BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas di era perkembangan teknologi yang kian pesat seakan
menjadi sepi akan pengunjung. Masyarakat tampaknya lebih memilih untuk
berobat langsung ke rumah sakit meski dengan keluhan penyakit yang
tergolong ringan serta biaya yang jauh lebih mahal dengan alasan fasilitas
yang lebih lengkap dan memadai. Padahal, menurut fungsinya, Puskesmas
adalah unit pelayanan kesehatan tingkat pertama. Masyarakat tanpa melalui
rujukan dari Puskesmas langsung memilih rumah sakit atau dokter spesialis
untuk berobat. Hal ini membuat fungsi Puskesmas kurang dapat dijalankan
dengan maksimal (Kemenkes, 2004).
Menyongsong era globalisasi saat ini, kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan telah bergeser ke arah yang lebih bermutu. Sejalan
dengan bertambah baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
penduduk, tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan
merupakan sebuah elemen penting yang tidak dapat terpisahkan. Masyarakat
semakin kritis dalam menuntut pelayanan yang prima (Nursalam, 2011).
Sering kita jumpai banyak isu negatif di masyarakat tentang
puskesmas, antara lain adalah pelayanan tidak memuaskan, petugas kurang
ramah, fasilitas yang kurang, dan masih banyak persepsi lainnya. Hal ini
membuat Puskesmas hanya dipandang sebelah mata oleh masyarakat,
sehingga upaya-upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan kurang bisa
bejalan optimal karena kurangnya peran serta dari masyarakat. Puskesmas
sebagai suatu system pelayanan kesehatan terdepan bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dengan mutu yang baik
dan dengan biaya yang terjangkau.
Thi (2002) dalam Soraya (2005) mengatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu faktor yang dapat diubah (faktor-faktor yang berkaitan
dengan fasilitas rumah sakit, organisasi rumah sakit, pelayanan di rumah
sakit) dan faktor yang tidak dapat diubah (karakteristik pasien seperti umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan).
Parasuman, et al dalam Bustami (20011) menyatakan bahwa mutu
pelayanan dinilai dari dimensi pelayanan yang diantaranya: (1) kehandalan
(reliability), (2) daya tanggap (responsiveness), (3) jaminan (assurance), (4)
empati (emphaty), (5) bukti fisik (tangible). Mutu pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan
dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik
profesi serta standar yang telah diterapkan (Azwar, 2010).
Harus disadari bahwa semakin berkembangnya pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh swasta baik balai pengobatan (BP) maupun dokter
praktek swasta merupakan saingan puskesmas pada saat ini. Tanpa adanya
peningkatan mutu dari puskesmas maka dalam jangka panjang masyarakat
menengah ke atas akan memanfaatkan BP swasta sedang puskesmas akan
semakin dijauhi. Apabila pendapatan penduduk membaik maka masyarakat
cenderung menggunakan fasilitas pelayanan swasta (Bustami, 2011).
Puskesmas Kecamatan Margaasih adalah salah satu puskesmas yang
berada di Kabupaten Bandung. Dalam pengembangan dan kedudukannya
yang berada diperbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi
Puskesmas Margaasih mempunyai peranan penting dalam pengembangan
kesehatan daerah. Puskesmas Margaasih membawahi 3 desa/kelurahan yaitu
Margaasih, Nanjung dan Lagadar yang terdiri dari 14.878 Kepala Keluarga
(KK). Di wilayah Puskesmas Margaasih sendiri belum terdapat rumah sakit,
memiliki 7 balai pengobatan, 3 apotek, 1 laboratorium, 1 rontgent, 15 Praktek
dokter, 5 praktek dokter gigi dan 12 Praktek bidan (Profil Puskesmas
Margaasih , 2014). Oleh karena itu Puskesmas ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar, sehingga
harus selalu meningkatkan kualitas pelayanannya agar pasien maupun
pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Data jumlah
kunjungan pasien pengobatan rawat jalan umum di Puskesmas Margaasih
tahun 2014-2016 sebagai berikut:
Penurunan
persentase
kunjungan
pasien
baru
dan
adanya
kecenderungan penggantian dokter dari pelayanan sebelumnya dari pasien
mengindikasikan bahwa terdapat faktor kurang puas dari pasien.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada pelayanan Puskesmas
terdapat kecenderungan kurang puas terhadap fasilitas pelayanan, waktu
menunggu, pelayanan dokter, dan pelayanan administrasi pendaftaran pasien
ASKES serta alur pelayanan administrasi pembayaran. Selain itu hasil survei
pasien rawat jalan menunjukkan bahwa masih terdapat keluhan mengenai
waktu menunggu yang lama dan kurangnya fasilitas menunggu. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai kepuasan pasien rawat jalan
dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan sehingga kepuasan pasien
akan terus meningkat. Analisis review ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui hubungan antara karakteristik pasien rawat jalan dengan mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Pengguna jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan
yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara
fisik akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan dan
keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan serta tersedianya sarana
dan prasarana yang memadai dan dapat memberikan kenyamanan. Dengan
semakin meningkatnya kualitas pelayanan maka fungsi pelayanan di
puskesmas perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta
memberikan kepuasan terhadap pasien dan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan review studi kasus tentang “Hubungan Karakteristik Pasien Rawat
Jalan Dengan Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas” .
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang timbul berhubungan dengan fenomena di
atas adalah “adakah hubungan antara karakteristik pasien dengan mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang hubungan karakteristik pasien dengan
mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas berdasakan studi literatur.
2. Tujuan Khusus
a. Membuat review matriks literatur jurnal tentang karateristik pasien
rawat jalan dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas
b. Mengidentifikasi permasalahan tentang kepuasan pasien rawat jalan
dan mutu pelayanan
c. Menganalisis aspek metode penelitian dan aspek substansi penelitian
yang dilakukan dalam jurnal tentang karaterisrik pasien rawat jalan
dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas.
d. Menggambarkan pola kerangka teori tentang karakteristik pasien
rawat jalan dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mutu
Pengertian mutu itu tidak sama bagi setiap orang, seperti halnya dalam
penilaian kecantikan akan tergantung dari cara memandang dan selera
seseorang. Demikian pula halnya mengenai mutu, setiap orang pasti akan
mempunyai pengertian yang berbeda tentang apa arti mutu. Menurut Pohan,
(2003) mutu adalah suatu perkataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh
lingkungan akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari, yang artinya
secara umum dapat dirasakandan dipahami oleh siapapun, namun mutu
sebagai suatu konsep atau pengertian, belum banyak dipahami orang dan
kenyataannya pengertian mutu itu sendiri tidak sama bagi setiap orangnya.
Konsumen yang membeli sebuah produk atau jasa mempunyai
harapan, yaitu apabila mutu produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan
melampaui harapan konsumen bukan saja satu kali tetapi berulang kali hingga
memberikan kepuasan maka persepsi konsumen tersebut ialah bahwa dia
memperoleh produk/jasa yang mempunyai mutu.
Mutu pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azwar,
2003).
Mutu pelayanan kesehatan pada dasarnya merujuk pada penampilan
(performance), dari pelayanan kesehatan yang dikenal keluaran (outcome),
yaitu akhir dari tindakan tenaga profesional (dokter, perawat dll) terhadap
pasien selama berada di poliklinik/ puskesmas (Azwar, 2003). Adapun
beberapa indikator yang dapat menilai mutu pelayanan, sebagai berikut:
a. Indikator Klinik
Berupa penampilan kerja (performance) profesional di rumah sakit
seperti dokter, perawat, paramedis dan lain-lain. Indikator klinik tersebut
dapat dilihat antara lain dari penanganan penyakit, tindakan kasus darurat dan
lain-lain.
b. Indikator efisien dan afektivitas
Indikator tersebut berhubungan dengan apakah sumber daya telah
digunakan secara efisien dan ekonomis untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan yang bermutu
c. Indikator keamanan pasien
Keamanan pasien berkaitan dengan kurang teliti dalam memberikan
pelayanan keperawatan dan tindakan medis pada pasien.
Penjamin mutu menyangkut satu atau beberapa dimensi mutu,
Parasuraman, menggabungkan beberapa dimensi menjadi satu, yaitu
kompetensi, kesopanan, keamanan, dan kreadibilitas yang disatukan menjadi
jaminan
(assurance).
Dimensi
komunikasi,
akses,
dan
kemampuan
memahami pelanggan digolongkan sebagai empati (empathy). Akhirnya
jadilah 5 (lima) dimensi utama, yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan,
empati, dan bukti fisik atau bukti langsung (Bustami, 2011).
1. Reliabilitas (reliability), adalah kemampuan memberikan pelayanan
dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Secara umum dimensi ini
mereflesikan konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan) dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain,
reliabilitas berarti sejauh mana jasa mampu memberikan apa yang telah
dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan
erat dengan apakah perusahaan/instansi memenuhi janjinya, membuat
catatan yang akurat, dan melayani secara benar.
2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para petugas membantu
semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian
pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada sikap dari
penyedia jasayang pnuh perhatian, cepat, dan tepat dalam menghadapi
permintaan, pertanyaan, keluhan, dan masalah dari pelanggan.
3. Jaminan (assurance), artinya petugas memiliki kompetensi, kesopanan
dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari resiko dan
keragu-raguan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan,
keramahan (sopan, santun) kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.
4. Empati (empathy), adalah mampu menempatkan dirinya pada pelanggan,
dapat berupa kemudahan dalam menjalani hubungan dan komunikasi
termaksud perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat
memahami kebutuhandari pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat
perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan
kemampuan petugas untuk melayani perasaan pelanggan.
5. Bukti fisik atau bukti langsung (tangible), berupa ketersediaan sarana dan
prasarana termaksud alat yang siap pakai serta penampilan petugas yang
menyenangkan.
Kelima dimensi tersebut diatas dikenal sebagai service quality.
Dimensi-dimensi ini didapat melalui wawancara terhadap para pelanggan
untuk mengetahui atribut apa saja yang diharapkan para pelanggan dari
perusahaan atau instansi tertentu, beberapa dimensi mutu yang harus
diperhatikan dalam pelayanan, yaitu:
1. Ketepatan waktu pelayanan, misalnya waktu tunggu pasien, waktu
pelaksanaan (proses) pelayanan.
2. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari
kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penanganan keluhan dari pasien
(pelanggan)
5. Kelengkapan, menyangkut dengan ketersediaan sarana pendukung
pelayanan.
6. Kemudahan mendapat pelayanan, berkaitan dengan petugas dan
tersedianya fasilitas pendukung
7. Variasi model pelayanan, berhubungan dengan inovasi untuk memberikan
pola baru dalam pelayanan.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan fleksibilitas petugas
9. Kenyamanan dalam mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan
informasi, dan sebagainya.
10. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, fasilitas AC,
dan sebagainya.
Dari berbagai dimensi atau cara pandang yang dikemukakan oleh para
ahli, dapat ditemukan bahwa meskipun rumusnya tidak sama, namun
pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah terlalu berbeda,
karena sesungguhnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan memuaskan pelanggan tidak semudah yang diperkirakan. Semakin
banyak cara pandang atau sisi-sisi yang kita perhatikan dalam memberikan
pelayanan, tentu akan semakin bermutu pelayanan yang diberikan dan
semakin puas pelanggan yang menerima pelayanan.
Menurut Azwar (2010) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan
pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi
pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap
penggunaan ulang pelayanan kesehatan:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat
berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanankesehatan
yang
dibutuhkan
oleh
masyarakat
tidak
sulit
ditemukan,
serta
keberadaannya di masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat
diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate).
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan
dan
kepercayaan
masyarakat.
Pelayanan
kesehatan
yangbertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan
kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu
pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang
dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi
sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, sementara itu tidak ditemukan di
daerah pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok yang keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. pengertian keterjangkauan
yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat
mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya
mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukan pelayanan
kesehatan yang baik.
5. Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
bermutu (quality). Pengertian bermutu yang dimaksud disini adalah yang
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
B. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan (ambulatory service) adalah salah satu bentuk
dari pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan
pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk
pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization). Dalam pengertian
pelayanan rawat jalan ini termaksud tidak hanya diselenggarakan oleh sarana
pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal seperti Rumah Sakit atau klinik,
tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah
perawatan (nursing homes) (Azwar, 2010).
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin berkembangnya
pelayanan dan juga sarana pelayanan berobat jalan ini. Jika disederhanakan
paling tidak ada lima macam, yakni:
1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan
rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, dan karena itu lebih banyak
didirikan.
2. Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan biaya kesehatan mendorong
dikembangkannya berbagai sarana pelayanan rawat jalan.
3. Tingkat kesadaran kesehatan penduduk yang makin meningkat, yang tidak
lagi membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja, tetapi juga
untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan yang umumnya dapat
dilayani oleh sarana pelayanan rawat jalan saja.
4. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan
berbagai tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat
inap, tetapi saat ini cukup dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.
5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk
meningkatkan income, kecuali lebih mengembangkan pelayanan rawat
jalan yang ada di Rumah Sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana
pelayanan rawat jalan di luar Rumah Sakit.
C. Puskesmas
1. Pengertian puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu
pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun
yang dimaksud dengan Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional
yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 2010). Jika
ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia maka peranan dan
kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem kesehatan.
Sebagai sarana pelayanan terdepan, Puskesmas kecuali bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran.
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia maka
peranan dan kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem
kesehatan. Sebagai sarana pelayanan terdepan, Puskesmas selain
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan
kedokteran.
Menurut permenkes RI No. 75 Tahun 2014
kesehatan
yang
diselenggarakan
mewujudkan masyarakat yang:
di
Puskesmas
Pembangunan
bertujuan
untuk
a. Memiliki perilaku yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat, dan
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
2. Fungsi Puskesmas
Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, dalam melaksanakan tugas
Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan
peningkatan
kompetensi
sumber
daya
manusia
Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
D. Konsep Karakteristik
Karakter (watak) adalah kepribadian yang dipengaruhi motivasi yang
menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak (Sunaryo, 2004).
Sumadi (1985 dalam Sunaryo, 2004) mengatakan, bahwa karakter (watak)
adalah keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara
emosional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari
dalam (dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar
(pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen).
Karakteristik berarti hal yang berbeda tentang seseorang, tempat atau hal yang
menggambarkannya.
Sesuatu
yang
membuatnya
unik
atau
berbeda.
Karakteristik dalam individu adalah sarana untuk memberitahu satu terpisah
dari yang lain, dengan cara bahwa orang tersebut akan dijelaskan dan diakui.
Sebuah fitur karakteristik dari orang yang biasanya satu yang berdiri diantara
sifat-sifat yang lain (Sunaryo, 2004).
Karakteristik seseorang sangat mempengeruhi pola kehidupan
seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudut pandang diantaranya
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu
keseriusan seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi
kualitas kehidupannya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara
psikologis.
1. Karakteristik Responden
Karakter pasien meliputi umur, pendidikan, pekerjaan.
a. Umur
Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan).
b. Pendidikan
Pendidikan merupakanbagian integral dalam pembangunan. Proses
pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.
Pembangunan
diarahkan
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi,
yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan
berbarengan (Hamalik, 2008). Tingkat pendidikan seseorang maju sejalan
dengan pengetahuan, makin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi
pula pengetahuannya, seperti dikutip dari Notoatmodjo (2007) bahwa
pendidikan yang tinggi akan cepat awas terhadap perubahan kesehatan
yang terjadi pada keluarganya.
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas
seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi,kantor, perusahaan
untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang
maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Rohmat,
2010 dalam Lase, 2011).
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas di era perkembangan teknologi yang kian pesat seakan
menjadi sepi akan pengunjung. Masyarakat tampaknya lebih memilih untuk
berobat langsung ke rumah sakit meski dengan keluhan penyakit yang
tergolong ringan serta biaya yang jauh lebih mahal dengan alasan fasilitas
yang lebih lengkap dan memadai. Padahal, menurut fungsinya, Puskesmas
adalah unit pelayanan kesehatan tingkat pertama. Masyarakat tanpa melalui
rujukan dari Puskesmas langsung memilih rumah sakit atau dokter spesialis
untuk berobat. Hal ini membuat fungsi Puskesmas kurang dapat dijalankan
dengan maksimal (Kemenkes, 2004).
Menyongsong era globalisasi saat ini, kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan telah bergeser ke arah yang lebih bermutu. Sejalan
dengan bertambah baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi
penduduk, tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan kesehatan
merupakan sebuah elemen penting yang tidak dapat terpisahkan. Masyarakat
semakin kritis dalam menuntut pelayanan yang prima (Nursalam, 2011).
Sering kita jumpai banyak isu negatif di masyarakat tentang
puskesmas, antara lain adalah pelayanan tidak memuaskan, petugas kurang
ramah, fasilitas yang kurang, dan masih banyak persepsi lainnya. Hal ini
membuat Puskesmas hanya dipandang sebelah mata oleh masyarakat,
sehingga upaya-upaya pelayanan kesehatan yang dilaksanakan kurang bisa
bejalan optimal karena kurangnya peran serta dari masyarakat. Puskesmas
sebagai suatu system pelayanan kesehatan terdepan bertanggungjawab dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat dengan mutu yang baik
dan dengan biaya yang terjangkau.
Thi (2002) dalam Soraya (2005) mengatakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu faktor yang dapat diubah (faktor-faktor yang berkaitan
dengan fasilitas rumah sakit, organisasi rumah sakit, pelayanan di rumah
sakit) dan faktor yang tidak dapat diubah (karakteristik pasien seperti umur,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan).
Parasuman, et al dalam Bustami (20011) menyatakan bahwa mutu
pelayanan dinilai dari dimensi pelayanan yang diantaranya: (1) kehandalan
(reliability), (2) daya tanggap (responsiveness), (3) jaminan (assurance), (4)
empati (emphaty), (5) bukti fisik (tangible). Mutu pelayanan kesehatan adalah
menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan
dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik
profesi serta standar yang telah diterapkan (Azwar, 2010).
Harus disadari bahwa semakin berkembangnya pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan oleh swasta baik balai pengobatan (BP) maupun dokter
praktek swasta merupakan saingan puskesmas pada saat ini. Tanpa adanya
peningkatan mutu dari puskesmas maka dalam jangka panjang masyarakat
menengah ke atas akan memanfaatkan BP swasta sedang puskesmas akan
semakin dijauhi. Apabila pendapatan penduduk membaik maka masyarakat
cenderung menggunakan fasilitas pelayanan swasta (Bustami, 2011).
Puskesmas Kecamatan Margaasih adalah salah satu puskesmas yang
berada di Kabupaten Bandung. Dalam pengembangan dan kedudukannya
yang berada diperbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi
Puskesmas Margaasih mempunyai peranan penting dalam pengembangan
kesehatan daerah. Puskesmas Margaasih membawahi 3 desa/kelurahan yaitu
Margaasih, Nanjung dan Lagadar yang terdiri dari 14.878 Kepala Keluarga
(KK). Di wilayah Puskesmas Margaasih sendiri belum terdapat rumah sakit,
memiliki 7 balai pengobatan, 3 apotek, 1 laboratorium, 1 rontgent, 15 Praktek
dokter, 5 praktek dokter gigi dan 12 Praktek bidan (Profil Puskesmas
Margaasih , 2014). Oleh karena itu Puskesmas ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar, sehingga
harus selalu meningkatkan kualitas pelayanannya agar pasien maupun
pelanggan merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Data jumlah
kunjungan pasien pengobatan rawat jalan umum di Puskesmas Margaasih
tahun 2014-2016 sebagai berikut:
Penurunan
persentase
kunjungan
pasien
baru
dan
adanya
kecenderungan penggantian dokter dari pelayanan sebelumnya dari pasien
mengindikasikan bahwa terdapat faktor kurang puas dari pasien.
Hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada pelayanan Puskesmas
terdapat kecenderungan kurang puas terhadap fasilitas pelayanan, waktu
menunggu, pelayanan dokter, dan pelayanan administrasi pendaftaran pasien
ASKES serta alur pelayanan administrasi pembayaran. Selain itu hasil survei
pasien rawat jalan menunjukkan bahwa masih terdapat keluhan mengenai
waktu menunggu yang lama dan kurangnya fasilitas menunggu. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai kepuasan pasien rawat jalan
dilakukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan sehingga kepuasan pasien
akan terus meningkat. Analisis review ini mempunyai tujuan untuk
mengetahui hubungan antara karakteristik pasien rawat jalan dengan mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas.
Pengguna jasa pelayanan kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan
yang berkualitas tidak hanya menyangkut kesembuhan dari penyakit secara
fisik akan tetapi juga menyangkut kepuasan terhadap sikap, pengetahuan dan
keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan serta tersedianya sarana
dan prasarana yang memadai dan dapat memberikan kenyamanan. Dengan
semakin meningkatnya kualitas pelayanan maka fungsi pelayanan di
puskesmas perlu ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta
memberikan kepuasan terhadap pasien dan masyarakat.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan review studi kasus tentang “Hubungan Karakteristik Pasien Rawat
Jalan Dengan Mutu Pelayanan Kesehatan di Puskesmas” .
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang timbul berhubungan dengan fenomena di
atas adalah “adakah hubungan antara karakteristik pasien dengan mutu
pelayanan kesehatan di Puskesmas?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang hubungan karakteristik pasien dengan
mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas berdasakan studi literatur.
2. Tujuan Khusus
a. Membuat review matriks literatur jurnal tentang karateristik pasien
rawat jalan dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas
b. Mengidentifikasi permasalahan tentang kepuasan pasien rawat jalan
dan mutu pelayanan
c. Menganalisis aspek metode penelitian dan aspek substansi penelitian
yang dilakukan dalam jurnal tentang karaterisrik pasien rawat jalan
dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas.
d. Menggambarkan pola kerangka teori tentang karakteristik pasien
rawat jalan dengan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Mutu
Pengertian mutu itu tidak sama bagi setiap orang, seperti halnya dalam
penilaian kecantikan akan tergantung dari cara memandang dan selera
seseorang. Demikian pula halnya mengenai mutu, setiap orang pasti akan
mempunyai pengertian yang berbeda tentang apa arti mutu. Menurut Pohan,
(2003) mutu adalah suatu perkataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh
lingkungan akademis maupun dalam kehidupan sehari-hari, yang artinya
secara umum dapat dirasakandan dipahami oleh siapapun, namun mutu
sebagai suatu konsep atau pengertian, belum banyak dipahami orang dan
kenyataannya pengertian mutu itu sendiri tidak sama bagi setiap orangnya.
Konsumen yang membeli sebuah produk atau jasa mempunyai
harapan, yaitu apabila mutu produk atau jasa tersebut memenuhi atau bahkan
melampaui harapan konsumen bukan saja satu kali tetapi berulang kali hingga
memberikan kepuasan maka persepsi konsumen tersebut ialah bahwa dia
memperoleh produk/jasa yang mempunyai mutu.
Mutu pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata serta
penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi (Azwar,
2003).
Mutu pelayanan kesehatan pada dasarnya merujuk pada penampilan
(performance), dari pelayanan kesehatan yang dikenal keluaran (outcome),
yaitu akhir dari tindakan tenaga profesional (dokter, perawat dll) terhadap
pasien selama berada di poliklinik/ puskesmas (Azwar, 2003). Adapun
beberapa indikator yang dapat menilai mutu pelayanan, sebagai berikut:
a. Indikator Klinik
Berupa penampilan kerja (performance) profesional di rumah sakit
seperti dokter, perawat, paramedis dan lain-lain. Indikator klinik tersebut
dapat dilihat antara lain dari penanganan penyakit, tindakan kasus darurat dan
lain-lain.
b. Indikator efisien dan afektivitas
Indikator tersebut berhubungan dengan apakah sumber daya telah
digunakan secara efisien dan ekonomis untuk menghasilkan pelayanan
kesehatan yang bermutu
c. Indikator keamanan pasien
Keamanan pasien berkaitan dengan kurang teliti dalam memberikan
pelayanan keperawatan dan tindakan medis pada pasien.
Penjamin mutu menyangkut satu atau beberapa dimensi mutu,
Parasuraman, menggabungkan beberapa dimensi menjadi satu, yaitu
kompetensi, kesopanan, keamanan, dan kreadibilitas yang disatukan menjadi
jaminan
(assurance).
Dimensi
komunikasi,
akses,
dan
kemampuan
memahami pelanggan digolongkan sebagai empati (empathy). Akhirnya
jadilah 5 (lima) dimensi utama, yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan,
empati, dan bukti fisik atau bukti langsung (Bustami, 2011).
1. Reliabilitas (reliability), adalah kemampuan memberikan pelayanan
dengan segera, tepat (akurat), dan memuaskan. Secara umum dimensi ini
mereflesikan konsistensi dan kehandalan (hal yang dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan) dari penyedia pelayanan. Dengan kata lain,
reliabilitas berarti sejauh mana jasa mampu memberikan apa yang telah
dijanjikan kepada pelanggannya dengan memuaskan. Hal ini berkaitan
erat dengan apakah perusahaan/instansi memenuhi janjinya, membuat
catatan yang akurat, dan melayani secara benar.
2. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para petugas membantu
semua pelanggan serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian
pelayanan dengan tanggap. Dimensi ini menekankan pada sikap dari
penyedia jasayang pnuh perhatian, cepat, dan tepat dalam menghadapi
permintaan, pertanyaan, keluhan, dan masalah dari pelanggan.
3. Jaminan (assurance), artinya petugas memiliki kompetensi, kesopanan
dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari resiko dan
keragu-raguan. Dimensi ini merefleksikan kompetensi perusahaan,
keramahan (sopan, santun) kepada pelanggan, dan keamanan operasinya.
4. Empati (empathy), adalah mampu menempatkan dirinya pada pelanggan,
dapat berupa kemudahan dalam menjalani hubungan dan komunikasi
termaksud perhatiannya terhadap para pelanggannya, serta dapat
memahami kebutuhandari pelanggan. Dimensi ini menunjukkan derajat
perhatian yang diberikan kepada setiap pelanggan dan merefleksikan
kemampuan petugas untuk melayani perasaan pelanggan.
5. Bukti fisik atau bukti langsung (tangible), berupa ketersediaan sarana dan
prasarana termaksud alat yang siap pakai serta penampilan petugas yang
menyenangkan.
Kelima dimensi tersebut diatas dikenal sebagai service quality.
Dimensi-dimensi ini didapat melalui wawancara terhadap para pelanggan
untuk mengetahui atribut apa saja yang diharapkan para pelanggan dari
perusahaan atau instansi tertentu, beberapa dimensi mutu yang harus
diperhatikan dalam pelayanan, yaitu:
1. Ketepatan waktu pelayanan, misalnya waktu tunggu pasien, waktu
pelaksanaan (proses) pelayanan.
2. Akurasi pelayanan, berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari
kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan.
4. Tanggung jawab, berkaitan dengan penanganan keluhan dari pasien
(pelanggan)
5. Kelengkapan, menyangkut dengan ketersediaan sarana pendukung
pelayanan.
6. Kemudahan mendapat pelayanan, berkaitan dengan petugas dan
tersedianya fasilitas pendukung
7. Variasi model pelayanan, berhubungan dengan inovasi untuk memberikan
pola baru dalam pelayanan.
8. Pelayanan pribadi, berkaitan fleksibilitas petugas
9. Kenyamanan dalam mendapatkan pelayanan, berkaitan dengan lokasi,
ruang, kemudahan menjangkau, tempat parkir kendaraan, ketersediaan
informasi, dan sebagainya.
10. Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, fasilitas AC,
dan sebagainya.
Dari berbagai dimensi atau cara pandang yang dikemukakan oleh para
ahli, dapat ditemukan bahwa meskipun rumusnya tidak sama, namun
pengertian pokok yang terkandung didalamnya tidaklah terlalu berbeda,
karena sesungguhnya penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu
dan memuaskan pelanggan tidak semudah yang diperkirakan. Semakin
banyak cara pandang atau sisi-sisi yang kita perhatikan dalam memberikan
pelayanan, tentu akan semakin bermutu pelayanan yang diberikan dan
semakin puas pelanggan yang menerima pelayanan.
Menurut Azwar (2010) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan
pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi
pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap
penggunaan ulang pelayanan kesehatan:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat
berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanankesehatan
yang
dibutuhkan
oleh
masyarakat
tidak
sulit
ditemukan,
serta
keberadaannya di masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat
diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate).
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan
dan
kepercayaan
masyarakat.
Pelayanan
kesehatan
yangbertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan, dan
kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu
pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah
dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang
dimaksud disini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat
mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi
sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, sementara itu tidak ditemukan di
daerah pedesaan, bukan pelayanan kesehatan yang baik
4. Mudah dijangkau
Syarat pokok yang keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. pengertian keterjangkauan
yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat
mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya
pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi
masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya
mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukan pelayanan
kesehatan yang baik.
5. Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang
bermutu (quality). Pengertian bermutu yang dimaksud disini adalah yang
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan
kode etik serta standar yang telah ditetapkan.
B. Pelayanan Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan (ambulatory service) adalah salah satu bentuk
dari pelayanan kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan
pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk
pasien tidak dalam bentuk rawat inap (hospitalization). Dalam pengertian
pelayanan rawat jalan ini termaksud tidak hanya diselenggarakan oleh sarana
pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal seperti Rumah Sakit atau klinik,
tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah
perawatan (nursing homes) (Azwar, 2010).
Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin berkembangnya
pelayanan dan juga sarana pelayanan berobat jalan ini. Jika disederhanakan
paling tidak ada lima macam, yakni:
1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan
rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, dan karena itu lebih banyak
didirikan.
2. Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan biaya kesehatan mendorong
dikembangkannya berbagai sarana pelayanan rawat jalan.
3. Tingkat kesadaran kesehatan penduduk yang makin meningkat, yang tidak
lagi membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja, tetapi juga
untuk memelihara atau meningkatkan kesehatan yang umumnya dapat
dilayani oleh sarana pelayanan rawat jalan saja.
4. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan
berbagai tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat
inap, tetapi saat ini cukup dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.
5. Utilisasi Rumah Sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk
meningkatkan income, kecuali lebih mengembangkan pelayanan rawat
jalan yang ada di Rumah Sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana
pelayanan rawat jalan di luar Rumah Sakit.
C. Puskesmas
1. Pengertian puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah salah satu
pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun
yang dimaksud dengan Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional
yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Azwar, 2010). Jika
ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia maka peranan dan
kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem kesehatan.
Sebagai sarana pelayanan terdepan, Puskesmas kecuali bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran.
Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia maka
peranan dan kedudukan Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem
kesehatan. Sebagai sarana pelayanan terdepan, Puskesmas selain
bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat juga bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan
kedokteran.
Menurut permenkes RI No. 75 Tahun 2014
kesehatan
yang
diselenggarakan
mewujudkan masyarakat yang:
di
Puskesmas
Pembangunan
bertujuan
untuk
a. Memiliki perilaku yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat.
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
c. Hidup dalam lingkungan sehat, dan
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
2. Fungsi Puskesmas
Menurut Permenkes RI No. 75 Tahun 2014, dalam melaksanakan tugas
Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan
upaya kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan
peningkatan
kompetensi
sumber
daya
manusia
Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses,
mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat,
termasuk dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon
penanggulangan penyakit.
D. Konsep Karakteristik
Karakter (watak) adalah kepribadian yang dipengaruhi motivasi yang
menggerakkan kemauan sehingga orang tersebut bertindak (Sunaryo, 2004).
Sumadi (1985 dalam Sunaryo, 2004) mengatakan, bahwa karakter (watak)
adalah keseluruhan atau totalitas kemungkinan-kemungkinan bereaksi secara
emosional seseorang yang terbentuk selama hidupnya oleh unsur-unsur dari
dalam (dasar, keturunan, dan faktor-faktor endogen) dan unsur-unsur dari luar
(pendidikan dan pengalaman, serta faktor-faktor eksogen).
Karakteristik berarti hal yang berbeda tentang seseorang, tempat atau hal yang
menggambarkannya.
Sesuatu
yang
membuatnya
unik
atau
berbeda.
Karakteristik dalam individu adalah sarana untuk memberitahu satu terpisah
dari yang lain, dengan cara bahwa orang tersebut akan dijelaskan dan diakui.
Sebuah fitur karakteristik dari orang yang biasanya satu yang berdiri diantara
sifat-sifat yang lain (Sunaryo, 2004).
Karakteristik seseorang sangat mempengeruhi pola kehidupan
seseorang, karakteristik bisa dilihat dari beberapa sudut pandang diantaranya
umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan seseorang, disamping itu
keseriusan seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi
kualitas kehidupannya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun secara
psikologis.
1. Karakteristik Responden
Karakter pasien meliputi umur, pendidikan, pekerjaan.
a. Umur
Usia (umur) adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan).
b. Pendidikan
Pendidikan merupakanbagian integral dalam pembangunan. Proses
pendidikan tak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri.
Pembangunan
diarahkan
dan
bertujuan
untuk
mengembangkan
sumberdaya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi,
yang satu dengan lainnya saling berkaitan dan berlangsung dengan
berbarengan (Hamalik, 2008). Tingkat pendidikan seseorang maju sejalan
dengan pengetahuan, makin tinggi tingkat pendidikan maka makin tinggi
pula pengetahuannya, seperti dikutip dari Notoatmodjo (2007) bahwa
pendidikan yang tinggi akan cepat awas terhadap perubahan kesehatan
yang terjadi pada keluarganya.
c. Pekerjaan
Pekerjaan adalah merupakan sesuatu kegiatan atau aktifitas
seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi,kantor, perusahaan
untuk memperoleh penghasilan yaitu upah atau gaji baik berupa uang
maupun barang demi memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari (Rohmat,
2010 dalam Lase, 2011).