59. Isi dan Sampul Rumah Adat Nusantara

  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Bacaan untuk Anak

  RUMAH ADAT NUSANTARA Intania Poerwaningtias Nindya K. Suwarto MILIK NEGARA TIDAK DIPERDAGANGKAN

  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

  Rumah Adat Nusantara Penulis : Intania Poerwaningtias dan Nindya K. Suwarto Penyunting : Luh Anik Mayani Ilustrator : Nindya K. Suwarto Penata Letak : Intania Poerwaningtias Diterbitkan pada tahun 2017 oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun Jakarta Timur Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya, dilarang diperbanyak

dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit, kecuali

dalam hal pengutipan untuk keperluan penulisan artikel atau

karangan ilmiah.

  Katalog Dalam Terbitan (KDT) PB 720.225 98

  

Poerwaningtias, Intania, Nindya K. Suwarto

POE Rumah Adat Nusantara/Intania Poerwaningtias, Nindya K. r

  Suwarto; Anik Luh Mayani (Penyunting). Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017. x; 56 hlm.; 21 cm.

  ISBN: 978-602-437-216-3 ARSITEKTUR INDONESIA

Sambutan

  Sikap hidup pragmatis pada sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai-nilai luhur budaya bangsa. Demikian halnya dengan budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal yang santun, ramah, saling menghormati, arif, bijaksana, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, dan kasar tanpa mampu mengendalikan diri. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa yang terkenal ramah, santun, toleran, serta berbudi pekerti luhur dan mulia.

  Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas cendekia, bijak bestari, terampil, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan karakter bangsa yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

  Penguatan pendidikan karakter bangsa dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang memumpunkan ketersediaan bahan bacaan berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Bahan bacaan berkualitas itu dapat digali dari lanskap dan perubahan sosial masyarakat perdesaan dan perkotaan, kekayaan bahasa daerah, pelajaran penting dari tokoh- tokoh Indonesia, kuliner Indonesia, dan arsitektur tradisional Indonesia. Bahan bacaan yang digali dari sumber-sumber tersebut mengandung nilai-nilai karakter bangsa, seperti nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa

  

ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai

prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakter

bangsa itu berkaitan erat dengan hajat hidup dan kehidupan

manusia Indonesia yang tidak hanya mengejar kepentingan

diri sendiri, tetapi juga berkaitan dengan keseimbangan alam

semesta, kesejahteraan sosial masyarakat, dan ketakwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Apabila jalinan ketiga hal itu terwujud

secara harmonis, terlahirlah bangsa Indonesia yang beradab dan

bermartabat mulia.

  Akhirnya, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan

terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Kepala Pusat Pembinaan,

Kepala Bidang Pembelajaran, Kepala Subbidang Modul dan Bahan

Ajar beserta staf, penulis buku, juri sayembara penulisan bahan

bacaan Gerakan Literasi Nasional 2017, ilustrator, penyunting, dan

penyelaras akhir atas segala upaya dan kerja keras yang dilakukan

sampai dengan terwujudnya buku ini. Semoga buku ini dapat

bermanfaat bagi khalayak untuk menumbuhkan budaya literasi

melalui program Gerakan Literasi Nasional dalam menghadapi era

globalisasi, pasar bebas, dan keberagaman hidup manusia.

  Jakarta, Juli 2017 Salam kami, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum.

  Kepala Badan Pengembangan dan

Pembinaan Bahasa

Pengantar

  

Sejak tahun 2016, Pusat Pembinaan, Badan Pengembangan

dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melaksanakan kegiatan penyediaan buku bacaan. Ada tiga tujuan penting kegiatan ini, yaitu meningkatkan budaya literasi baca-tulis, mengingkatkan kemahiran berbahasa Indonesia, dan mengenalkan kebinekaan Indonesia kepada peserta didik di sekolah dan warga masyarakat Indonesia.

  Untuk tahun 2016, kegiatan penyediaan buku ini dilakukan dengan menulis ulang dan menerbitkan cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia yang pernah ditulis oleh sejumlah peneliti dan penyuluh bahasa di Badan Bahasa. Tulis- ulang dan penerbitan kembali buku-buku cerita rakyat ini melalui dua tahap penting. Pertama, penilaian kualitas bahasa dan cerita, penyuntingan, ilustrasi, dan pengatakan. Ini dilakukan oleh satu tim yang dibentuk oleh Badan Bahasa yang terdiri atas ahli bahasa, sastrawan, illustrator buku, dan tenaga pengatak. Kedua, setelah selesai dinilai dan disunting, cerita rakyat tersebut disampaikan ke Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk dinilai kelaikannya sebagai bahan bacaan bagi siswa berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Dari dua tahap penilaian tersebut, didapatkan 165 buku cerita rakyat.

  Naskah siap cetak dari 165 buku yang disediakan tahun 2016 telah diserahkan ke Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk selanjutnya diharapkan bisa dicetak dan dibagikan ke sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Selain itu, 28 dari 165 buku cerita rakyat tersebut juga telah dipilih oleh Sekretariat Presiden, Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, untuk diterbitkan dalam Edisi Khusus Presiden dan dibagikan kepada siswa dan masyarakat pegiat literasi.

  Untuk tahun 2017, penyediaan buku—dengan tiga tujuan di atas dilakukan melalui sayembara dengan mengundang para penulis dari berbagai latar belakang. Buku hasil sayembara

  

tersebut adalah cerita rakyat, budaya kuliner, arsitektur

tradisional, lanskap perubahan sosial masyarakat desa dan

kota, serta tokoh lokal dan nasional. Setelah melalui dua

tahap penilaian, baik dari Badan Bahasa maupun dari

Pusat Kurikulum dan Perbukuan, ada 117 buku yang layak

digunakan sebagai bahan bacaan untuk peserta didik di

sekolah dan di komunitas pegiat literasi. Jadi, total bacaan

yang telah disediakan dalam tahun ini adalah 282 buku.

  Penyediaan buku yang mengusung tiga tujuan di

atas diharapkan menjadi pemantik bagi anak sekolah,

pegiat literasi, dan warga masyarakat untuk meningkatkan

kemampuan literasi baca-tulis dan kemahiran berbahasa

Indonesia. Selain itu, dengan membaca buku ini, siswa dan

pegiat literasi diharapkan mengenali dan mengapresiasi

kebinekaan sebagai kekayaan kebudayaan bangsa kita yang

perlu dan harus dirawat untuk kemajuan Indonesia. Selamat

berliterasi baca-tulis! Jakarta, Desember 2017

  Prof. Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S.

  Kepala Pusat Pembinaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Sekapur Sirih

  Indonesia memiliki budaya yang beragam. Salah satu wujud keberagaman budaya tersebut terletak pada desain arsitektur rumah tradisional nusantara. Saat ini, keberadaan rumah adat semakin berkurang karena modernitas. Selain itu, pembuatan beberapa rumah adat juga sulit dan memakan biaya yang besar.

Beberapa rumah adat telah mulai ditinggalkan, lainnya dimodifikasi dengan unsur-unsur modern

  Mengenalkan desain arsitektur rumah adat merupakan upaya untuk mengenalkan kembali, bukan hanya budaya daerah yang semakin ditinggalkan, tetapi juga nilai-nilai dan kearifan-kearifan lokal di masyarakat. Kami berharap anak-anak semakin mengenal budaya Indonesia melalui penjelasan tentang rumah adat dalam buku ini.

  Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dari pihak-pihak terkait atas terselesaikannya buku ini, terutama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kami juga sangat terbuka terhadap kritik dan komentar dari pembaca untuk perbaikan buku ini ke depan. Semoga buku ini dapat turut menjadi sumbangan bagi Gerakan Literasi Nasional dan menjadi kegembiraan bagi anak-anak yang membacanya.

  Salam, Intania dan Nindya

Daftar Isi Sambutan ............................................................ iii Pengantar ............................................................ v Sekapur Sirih ....................................................... vii Daftar Isi............................................................. ix Mengenal Rumah Adat Nusantara ........................... 1 Pulau Sumatra ...................................................... 5

  Rumah Adat Aceh .................................................... 6 Rumah Adat Sumatra Utara ..................................... 7 Rumah Adat Riau ..................................................... 8 Rumah Adat Kepulauan Riau .................................... 9 Rumah Adat Sumatra Barat ...................................... 10 Rumah Adat Jambi ................................................... 11 Rumah Adat Bengkulu .............................................. 12 Rumah Adat Sumatra Selatan ................................... 13 Rumah Adat Bangka Belitung ................................... 14 Rumah Adat Lampung .............................................. 15

  Pulau Kalimantan ................................................. 17 Rumah Adat Kalimantan Utara ................................. 18 Rumah Adat Kalimantan Barat ................................. 19 Rumah Adat Kalimantan Timur ................................. 20 Rumah Adat Kalimantan Tengah ............................... 21 Rumah Adat Kalimantan Selatan............................... 22

  Pulau Jawa ........................................................... 23 Rumah Adat Banten ................................................. 25 Rumah Adat DKI Jakarta.......................................... 26 Rumah Adat Jawa Barat ........................................... 27 Rumah Adat Jawa Tengah ........................................ 28 Rumah Adat D.I. Yogyakarta .................................... 29

  Rumah Adat Jawa Timur .......................................... 30

Pulau Sulawesi ..................................................... 31

  Rumah Adat Sulawesi Utara ..................................... 33 Rumah Adat Gorontalo ............................................. 34 Rumah Adat Sulawesi Tengah ................................... 35 Rumah Adat Sulawesi Barat ..................................... 36 Rumah Adat Sulawesi Selatan .................................. 37 Rumah Adat Sulawesi Tenggara ................................ 38

  

Pulau Bali dan Nusa Tenggara ................................ 39

Rumah Adat Bali ...................................................... 41 Rumah Adat Nusa Tenggara Barat ............................ 42 Rumah Adat Nusa Tenggara Timur ........................... 43

  

Pulau Maluku dan Papua ........................................ 45

Rumah Adat Maluku ................................................. 46 Rumah Adat Maluku Utara ....................................... 47 Rumah Adat Papua Barat ......................................... 48 Rumah Adat Papua .................................................. 49

  

Daftar Pustaka ............................................................ 51

Biodata Penulis ............................................................ 53

Biodata Ilustrator........................................................ 55

Biodata Penyunting ..................................................... 57

MENGENAL RUMAH ADAT NUSANTARA

  Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda, mulai bahasa, seni tari, pakaian adat, hingga rumah adat. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya.

  Secara administratif, Indonesia terbagi menjadi 34 provinsi. Namun, dalam satu provinsi sesungguhnya tidak dihuni oleh satu suku saja. Dalam buku ini dijelaskan tentang rumah adat Nusantara di tiap-tiap provinsi. Di setiap provinsi bisa terdapat lebih dari satu rumah adat, tetapi buku ini hanya menunjukkan salah satu rumah adat yang populer di tiap provinsi.

  Kebanyakan rumah adat di Indonesia berbentuk rumah panggung untuk menghindari banjir atau binatang buas. Beberapa rumah adat lainnya berbentuk tertutup untuk membuat penghuninya tetap merasa hangat karena berada di pegunungan. Hal tersebut menunjukkan bahwa rumah asli Indonesia dibuat sesuai dengan kondisi alam di sekitarnya.

  Selain sesuai dengan bentang alamnya, rumah adat Indonesia juga disesuaikan dengan adat istiadat atau nilai-nilai agama pada masyarakat sekitar. Beberapa rumah adat dipakai untuk acara-acara adat saja, sedangkan rumah lainnya digunakan sebagai tempat tinggal ketua adat.

  Hal menarik lainnya dari rumah adat di Indonesia adalah penggunaan bahan-bahan alami untuk membangun rumah tersebut. Bahan-bahan alami yang dimaksud seperti kayu, bambu, tanah liat, batu alam, rumbia, dan pelepah pohon yang dikeringkan.

Pulau Sumatra

  Pulau Sumatra memiliki sepuluh provinsi, yaitu Aceh, Sumatra Utara, Riau, Kepulauan Riau, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatra Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung. Suku yang terdapat di Sumatra, di antaranya, suku Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, dan Lampung.

  Rumah adat Sumatra memiliki ciri khas tersendiri, yaitu pada bentuk rumah dan jenis ornamen atau ukirannya. Selain itu, rumah adat Sumatra memiliki satu persamaan, yaitu berbentuk panggung. Alasan pemilihan bentuk panggung adalah untuk menghindari banjir bagi daerah yang dilewati oleh aliran sungai dan menghindari binatang buas bagi wilayah yang dekat dengan hutan.

  Rumah adat di Sumatra memiliki banyak fungsi, di antaranya, sebagai rumah tinggal dan tempat pertemuan adat masyarakat. Bentuk rumah adat sebagian ditentukan oleh karakter suku yang mendiami rumah tersebut.

Rumah Adat Aceh

  Rumoh Aceh atau krong bade ialah rumah adat

  Aceh yang berbentuk panggung dengan ketinggian 2,5—3 meter. Bagian bawah rumah dipakai untuk gudang atau tempat menenun bagi para perempuan.

  Di dinding dalam maupun luar rumah terdapat banyak lukisan. Ruangan rumoh Aceh terdiri atas ruang depan untuk bersantai dan menerima tamu, ruang tengah untuk kamar-kamar, dan ruang belakang untuk dapur dan tempat makan.

Rumah Adat Sumatra Utara

  Rumah adat Sumatra Utara disebut rumah

  balai Batak Toba. Rumah ini terlihat seperti Kerbau

  yang sedang berdiri. Bentuk rumah ini adalah rumah panggung yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu jabu

  parsakitan dan jabu bolon. Jabu parsakitan adalah

  tempat penyimpanan barang dan jabu bolon adalah rumah keluarga besar yang tidak memiliki sekat. Rumah ini berbahan dasar kayu dengan atap terbuat dari ijuk.

Rumah Adat Riau

  Rumah adat Riau dinamakan selaso jatuh kembar karena memiliki selasar yang lebih rendah dibandingkan dengan ruang tengah dan berbentuk sama pada sisi kiri dan kanan tangga masuk. Rumah adat ini tidak digunakan sebagai rumah tinggal, tetapi digunakan sebagai balai pertemuan adat. Bagian atap rumah dihiasi dengan ukiran etnik Melayu serupa flora dan fauna. Bagian tiang, dinding, dan lantai terbuat dari kayu, sedangkan bagian atap terbuat dari rumbia.

Rumah Adat Kepulauan Riau

  Rumah adat belah bubung merupakan rumah adat dari Kepulauan Riau yang berbentuk panggung. Nama

  belah bubung berasal dari atapnya yang terbuat dari

  bambu atau bubung dengan bentuk seperti terbelah dua. Rumah ini digunakan sebagai tempat tinggal masyarakat adat Melayu yang berada di Kepulauan Riau. Bagian tiang terbuat dari kayu, dinding dan lantai terbuat dari papan, sedangkan atapnya terbuat dari daun nipah atau daun rumbia.

Rumah Adat Sumatra Barat

  Rumah adat Sumatra Barat dinamakan rumah

  gadang. Rumah ini berbentuk persegi panjang dan membesar ke atas, seperti trapesium terbalik.

  Atapnya melengkung tajam dengan bagian meruncing menyerupai tanduk kerbau pada ujung kiri dan kanan. Rumah gadang berbentuk panggung dan memiliki satu buah tangga yang terletak pada bagian depan. Bagian tiang, dinding, dan lantai terbuat dari papan kayu dan bambu, sedangkan bagian atap terbuat dari ijuk.

Rumah Adat Jambi

  Rumah adat Jambi disebut dengan rumah adat

  kajang lako. Rumah ini berbentuk persegi panjang

  dengan ukuran 9 m x 12 m. Rumah panggung ini memiliki 30 buah tiang penyangga, yaitu 24 tiang utama dan 6 tiang palamban. Atap rumah kajang lako berbentuk seperti perahu. Ujung bagian atasnya melengkung, disebut dengan potong jerambah atau lipat kajang. Bahan utama pembuat rumah kajang lako adalah kayu yang dipasang dengan teknik tumpu dan sambung.

Rumah Adat Bengkulu

  Masyarakat Bengkulu memiliki rumah adat yang disebut dengan bubungan lima. Rumah ini bukanlah rumah tinggal sehari-hari bagi keluarga, tetapi rumah yang dipakai untuk acara-acara adat, seperti pernikahan dan penyambutan tamu. Atap rumah bubungan lima berbentuk limas dan tinggi. Rumah ini berbentuk panggung sehingga butuh tangga untuk memasukinya. Tangga rumah ini dibuat dalam jumlah ganjil.

Rumah Adat Sumatra Selatan

  

Rumah limas merupakan rumah adat Sumatra

  Selatan. Disebut rumah limas karena atapnya berbentuk limas. Selain bentuk limas, rumah ini juga berbentuk panggung yang didirikan di atas tiang-tiang yang terbuat dari kayu ulin. Kayu ulin adalah jenis kayu yang kuat dan tahan air. Bagian dinding, pintu, dan lantai menggunakan kayu tembesu, sedangkan bagian rangka menggunakan kayu seru. Rumah limas memiliki luas

  2

  2

  sekitar 400 m hingga 1.000 m dan sering digunakan untuk acara adat atau hajatan.

Rumah Adat Bangka Belitung

  Rumah panggung merupakan rumah adat asal

  Bangka Belitung. Rumah ini memiliki atap yang tinggi dan miring. Pada bagian depan rumah, sebelum memasuki rumah induk, terdapat sebuah tangga dan beranda yang cukup luas. Rumah panggung memiliki banyak bukaan atau jendela. Tiang dan lantai rumah terbuat dari kayu, dinding terbuat dari bambu atau kulit kayu, sedangkan atap terbuat dari daun rumbia dan ijuk. Rumah adat ini tidak boleh dicat sehingga warna rumah menggunakan warna asli dari bahan pembuat rumah.

Rumah Adat Lampung

  Rumah adat Lampung biasa dipakai untuk tempat berkumpul bagi warga. Rumah tersebut dinamai nuwou

  sesat. Sesuai fungsinya, rumah ini dibuat dalam ukuran

  besar. Buktinya, rumah panggung ini memiliki tiang penyangga hingga tiga puluh buah. Atapnya berlapis- lapis dan terbuat dari kayu, tembaga, dan kuningan. Lantai dan dindingnya dibuat dari kayu yang kuat. Rumah ini memiliki atap yang dipakai untuk menyimpan benda-benda adat.

Pulau Kalimantan Pulau Kalimantan dihuni oleh berbagai suku

  Namun, suku-suku utama yang menghuni wilayah ini, antara lain, suku Dayak, Melayu, Banjar, Kutai, dan Paser. Pulau ini terdiri atas lima provinsi, yaitu Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Tiap-tiap provinsi memiliki rumah adat yang berbeda- beda bentuknya, tetapi ada beberapa ciri yang sama antara satu rumah dan rumah yang lain.

  Kalimantan terkenal dengan sungai-sungainya yang panjang dan besar. Tiga sungai terpanjang di Indonesia terletak di Kalimantan, yaitu Sungai Kapuas, Mahakam, dan Barito. Selain tiga sungai besar tersebut, masih banyak sungai-sungai kecil lainnya. Tidak heran jika rumah-rumah adat di Kalimantan dibuat dalam bentuk rumah panggung untuk menghindari banjir. Selain itu, rumah-rumah di Kalimantan biasanya memakai kayu ulin yang semakin kuat jika terkena air. Kayu ulin berbeda dengan kayu lainnya yang malah lapuk jika terkena air. Itulah ciri khas rumah adat di Kalimantan yang disesuaikan dengan kondisi alamnya.

Rumah Adat Kalimantan Utara

  Suku asli yang mendiami Kalimantan Utara adalah Suku Tidung. Mereka memiliki rumah adat yang diberi nama baloy. Rumah baloy berbentuk panggung dan terbuat dari kayu ulin. Atapnya dihiasi ukiran yang menggambarkan kehidupan laut suku Tidung. Rumah ini tidak dipakai untuk tinggal sehari-hari, tetapi menjadi rumah bersama yang dipakai untuk acara pertemuan adat atau pertunjukan kesenian.

Rumah Adat Kalimantan Barat

  Suku Dayak yang bermukim di Kalimantan Barat tinggal di rumah panjang. Di dalam rumah panjang, beberapa keluarga tinggal bersama sehingga dibuat sangat besar, dapat mencapai 6 m x 150 m. Rumah ini berbentuk panggung yang tinggi, yaitu sekitar 3—5 m dari tanah. Rumah panjang berbentuk panggung untuk melindungi keluarga dari hewan buas dan menghindari banjir karena Kalimantan Barat memiliki sungai yang sangat banyak. Tangga untuk memasuki rumah ini tidak hanya ada di depan, tetapi juga di samping dan di belakang.

Rumah Adat Kalimantan Timur

  Rumah lamin adalah sebutan untuk rumah adat

  Kalimantan Timur. Rumah ini sangat besar karena dipakai sebagai tempat tinggal beberapa keluarga sekaligus. Ruang tamunya pun dibuat besar karena biasa dipakai untuk musyawarah adat. Rumah panggung ini terbuat dari kayu. Dindingnya dihiasi dengan ukiran khas suku Dayak Kalimantan Timur dan biasanya berwarna kuning, hitam, dan putih. Tangga masuk ke rumah lamin terletak di depan rumah.

Rumah Adat Kalimantan Tengah

  

Rumah betang adalah rumah adat suku Dayak di

  Kalimantan Tengah. Rumah tersebut dapat menampung hingga 150 orang atau 10—30 keluarga. Rumah ini juga berbentuk panggung seperti rumah panjang dan memiliki anak tangga yang berjumlah ganjil. Selain untuk tempat tinggal, rumah betang juga dipakai untuk pertemuan adat. Kayu ulin yang kuat menjadi bahan baku utama pembuatan rumah ini.

Rumah Adat Kalimantan Selatan

  Suku Banjar, suku asli di Kalimantan Selatan, memiliki rumah adat, yaitu rumah baanjung. Di sisi kiri dan kanan bangunan utama terdapat bangunan tambahan seperti sayap atau baanjung dalam bahasa Banjar. Jika dilihat dari samping, atapnya berbentuk segitiga yang tinggi. Lantai di rumah baanjung bertingkat-tingkat sesuai dengan ruangannya. Bagian depan dan belakang rumah lebih rendah daripada ruang tengah.

Pulau Jawa

  Suku-suku utama penghuni Pulau Jawa, antara lain, suku Badui di Banten, Betawi di DKI Jakarta, Sunda di Jawa Barat, Madura di Jawa Timur, dan suku Jawa di Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Tiap-tiap suku memiliki rumah adat dengan ciri khas yang berbeda-beda.

  

Rumah joglo milik suku Jawa adalah rumah yang

biasa dipakai oleh keluarga kerajaan atau bangsawan.

  Berbeda dengan joglo, rumah kebaya milik suku Betawi,

  sulah nyanda milik suku Badui, dan rumah jolopong milik

  suku Sunda adalah rumah rakyat biasa. Namun, rumah- rumah tersebut sama-sama memiliki kedekatan dengan alam, yaitu menggunakan bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, dan batu alam.

Rumah Adat Banten

  Suku asli yang tinggal di Provinsi Banten adalah suku Badui. Suku ini memiliki rumah adat bernama

  sulah nyanda. Rumah tradisional ini menyatu dengan

  alam karena bahan-bahannya berasal dari alam. Alas pondasinya terbuat dari batu, lantainya dari bambu yang dibelah, dindingnya terbuat dari anyaman bambu, tiangnya dari balok kayu berukuran besar, dan atapnya dibuat dari bilah bambu dan ijuk.

Rumah Adat DKI Jakarta

  Rumah adat Provinsi DKI Jakarta disebut dengan rumah kebaya. Rumah ini adalah ciri khas suku Betawi. Atap rumah kebaya berbentuk pelana yang dilipat. Jika dilihat dari samping, atapnya seperti lipatan kebaya. Di teras rumah biasanya tersedia meja dan kursi untuk menerima tamu atau minum teh di sore hari bersama keluarga. Rumah kebaya biasa dicat dengan warna- warna cerah.

Rumah Adat Jawa Barat

  Masyarakat Jawa Barat memiliki banyak bentuk rumah adat, tetapi yang paling populer adalah rumah

  jolopong. Bentuk rumah ini adalah rumah panggung

  yang tingginya 40—60 cm di atas permukaan tanah dan ada tangga di teras rumah. Bahan-bahan yang digunakan adalah bahan alami, yaitu kayu, bambu, ijuk, daun kelapa, batu, dan tanah. Atapnya memanjang dan berbentuk segitiga sama kaki seperti tergolek lurus atau jolopong (terkulai).

Rumah Adat Jawa Tengah Joglo adalah nama rumah adat Jawa Tengah

  Rumah berbentuk persegi panjang ini memiliki tiga pintu depan. Jendela-jendela terletak di samping rumah. Rumah joglo memiliki tiang utama (soko guru) yang besar untuk menyangga atap. Denah rumah ini terbagi menjadi tiga ruang utama, yaitu pendopo untuk menerima tamu, pringgitan untuk menerima tamu dekat atau kerabat, dan omah njero untuk aktivitas keluarga, seperti memasak, menonton TV, dan makan.

Rumah Adat D.I. Yogyakarta

  Rumah adat D.I.Yogyakarta juga disebut joglo, tetapi sedikit berbeda dari joglo Jawa Tengah. Joglo Yogyakarta meniru bangsal kencono dari keraton Yogyakarta. Atapnya berbentuk bubungan tinggi dan bertumpuk tiga. Tiang dan dindingnya dari kayu. Tiangnya biasa dicat warna hijau gelap atau hitam. Lantai joglo Yogyakarta lebih tinggi daripada permukaan tanah. Bagian depan rumah berupa pendopo luas yang biasa dipakai untuk pertemuan.

Rumah Adat Jawa Timur

  Masyarakat Jawa Timur juga memiliki rumah adat bernama joglo, sama seperti Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta. Atap joglo ini lebih sederhana daripada

  joglo lainnya. Joglo Jawa Timur terbagi menjadi dua ruang utama, yaitu pendopo dan ruangan belakang.

  Pendopo terletak di depan dan dipakai untuk menerima tamu atau mengadakan pertemuan. Ruang belakang terdiri atas kamar dan dapur. Keluarga biasa berkumpul dan berkegiatan sehari-hari di ruang belakang.

Pulau Sulawesi

  Pulau Sulawesi berbentuk seperti huruf K. Pulau ini terletak di antara Pulau Kalimantan dan Kepulauan Maluku. Sulawesi sering pula disebut dengan Celebes. Banyak suku yang mendiami Pulau Sulawesi, antara lain, Bugis, Makassar, Mandar, Toraja, Minahasa, dan Buton.

  Provinsi yang ada di Celebes, antara lain, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Tiap-tiap provinsi memiliki adat dan budaya yang berbeda karena suku-suku yang tinggal di sana pun berlainan. Rumah adat yang paling terkenal adalah Tongkonan. Rumah- rumah adat di Pulau Sulawesi berbentuk panggung untuk menghindari binatang buas. Bagian bawah rumah panggung biasa dipakai untuk tempat penyimpanan.

Rumah Adat Sulawesi Utara

  Suku Minahasa di Sulawesi Utara menempati rumah adat walewangko atau rumah pewaris. Rumah ini berbentuk panggung dengan tangga di sisi kiri dan kanan pintu masuk. Bagian bawahnya dimanfaatkan untuk menyimpan hasil pekerjaan sehari-hari. Bagian rumah ini dibagi menjadi tiga, yaitu lesar atau beranda, sekey untuk menerima tamu, dan pores yang dipakai keluarga untuk beraktivitas.

  Rumah Adat Gorontalo Salah satu rumah adat Gorontalo adalah dulohupa.

  Rumah ini bukan rumah tinggal, melainkan rumah untuk musyawarah adat. Oleh karenanya, rumah ini dinamai

  dulohupa atau mufakat. Ciri khasnya adalah atap

  berbentuk pelana yang bertumpuk dua. Selain itu, rumah panggung ini memiliki dua tangga di bagian depan yang bertemu di depan pintu masuk. Bagian dalamnya tidak memiliki pembatas, tetapi terdapat anjungan untuk tempat istirahat raja dan keluarganya.

Rumah Adat Sulawesi Tengah

  

Rumah tambi adalah rumah adat masyarakat

  Sulawesi Tengah. Rumah ini berbentuk panggung, tetapi tingginya tidak jauh dari permukaan tanah. Atapnya yang berbentuk segitiga berfungsi sekaligus sebagai dinding luar. Oleh karena itu, jika dilihat dari luar,

  Rumah tambi berbentuk seperti prisma. Di dalamnya hanya terdapat satu ruang yang disebut dengan lobona.

  Dapurnya terletak di tengah supaya dapat dipakai juga untuk menghangatkan penghuni rumah itu.

Rumah Adat Sulawesi Barat

  Sulawesi Barat dihuni oleh banyak suku, salah satunya adalah suku Mandar. Rumah adat suku Mandar adalah rumah boyang yang terbuat dari kayu dan berupa rumah panggung. Tiang-tiangnya tidak ditancapkan di tanah, tetapi ditumpangkan di atas batu datar. Untuk masuk ke rumah ini, harus menaiki tangga yang ada di depan atau belakang rumah. Rumah boyang biasanya dibangun menghadap ke timur.

Rumah Adat Sulawesi Selatan

  

Tongkonan adalah sebutan untuk rumah adat suku

  Toraja di Sulawesi Selatan. Atap rumah ini berbentuk seperti kapal. Rumah tongkonan dibagi menjadi tiga tingkat. Paling atas disebut rattiangbanau untuk menyimpan benda pusaka dan berharga. Bagian tengah adalah kale banua yang berisi kamar kepala keluarga, ruang keluarga, dan kamar tidur anak. Bagian terbawah adalah sulluk banua, yaitu tempat untuk memelihara ternak atau menyimpan alat pertanian.

Rumah Adat Sulawesi Tenggara

  Sulawesi Tenggara memiliki rumah adat bernama

  banua tada. Rumah asli suku Buton ini dibuat dari kayu

  dan tidak memakai paku sama sekali, tetapi dengan menyambung dan menumpukkan kayu-kayu yang dipakai. Pada zaman kerajaan Buton, rumah panggung

  banua tada dibagi menjadi tiga jenis, yaitu kamali atau

  malige (istana tempat tinggal raja), tare pata pale (tempat tinggal pegawai kerajaan), dan tare talu pale (tempat tinggal rakyat biasa).

Pulau Bali dan Nusa Tenggara

  Pulau Bali dan Nusa Tenggara terletak di sebelah timur Pulau Jawa. Pulau Nusa Tenggara terdiri atas dua provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Tiap-tiap provinsi memiliki budaya yang berbeda- beda karena dihuni oleh suku yang berbeda pula.

  

Masyarakat Bali sangat dekat dengan budaya

Hindu sehingga ada pura keluarga di dalam rumahnya.

  Berbeda dengan Bali, Nusa Tenggara Barat lebih dekat dengan budaya Islam sehingga rumah adatnya pun menggunakan nilai-nilai Islam. Rumah adat Nusa Tenggara Timur lebih dekat dengan budaya suku lokal, tidak dipengaruhi oleh nilai-nilai agama seperti Bali dan Nusa Tenggara Barat.

Rumah Adat Bali Rumah adat Bali tidak memiliki nama khusus

  Rumah ini berbentuk kompleks yang dikelilingi tembok. Gerbang masuknya (pemesuan) diikuti dengan dinding aling-aling sehingga kita harus belok kanan atau kiri.

  Di dalam kompleks terdapat bale sakenem (rumah tinggal keluarga), bale dangin (rumah untuk laki- laki), pemerajaan (pura keluarga), bale daje (rumah perempuan belum menikah), bale dauh (rumah orang tua), tebe (kandang hewan), jineng (lumbung padi), dan bale paon/perapen (dapur). Ukuran yang dipakai adalah ukuran tubuh pemiliknya, seperti sehasta dan sedepa.

Rumah Adat Nusa Tenggara Barat

  Rumah dalam loka adalah istana kerajaan Sumbawa

  di Nusa Tenggara Barat (NTB). Rumah ini berupa dua rumah panggung kembar yang disebut dengan bala rea. Untuk memasuki rumah panggung tersebut, terdapat jalan masuk yang tidak berundak-undak, tetapi berupa papan datar yang disusun naik sehingga setiap orang yang masuk otomatis akan menunduk. Rumah ini memiliki tiang sebanyak 99 buah sesuai dengan jumlah sifat Allah (Asmaul Husna).

Rumah Adat Nusa Tenggara Timur

  Ada beberapa rumah adat di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena di sana dihuni banyak suku. Salah satu rumah adat yang terkenal adalah musalaki. Rumah

  musalaki menjadi rumah bagi ketua adat dan biasa

  dipakai untuk kegiatan adat. Atap musalaki berbentuk bubungan yang sangat tinggi sebagai simbol kesatuan dengan Pencipta. Atap tersebut dibuat dengan menggunakan jerami. Semua bahan pembuatan rumah ini, dari lantai hingga atap berasal dari bahan-bahan alami.

Pulau Maluku dan Papua

  Provinsi Maluku Utara terbentuk pada tahun 1999 setelah sebelumnya hanya ada Provinsi Maluku di Pulau Maluku. Papua Barat menjadi provinsi baru pada tahun 2003 setelah sebelumnya menjadi satu provinsi dengan Provinsi Papua.

  Rumah adat di Pulau Maluku bukanlah rumah tinggal sehari-hari, melainkan rumah bersama yang dipakai untuk perkumpulan adat, baik acara resmi maupun tidak resmi. Rumah adat Maluku dan Maluku Utara sama-sama dibuat dalam bentuk terbuka.

  Berbeda dengan rumah di Maluku, rumah adat Papua berbentuk tertutup. Ini sesuai dengan kondisi alam Papua yang berupa pegunungan. Mereka tidak membuat jendela di rumah supaya angin gunung yang dingin tidak masuk ke dalam rumah sehingga penghuninya merasa hangat.

Rumah Adat Maluku

  Rumah adat Maluku, baileo, bukan sebuah rumah tinggal, melainkan rumah untuk musyawarah warga, upacara adat, atau kegiatan keagamaan. Rumah tersebut berbentuk panggung dan terbuka. Atapnya yang berbentuk segitiga terbuat dari daun sagu atau daun kelapa, tiangnya dari batang kelapa, dan lantainya dari papan. Tangganya ada tiga, yaitu di depan, di kiri, dan di belakang. Pada tangga depan terdapat batu

  pamali untuk meletakkan sesaji.

Rumah Adat Maluku Utara

  Suku Sahu di Halmahera Barat, Maluku Utara, sering berkumpul, makan bersama, dan melakukan kegiatan adat di rumah sasadu. Rumah ini adalah sebuah rumah terbuka tanpa dinding dan pintu, tetapi hanya ada tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang tersebut tidak dipaku, tetapi memakai pasak kayu dan tali ijuk. Atapnya dibuat dari anyaman daun sagu dan lantainya dibuat dari semen yang sedikit lebih tinggi daripada permukaan tanah.

Rumah Adat Papua Barat

  Mod aki aksa adalah rumah tinggal penduduk Papua

  Barat. Biasanya rumah ini dipakai oleh penduduk yang tinggal di daerah pegunungan. Seluruh bahan untuk membuat rumah ini berasal dari alam sekitar. Rumah ini berbentuk panggung dengan tiang kayu yang jumlahnya banyak. Oleh karena itu, rumah ini juga sering disebut dengan rumah berkaki seribu. Rumah mod aki aksa dibuat tinggi supaya terhindar dari serangan binatang buas. Supaya penghuni tetap merasa hangat, rumah ini tidak berjendela.

Rumah Adat Papua

  Rumah adat Papua adalah honai. Dindingnya berbentuk lingkaran dengan atap berbentuk setengah bola sehingga dari luar tampak seperti jamur. Rumah ini tidak memiliki jendela dan hanya mempunyai satu pintu kecil. Di tengah ruangan terdapat tempat menyalakan api unggun untuk menghangatkan ruangan. Lantainya dari tanah, tetapi ada lantai atas yang terbuat dari papan untuk tempat tidur. Dalam satu wilayah, terdapat sekelompok keluarga yang mendirikan honai bersama- sama.

  DAFTAR PUSTAKA 35 Rumah Adat Indonesia, Nama, Gambar, dan Penjelasannya.

  (2016, September 28). Retrieved Maret 11, 2017, from http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/09/ rumah-adat-indonesia-gambar-nama.html Arrafiani. (2012). Rumah Etnik Bali. Jakarta: Griya Kreasi. Azizah, Z. (2015, Maret 26). Fungsi dan Makna Arsitek Rumah

  Kajang Lako Suku Batin Jambi. Retrieved Maret 31, 2017, from DUNIA KESENIAN: http://dunia-kesenian. blogspot.co.id/2015/03/fungsi-dan-makna-arsitek- rumah-kajang-lako.html

  Azizah, Z. (2014, September 26). Rumah Adat Limas Asal Daerah Sumatera Selatan. Retrieved April 01, 2017, from Dunia Kesenian: http://dunia-kesenian.blogspot. co.id/2014/09/rumah-adat-limas-daerah-sumatera- selatan.html

  Djafar & Madjid, A. (1986). Arsitektur Tradisional Daerah Jambi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

  

Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Kebudayaan Daerah. Mahmud, D. (2016, Desember 29). Daftar Rumah Adat 34

  

Provinsi Lengkap. Retrieved Maret 18, 2016, from

http://www.tradisikita.my.id/2016/12/daftar-rumah-

adat-34-provinsi-lengkap.html

  Melayu, B. K. (2007, Januari 20). Rumah Kejang Lako.

  

Retrieved Maret 31, 2017, from Melayu Online: http://

melayuonline.com/ind/culture/dig/2573/rumah-

kejang-lako rumah-adat.com. (2016). Nama dan Gambar Rumah Adat di

Indonesia serta Penjelasannya. Retrieved Maret 12,

2017, from http://www.rumah-adat.com/ Yusuf, Y. B. (2016). Rumah Adat. Retreived Maret 12, 2017, dari http://www.lihat.co.id/topik/rumah-adat

  BIODATA PENULIS Nama lengkap : Intania Poerwaningtias Ponsel : 085640112872 Email : intania.p@gmail.com Bidang Keahlian : Penelitian media; editor Riwayat Pekerjaan: 2009—sekarang Peneliti di bidang media, editor lepas, pengatak lepas Riwayat Pendidikan:

» S-1 Ilmu Komunikasi, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

» S-2 Kajian Budaya dan Media, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta

  Judul Buku: »

Peran LPP RRI dalam Mengonstruksi Identitas Nasional

  Indonesia di Perbatasan (2014) »

Model-Model Gerakan Literasi Media dan Pemantauan

Media di Indonesia (2013)

  Judul Penelitian: » Peran LPP RRI dalam Membangun Identitas Nasional di Perbatasan Indonesia (2014) » Penelitian Model Gerakan Literasi Media di Indonesia (2012—2013) Informasi Lain: Intania memiliki ketertarikan pada isu literasi media. Aktif di komunitas Kita Belajar Bahasa Indonesia (KBBI).

  BIODATA PENULIS DAN ILUSTRATOR Nama lengkap : Nindya Kusumaputri Suwarto Email : nindyasuwarto@gmail.com Bidang Keahlian : Arsitek Riwayat Pekerjaan:

» 2013 — sekarang Arsitek di ARCHIRA – Architecture

   Consultant

» 2011—2013 Arsitek di Archskecth Architecture

   Studio » 2011 Interior Designer di Lembaga

  Bantuan Arsitektur, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Riwayat Pendidikan:

S-1 Arsitektur, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

  Judul Buku: 1. 36 Desain Rumah 1 & 2 Lantai – Modern, Klasik, Mediteran (2014) 2

  2. Renovasi Rumah Tipe 72 di Lahan 150 m (2013) 2

  3. Renovasi Rumah Tipe 45 di Lahan 100 m (2013) 2

  4. Renovasi Rumah Tipe 21 di Lahan 72 m (2013)

  5. Rahasia Membangun Rumah Hemat Anggaran di Lahan 2 70 — 100 m (2013)

  6. Panduan Desain Griya Sehat (2013)

  7. Inspirasi Desain Kolam Renang: Hemat Budget di Lahan Terbatas untuk Rumah Tinggal (2012)

  8. Desain Rumah Minimalis 1 & 2 Lantai di Lahan 60 — 100 2 m (2012) 9. 28 Desain Griya Minimalis nan Unik dengan Bahan Lokal

  (2011) Informasi Lain: Nindya saat ini aktif sebagai arsitek di sebuah kantor konsultan arsitek swasta di Yogyakarta. Nindya juga menulis beberapa buku tentang rumah bersama kolega-koleganya di kantor tersebut. Nama : Luh Anik Mayani Pos-el : annie_mayani@yahoo.com Bidang Keahlian : Linguistik, dokumentasi Bahasa, Penyuluhan, dan Penyuntingan Riwayat Pekerjaan Pegawai Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2001—sekarang) Riwayat Pendidikan

  

1. S-1 Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Udayana,

Denpasar (1996—2001)

  

2. S-2 Linguistik, Program Pasca sarjana Universitas Udaya-

na, Denpasar (2001—2004)

  3. S-3 Linguistik, Institute für Allgemeine Sprachwissen- schaft, Universität zu Köln, Jerman (2010—2014) Informasi Lain

Lahir di Denpasar pada tanggal 3 Oktober 1978. Selain

dalam penyuluhan bahasa Indonesia, ia juga terlibat dalam

kegiatan penyuntingan naskah di beberapa lembaga, seperti

di Mahkamah Konstitusi dan Bapennas, serta menjadi ahli

bahasa di DPR. Dengan ilmu linguistik yang dimilikinya,

saat ini ia menjadi mitra bestari jurnal kebahasaan dan

kesastraan, penelaah modul bahasa Indonesia, tetap aktif

meneliti dan menulis tentang bahasa daerah di Indonesia,

dan mengajar dalam pelatihan dokumentasi bahasa.

  Buku nonteks pelajaran ini telah ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Balitbang, Kemendikbud Nomor: 9722/H3.3/PB/2017 tanggal 3 Oktober 2017 tentang Penetapan Buku Pengayaan Pengetahuan dan Buku Pengayaan Kepribadian sebagai Buku Nonteks Pelajaran yang Memenuhi Syarat Kelayakan untuk Digunakan sebagai Sumber Belajar pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.