan itu
melanggar keadilan.
Sikap mandiri pada hakikatnya merupakan kemampuan untuk selalu
membentuk penilaian sendiri terhadap suatu masalah moral.

d. Keberanian Moral
Keberanian

moral

menunjukkan

diri

dalam

tekad

untuk

tetap

mempertahankan sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban, sekalipun tidak
disetujui ataupun secara terang-terangan di tentang oleh lingkungan. Orang yang
memiliki keutamaan itu tidak mundur dari tugas maupun tanggung jawab, juga
kalau ia mengisolasikan diri, dibuat malu, dicela, ditentang, atau diancam oleh
banyak orang, oleh orang-orang yang kuat yang memiliki kedudukan dan juga
oleh mereka yang penilaiannya disegani.
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati yang menyatakan
diri dalam kesediaan untuk

mengambil resiko konflik (Suseno,2010:147).

Keberanian moral berarti berpihak kepada yang lebih lemah melawan yang lebih
kuat, yang memperlakukannya secara tidak adil.
Orang yang berani secara moral akan membuat pengalaman yang menarik.
Setiap kali ia berani mempertahankan sikap yang diyakini, ia merasa lebih kuat
dan berani dalam hatinya, yang berarti ia semakin dapat mengatasi persaan takut
dan malu dalam dirinya.
Moral keberanian akan membuat kita merasa lebih mandiri. Yang
memberikan semangat dan kekuatan berpijak bagi mereka yang lemah.

Universitas Sumatera Utara

e. Kerendahan Hati
Keutamaan terakhir yang hakiki bagi kepribadian yang mantap adalah
kerendahan hati. Kerendahan hati tidak berarti bahwa kita merendahkan diri,
melainkan bahwa kita melihat diri seadanya kita.
Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri sesuai dengan
kenyataannya (Suseno,2010:148). Orang yang rendah hati tidak hanya melihat
kelemahnnya melainkan juga kekuatannya. Orang yang rendah hati juga tidak
akan pernah merasa bangga dengan segala kelebihan yang dimilikinya serta orang
yang selalu tahu akan dirinya sendiri.
Dalam bidang moral kerendahan hati tidak hanya berarti bahwa kita sadar
akan keterbatasan kebaikan kita, melainkan bahwa kemampuan kita untuk
memberikan penilaian moral juga terbatas. Dengan rendah hati, kita betul-betul
bersedia untuk memperhatikan dan menanggapi setiap pendapat lawan, bahkan
untuk seperlunya mengubah pendapat kita sendiri.
Kerendahan hati tidak bertentangan dengan keberanian moral. Tanpa
kerendahan hati, keberanian moral mudah menjadi kesombongan, bahwa kita
tidak rela untuk memperhatikan orang lain, atau bahkan kita sebenarnya takut dan
tidak berani untuk membuka diri. Kerendahan hati menjamin diri kita dari pamrih
dalam keberanian.
Orang yang rendah hati sering menunjukkan daya tahan yang paling besar
apabila betul-betul harus diberikan perlawanan. Orang yang rendah hati tidak
merasa diri penting dan karena itu berani untuk mempertaruhkan diri apabila ia
sudah meyakini sikapnya sebagai tanggung jawabnya, karena keberanian akan
datang apabila ia sudah yakin bahwa sikapnya telah memiliki sikap moral.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Moral Jepang
Kepribadian dan karakter moral rakyat Jepang dibentuk sedari mereka
kecil. Prinsip moral yang mereka anut berasal dari kebudayaan samurai Jepang
yang terdiri dari empat elemen moral, yaitu On, Gimu, Giri dan Ninjo. Menurut
Hashimoto

Ayumi

dalam

http://www.terindikasi.com/2012/05/prinsip-moral-

jepang.html#ixzz2APOzq6AW, keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku
sekolah. Namun, secara otomatis didapat dari orang tua maupun masyarakat
sekitar.
2.4.1

ON
On berarti rasa hutang budi. Dengan prinsip on, seseorang akan merasa

berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. Dalam semua pemakaiannya
on mengandung arti suatu beban, suatu hutang, sesuatu yang harus dipikul
seseorang dengan sebaik mungkin mencakup hutang seseorang dari yang paling
besar sampai yang paling terkecil sekalipun yang harus dibayar (Benedict,
1982:105)..

2.4.2

GIMU

Gimu berarti kewajiban. Jika seseorang menerima on, maka orang tersebut
akan berkewajiban untuk membayarnya yang disebut gimu. Gimu menurut
Benedict (1982:122) adalah pembayaran-pembayaran tanpa batas atau tanpa
syarat atas hutang yang telah diterima dari si pemberi on. On yang diterima
dengan pembayaran kembali secara gimu sama sekali tidak bisa dihindari oleh
setiap orang Jepang. Namun karena tidak ada ketentuan mengenai bentuk, cara
dan waktu pembayarannya, maka seseorang merasa keberatan menerima on
dengan resiko gimu ini. Artinya ada rasa terpaksa dan keengganan dalam

Universitas Sumatera Utara

melakukan pembayaran terhadap on yang diterima, karena gimu adalah suatu
kewajiban moral yang mengikat.
2.4.3

GIRI

Giri adalah kebaikan. Dengan prinsip giri, seseorang akan membantu
temannya atau keluarganya semampunya. Sedangkan giri menurut benedict
(1982:125) adalah kebaikan yang diberikan kepada orang lain, tetapi terkadang
giri menimbulkan beban yang sangat besar kepada penerimanya, merupakan
kewajiban yang dibayar dengan tepat sama dengan kebaikkan yang diterima, yang
memiliki batas waktu pembayarannya. Giri akan muncul jika seseorang menerima
on atau budi baik seseorang yang kita terima.

2.4.4

NINJO
Ninjo adalah rasa kasih sayang. Dan prinsip ninjo, mengajarkan rasa

empati terhadap sesama dan lingkungannya. Dengan prinsip ini, seseorang akan
merasa semua manusia adalah satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah
diatur oleh karma dan berkewajiban untuk menjaga kelestarian lingkunagan.
Kemudian Ninjo merupakan suatu perbuatan yang tidak menuntut balas, atau
benar-benar tulus dari dalam hati dan tidak melibatkan menjadi on. Ninjo
merupakan perasaan kemanusiaan dan semua orang jepang mempercayai bahwa
perasaan cinta, kasih sayang, belas kasihan dan simpati merupakan perasaan yang
paling penting dalam menjaga hubungan dengan sesama manusia, yang
merupakan perasaan dari hati terdalam dan tidak dibuat-buat karena adanya
perasaan kemanusiaan itu sendiri sehingga menyebabkan munculnya suatu

Universitas Sumatera Utara

kebaikan.

Orang

jepang

selalu

mengukur

sesuatu

atau

berusaha

mempertimbangkan segala sesuatu berdasarkan perasaan manusiawi.
2.5

Sipnosis Cerita

Paska pemboman Hiroshima dan Nagasaki perekonomian Jepang hancur,
sehingga dampaknya secara langsung juga dirasakan oleh sebagian besar
rakyatnya. Mengingat masa yang dialami adalah paska PD II, memang banyak
rakyat yang miskin. Hal ini juga dirasakan oleh keluarga Tokunaga, apalagi tak
lama setelah Tokunaga lahir ayahnya yang merupakan tulang punggung keluarga
meninggal dunia akibat terpapar radiasi bom atom. Karena merasa tak sanggup
untuk membesarkan dan menyekolahkan anaknya di Hiroshima maka oleh
ibunya, Tokunaga dititipkan pada nenek yang tinggal di kota Saga.

Berbeda dengan Hiroshima yang merupakan sebuah kota besar di Jepang,
Saga adalah sebuah kota kecil yang jauh dari keramaian. Kehidupan Tokunaga di
Hiroshima memang sulit, tetapi kepindahannya ke Saga tidak membuat hidupnya
menjadi nyaman, bersama neneknya ia malah harus hidup lebih miskin lagi
dibanding ketika ia bersama ibunya di Hiroshima. Kehidupan Tokunaga bersama
neneknya memang sangat-sangat sederhana bahkan bisa dikatakan sangat miskin.
Secara materi memang Tokunaga menjadi semakin miskin namun sikap hidup,
pandangan, dan perilaku neneknya yang bersahaja ternyata membuat hidupnya
menjadi kaya akan berbagai pengalaman hidup yang kelak akan membuatnya
kaya dan bahagia secara batiniah.

Universitas Sumatera Utara

Neneknya hanyalah seorang petugas kebersihan di sebuah universitas di
Saga. Namun walau hidup miskin bukan berarti Nenek Osano menyerah pada
keadaan dan menjadi nenek yang murung. Bersama Tokunaga ia menjalani
hidupnya secara optimis, wajahnya selalu berseri karena bagi dia kebahagiaan
bukan ditentukan oleh uang, melainkan dari hati. Nenek Osano menerima
kenyataan hidup bahwa ia hidup dalam kemiskininan, tapi ia tak mau bersedih
dengan keadaannya. Dalam sebuah kesempatan Nenek Osano mengatakan pada
Tokunaga bahwa ada dua jenis orang miskin yaitu miskin muram dan miskin
ceria. “Ada dua jalan buat orang miskin. Miskin muram dan miskin ceria. Kita ini
miskin yang ceria. Selain itu karena bukan baru-baru ini saja menjadi miskin, kita
tidak perlu cemas. Tetaplah percaya diri. Keluarga kita memang turun-temurun
miskin.”

Untuk menyiasati hidupnya yang serba kekurangan Nenek Osano
memanfaatkan semua yang ada di sekitarnya. Ketika berangkat kerja Nenek
Osano tanpa malu sengaja mengikatkan sebuah tali di pinggangnya dimana di
ujungnya terdapat sebuah magnet yang menyapu tiap jalan yang dilaluinya.
Dengan cara itu ia mendapat paku atau sampah logam yang berserakan di jalan
untuk dikumpulkan dan dijual kembali, selain itu dengan cara seperti itu juga
akan membuat jalanan bersih dan akan terbebas dari paku. Orang-orang akan
tenang berjalan tanpa rasa takut akan terkena paku yang berserakan.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan makanan tiap harinya nenek
memanfaatkan sungai yang mengalir di depan rumahnya. Setiap hari Nenek
Osano berkunjung ke ‘supermarket gratis’ dan meletakkan galah di sungai dekat

Universitas Sumatera Utara

rumahnya untuk mencegat barang-barang yang terbuang di sungai, barang-barang
yang tersangkut di galah diambilnya bisa berupa makanan, sandal, sayuran, dan
lain lain, walaupun bekas tapi masih bisa dipakai. Hal ini juga berguna untuk
mengurangi pencemaran lingkungan. Kemudian setiap hari nenek juga
mengumpulkan ranting-ranting yang terseret arus sungai, ranting-ranting itu
kemudian dijemur dan dijadikan kayu bakar. Dengan cara seperti itu nenek
membesihkan sungai dari sampah-sampah kotor ranting kayu dan juga sampah
sayuran yang akan membusuk dan bertimbun yang akan menyebabkan sungai
menjadi kotor, dan jika kayu- kayu tertimbun juga akan menyababkan sungai
meluap dan banjir.

Jenis sayur dan buah-buahan yang mengalir di sungai tak selalu sama,
karenanya alih-alih melihat buku resep untuk mencari ide lauk santapan, Nenek
akan menengok ke sungai dan berkata “Hari ini lauknya apa ya?”. Kemudian
barulah ia menentukan menu. Namun demikian kadang sungai itu tak mengalirkan
apapun selain ranting-ranting, jika demikian Nenek Osano tetap optimis dan
mengatakan bahwa “Hari ini supermarket libur”.

Nenek Osano mendidik cucunya pun juga dengan sederhana. Meskipun
sederhana yang penting bisa. Tokunaga terpaksa tak bisa ikut olahraga kendo dan
judo karena harus mengeluarkan biaya untuk perangkat olahraganya. Akhirnya ia
ikut lari dan nyeker, benar-benar gratis dan tanpa biaya apapun, tapi berkat itu
Tokunaga jadi juara marathon di sekolahnya. Dan meraih beasiswa untuk
meneruskan studi SMAnya dari guru olahraganya. Dari neneknya, Tokunaga pun
belajar “memungut uang” untuk memenuhi keperluan sekolahnya. Dengan cara,

Universitas Sumatera Utara

dia dan juga teman-temannya menggantungkan magnet yang terikat oleh tali ke
pinggangnya yang kemudian dibawa menyusuri jalan.

Demikianlah kehidupan Nenek Osano, walau hidup miskin tapi dia tidak
pernah membiarkan dirinya dikalahkan keadaan melainkan selalu tampak bahagia.
Bagi Nenek Osano kehidupan yang dialaminya adalah anugerah yang harus
dijalaninya dan tanpa ragu ia berkata bahwa “Hidup itu selalu menarik. Daripada
hanya pasrah, selalu coba cari jalan”

Walau hidup miskin Nenek Osano juga selalu berusaha berbuat kebaikan
tanpa harus digembar-gemborkan atau diketahui oleh si penerima kebaikan karena
baginya “ Kebaikan sejati dan tulus adalah kebaikan yang dilakukan tanpa
diketahui orang yang menerima kebaikan.

Pernah suatu ketika Tokunaga tanpa sengaja terjatuh dari sepeda dan
matanya kemudian mengalami cedera. Karena berpikaran kecelakaan ini tidak
akan menimbulkan masalah dikemudian hari Tokunagapun tidak memeriksakan
matanya. Semakin hari mata Tokunaga semakin sakit sehingga di hari ketiga
Tokunaga memutuskan untuk krumah sakit sepulang sekolah yang pada saat itu
tidak membawa uang sepeserpun. Setelah pemeriksaannya selesai Tokunaga
diberi obat-obatan oleh suster. Karena tidak punya uamg Tokunaga akhirnya
bilang pada suster penjaga bahwa dirinya datang dari jauh tanpa membawa uang
sepeserpun. Susterpun terkejut dan kemudian melaporkan hal ini kepada dokter.
Tokunaga merasa takut kalau-kalau ia akan dimarahi, tetapi ketika dokter keluar
dokter malah memberi Tokunaga uang untuk ongkos pulang.

Universitas Sumatera Utara

Setibanya Tokunaga di rumah menceritakan segala kejadian yang
dialaminya sewaktu di rumah sakit. Nenek tampak marah dan kemudian
mengambil dompetnya dan segera menuju rumah sakit untuk melunasi uang
pengobatan cucunya.

Nenek juga gemar membantu orang lain. Ketika datang sepupu nenek yang
untuk meminjam uang, tanpa ragu nenek akan mengeluarkan uang lima ribu yen
sambil berkata”kapan saja, tidak apa-apa”. Nenek juga selalu menyumbang jika
ada acara keagamaan.

Hal-hal seperti inilah yang dilihat dan dialami oleh Tokunaga selama ia
tinggal bersama neneknya. Bagi Tokunaga ini adalah kesempatan berharga
dimana dia bisa memiliki pengalaman yang luar biasa untuk menjalani hari-hari
bersama neneknya yang sangat menyenangkan walau kemiskinan membelit hidup
mereka.

2.6

Setting Cerita
Menurut brook dalam

Mursini ( 2007:41),

“ latar is the physical

background, element of place in story” latar adalah latar belakang fisik, unsur
tempat dan ruang, di dalam cerita. Wellek dan werren dalam mursini ( 2007:41),
juga mengemukakan “seting is environtment demesticinterior, my be viewed as
metonymic, or expression of character” latar adalah lingkungan alam sekitar,
terutama lingkungan dalam yang dipandang sebagai pengekspresian watak secara
metonimik atau metafori.

Universitas Sumatera Utara

Dari pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa setting/latar adalah
situasi tempat, ruang dan waktu terjadinya cerita. Yang tercakup didalamnya
lingkungan geografis, rumah tangga, pekerjaan, benda-benda, dan alat-alat yang
berkaitan dengan tempat terjadinya peristiwa, cerita waktu, suasana, maupun
periode sejarah.
Hudson dalam mursini( 2007:41), membagi setting atau latar cerita atas
latar fisik (material) dan latar sosial. Yang termasuk latar fisik adalah latar yang
berupa benda-benda fisik seperti bangunan rumah, kamar, perabotan, daerah dan
sebagainya. Latar sosial meliputi pelukisan keadaan sosial budaya, soaial
masyarakat seperti adat istiadat, cara hidup, bahasa kelompok sosial dan sikap
hidupnya yang melewati cerita. Dan pastinya latar membantu kejelasan jalan
cerita. Dalam membahas setting/ latar cerita Novel Saga No Gabai Bachan ini,
penulis akan menjelaskan latar tempat, waktu dan cara hidup, sebagai berikut:
a. Latar tempat
Latar tempat menjelaskan pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya sastra. Unsur-unsur yang dipergunakan mngkin
berupa tempat dengan nama-nama tertentu, ataupun lokasi tertentu tanpa nama
yang jelas. Mendeskripsikan tempat secara teliti dan realitis

sangat penting,

karena akan membuat pembaca seolah-olah mengetahui tempat dan terjadinya
peristiwa yang terjadi dalam novel.
Adapun lokasi terjadinya peristiwa dalam novel Saga No Gabai Bachan
ini adalah di Jepang dengan beberapa latar tempat yang berbeda- beda, sebagai
berikut di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

1. Rumah.
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Keesokan paginya ketika aku
terbangun, Nenek tidak ada di rumah. Tiap pagi jam empat, Nenek bilang dia
harus berangkat bekerja.” (36)
2. Stasiun.
Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga mengantar Bibinya ke stasiun
Hiroshima dengan tujuan kereta ke Nagasaki. Seperti pada cuplikan berikut ini “
Keesokan harinya, aku dan Ibu pergi kestasun Hiroshima untuk mengantar Bibi
Kisako. …. Setelah kami naik ke peron Stasiun, tak berapa lama kemudian kereta
api dating sambil memuntahkan uap asapnya ke angkasa.” (22)
3. Sekolah.
Hal ini terlihat jelas ketika Tokunaga baru masuk ke sekolah dasar yang
baru di Saga. Seperti yang terlihat pada cuplikan di berikut ini, “Sekolah yang
akan menjadi sekolah baruku, Sekolah Dasar Akamatsu, berada didalam kompleks
reruntuhan istana, tepat setelah melewati gerbang sachi tadi. Sebagai kelas untuk
murid-murid yang lebih kecil kini digunakan ruangan minum teh tua yang
dulunya merupakan bagian dari istana tersebut.”(52)
4. Kota Saga
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Hari masih sore, namun
kota yang bernama Saga itu sudah gelap gulita.”(30). Saga merupakan sebuah
kota kecil yang terletak di prefektur Saga. Perfektur ini hanya mempunyai sebuah
kota yang namanya sama dengan nama prefektur.

Universitas Sumatera Utara

5. Rumah sakit
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Di hari ketiga, karena sudah
tidak tahan, aku pergi sendiri ke rumah sakit sepulang sekolah.”(195)
6. Tepi Sungai
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “Aku terus berdiri di tepi
sungai, lalu ketika siang datang, tanpa benar-benar berniat mengamati, aku
melihat ke arah jalan di depan suatu rumah yang tak terduga banyak dilalui
orang.”(39-41)
7. Rumah makan.
Hal ini terlihat jelas pada kalimat berikut ini, “ Rumah makan itu
merupakan tempat mangkal para murid dari berbagai sekolah di sekitar sana.
Demikian pula dengan seluruh anggota klub baseball, sehabis latihan kami rutin
kesana.”.(201)
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Biasanya dapat dihubungkan
dengan waktu faktual atau waktu yang berkaitan dengan peristiwa sejarah.
Adapun latar waktu novel Saga No Gabai Bachan adalah tahun 33 era
Showa (1958), setelah usai perang dunia ke II dan setalah jatuhnya bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki.

Universitas Sumatera Utara

c. Latar Sosial
Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dengan
kehidupan yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi
keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap. Di samping itu, latar
sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
Jika dilihat dari latar sosialnya novel Saga No Gabai Bachan
menggambarkan kehidupan yang sangat erat dengan pandangan hidup dan
keyakinannya. Novel ini secara keseluruhan menggambarkan kisah hidup seorang
nenek dalam menghidupi dirinya dan juga cucunya pasca perang dunia ke dua dan
jatuhnya bom atom di Hiroshima. Keadaan ini menyebabkan kemiskinan melanda
hampir menyeluruh ke lapisan masyarakat. Termasuk keluarga Tokunaga dan
orang-orang yang tinggal di daerah Saga juga hampir keseluruhannya, hidup
dalam keadaan miskin. Namun penduduk di daerah tempat tinggal Tokunaga
dapat hidup saling membantu. Dengan keadaan yang serba kesusahan, terkadang
sangat sulit untuk membantu orang lain. Tetapi membantu orang lain ketika kita
dalam kesulitan membutuhkan moralitas yang kuat.
2.7

Biografi Pengarang
Yoshichi Shimada lahir di Hiroshima pada tahun 1950. Nama sebenarnya

adalah Akihiro Tokunaga. Dia menghabiskan masa sekolah dasar hingga sekolah
menengah pertama di Saga. Dia seorang seniman dan seorang penulis yang
karyanya sangat menyentuh.

Universitas Sumatera Utara

Saga No Gabai Bachan adalah salah satu novel yang ditulis oleh Yoshici
Shimada berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri, yang didediksikan untuk
mengenag sosok Nenek yang dipandang begitu hebat, dan agar orang-orang yang
membaca novel ini mengerti sikap dan pandangan hidup dari seorang yang miskin
tetapi tetap bersahaja dan menerapkan moral-moral yang berlaku pada
masyarakatnya.

Universitas Sumatera Utara