BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Kemampuan Berbicara a. Pengertian Berbicara - Ita Puji Handayani BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Kemampuan Berbicara

a. Pengertian Berbicara

  Menurut Tarigan (2008: 1) keterampilan berbahasa (atau

  language arts, language skills ) dalam kurikulum di sekolah biasanya

  mencakup empat aspek, yaitu: 1. Keterampilan menyimak atau mendengar (listening skills).

  2. Keterampilan berbicara (speaking skills).

  3. Keterampilan membaca (reading skills).

  4. Keterampilan menulis (writing skills).

  Keempat aspek keterampilan tersebut bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan melalui penjelasan atau uraian semata, tetapi juga dapat diajarkan melalui kegiatan berbahasa atau praktik berbahasa.

  Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Arsyad, Mukti, 2005: 17). Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerakan tangan dan mimik pembicara. 7

  Kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan kemampuan yang lain. Kegiatan berbicara berhubungan erat dengan kegiatan mendengar. Kegiatan berbicara dan mendengar merupakan kegiatan komunikasi dua arah (Arsyad, Mukti, 2005: 23).

  Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak,dan pada masa itulah kemampuan berbicara sudah tentu erat hubungannya dengan kosakata yanng diperoleh sang anak melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelumatangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterampilan-keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara yang efektif, banyak persamaannya dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi yang efektif dalam keterampilan-keterampilan bahasa lainnya.

  Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologi, neurologis, semantik dan linguistik sedemikian ekstensif secara luas, sehingga dapat dianggap sebagai alat komunikasi yang paling penting. Faktor fisik meliputi aktivitas motorik, yaitu gerakan tubuh yang menunjang kegiatan berbicara. Faktor psikologis meliputi aktivitas mental yang berhubungan dengan emosi, perasaan, dan keberanian mengemukakan pikiran. Faktor neurologis berkaitan dengan kemampuan syaraf otak yang menghasilkan bahasa yang diungkapkan. Faktor lain linguistik adalah faktor yang berkisar pada bahasa itu sendiri (Tarigan, 2008: 15).

  Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah suatu keterampilan bahasa dengan mengucapkan kata-kata untuk menyampaikan informasi kepada orang lain. Bahasa yang diperlukan untuk berkomunikasi, berupa bunyi yang dikeluarkan oleh alat ucap manusia yang berartikulasi dan bersifat arbitrer berdasarkan konvensional untuk saling berhubungan atau berkomunikasi.

  Hubungan kemampuan berbicara dengan kemampuan berbahasa yang lain, yaitu: a. Hubungan Antara Berbicara dan Menyimak

  Antara berbicara dan menyimak terdapat hubungan yang erat yaitu: 1) Ujaran atau (speech) biasanya diperoleh melalui menyimak dan meniru (imitasi).

  2) Kata-kata yang akan dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasanya ditentukan oleh perangsang yang mereka temui (misalnya dalam kehidupan desa atau kota) dan kata-kata paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam menyampaikan ide-ide mereka. 3) Ujaran sang anak mencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan dalam masyarakat tempat hidup. Misalnya: ucapan, intonasi, kosakata, penggunaan kata-kata, dan pola-pola kalimat.

  4) Anak yang lebih muda lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang dan rumit tinimbang kalimat-kalimat yang diucapkannya. 5) Meningkatkan keterampilan menyimak berarti membantu meningkatkan kualitas berbicara seseorang.

  6) Bunyi atau suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata sang anak. Oleh karena itu, sang anak akan tergolong kalau mereka mendengarkan atau menyimak ujaran yanng baik dari pada guru, rekaman-rekaman yang bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi, dan lain-lain. 7) Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga (visual arts) akan menghasilkan penangkapan informasi yang lebih baik pada pihak penyimak.

  b. Hubungan Antara Kemampuan Berbicara dan Membaca Sejumlah proyek penelitian telah memperlihatkan adanya hubungan yang erat antara perkembangan kecakapan, bahwa kemampuan-kemampuan umum bahasa lisan turut melengkapi satu latar belajar pengalaman-pengalaman yang menguntungkan serta keterampilan-keterampilan bagi pengajaran aspek berbahasa yang lain dalam hal ini membaca. Kemampuan-kemampuan ini mencakup ujaran yang jelas dan lancar, kosa kata yang luas dan beraneka ragam, penggunaan kalimat-kalimat lengkap atau sempurna kalau diperlukan, pembeda-bedaan pendengaran yang tepat, dan kemampuan mengikuti perkembangan urutan suatu cerita atau menghubungkan suatu cerita atau menghubungkan suatu kejadian dalam urutan yang wajar.

  Hubungan-hubungan antara bidang lisan dan membaca telah dapat diketahui dalam beberapa telaah penelitian, antara lain: 1) Performansi atau penampilan membaca berbeda sekali dengan kecakapan bahasa lisan.

  2) Pola-pola pelajaran ujaran orang yang tuna aksara atau buta huruf mungkin mengganngu pelajaran membaca pada anak-anak.

  3) Kalau pada tahun-tahun permulaan sekolah, ujaran membentuk suatu pelajaran membaca, maka membaca bagi anak-anak kelas yang lebih tinggi turut membantu meningkatkan bahasa lisan mereka, misalnya: kesadaran linguistik mereka terhadap istilah- istilah baru, struktur kalimat yang baik dan kreatif, serta penggunaan kata-kata yang tepat.

  c. Hubungan Kemampuan Berbicara dengan Kemampuan Menulis Kemampuan berbicara tidak hanya mempunyai hubungan timbal balik dengan kemampuan menyimak dan membaca, tetapi juga berhubungan dengan kemampuan menulis. Seorang pembicara yanng baik, umumnya memerlukan persiapan tertulis, sering seorang yang akan berbicara secara resmi, baik itu berbentuk pidato, diskusi, atau seminar, memperlukan persiapan tertulis. Dalam hal ini setidaknya sudah memiliki kemampuan dasar dalam menulis.

b. Tujuan Berbicara

  Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi, agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, sebaiknya pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia harus mampu mengevalusai prinsip-prinsip yanng mendasar segala situasi pembicaraan baik secara umum maupun perorangan. Menurut Tarigan, bahwa tujuan berbicara antara lain (a) memberitahukan, melaporkan, (b) menjamu, menghibur, (c) membujuk, mengajak, mendesak, dan menyakinkan (Tarigan, 2008: 15-16).

  Pengajaran bahasa mempunyai tujuan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Siswa tidak sekedar belajar bahasa melainkan belajar berkomunikasi. Kemampuan komunikasi yang paling dasar ialah kemampuan untuk mengekspresikan diri dengan bahasa, sehingga diharapkan siswa mampu mengasah kepekaan emosi, mempertajam kepekaan perasaan serta mengingkatkan kemampuan berfikir dan bernalar untuk bekal hidup di kelak kemudian hari.

  Tujuan utama pembelajaran berbicara di SD melatih siswa dapat berbicara dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara. Misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan, menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato, dan lain sebagainya.

  Untuk memantau kemajuan siswa dalam berbicara, guru dapat melakukannya ketika siswa sedang melaksanakan kegiatan diskusi kelompok, tanya jawab, dan sebagainya. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara para siswanya dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya. Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa, kefasihan bicara,dan pemahaman.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara

  Seseorang pembicara yang akan menyampaikan gagasannya di depan orang lain hendaknya mampu menempatkan diri. Orang pada lapisan umur, jenis kelamin, tinggi rendahnya jabatan, tingkat sosial, akan berbeda tingkah laku dan wataknya. Seorang pembicara, berbicara pada orang lain haruslah pandai memilih kata-kata dan menentukan ragam bahasa atau variasi bahasa yang selaras dan sesuai dengan lawan bicaranya. Selain itu, berkomunikasi juga harus melihat situasi dan kondisi untuk menentukan sikap yang pantas dipergunakan dalam menyampaikan gagasannya atau ucapan kepada orang lain. Dalam hal ini ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk keefektifan berbicara, yaitu faktor kebahasaan dan faktor non kebahasaan.

  a. Faktor-faktor Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara

  1) Ketepatan Ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi secara tepat, dapat mengalihkan perhatian pendengar.

  2) Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. 3) Pemilihan Kata atau Diksi

  Pemilihan kata hendaknya tepat, jelas dan bervariasi. Jelas maksudnya mudah dimengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran, pemilihan kata harus kita sesuaikan dengan pokok pembicaraan dan dengan siapa kita bicara.

  4) Ketepatan Sasaran Pembicara Hal ini menyangkut pemakaian kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu meninggalkan kesan menimbulkan pengaruh atau akibat.

  b. Faktor-faktor Non Kebahasaan sebagai Penunjang Keefektifan Berbicara.

  1) Sikap yang Wajar, Tenang, dan Tidak Baku Sikap yang wajar sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukan otoritas dan integritas dirinya, sebaliknya latihan sikap ini merupakan modal utama untuk kesuksesan berbicara.

  2) Pandangan Harus Diarahkan pada Lawan Bicara Sikap ini pembicara melibatkan pada semua pendengar, pandangan yang hanya tertuju pada satu arah, akan menyebabkan pendengar kurang diperhatikan. 3) Gerak-Gerik dan Mimik yang Tepat

  Sikap ini dapat pula menunjang keefektifan berbicara, selain itu juga menghidupkan komunikasi, artinya tidak kaku.

  4) Kenyaringan Suara Tingkat kenyaringan suara ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat dan jumlah pendengar dapat menangkap isi pembicaraan dengan jelas. 5) Kesediaan Menghargai Pendapat Orang Lain

  Seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, mau menerima pendapat orang lain dan bersedia menerima kritik, serta bersedia mengubah pendapatnya kalau memang keliru. 6) Kelancaran

  Seorang pembicara yang lancar dalam berbicara akan memudahkan pendengar menangkap isi pembicaraan, sebaliknya pembicara yang bicaranya terlalu cepat juga akan menyulitkan pendengar. Oleh karena itu pembicara diharapkan dapat mengatur tempo kata-kata atau kalimat.

  7) Relevansi atau Penalaran Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan logis.

  Hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan.

  8) Pengusaan Topik Penguasaan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Jadi penguasaan topik sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara.

d. Jenis-jenis Berbicara

  Saudara, klasifikasi berbicara dapat dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampaiannya, dan jumlah pendengarnya.

  Perinciannya adalah sebagai berikut.

  a. Berbicara berdasarkan tujuannya 1) Berbicara memberitahukan, Melaporkan, dan menginformasikan.

  Berbicara untuk tujuan memberitahukan, melaporkan atau menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin menjelaskan suatu proses; menguraikan, menafsirkan sesuatu; memberikan, menyebarkan atau menanamkan pengetahuan; dan menjelaskan kaitan, hubungan atau relasi antarbenda, hal atau peristiwa. Kegiatan berbicara seperti ini sering dilakukan orang dalam kehidupan sehari-hari, misalnya, Ibu Ana menjelaskan cara membuat tape ketan dalam kegiatan PKK di kelurahan. 2) Berbicara menghibur. Saudara, berbicara untuk menghibur memerlukan kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya bersifat santai dan penuh canda. Humor yang segar, baik dalam gerak- gerik, cara berbicara dan menggunakan kata atau kalimat akan memikat para pendengar. Berbicara untuk menghibur biasanya dilakukan oleh para pelawak dalam suatu pentas.

  3) Berbicara membujuk, mengajak, meyakinkan atau menggerakkan. Kadang-kadang pembicara berusaha membangkitkan inspirasi, kemauan atau meminta pendengarnya melakukan sesuatu. Misalnya, guru membangkitkan semangat dan gairah belajar siswanya melalui nasihat-nasihat. Kegiatan berbicara seperti ini termasuk kegiatan berbicara untuk mengajak atau membujuk. Dalam kegiatan berbicara ini. Pembicara harus pendai merayu, mempengaruhi atau meyakinkan pendengarnya. Kegiatan berbicara seperti ini akan berhasil jika pembicara benar-benar mengetahui kemauan, minat, kebutuhan atau cita-cita pendengarnya. Dalam kegiatan berbicara untuk meyakinkan, pembicara berusaha meyakinkan tentang sesuatu kepada pendengarnya. Melalui pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar dapat diubah, dari menolak menjadi menerima. Bukti, fakta atau contoh yang tepat yang disodorkan dalam pembicaraan akan membuat pendengar menjadi yakin. b. Berbicara berdasarkan situasinya 1) Berbicara formal Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk berbicara secara formal. Misalnya, ceramah dan wawancara.

  2) Berbicara informal Dalam situasi informal, pembicara harus berbicara secara tidak formal. Misalnya, bertelepon.

  c. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya 1) Berbicara mendadak

  Berbicara mendadak terjadi jika seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum.

  2) Berbicara berdasarkan catatan Dalam berbicara seperti ini, pembicara menggunakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah disiapkan sebelumnya dan telah menguasai materi pembicaraannya sebelum tampil di muka umum.

  3) Berbicara berdasarkan hafalan Dalam berbicara hafalan, pembicara menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan pembicaraannya. Kemudian, dihafalkannya kata demi kataa, kalimat demi kalimat sebelum melakukan pembicaraannya.

  4) Berbicara berdasarkan naskah

  Dalam berbicara seperti ini, pembicara telah menyusun naskah pembicaraannya secara tertulis dan dibacakannya pada saat berbicara. Jenis berbicara ini, dilakukan dalam situasi yang menuntut kepastian dan resmi, serta menyangkut kepentingan umum, misalnya pidato kenegaraan yang dilakukan oleh presiden dalam siding DPR.

  d. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya 1) Berbicara antarpribadi Berbicara antar pribadi terjadi jika dua orang membicarakan sesuatu.

  Suasana pembicaraannya dapat bersifat serius atau santai bergantung kepada masalah yang diperbincangkan atau bergantung kepada hubungan kedua pribadi yang terlihat dalam pembicaraan, misalnya, pembicaraan antara dokter dengan pasiennya. 2) Berbicara dalam kelompok kecil

  Pembicaraan seperti ini terjadi antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar (3-5 orang). Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini, sering dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secara lisan, terutama untuk melatih siswa yang jarang berbicara. Suasana dalam kelompok kecil lebih memungkinkan siswa berani berbicara.

  3) Berbicara dalam kelompok besar Jenis berbicara ini terjadi apabila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar. Perpindahan peran dari pembicara menjadi pendengar atau dari pendengar menjadi pembicara dalam berbicara seperti ini terjadi di ruang kelas, pendengar berkesempatan untuk bertanya atau berkomentar tentang, isi pembicaraan yang disampaikan pembicara. Dalam hal ini, pendengar dapat berperan sebagai pembicara. Tetapi, apabila terjadi di luar kelas, misalnya dalam kampanye pemilihan umum, kotbah jumat di mesjid, tidak ada kesempatan bertanya atau berkomentar bagi pendengar.

  Salah satu aspek yang penting adalah aspek berbicara. Dengan keterampilan berbicara siswa akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan secara lisan dalam konteks dan situasi pada saat mereka sedang berbicara. Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai, salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.

  e. Manfaat keterampilan bahasa lisan Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis keterampilan berbahasa lisan yang sangat erat kaitannya. Berbicara bersifat produktif, sedangkan mendengarkan bersifat reseftif.Dalam pemerolehan atau belajar suatu bahasa, keterampilan berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung pemerolehan bahasa jenis produktif. Dalam suatu peristiwa komunikaasi sering kali beberapa jenis keterampilan berbahasa digunakan secara bersama-sama guna mencapai tujuan komunikasi. Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru.

2. Menyampaikan Pesan melalui Telepon

  Standar Kompetensi adalah mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dengan bertelepon. Kompetensi Dasar adalah menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon. Indikator adalah siswa dapat menjelaskan pengertian telepon dan menyebutkan macam-macam telepon, bertelepon sesuai dengan etika atau sopan santun dalam bertelepon, menerima telepon sesuai dengan etika atau sopan santun bertelepon, menulis pesan sesuai pesan dan menyampaikan pesan yang diterima melalui telepon. Tujuan pembelajaran adalah melalui tanya jawab siswa dapat menjelaskan pengertian telepon dan menyebutkan macam-macam telepon dengan benar, melalui praktik bertelepon siswa dapat bertelepon dengan etika atau sopan santun dalam bertelepon dengan benar, melalui simulasi bertelepon siswa dapat menerima telepon sesuai dengan etika bertelepon dengan benar, siswa dapat menulis pesan dengan benar. Dalam menyampaikan pesan melalui telepon ada kegiatan berbicara dan menulis pesan.

  a. Pengertian Telepon Menurut Hartati (2006: 2) komunikasi berasal dari bahasa latin

  communicatio yanng berakar dari kata comi yang artinya sama makna

  mengenai sesutu hal. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu peristiwa yang berlangsung apabila orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki kesamaan persepsi atau mengenai sesuatu hal yang dikomunikasikan. Komunikasi dapat diartikan sebagai penyampaian dan penerima pesan atau informasi diantara dua orang atau lebih dengan menggunakan simbol (bahasa) dan nonverbal.

  Seiring dengan teknologi informasi yang kian maju maka keterampilan bertelepon sangat penting dalam membentuk sikap cepat, efektif dan sopan dalam berkomunikasi. Pada berbicara melalaui telepon tanpa hadirnya lawan bicara secara langsung memerlukan tingkat kepekaan yang tinggi dalam tata cara pergaulan sehari-hari dalam kegiatan bertelepon.

  Kata “telepon” berasal dari kata tele dan phone yang mempunyai pengertian jauh dan mendengar dari jarak jauh. Melalui pesawat telepon disamping mendengar, tentu orang juga berbicara. Pesawat telepon merupakan simbol suatu prestasi sebuah peradaban manusia, karena manusia masih mengalami kesulitan untuk berkomunikasi langsung dalam jarak jauh. Sebagai sarana komunikasi, telepon dipakai untuk menyampaikan dan menerima informasi secara cepat, karena dengan telepon baik komunikator (pengirim pesan) maupun komunikan (penerima pesan) dapat menyampaikan berita atau informasi pada saat yang sama, tidak perlu menunggu berjam-jam, apalagi berhari-hari.

  Telepon adalah salah satu alat komunikasi jarak jauh. Pesawat telepon untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan kepada teman, saudara, atau keluarga untuk berbagai keperluan. Berkomunikasi melalui telepon termasuk jenis komunikasi tidak langsung, karena pembicara dan lawan pembicara tidak saling bertatap muka secara langsung.

  b. Pengertian Pesan Pesan merupakan informasi, ide atau perasaan yang disampaikan atau diterima oranng-orang atau pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Dengan kata lain, pesan adalah isi atau muatan dari yanng dikomunikasikan melalui simbol yang dipahami dan disepakati bersama.

  Pesan adalah sederetan simbol yang disusun sedemikian rupa sehingga bermakna bagi orang lain. Contoh bahasa Indonesia adalah kode yang mencakup unsur bunyi, suara, huruf dan kata yang disusun sedemikian rupa sehingga mempunyai arti.

  Pesan singkat atau memo adalah catatan kecil atau surat sederhana yang dapat digunakan berbagai keperluan.

  Ciri-ciri pesan, yaitu:

  1. Pesan harus cukup jelas (Clear), bahasa yang mudah dipahami, tidak berbelit-belit, tanpa denotasi yang menyimpang dan tuntas.

  2. Pesan itu mengandung kebenaran yang mudah diuji (Corect), berdasarkan fakta, tidak mengada-ada dan tidak diragukan.

  3. Pesan itu diringkas (Concise) dan padat serta disusun dengan kalimat pendek (to the point ) tanpa mengurangi arti yang sesungguhnya.

  4. Pesan itu mencakup keseluruhan (Comprehensif), ruang lingkup pesan mencakup bagian-bagian yang penting dan yang patut diketahui komunikan.

  5. Pesan itu nyata (concret) dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan data dan fakta yang ada, tidak sekedar isu/kabar angin.

  6. Pesan itu lengkap (complete) dan disusun secara sistematis.

  a. Pesan itu menarik dan menyakinkan (Convincing) menarik karena bertautan dengan dirinya sendiri, menarik dan menyakinkan karena logis.

  b. Pesan itu disampaikan dengan sopan (Courtesy) harus diperhitungkan kadar kebiasaan, keprobadian, pola hidup dan nilai-nilai komunikasi, nilai etis sangat menentukan sekali bagaimana orang bisa terbuka. c. Nilai pesan itu sangat mantap (Concisten) artinya tidak mengandung pertentangan antara badian pesan yang lain, konsisten ini sangat penting untuk menyakinkan komunikan akan kebenaran pesan yang disampaikan Adapun materi menelepon yang disimulasikan pada setiap siklusnya adalah sebagai berikut:

  • Siklus I

  a) Pada pertemuan 1 materi yaitu mengajak jalan-jalan ke Pantai’ b) Pada pertemuan 2 materi yaitu latihan paduan suara.

  • Siklus II a) Pada pertemuan 1 materi yaitu lomba baca puisi.

  b) Pada pertemuan 2 materi yaitu belajar kelompok.

3. Metode Simulasi

  Menurut Djamarah (2006: 46) metode adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi sesuai tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir.

  Seorang guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila tidak mengusai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan.

  Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya berpura-pura atau berbuat seakan-akan. Sebagai metode mengajar, simulasi dapat diartikan cara penyajian pengalaman belajar dengan menggunakan situasi tiruan untuk memahami tentang konsep, prinsip, atau keterampilan tertentu.

  Simulasi dapat digunakan sebagai metode mengajar dengan asumsi tidak semua proses pembelajaran dapat dilakukan secara langsung pada obyek yang sebenarnya. Untuk mengembangkan pemahaman dan penghayatan terhadap suatu peristiwa, penggunaan simulasi akan sangat bermanfaat.

  (Sanjaya, W. 2008: 157-158).

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1068) simulasi adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya. Penggambaran suatu sistem atau proses dengan peragaan berupa model statistik atau pameran.

  Simulasi menurut (Hasibuan dan Moedjiono, 2008: 27) adalah tiruan atau perbuatan yang hanya berpura-pura saja (dari kata simulate artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah; dan simulation artinya tiruan atau perbuatan yang berpura-pura saja).

  Metode simulasi adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya. Situasi yang dihadapi dalam simulasi ini harus dibuat seperti benar-benar dalam keadaan yang sebenarnya (replikasi kenyataan).

  Menurut Hamalik dalam Taniredja, dkk (2011: 40) teknik simulasi adalah suatu sistem yang digunakan dalam semua pengajaran, terutama dalam desain instruksional yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku. Latihan-latihan keterampilan menuntuk praktik yanng dilaksanakan di dalam situasi kehidupan nyata (dalam pekerjaan tertentu), atau dalam situasi simulasi yang mengandung ciri-ciri situasi kehidupan sebenarnya.

  Latihan-latihan dalam bentuk simulasi pada dasarnya berlatih melaksanakan tugas-tugas yang akan dihadapi dalam kehidupan sehari- hari.

  Dapat disimpulkan bahwa metode simulasi adalah suatu metode mengajar dengan berpura-pura dan memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ke dalam ruang belajar. Prinsip-prinsip simulasi dalam metode simulasi, yaitu: 1. Simulasi dilakukan oleh kelompok siswa.

  2. Semua siswa harus dilibatkan sesuai dengan perannya.

  3. Topik disesuaikan dengan kemampuan kelas.

  4. Petunjuk simulasi disiapkan terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan harus mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

  5. Simulasi bertujuan untuk membentuk keterampilan siswa.

  6. Simulasi harus menggambarkan situasi yang lengkap danberurutan.

  7. Dalam proses simulasi hendaknya dapat diintegrasikanbeberapa ilmu, sebab akibat dan pemecahan masalah.

  Hasibuan dan Moedjiono (2008: 27-28) langkah-langkah yang harus ditempuh dalam simulasi, yaitu: 1) Penentuan topik dan tujuan simulasi.

  2) Guru memberikan gambaran secara garis besar situasi yanng akan disimulasikan.

  3) Guru memimpin pengorganisasian kelompok, peran-peranan yang akan dimainkan, pengaturan ruangan, penngaturan alat, dan sebagainya.

  4) Pemilihan pemegang peranan. 5) Guru memberikan keterangan tentanng peranan yang akan dilakukan. 6) Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada kelompok dan pemegang peranan.

  7) Menetapkan lokasi waktu dan pelaksanaan simulasi. 8) Pelaksanaan simulasi. 9) Evaluasi dan pemberian balikan.

  Menurut Hasibuan dan Moedjiono (2008: 27), metode simulasi memiliki beberapa kelebihan, yaitu: 1) Menyenangkan, sehingga siswa secara wajar terdorong untuk berpartisipasi; 2) Menggalakkan guru untuk mengembangkan aktivitas simulasi. 3) Memungkinkan eksperimen berlangsung tanpa memerlukan lingkungan yang sebenarnya.

  4) Memvisualkan hal-hal yang abstrak. 5) Tidak memerlukan keterampilan komunikasi yang pelik. 6) Memungkinkan terjadinya interaksi antarsiswa. 7) Menimbulkan respon yang positif dari siswa yang lamban, kurang cakap dan kurang motivasi.

  8) Melatih berpikir kritis karena siswa terlibat dalam analisa proses kemajuan simulasi.

  Disamping memiliki kelebihan, metode simulasi juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 1) Evektivitasnya dalam memajukan belajar belum dapat dilaporkan oleh riset.

  2) Validitas simulasi masih banyak diragukan orang. 3) Menuntut imajinasi dari guru dan siswa.

4. Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD

  a. Pengertian Bahasa Indonesia Bahasa memilliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Kemampuan berbahasa seseorang mencerminkan pikiran seseorang. Semakin terampil berbahsa maka semakin baik pola berpikir seseorang. Bahasa Menurut Santosa (2008: 1.3) bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 77) bahasa ialah Ling sistem lambang bunyi yang arbiter yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa adalah percakapan (perkataan) yang baik, tingakah laku yang baik, sopan santun.

  Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yanng diberikan di tingkat SD/MI/SDLB. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran Bahasa Indonesia memuat empat aspek keterampilan, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Melalui mata pelajaran Bahasa Insonesia, peserta didik diarahkan untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain secara baik dan benar sesuai dengan ejaan.

  b. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Menurut Mulyasa (2008: 239-241) Bahasa Indonesia memiliki peran sentral intelektual peserta didik merupakan penunjang keberhasilan dalam pembelajaran semua bidang studi, yaitu:

  Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengungkapkan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi.

  Mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan, mempertinggi kemampuan berbahasa, dan menumbuhkan sikap posisitp terhadap bahasa Indonesia.Mata pelajaran Bahasa Indonesia diberikan di semua jenjang pendidikan formal. Dengan demikian, diperlukan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia yang memadai dan efektif sebagai alat berkomunikasi, berinteraksi sosial, media pengembangan ilmu dan alat pemersatu bangsa. Pada dasarnya pembelajaran Bahasa Indonesia hakekatnya merupakan belajar berkomunikasi dan belajar sastra yang menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaanya. Oleh karena itu, pembelajaran Bahasa Indonesia mengupayakan peningkatan kemampuan siswa untuk berkomunikasi secara lisan maupun tertulis serta menghargai karya cipta Bangsa Indonesia.

  Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu sarana yang dapat mengakses berbagai informasi dan kemajuan tersebut. Untuk itu, kemahiran berkomunikasi dalam bahasa Indonesia secara lisan dan tertulis harus benar-benar dimiliki dan ditinggalkan. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia memberikan akses pada situasi lokal dan global yang menekankan keterbukaan, kemasadepanan, dan kesejagatan. Dengan demikian, siswa menjadi terbuka terhadap beragam informasi dan dapat menyaring yang berguna, belajar menjadi diri sendiri, dan menyadari akan eksistensi budayanya sehingga tidak tercabut dari lingkungannya. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual. Kompetensi dikembangkan sejak taman kanak-kanak, kelas

  I SD sampai kelas XII yang menggambarkan satu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik (Hartati dkk, 2006: 73-74).

  Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan suatu mata pelajaran yang ada di semua jenjang pendidikan baik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan pembelajaran berkomunikasi yang artinya Bahasa Indonesia diharapkan agar siswa dapat berkomunikasi dengan benar baik secara lisan maupun tertulis.

  c. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara serta sastra Indonesia sebagai hasil cipta intelektual produk budaya yang berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai: 1). Sarana pembinaan kesatuan dan kesatuan bangsa, 2). Sarana peninngkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, 3). Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, 4). Sarana penyebarluaskan pemakaian Bahasa Indonesia yang baik untuk keperluan menyangkut berbagai masalah, 5). Sarana pengembangan penalaran, 6). Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesustraan Indonesia.

  Menurut Huck dalam Novi Resmini, dkk (2006: 93-95) tujuan pembelajran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: 1) Menumbuhkan kesenangan terhadap buku

  Tujuan utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak untuk memperoleh pengalaman dari bacaan serta masuk dan terlibat di dalam suatu buku. 2) Menginterprestasi bacaan sastra

  Untuk menciptakan keterkaitan kepada buku, siswa perlu banyak buku dan siswa tersebut memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam tentang buku-buku yang dibaca.

  3) Mengembangkan kesadaran bersastra Siswa berada di sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit yang terpenting bukan menghafal tetapi tanggapan dari cerita tersebut.

  4) Mengembangkan apresiasi Sasaran jangka panjang pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra bermutu.

  B. Penelitian Yang Relevan

  Berdasarkan penelitian Taswan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Universitas Muhammadiyah Purwokerto tahun 2010 yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan dengan Metode Simulasi Kompetensi Dasar Proses Pilkada Pada Siswa Kelas

  VI SD Negeri Slarang 05 Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap Tahun Ajaran 2010/2011 menyimpulkan:

  1. Pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada setiap siklusnya. Pada siklus I rata-rata hasil belajar siswa 71,34 dari siswa yang tuntas berjumlah 27 siswa (57,45%).

  2. Pada siklus II rata-rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 77,17 dan siswa yang mendapatkan nilai tuntas meningkat menjadi berjumlah 36 siswa (76,6%), sedangkan pada siklus III rata-rata hasil belajar siswa semakin meningkat menjadi 85,9 dan siswa yang mendapatkan nilai tuntas meningkat menjadi 44 siswa (93,15%).

  C. Kerangka Berpikir

  Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, strategi dan pendekatan yang digunakann oleh guru guna mencapai tujuan dan sarana pendidikan. Salah satunya adalah dengan menerapkan metode simulasi. Disamping itu metode ini juga diupayakan meningkatkan kemampuan siswa dalam mempelajari materi pesan melalui telepon.

  Kerangka berpikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Kondisi Awal

  Tindakan Kemampuan berbicara

  Guru menggunakan menyampaikan pesan metode Simulasi melalui telepon siswa masih rendah.

  SIKLUS I Kondisi Akhir

  Kemampuan berbicara siswa SIKLUS II dalam menyampaikan pesan melalui telepon meningkat

Gambar 2.1 : Kerangka Berpikir Penelitian

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan metode pembelajaran simulasi akan meningkatkan kemampuan berbicara siswa pada materi menyampaikan pesan melalui telepon di kelas IV SD N 1 Sokawera Kecamatan Padamara Kabupaten Purbalingga Tahun Ajaran 2011/2012.