Efektivitas Beberapa Rodentisida Nabati terhadap Tikus Sawah (Rattus argentiventer Robb and Kloss) di Laboratorium

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tikus merupakan salah satu hama penting pada tanaman padi. Tikus
sawah dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi mulai dari saat
persemaian padi hingga padi siap dipanen, dan bahkan menyerang padi di dalam
gudang penyimpanan. Menurut data Badan Pusat Statistik (2015) produksi padi
tahun 2014 sebanyak 70,83 juta ton gabah kering giling atau mengalami
penurunan sebesar 0,45 juta ton (0,63%) dibandingkan tahun 2013. Penurunan
produksi padi tahun 2014 terjadi di Pulau Jawa sebesar 0,83 juta ton, sedangkan
produksi padi di luar Pulau Jawa mengalami kenaikan sebanyak 0,39 juta ton
dengan intensitas serangan 18-20 % . Pengendalian hama tikus pada tanaman padi
sampai saat ini keberhasilannya masih belum konsisten, dan belum semua petani
di berbagai Provinsi di Indonesia memahami cara pengendalian tikus yang benar
(B2PTP, 2011).
Tikus merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan karena memiliki
kemampuan adaptasi, mobilitas, dan kemampuan berkembang biak yang pesat
serta daya rusak yang tinggi. Potensi perkembangbiakan tikus sangat dipengaruhi
oleh jumlah dan kualitas makanan yang tersedia (Priyambodo 1995).
Upaya pengendalian tikus yang banyak dilakukan oleh para petani adalah
pengendalian secara kimiawi. Penggunaan umpan beracun (rodentisida sintetik)
masih menjadi pilihan utama petani, karena relatif lebih praktis dan langsung

memperlihatkan hasilnya (Jumar dan Helda, 2003). Namun penggunaan pestisida
kimia tersebut mempunyai dampak negatif berupa fitotoksik terhadap tanaman,
retensi hama, ledakan hama sekunder dan pengaruh terhadap organisme bukan

Universitas Sumatera Utara

sasaran. Penggunaan insektisida kimia yang berlebihan dan tidak bijak akan
menimbulkan kerusakan yang signifikan pada lingkungan Oleh karena itu
pemanfaatan

tumbuhan

sebagai

pengendali

hama

merupakan


alternatif

pengendalian hama yang bijak dan senantiasa memperhatikan aspek ekologi
(Jumar dan Helda, 2003)
Penggunaan bahan-bahan nabati yang banyak tersedia di alam, mudah
didapat dan bersifat tidak merusak alam menjadi faktor pendukung utama
penggunaan pestisida nabati. Pestisida nabati bersifat mudah terdegradasi di alam
sehingga residunya pada tanaman dan lingkungan tidak signifikan. Bahan
tanaman yang disukai atau tidak disukai oleh tikus, baik yang mempengaruhi
indera penciuman ataupun yang bersifat toksik bagi tubuh tikus. Penggunaan
bahan yang tidak disukai tikus dapat mengurangi daya bertahan tikus karena
aktivitas makan, minum, mencari pasangan, serta reproduksi terganggu
(Priyambodo, 1995). Selain itu bahan yang bersifat toksik bagi tubuh tikus Secara
langsung dapat mengganggu kemampuan bertahan hidup tikus dan menyebabkan
kematian. Beberapa jenis tumbuhan yang memiliki potensi untuk menjadi
pestisida nabati diantaranya seperti umbi gadung (Dioscorea hispida), Tembakau
(Nicotiana tabacum ), biji jarak (Jathropha curcas) dan babadotan (Ageratum
conyzoides) ( Purwanto, 2009).
Penggunaan umbi gadung (Dioscorea hispida) sebagai rodentisida organik
saat ini sudah banyak dikembangkan, umbi gadung memiliki senyawa anti makan

yang bersifat menghambat selera makan tikus. Berdasarkan hasil penelitian
penggunaan umbi gadung akan menyebabkan perubahan tingkah laku hingga
kematian (Posmaningsih et al. 2014). Yulianto et al. (2007) menyatakan dengan

Universitas Sumatera Utara

menggunakan gadung racun yang dapat menyebabkan tikus mandul. Putranto
(2012) menyatakan bahwa Umbi gadung berpotensi cukup besar untuk menjadi
rodentisida nabati, karena umbi gadung memiliki kandungan senyawa kimia yang
dapat membunuh tikus.
Pada tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) nikotin terutama terdapat
didalam daunnya (Gloria, 2008). Nikotin murni termasuk senyawa yang
berbahaya bagi manusia dan binatang, karna dapat mematikan hewan-hewan kecil
seperti ulat, serangga dan juga tikus.
Biji jarak (Jathropha curcas) sumber nabati yang bersifat anfertilitas yang
mengandung bahan aktif risin. Biji jarak dapat menyebabkan penurunan jumlah
spermatozoa tikus, kelainan gerakan dan morfologi serta penurunan testosteron,
dengan

demikian


daat

digunakan

untuk

penurunan

populasi

tikus

(Istriyati dan Febri, 2008).
Daun babadotan (Ageratum conyzoides) yang dianggap sebagai gulma
ternyata bermanfaat sebagai pestisida botani, karena mengandung saponin,
falvanoid, polifenol, dan minyak atsiri (Plantus, 2008). Di India Ageratum
digunakan sebagai bakterisida, rodentisida, dan anti disentri (Balitro, 2008).
Beberapa penelitian telah pula dilaksanakan untuk mempelajari toksisitas tanaman
ini . Sekelompok tikus Wistar diberi diet yang mengandung tanaman babadotan

setiap hari secara laboratorik menunjukkan perubahan pada jaringan hatinya
secara konsisten (Sani and Stoltz, 1993).

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh pemberian beberapa rodentisida nabati terhadap
tikus sawah (Rattus argentiventer Robb and Kloss) di laboratorium.
Hipotesis Penelitian
Ada

pengaruh

pemberian

rodentisida

nabati

Umbi


(Dioscorea

hispida),

tembakau

(Nicotiana

tabacum),

biji

gadung
jarak

(Jathropha curcas ), babadotan (Ageratum conyzoides ) terhadap mortalitas tikus
sawah (Rattus argentiventer Robb and Kloss) di laboratorium.
Kegunaan Penelitian
-


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program
Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan.

-

Sebagai salah satu alternatif untuk mengendalikan tikus sawah dan bahan
informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara