STUDI KASUS MENGENAI IDENTITAS DIRI ANAK PENDETA PADA MASA REMAJA

  

STUDI KASUS MENGENAI IDENTITAS DIRI ANAK

PENDETA PADA MASA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Yosia Roland A. M

  

NIM : 039114075

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

STUDI KASUS MENGENAI IDENTITAS DIRI ANAK

PENDETA PADA MASA REMAJA

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh :

Nama : Yosia Roland A. M

  

NIM : 039114075

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

H a l a m a n Per sem b a a n

Sebab A ku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaku

mengenai kamu, demikianlah F irman T uhan, yaitu r ancangan damai

sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan

kepadamu hari depan yang penuh harapan.

  

(Y eremia 29:11)

Segala perkara dapat kutanggung dalam D ia yang memberi kekeuatan

kepadaku

(F ilipi 4:13)

  K upersembahkan karya kecilku ini untuk : T uhan Y esus K ristus P apa & mama, sebagai tanda bakti dan cintaku K akak dan adikku

  Stefa A lmamaterku P embaca yang budiman

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 26 Februari 2008 Penulis

  Yosia Roland A. M

  

ABSTRAK

Yosia Roland (2008). Studi Kasus Mengenai Status Identitas Diri Anak

Pendeta pada Masa Remaja. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas

Sanata Dharma

  Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang identitas diri anak pendeta pada masa remaja. Gambaran tentang identitas diri anak pendeta pada masa remaja meliputi status dalam identitas okupasi, relijius, peran gender, dan seksualitas) dan faktor yang dapat mempengaruhi identitas. Status identitas adalah status yang menandakan ada tidaknya eksplorasi dan komitmen dalam pembentukan identitas. Status identitas terdiri dari empat macam status yaitu penyebaran identitas, pencabutan identitas, penundaan identitas, dan pencapaian identitas.

  Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus, dengan data utama yang diperoleh melalui wawancara, dan data pendukung yang diperoleh melalui observasi dan tes grafis.

  Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa identitas relijius dan seksual anak pendeta pada masa remaja memiliki status identitas yang sama yaitu pencapaian identitas, sedangkan pada identitas okupasi dan peran gender memiliki status yang berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri anak pendeta pada masa remaja secara garis besar adalah orang tua, teman subjek termasuk orang disekitar subjek yang dekat dengan subjek, sekolah (guru), norma dalam masyarakat, persepsi terhadap peran anak pendeta, dan kesempatan dalam mengeksplorasi.

  

ABSTRACT

Yosia Roland (2008). Case Study Concerning The Self Identity of Pastor’s

Children in Adolescence Stage. Yogyakarta: Faculty of Psychology, Sanata

Dharma University

  This research aimed to describe the self identity of pastor’s children in their adolescence stage. The description of pastor’s children identity included the identity state in ocupation, religion, gender, sexuality and the factors that can influence in building identity. The identity state is the state that indicate the exploration or commitment in building identity. The identity states consist of four states, there are identity difusion, identity foreclosure, identity moratorium, and identity achievement.

  This reaseach used case study qualitative method. The primary data was goten by the interview, and the secondary data by the observation and graphic test.

  The results of this research showed that the religion and sexual identity of pastor’s children tend to be in same identity state, there were identity achievements, on the occupation and gender identity have different identity states. The factors that can influence in building identity of pastor’s children in their adolescence were parents, friends included people who arround and close with priest’s child, school (teachers), society norm, perception of the pastor’s child role, and also the chance to exploration.

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yosia Roland Adhiguna Mardjono Nomor Mahasiswa : 039114075

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “STUDI KASUS MENGENAI IDENTITAS DIRI ANAK PENDETA PADA MASA REMAJA” beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 26 Februari 2008 Yang menyatakan (Yosia Roland Adhiguna M)

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Identitas Diri Anak Pendeta Pada Masa Remaja“. Adapun Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat Sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa dalam proses belajar di Program Studi Psikologi, sejak awal studi sampai berakhirnya studi melibatkan banyak hal. Atas segala saran, bimbingan, dukungan dan bantuan, pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Tuhan Yesus yang luar biasa, yang selalu menolongku.

  2. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  3. Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si, selaku Ketua Progran Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

  4. Agnes Indar E, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik dan dosen pembimbing skripsi

  5. Segenap dosen dan laboran di Fakultas Psikologi, yang telah membimbing selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma.

  6. Kedua orang tua dan keluarga penulis atas segala dukungan dan doanya.

  7. Tata yang selalu memberi semangat, dukungan, kasih sayang dan doa yang tulus kepada penulis. Thanks for all.

  8. Semua penghuni kos “Patria” baik yang sudah lulus maupaun yang belum, jangan main monster kill terus. Thanks bro for being my friend.

  9. Andrian Liem yang telah membantu meringankan beban pembuatan verbatim dan mau meminjamkan laptopnya, thx 4 all

  10. Ci Meme, terima kasih buat koreksian bahasa inggrisnya

  11. Bp. Anton S yang menjadi orang tua penulis selama di Jogja

  12. Seluruh subjek yang tak dapat disebutkan, tarima kasih BUAAANGEEETTS

  13. YEIMOSRAXTI teman yang tak tertukarkan, ayo cepetan lulus!!!!!jangan bangga jadi lulusan SMA

  14. Pak Tatang terimakasih buat dukungannya

  15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberi masukan selama penyelesaian Tugas Akhir ini Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan serta jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan Tugas Akhir ini.

  Akhirnya harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini dapat berguna bagi semua pihak dan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut.

  Yogyakarta, 26 Februari 2008

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ....................................................................................i LEMBAR PERSETUJUAN.......................................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi ABSTRAK .................................................................................................. vii

  

ABSTRACT .................................................................................................. viii

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..........................ix KATA PENGANTAR ..................................................................................x DAFTAR

  ISI ................................................................................................ xii DAFTAR TABEL ........................................................................................ xv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................xvi

  BAB I PENDAHULUAN.......................................................................1 A. Latar Belakang ...................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian...................................................................5 D. Manfaat .................................................................................5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 7 A. Remaja .................................................................................. 7

  1. Definisi Remaja ...............................................................7

  3. Tugas Perkembangan Remaja........................................... 10

  B. Identitas Diri Pada Remaja .................................................... 12

  1. Diri (The Self) ..................................................................12

  2. Definisi Identitas Diri....................................................... 13

  3. Empat Status Identitas ...................................................... 16

  4. Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri ........................29

  C. Anak Pendeta ........................................................................ 35

  D. Identitas Diri Anak Pendeta pada Masa Remaja..................... 36

  E. Pertanyaan Penelitian ............................................................ 39

  BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 40 A. Jenis Penelitian ..................................................................... 40 B. Batasan Operasional ............................................................. 41

  1. Status Identitas Diri.......................................................... 41

  2. Faktor yang Mempengaruhi Identitas Diri ........................43

  C. Subjek Penelitian .................................................................. 44

  D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 45

  E. Analisis Data ........................................................................ 50

  F. Pemeriksaan Keabsahan Data ............................................... 54

  1. Kredibilitas ................................................................... 54

  2. Dependabilitas ...............................................................55

  BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ..........................57 A. Pelaksanaan Penelitian........................................................... 57

  2. Waktu dan Tempat Penelitian........................................... 57

  B. Hasil Penelitian .....................................................................58

  1. Subjek 1 ...........................................................................58

  2. Subjek 2 ...........................................................................79

  3. Subjek 3 ...........................................................................97

  C. Pembahasan...........................................................................127

  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 139 A. Kesimpulan ............................................................................ 139 B. Saran ......................................................................................140 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 141 LAMPIRAN

  DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kode Organisasi Data................................................................ 51Tabel 3.2 Kode Analisis Data Wawancara ................................................ 52Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Penelitian.................................................... 125

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Gambar Tes Grafis Subjek 1. ....................................................... 144 Lampiran 2. HTS1,0208077............................................................................. 147 Lampiran 3. WWCR1,S1, 11050 ..................................................................... 159 Lampiran 4. WWCR2,S1,280607 .................................................................... 167 Lampiran 5. WWCR3, S1, 101007................................................................... 170 Lampiran 6. Gambar Tes Grafis Subjek 2 ........................................................ 178 Lampiran 7. HTS2,020807............................................................................... 181 Lampiran 8. WWCR1, S2, 090707................................................................... 194 Lampiran 9. WWCR2, S2, 100907................................................................... 207 Lampiran 10. Gambar Tes Grafis Subjek 3 ...................................................... 238 Lampiran 11. HTS3,270807............................................................................. 241 Lampiran 12. WWCR1,S3,190707................................................................... 253 Lampiran 13. WWCR2,S3,290807................................................................... 273

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana orang mencari identitas dirinya yang

  sejati, sehingga pada remaja sering muncul pertanyaan-pertanyaan siapakah saya? apakah yang ada pada diri saya? apakah yang berbeda dengan diri saya dibandingkan dengan orang lain? Apa yang akan saya lakukan dengan hidup saya?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terlalu dipikirkan di masa kanak- kanak, namun mulai menjadi suatu masalah umum, nyata, dan universal ketika seseorang memasuki masa remaja.

  Pada saat usia remaja (13 – 18 tahun) pencarian identitas diri merupakan suatu hal yang sangat penting karena dapat berpengaruh terhadap kehidupan seseorang selanjutnya. Berdasarkan tahap perkembangan psikososial yang dikemukakan oleh Erickson (dalam Hall dan Lindzey,1993), usia remaja memasuki tahap identity cohesion versus role confusion: the identity crisis. Tahap ini merupakan tahap dimana seseorang berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja yang ada dalam diri mereka, dan arah mereka dalam menjalani hidup. Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut maka remaja mencoba untuk menjalani berbagai peran yang berbeda. Dari berbagai peran yang dicoba oleh remaja ini tentunya akan membentuk sebuah identitas diri identitas yang saling bertentangan akan memiliki suatu kepribadian baru yang menarik dan dapat diterima karena memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya, tidak meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta mengenal perannya dalam masyarakat. Remaja yang tidak berhasil mengatasi identitas- identitas yang saling bertentangan atau yang disebut oleh Erikson (dalam Santrock, 1996) sebagai identity confusion akan memiliki perilaku menarik diri, memisahkan diri dari teman-teman sebaya dan keluarga, atau akan kehilangan identitas mereka dalam kelompok.

  Marcia (dalam Santrock, 1996) menganalisis teori perkembangan identitas Erikson dan menyimpulkan bahwa terdapat empat status identitas dalam teori tersebut berkaitan dengan eksplorasi dan komitmen, yaitu: penyebaran identitas (identity diffusion), pencabutan identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (identity moratorium), dan pencapaian identitas (identity achievement).

  Anak pendeta dalam masa remaja tentunya juga memasuki tahap identity

  

cohesion versus role confusion: the identity crisis . Kehidupan anak pendeta pada

  usia remaja mengalami masa dimana orang mencari identitas dirinya. Anak pendeta dalam masa remaja juga akan mencoba berbagai peran, namun dalam mencoba peran tersebut anak pendeta akan mengalami suatu hambatan yang lebih dibandingkan dengan anak remaja yang lainnya. Hambatan dalam mencoba berbagai peran tersebut lebih dikarenakan anak pendeta merupakan anak seorang pemuka agama yang dipandang dalam masyarakat terutama dalam hal kerohanian. Anak pendeta tidak dapat dengan sembarangan mencoba berbagai remaja secara tidak langsung dituntut sebagai remaja yang dapat dijadikan teladan dalam kehidupan sehari-harinya, namun sebenarnya anak pendeta pada masa remaja memiliki kehendak bebas dalam menjalankan berbagai peran, tidak harus terpaku pada peran yang menjaga nama baik orang tuanya.

  Dinamika dalam keluarga seperti pola asuh oran tua merupakan salah satu hal yang penting dalam pembentukan identitas diri. Santrock (1996) mengatakan perkembangan identitas diri remaja dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja peluang mengemukakan pendapat akan menghambat pencapaian identitas. Menurut Bernard (dalam Santrock, 1996) Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan mengizinkan mereka mengambil keputusan-keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas.

  Berdasarkan pengamatan peneliti, anak pendeta diasuh dan diajar untuk hidup sesuai dengan apa yang diajarkan oleh agama, dan anak pendeta secara tidak langsung dituntut untuk hidup sesuai dengan ajaran agama tersebut. Anak pendeta dianggap sebagai wujud dari sukses atau tidaknya orang tua yang berprofesi sebagai pendeta dalam mengasuh anaknya.

  Anak pendeta dalam sehari-harinya tidak hanya hidup dalam lingkungan keluarga, ia juga hidup di dalam lingkungan sosial yang lain seperti teman sebaya. identitas diri anak pendeta, hal ini tampak pada penelitian yang dilakukan oleh Adam G.R, dkk (1984) yang mengatakan bahwa siswa dengan identitas difusi lebih dipengaruhi oleh tekanan konformitas teman sebaya, sedangkan siswa yang memiliki identitas achievement berperilaku sesuai dengan temannya untuk kepentingan berprestasi.

  Pergaulan anak pendeta dengan teman sebaya terkadang membawa dampak yang negatif bagi diri anak pendeta dalam mencapai suatu identitas diri.

  Berdasarkan pengamatan peneliti, anak pendeta dalam masa remaja ada kemungkinan menuruti segala keinginan kelompok agar dapat diterima dalam kelompok atau disebut sebagai konformitas, sehingga sering ditemukan anak pendeta pada masa remaja berperilaku negatif seperti suka mabuk-mabukan, malakukan seks diluar nikah, memakai narkoba.

  Proses pencarian anak pendeta identitas diri anak pendeta pada masa remaja menjadi sesuatu yang sangat menarik untuk diteliti, karena dalam mencari identitasnya, anak pendeta tidak dapat dengan sembarangan mencoba untuk mengeksplorasi berbagai peran karena adanya suatu pemikiran dari masyarakat bahwa anak pendeta harus memiliki perilaku yang baik sebagai hasil dari didikan orang tuanya yang berprofesi sebagai pendeta. Proses pencarian identitas diri anak pendeta dapat diketahui melalui status identitas apakah yang dimiliki anak pendeta pada masa remajadan faktor apakah yang mempengaruhi pembentukan identitasdiri anak pendeta dimasa remaja.

  B. RUMUSAN MASALAH

  Pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan pada penelitian ini adalah: Status identitas apakah yang dimiliki oleh anak pendeta pada masa remaja serta faktor apakah yang yang mempengaruhi pembentukan identitas diri anak pendeta pada masa remaja?

  C. TUJUAN PENELITIAN

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui status identitas anak pendeta pada masa remaja serta faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri anak pendeta pada masa remaja.

D. MANFAAT

  1. Manfaat teoritis

  a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengembangan terhadap ilmu Psikologi terutama psikologi perkembangan remaja

  b. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini.

  2. Manfaat praktis

  a. Penelitian ini bermanfaat untuk membantu pembaca mengetahui seluk- beluk kehidupan anak pendeta terutama mengenai pembentukan identitas diri anak pendeta pada masa remaja.

  b. Penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang status identitas diri dan faktor yang mempengaruhi identitas diri anak pendeta kepada orang tua yang berprofesi sebagai pendeta dan anak pendeta itu sendiri.

  c. Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan refleksi bagi anak pendeta mengenai status identitas diri dan faktor yang mempengaruhi identitas diri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja

1. Definisi Remaja

  Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere yang berati “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Lazimnya masa remaja dimulai pada saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Berdasarkan perkembangan self dari usia kanak-kanak sampai remaja yang dikemukakan oleh Mc Devit dan Ormrod (2002), masa remaja awal berlangsung pada usia 10 – 14 tahun dan masa remaja akhir pada usia 14 – 18 tahun.

  Pada usia 14 – 18 tahun, remaja memiliki berbagai pengalaman sosial yang bervariasi sehingga memungkinkan remaja mendapatkan konflik atas informasi yang didapat dari berbagai orang yang berbeda. Dari konflik yang muncul ini remaja akhir perlu untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan yang ada seperti karir, politik, religius, peran gender dan seksualitas, untuk mencapai suatu identitas diri yang lebih matang.

2. Karakteristik Remaja

  Masa remaja memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain: a. Masa remaja sebagai periode yang penting

  Pada masa remaja dianggap sebagai periode yang penting karena dapat berdampak langsung pada sikap dan perilaku seseorang serta memungkinkan memiliki dampak jangka panjang yang muncul setelah seseorang melalui masa remaja.

  b. Masa remaja sebagai periode peralihan Masa remaja disebut sebagai periode peralihan yaitu suatu periode dimana status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan merupakan orang dewasa, sehingga mengakibatkan remaja kurang dapat menentukan perilaku yang tepat.

  c. Masa remaja sebagai periode perubahan Perubahan yang terjadi dalam masa remaja tidak hanya perubahan fisik saja tetapi juga terjadi perubahan dalam sikap dan perilaku. Terdapat empat perubahan dalam remaja secara universal yaitu 1) Meningginya emosi yang tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi 2) Perubahan tubuh, minat, dan peran 3) Perubahan pada nilai-nilai yang dianut

  4) Menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapi sering takut bertanggung jawab akan akibatnya.

  d. Masa remaja sebagai usia bermasalah Dalam menghadapai masalah remaja cenderung kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah, hal ini dikarenakan pada masa kanak-kanak, masalah sebagian besar diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah, selain itu juga dikarenakan para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.

  e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas Remaja merupakan masa dimana orang mencari identitas dirinya.

  Pencarian identitas ini berpengaruh terhadap perilaku remaja.

  f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan Masa remaja memiliki banyak sterereotip yang melekat. Stereotip ini biasanya bersifat negatif seperti remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya, dan cenderung merusak. Hal ini mengakibatkan pada masa remaja menjadi sesuatu yang menakutkan.

  g. Masa remaja masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui sudut pandangnya sendiri seperti yang yang remaja inginkan dan bukan seperti sebagaimana adanya sehingga remaja berpandangan subyekif dan kurang realistik. h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa Masa remaja merupakan masa dimana orang belajar untuk menjadi dewasa. Remaja mencoba untuk melakukan berbagai peran orang dewasa sehingga membentuk identitas diri mereka. Masa remaja ini menjadi suatu ambang untuk mencapai masa dewasa.

  (Hurlock,1991)

3. Tugas Perkembangan Remaja

  Pada masa remaja ini terdapat tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh remaja. Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1991) tugas perkembangan remaja adalah:

  a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita Penerimaan dari teman sebaya merupakan suatu hal yang sangat penting bagi remaja sehingga hubungan yang lebih matang sangatlah diperlukan.

  b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita Menerima peran dewasa yang diakui masyarakat tidaklah mempunyai kesulitan bagi remaja laki-laki karena telah didorong dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak namun hal ini sangat berbeda dengan remaja perempuan, menerima peran dewasa seringkali merupakan tugas pokok yang memerlukan penyesuaian diri selama bertahun-tahun. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif Remaja seringkali sulit untuk menerima keadaan fisiknya bila sejak masa kanak-kanak mengagungkan konsep mereka tentang penampilan diri pada waktu dewasa nantinya.

  d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab Pengembangan nilai-nilai yang selaras dengan nilai-nilai orang dewasa yang akan dimasuki adalah tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.

  e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya Remaja yang memiliki keinginan untuk mandiri akan lebih mudah untuk dapat mandiri secara emosional.

  f. Mempersiapkan karier ekonomi Remaja belum dapat mandiri secara ekonomi sebelum remaja memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Pada masa remaja karir ekonomi perlu dipersiapkan untuk memasuki masa dewasa.

  g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga Pada masa remaja persiapan perkawinan lebih ditekankan pada hubungan antara lawan jenis, namun remaja yang kawin muda pesiapan perkawinan dan keluarga menjadi tugas perkembangan yang sangat penting. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku – mengembangkan ideologi.

  Nilai-nilai atau ideologi yang sesuai dengan nilai-nilai dewasa dapat dapat ditemukan saat remaja dalam sekolah maupun pendidikan tinggi.

  Orang tua juga ikut berperan dalam hal ini. Nilai-nilai dewasa terkadang bertentangan dengan nilai-nilai teman sebaya.

  Tugas perkembangan remaja juga dapat dilihat melalui tahap perkembangan psikososial. Dalam tahap perkembangan psikososial, remaja memasuki tahap identitas versus kekacauan identitas. Identitas versus kekacauan identitas adalah tahap perkembangan Erikson kelima yang dialami individu pada masa remaja (Santrock, 2003).

B. Identitas Diri pada Remaja

1. Diri (The Self)

  Penjelasan tentang diri (self) dapat dipahami melalui penjelasan tentang pemahaman diri (self-undestanding), serta harga diri (self-esteem) dan konsep diri (self-concept) (Santrock, 2003).

  a. Pemahaman Diri (self-understanding) Pemahaman diri (self-understanding) adalah gambaran kognitif remaja mengenai dirinya, dasar dan isi dari konsep diri remaja.

  Pemahaman diri remaja didasari oleh berbagai kategori peran dan keanggotaan yang menjelaskan siapakah diri remaja tersebut.

  b. Harga Diri (self-esteem) dan Konsep Diri (self-concept) Harga diri (self-esteem) adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri. Sebagai contoh, seorang remaja bisa mengerti bahwa dia tidak hanya seseorang, tetapi juga seseorang yang baik. Tidak semua remaja memiliki gambaran positif yang menyeluruh tentang diri mereka.

  Konsep diri (self-concept) merupakan evaluasi terhadap domain yang spesifik dari diri. Remaja dapat membuat evaluasi diri terhadap berbagai domain dalam hidupnya – akademik, atletik, penampilan fisik, dsb. Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga diri (self-esteem) merupakan evaluasi diri yang menyeluruh, sedangkan konsep diri (self-concept) lebih kepada evaluasi terhadap domain yang spesifik.

2. Definisi Identitas Diri

  Identitas diri adalah suatu organisasi yang dinamis dari dorongan- dorongan, kemampuan-kemampuan, keyakinan-keyakinan yang terstruktur dengan sendirinya dalam diri individu (Marcia, 1980). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1986) identitas diri adalah inti pribadi yang tetap ada, suatu cara tertentu yang sudah terbentuk sebelumnya yang menentukan peran sosial yang harus dilakukan Identitas diri remaja dapat dipahami juga melalui teori perkembangan yang dikemukakam oleh Erikson. Erikson (dalam Cremers, identifikasi dan gambaran diri, dimana seluruh identitas yang dahulu diolah dalam perspektif suatu masa depan yang diantisipasi. Dari beberapa pendapat dari para ahli mengenai definisi identitas diri, maka dapat disimpulkan bahwa identitas diri merupakan pemahaman yang berkesinambungan tentang siapa dirinya, kemana arah tujuan, serta menyadari peran-peran sosial yang akan dilakukan dalam masyarakat.

  Erikson (dalam Duane Schultz, 2003) berpendapat bahwa pada masa remaja individu akan memasuki tahap identitas versus kekacauan identitas.

  Identitas versus kekacauan identitas adalah tahap perkembangan Erikson kelima yang dialami individu selama masa remaja (Santrock, 2003). Pada masa ini individu dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan siapakah saya, apakah sebenarnya saya, apa yang menjadi tujuan hidup saya (Santrock, 2003). Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak muncul pada usia anak-anak tetapi akan lebih muncul pada usia remaja. Pada masa remaja, individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitas dirinya, perasaan bahwa ia adalah manusia yang unik, tetapi siap untuk memasuki suatu peranan yang berarti di tengah masyarakat, peranan ini dapat bersifat menyesuaikan diri atau bersifat memperbaharui. Pada masa remaja ini terdapat kesenjangan antara rasa aman di masa kanak-kanak dengan otonomi individu dewasa yang dialami remaja sebagai bagian dari eksplorasi identitas mereka, ini disebut Erikson sebagai

  (dalam Santrock, 2003).

  Psychological moratorium

  Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal (Hurlock, 1991). Ketika remaja mengeksplorasi dan mencari identitas budayanya, remaja seringkali bereksperimen dengan peran-peran yang berbeda (Santrock, 2003). Peran adalah suatu rangkaian yang berhubungan dengan perilaku, kewajiban, dan hak-hak sebagai konsep aktor dalam situasi sosial. Dalam melakukan suatu peran terkadang muncul suatu kebingungan peran. Kebingungan peran (role confusion) adalah suatu situasi dimana orang mengalami suatu masalah dalam menentukan peran apa yang harus ia mainkan. Misalnya seorang anak guru pada waktu di sekolah diajar oleh guru yang merupakan orang tuanya, ini memunculkan kebingungan anak guru untuk berperan sebagai seorang anak dan seorang murid.

  Remaja yang berhasil menghadapi identitas-identitas yang saling bertentangan akan mendapatkan pemikiran yang baru megenai dirinya dan dapat diterima oleh dirinya sendiri, akan tetapi remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitasnya akan mengalami yang disebut Erikson sebagai identity confusion (kebimbangan akan identitasnya) (dalam Santrock, 2003). Krisis yang dimaksudkan adalah suatu masa perkembangan identitas dimana remaja memilah-milah alternatif-alternatif yang berarti dan tersedia (Santrock, 2003)

  Remaja usia antara 12 dan 18 tahun, adalah tahap dimana remaja harus menemukan dan memecahkan krisis yang berdasarkan ego identity (Schultz, 2003). Ego identity adalah gambaran diri yang terbentuk selama remaja yang

  (Schultz, 2003). Remaja yang mengalami Identity confusion tidak tahu siapa atau apakah mereka, dimanakah mereka diterima, atau kemanakah mereka akan pergi (Schultz, 2003). Identity confusion bisa menyebabkan dua hal yaitu penarikan diri individu, mengisolasi dirinya dengan teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri dengan teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya (Santrock, 2003).

  Erikson yakin bahwa remaja menghadapi sejumlah pilihan dan pada titik tertentu di masa muda akan memasuki suatu masa psychological

  moratorium (Santrock, 2003). Selama moratorium ini, remaja mencoba

  berbagai peran dan kepribadian yang berbeda-beda sebelum pada akhirnya remaja mencapai suatu pemikiran diri yang stabil. Pada akhirnya, remaja akan membuang peran-peran yang tidak diharapkan. Ketika remaja secara bertahap menyadari bahwa mereka bertanggung jawab akan diri mereka sendiri dan kehidupan mereka sendiri, remaja akhirnya akan mencari seperti apakah kehidupannya nanti. (Santrock, 2003)

3. Empat Status Identitas

  Pakar psikologi Marcia (dalam Santrock, 1995) menganalisa teori perkembangan identitas Erikson. Fokus dalam penelitiannya adalah seberapa banyak subjek mengeksplorasi pilihan identitas (krisis) dan seberapa luasnya mereka membuat komitmen.

  Krisis (crisis) didefinisikan sebagai suatu periode perkembangan Kata krisis yang dipakai oleh Marcia sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai eksplorasi terhadap peran (Santrock, 2003). Eksplorasi adalah suatu aktivitas yang secara aktif dilakukan individu untuk mencari, menjajaki, mempelajari, mengidentifikasi, mengevaluasi dan menginterpretasi dengan seluruh kemampuan, akal, pikiran, dan potensi yang dimiliki untuk memperoleh pemahaman yang baik tentang berbagai alternatif peran.

  Berlangsungnya eksplorasi dalam pembentukan identitas diri, khususnya yang berkaitan dengan pilihan studi lanjutan, ditandai dengan faktor-faktor berikut: (1) knowledgeability , yaitu sejauhmana tingkat pengetahuan yang dimiliki individu yang ditunjukkan oleh keluasan dan kedalaman informasi yang berhasil dihimpun tentang berbagai alternatif pilihan studi lanjutan, (2) activity directed toward gathering information yaitu aktivitas yang terarah untuk mengumpulkan informasi yang menyangkut semua aktivitas yang dipandang tepat untuk mencari dan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, (3) considering alternative potential identity

  

element yaitu sejauhmana individu mampu mempertimbangkan berbagai

  informasi yang telah dimiliki tentang berbagai kemungkinan dan peluang dari setiap alternatif yang ada, (4) desire to make an early decision yaitu keinginan untuk membuat keputusan secara dini yang ditunjukkan oleh sejauh mana individu memilki keinginan untuk memecahkan keragu-raguan atau ketidakjelasan secepat mungkin secara realistis dan meyakini apa yang dipandang tepat bagi dirinya.

  Komitmen (commitment) didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka lakukan. Komitmen ditunjukkan oleh sejauh mana keteguhan pendirian remaja terhadap pilihan-pilihan peran yang dipilihnya yang di tandai oleh faktor-faktor berikut: (1) knowledgeability yaitu merujuk kepada sejumlah infomasi yang dimiliki dan dipahami tentang keputusan pilihan-pilihan yang telah ditetapkan. Remaja yang memiliki komitmen mampu menunjukkan pengetahuan yang mendalam, terperinci dan akurat tentang hal-hal yang telah diputuskan, (2) activity directed toward

  

implementing the chosen identify element yaitu aktivitas yang terarah pada

  implementasi elemen identitas yang telah ditetapkan., (3) emotional tone yaitu nada emosi yang merujuk kepada berbagai perasaan yang dirasakan individu baik dalam penetapan keputusan maupun dalam mengimplementasikan keputusan tersebut. Nada emosi terungkap dalam bentuk keyakinan diri, stabilitas dan optimisme masa depan, (4) identification with significant other yaitu identifikasi dengan orang-orang yang dianggap penting yang ditunjukkan dengan sejauhmana remaja mampu membedakan aspek positif dan negatif dari figur yang dianggap ideal olehnya,(5) projecting one s

  

personal future yaitu kemampuan memproyeksikan dirinya ke masa depan

  dengan ditandai oleh kemampuan mempertautkan rencananya dengan aspek lain dalam kehidupan masa depan yang mereka cita-citakan, (6) resistence to

  

being swayed yaitu sejauh mana individu memiliki ketahanan terhadap mereka tetapkan. Mereka tetap teguh pada keputusannya, tetapi mereka bukan anti perubahan. Mereka mampu menghargai berbagai kemungkinan perubahan, mereka mengkaitkannya dengan kemampuan pribadi dan peluang yang ada (Marcia, 1993).

  Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marcia, subjek diwawancarai tentang krisis dan komitmen dalam identitas pekerjaan (okupasi), relijius, ideologi poltik, peran gender dan seksualitas (Buss, 1995).

  a. Okupasi (pekerjaan) Okupasi adalah seperangkat tugas, ketrampilan dan kemampuan yang unik yang berhubungan dengan pekerja yang melaksanakan pekerjaan tertentu (www.nevadaworkforce.com/). Okupasi juga dapat diartikan sebagai suatu nama pekerjaan yang yang menunjukkan aktivitas pekerjaan.

  Dalam hal pekerjaan banyak remaja yang kurang mengeksplorasi pilihan karir dan juga terlalu sedikit memperoleh bimbingan karir dari pembimbing di sekolah mereka. Siswa pada umumnya tidak tahu informasi yang perlu dicari mengenai karir, bahkan tidak tahu bagaimana cara mencarinya (Santrock, 2003). Namun eksplorasi, pengambilan keputusan, dan perencanaan dalam perkembangan karir dalam tahap remaja merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini sangat berkaitan erat dengan perkembangan identitas seseorang. Keputusan mengenai karir dan perencanaan karir secara positif berhubungan dengan pencapaian moratorium dan identitas diffusion (Wallas-Broscios, Seafica, dan Osipow, dalam Santrock, 2003). Remaja yang lebih jauh terlibat dalam proses pembentukan identitas lebih sanggup mengartikulasikan pilihan karir mereka dan menentukan langkah berikut untuk mencapai tujuan jangka pendek maupun jangka panjang mereka (Raskin ,dalam Santrock, 2003).

  Memahami bagaimana remaja membuat pilihan dalam pengembangan karirnya dapat melalui tiga teori yaitu teori perkembangan Ginzberg, teori konsep diri Super, dan teori tipe kepribadian Holland. 1) Teori Perkembangan Ginzberg

  Teori ini dikemukakan oleh Ginzberg (Santrock, 2003). Teori ini mengatakan bahwa anak dan remaja melalui tiga tahap pemilihan karir yaitu fantasi, tentatif, dan realistis.

  Orang dalam tahap fantasi (hingga usia 11 tahun) masa depan terkesan dapat memberikan jutaan kesempatan. Usia 11 – 17 tahun dapat digolongkan dalam tahap tentatif yaitu tahap peralihan antara tahap fantasi dan realistis. Pada tahap ini remaja mulai mengevaluasi minat (usia 11 – 12 tahun), kemudian mengevaluasi kemampuan (usia 13 – 14 tahun), dan pada akhirnya mengevaluasi nilai (usia 15 – 16 tahun). Pada usia 17 dan 18 tahun sampai awal 20-an memasuki tahap realistis. Dalam tahap ini setiap orang mencoba karir yang mungkin, kemudian memfokuskan diri pada satu bidang, dan akhirnya memilih pekerjaan tertentu dalam karir tersebut.

  2) Teori Konsep Diri Super Teori konsep diri ini dikemukakan oleh Donald Super yang menyatakan bahwa konsep diri individu memainkan peranan utama dalam pemilihan karir seseorang. Masa remaja merupakan saat seseorang membangun konsep diri tentang karir.

  Dalam pekembangan karir terdiri dari lima fase berbeda. Pertama adalah fase kristalisasi sekitar usia 14 – 18 tahun, remaja membangun gambaran tentang kerja yang masih tercampur dengan konsep diri mereka secara umum yang telah ada. Ke dua adalah fase spesifikasi sekitar usia 18 – 22 tahun, remaja mempersempit pilihan karir mereka dan mulai mengarahkan tingkah laku diri agar dapat bekerja pada bidang karir tertentu. Ke tiga adalah fase implementasi antara usia 21 – 24 tahun, orang dewasa muda menyelesaikan masa sekolah atau pelatihannya dan menapaki dunia kerja. Ke empat adalah fase stabilisasi, antara usia 25 – 35 tahun, dalam fase ini seseorang masuk dalam tahap dimana pengambilan keputusan terhadap karir tertentu dilakukan. Yang terakhir adalah fase konsolidasi yang berlangsung setelah usia 35 tahun. Dalam fase ini seseorang akan memajukan karir mereka dan akan mencapai posisi yang lebih tinggi. Pengelompokan usia dalam teori ini merupakan suatu perkiraan dalam arti bukan sesuatu yang mutlak.

  3) Teori tipe kepribadian Holland Teori tipe kepribadian adalah teori John Holland yang menjelaskan perlu dilakukan suatu usaha agar piihan karir seseorang sesuai dengan kepribadiannya (Holland, dalam Santrock, 2003). Menurut Holland (Santrock, 2003) orang akan lebih menikmati pekerjaan tersebut dan bekerja dibidang tersebut lebih lama jika orang tersebut menemukan karir sesuai dengan kepribadiannya.

  b. Relijius Relijius adalah suatu sistem kepercayaan yang berkenaan dengan kekuatan atau makhluk melebihi manusia biasa atau hal-hal yang gaib yang melebihi dunia material sehari-hari (www.anthro.wayne.edu/ant2100/GlossaryCultAnt.htm).

  Pada masa remaja, ketertarikan terhadap agama dan keyakinan spiritual semakin meningkat. Remaja menunjukkan adanya minat yang kuat terhadap hal-hal spiritua, sebagai contoh hampir 90% remaja mengatakan bahwa mereka berdoa (Gallup & Perriello, dalam Santrock, 2003). Dibandingkan dengan anak-anak, doa remaja memiliki karakteristik seperti tanggung jawab, subyektivitas, dan kedekatan (Scarlett & Polimg, dalam Santrock, 2003).

  James Fowler (Santrock, 2003) mengajukan pandangannya dalam perkembangan konsep relijius. Individuating-reflexive faith adalah tahap merupakan masa yang penting dalam perkembangan identitas keagamaan. Tahap ini menggambarkan remaja untuk pertama kalinya berpandangan bahwa individu memiliki tanggung jawab penuh atas keyakinan relijiusnya.

  c. Ideologi politik Pada masa remaja ini, mereka mulai merefleksikan nilai, ideologi, dan tradisi dalam komunitas mereka, dan peran yang memungkinkan yang akan mereka bawa pada saat dewasa.

  Erickson (Miranda & James, 1998) menggambarkan perkembangan komitmen politik sebagai aspek kunci formasi perkembangan identitas pada masa remaja. Pengalaman remaja sebagai warga negara dapat menjadi acuan yang dapat membantu dalam formasi pemahaman dan ikatan politik. Aktivitas kewarganegaraan yang diikuti oleh remaja, bentuk perilaku kewarganegaraan dan pemahaman terhadap perilaku tersebut, dan penempatan suatu penekanan dalam memperjelas proses sosial dimana pemahaman politis muncul merupakan beberapa bidang dalam perkembangan identitas politik pada masa remaja (Miranda & James, 1998)

  d. Peran gender Peran gender merupakan suatu set harapan yang menetapkan dan berperasaan. Perbedaan psikologis dan tingkah laku antara laki-laki dan perempuan menjadi lebih jelas selama masa remaja awal karena adanya peningkatan tekanan-tekanan sosialisasi masyarakat untuk menyesuaikan diri pada peran gender maskulin dan feminin tradisional, oleh karena itu remaja harus mulai banyak bersikap sesuai dengan stereotipe perempuan dan laki-laki dewasa.