Iman Waskito Sujianto Bab I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya kemajuan di bidang perekonomian memberikan dampak yang

  sangat signifikan dalam perkembangan dunia usaha. Sejalan dengan itu maka banyak bermunculan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan. Banyaknya perusahaan dagang menyebabkan timbulnya persaingan di antara perusahaan tersebut. Agar dapat bersaing maka perusahaan tersebut harus mampu mengelola sumber daya manusia yang dimilikinya secara efektif dan efisien sehingga tingkat produktivitasnya tinggi.

  Sumber daya manusia di perusahaan perlu dikelola dengan baik agar terwujud keseimbangan antara kebutuhan karyawan dengan tuntutan dan kemampuan perusahaan. Sumber daya manusia merupakan komponen yang penting dalam sebuah perusahaan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan di dalam perusahaan bukan hanya sistem yang diperbaharui tetapi juga sumber daya manusianya. Manajemen sumber daya manusia yang baik bisa ditunjukan dengan peningkatan kontribusi yang diberikan oleh karyawan dalam sebuah perusahaan ke arah pencapaian tujuan perusahaan.

  Adanya peningkatan pelayanan kepada para konsumen oleh para karyawan akan memberikan dampak positif terhadap loyalitas konsumen. Oleh karena itu, perusahaan harus berusaha menjamin agar faktor-faktor yang berkaitan dengan produktivitas tenaga kerja dapat terpenuhi secara maksimal sehingga kinerja karyawan tercipta dengan baik.

  1 Kinerja karyawan akan mencerminkan kemampuan yang dimilikinya, kinerja yang baik adalah kinerja yang optimal. Kinerja karyawan tersebut merupakan salah satu modal bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya, sehingga kinerja karyawan adalah hal yang patut untuk diperhatikan oleh pemimpin perusahaan.

  Kinerja pada umumnya diartikan sebagai kesuksesan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan. Kinerja karyawan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perusahaan atau organisasi dalam mencapai tujuannya, maka kinerja dari para karyawan harus mendapat perhatian dari pimpinan perusahaan. Menurunnya kinerja dari karyawan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.

  Kinerja menurut Widodo (2005) ialah melakukan satu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang sesuai diharapkannya atau hasil karya yang dapat dicapai oleh sesorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara legal dan tidak melanggar hukum serta sesuai moral dan etika.

  Menurut Hidayati (dalam Yuli 2004) tuntutan akan kinerja karyawan yang tinggi memang sudah menjadi bagian dari semua perusahaan. Fakta yang ada sekarang memperlihatkan bahwa belum semua karyawan memiliki kinerja yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan. Masih banyak terdapat karyawan yang memiliki kinerja yang rendah. Berdasarkan peringkat indeks kinerja yang telah dilakukan World Investment Report (WIR) tahun 2003, indeks kinerja Indonesia menempati urutan ke 138 dari 140 negara. Peringkat ini dengan memperhatikan indikator tingkat kehadiran, kualitas pekerjaan (profesionalisme dalam bekerja), dan kuantitas pekerjaan karyawan Indonesia yang masih tergolong rendah.

  Dalam proses peningkatan kinerja para karyawannya, perusahaan harus dapat meningkatkan berbagai macam faktor yang dapat meningkatkan kinerja para karyawannya. Salah satu faktor dalam peningkatan kinerja karyawan adalah meningkatkan motivasi kerja. Motivasi kerja menurut Ambar dan Rosidah (2003) akan lebih meningkatkan kinerja yang efisiensi dan efektivitas dalam organisasi.

  Moro Grosir adalah sebuah perusahaan ritel besar yang berdiri sejak tahun 1997 di kota Purwokerto. Didirikan oleh beberapa pengusaha yang berasal dari kota Purwokerto. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti terhadap karyawan Moro Grosir Purwokerto dengan melakukan pengamatan dan wawancara dengan beberapa karyawan di perusahaan ini diperoleh data jumlah karyawan yang mencapai 900 orang. Karyawan tersebut terbagi ke dalam beberapa divisi, diantaranya : (1) Divisi Operasional, (2) Divisi Finance, (3) Divisi Accounting, (4) Divisi Promosi, (5) Divisi Umum, (6) Divisi EDP dan (7) Divisi Personalia dan Diklat. Jumlah karyawan yang begitu banyak dan berada di berbagai divisi hal ini tentu membutuhkan manajemen yang baik dalam mengelolanya. Manager dan Supervisor harus menjaga motivasi kerja karyawannya agar mampu bekerja mencapai kinerja yang diharapkan perusahaan.

  Disisi lain dengan banyaknya karyawan yang ada di Moro Grosir Purwokerto tentu rentan akan terjadinya konflik yang dapat mengakibatkan stres kerja yang tentu saja bisa berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

  Seorang karyawan Moro Grosir Purwokerto pada Divisi Operasional mengatakan bahwa yang membuat motivasi kerja tinggi adalah ketika mendapatkan apresiasi yang tinggi dari atasannya, mendapatkan pengakuan dan dukungan dari rekan kerjanya. Sedangkan yang membuat motivasi kerjanya menurun adalah ketika sudah bekerja keras namun tidak mendapatkan penghargaan dari atasannya, kadang muncul konflik dengan rekan kerja.

  Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti lebih memfokuskan ke Divisi Operasional, khususnya bagian Pramuniaga, hal ini dikarenakan jumlah karyawan di divisi ini cukup banyak yaitu 679 orang sehingga sampel yang diperlukan bisa diperoleh dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu di divisi ini semua bagian berada di toko. Mereka harus berhadapan dengan konsumen, sehingga sampel menjadi lebih homogen dan diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat.

  Hasil observasi awal di Moro Grosir Purwokerto menunjukan bahwa terlihat sebagian karyawan bagian penjualan di Departemen Store dan Supermarket (di Moro Grosir Purwokerto mereka berada di Divisi Operasional bagian Pramuniaga) cenderung pasif dalam bekerja. Mereka lebih banyak berdiri dan diam saja walau pun beberapa konsumen lalu lalang disekitarnya. Mereka tidak terlalu aktif dalam menawarkan barang ke konsumen namun cenderung menunggu konsumen menegur baru mereka aktif memberikan pelayanan, bahkan diantara mereka malah mengobrol dengan sesama rekan kerjanya. Sebagian karyawan ini terlihat seperti tidak memiliki dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat atau motivasi dalam bekerja. Melihat fenomena tersebut peneliti menduga bahwa motivasi kerja karyawan disana lemah dalam melaksanakan pekerjaannya.

  Motivasi kerja yang dimiliki karyawan akan memberikan dorongan-dorongan tersendiri bagi karyawan sehingga mereka dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Apabila motivasi tinggi serta didukung oleh kemampuan yang tinggi maka kinerja karyawan juga akan meningkat, dan sebaliknya.

  Motivasi diharapkan meningkat bagi karyawan agar dapat memenuhi standar yang ditentukan perusahaan atau bahkan melampaui standar karena apa yang menjadi motif dan motivasinya dalam bekerja dapat terpenuhi. Tanpa motivasi, seorang karyawan tidak dapat memenuhi tugasnya sesuai standar, meskipun mereka memiliki kemampuan operasional yang baik, namun bila tidak memiliki motivasi dalam bekerja, maka hasil akhirnya tidak akan memuaskan.

  Motivasi menurut Buhler (2001), adalah proses yang menentukan seberapa banyak usaha yang akan dicurahkan untuk melaksanakan pekerjaan.

  Motivasi merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Perilaku seseorang didorong oleh lebih dari satu motif sekaligus. Karyawan tidak akan melakukan pekerjaan secara optimal apabila tidak mempunyai motivasi yang tinggi dari dalam dirinya sendiri untuk melakukan hal tersebut

  Robbins dan Judge (1996) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan. Dalam dunia usaha khususnya usaha ritel tugas pramuniaga adalah melayani konsumen. Pelayanan yang dilakukan meliputi penyediaan barang, penataan barang dan menjelaskan kualitas produk. ..

  Lemahnya motivasi kerja yang dimiliki karyawan menjadikan mereka belum bisa memberikan kinerjanya secara maksimal kepada perusahaan tempat mereka bekerja. Kinerja seorang pramuniaga menurut salah satu karyawan di Moro Grosir Purwokerto adalah bagaimana pramuniaga harus mampu menawarkan barang agar konsumen tertarik dan kemudian membelinya. Di sisi lain seorang pramuniaga harus dapat menata barang dengan rapi sehingga memudahkan konsumen mendapatkan produk yang diinginkan. Lebih lanjut dikatakannya bahwa kebersihan dan kenyamanan tempatnya bekerja harus selalu terjaga sehingga konsumen betah berada di toko tersebut sehingga diharapkan akan semakin banyak barang yang dibelinya.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu karyawan Moro yang ditempatkan di konter buah dan sayuran didapatkan pernyataan bahwa permasalahan yang sering dihadapinya adalah masalah pekerjaan yang menumpuk, pembagian tugas dengan rekan kerja yang tidak pas dan terkadang mendapat tekanan dari atasan agar pekerjaan segera diselesaikannya. Selain itu pekerjaan yang dilakukannya bersifat monoton/rutinitas. Masalah tersebut diatas tentu dapat menimbulkan stres kerja, hal ini juga sangat mempengaruhi motivasi dalam bekerja. Menurutnya hal lain yang mempengaruhi lemahnya motivasi dalam bekerja, secara tidak langsung dikatakannya karena jenjang karier yang diberlakukan berdasarkan senioritas sehingga tersirat seolah tidak ada tantangan untuk meraihnya. Disisi lain menurut salah satu staf Personalia di Moro Grosir Purwokerto mengatakan bahwa stres kerja yang dialami karyawan umumnya karena faktor perbedaan pendapat dengan rekan sejawat atau pun dengan atasannya. Menurutnya perbedaan pendapat ini memberikan tekanan pada pikiran dan fisik sehingga dampaknya adalah muncul stres dalam bekerja sehingga pada saat itu banyak pekerjaan tidak dapat diselesaikan tepat waktu atau sesuai jadwal yang seharusnya.

  Menurut Hidayati (2008), masalah stres kerja di dalam organisasi menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stress yaitu meliputi konflik peran dan ketidakjelasan peran (role ambiguity)

  Stres kerja merupakan keseriusan yang sering menimpa setiap karyawan di tempat kerjanya. Banyak karyawan yang setiap tahunnya harus mengambil cuti untuk meredakan konflik dan ketegangan dalam kehidupan mereka. Para ahli mengatakan bahwa stres dapat timbul sebagai akibat tekanan atau ketegangan yang bersumber dari ketidakselarasan antara seseorang dengan lingkungannya (Tunjungsari, 2011)

  Perusahaan harus dapat menghindarkan para karyawan dari stres kerja dengan memberikan dorongan-dorongan tersendiri bagi karyawan agar para karyawan meningkatkan kinerja mereka. Stres sebagai suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, kemurungan dan hilang daya.

  Sebagai manusia biasa, para karyawan dihadapkan dengan kondisi dilematis. Di satu sisi harus bekerja untuk memenuhi kepuasan konsumen sedangkan di sisi lain ingin mendapat perhatian dari perusahaan dengan penerimaan upah yang sepadan. Kondisi ini tentunya akan menimbulkan stres kerja.

  Stres pekerjaan dapat diartikan sebagai tekanan yang dirasakan karyawan karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan.

  Stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses pikir, dan kondisi seorang karyawan. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka (Rivai, 2004).

  Handoko (2008) mengemukakan stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Hasilnya, stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan, yang akhirnya mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya berarti menganggu prestasi kerja. Biasanya stres semakin kuat apabila menghadapi masalah yang datang bertubi-tubi. Hal ini merupakan indikasi bahwa begitu banyak stres yang dialami para karyawan, tidak seharusnya terjadi dan dapat dicegah.

  Dalam jangka pendek stres yang dibiarkan dialami karyawan membuat karyawan merasa tertekan, tidak termotivasi dan frustasi sehingga tidak dapat bekerja secara opimal dan terganggu. Dalam jangka panjang, karyawan yang tidak dapat menahan stres kerja maka ia tidak dapat bekerja di perusahaan tersebut.

  Menurut Munandar (2006), “Stres adalah satu abstraksi. Orang tidak dapat melihat pembangkit stres (stressor), yang dapat dilihat adalah akibat dari pembangkit stres”. Selye (dalam Munandar, 2006), mengamati serangkaian perubahan biokimia dalam sejumlah organisme yang beradaptasi terhadap berbagai macam tuntutan lingkungan. Rangkaian perubahan itu dinamakan

  

general adaptation syndrome , yang terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, ia

  namakan tahap

  “alarm” (tanda bahaya). Organisme berorientasi terhadap

  tuntutan yang diberikan oleh lingkungan dan mulai menghayatinya sebagai ancaman. Tahap ini tidak dapat bertahan lama. Organisme memasuki tahap kedua, tahap (perlawanan). Organisme memobilisasi

  resistance

  sumber-sumbernya supaya mampu menghadapi tuntutan. Jika tuntutan berlangsung terlalu lama maka sumber-sumber penyesuaian ini mulai habis dan organisme mencapai tahap akhir yaitu tahap exhaustion (kehabisan tenaga).

  Lebih lanjut dikatakan Selye, jika diterapkan pada orang, maka sindrom adaptasi umum dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut : jika seseorang untuk pertama kali mengalami situasi penuh stres, maka mekanisme pertahanan dalam badan diaktifkan, kelenjar-kelenjar mengeluarkan atau melepaskan adrenalin,

  

cortisone dan hormon-hormon lain dalam jumlah yang besar dan

  perubahan-perubahan yang terkoordinasi berlangsung dalam sistem saraf pusat (tahap alarm). Jika exposure (paparan) terhadap pembangkit stres bersinambung dan badan mampu menyesuaikan maka terjadi perlawanan terhadap sakit. Reaksi badaniah yang khas terjadi untuk menahan akibat-akibat dari pembangkit stres (tahap resistance). Tetapi jika paparan terhadap stres berlanjut, maka mekanisme pertahanan badan secara perlahan-lahan menurun sampai menjadi tidak sesuai, dan satu dari organ-organ gagal untuk berfungsi sepatutnya. Proses pemunduran ini dapat mengarah ke penyakit dari hampir semua bagian badan (tahap

  

exhaustion ). Jika reaksi badan tidak cukup, berlebihan, atau salah, maka reaksi

  badan itu sendiri dapat menimbulkan penyakit. Hal ini dinamakan diseases of

  

adaptation (penyakit dari adaptasi), karena penyakit-penyakit tersebut lebih

  disebabkan oleh reaksi adaptif yang kacau dari badan kita daripada oleh hasil yang merusak langsung dari penimbul stres. Misalnya gastrointestinal ulcers (puru/nanah dari perut), tekanan darah tinggi, penyakit jantung (cardiac ), alergi dan berbagai jenis kekacauan/gangguan mental.

  incidents

  Melihat kenyataan seperti tersebut di atas, jelas bahwa seorang karyawan perusahaan dapat mengalami stres saat bekerja dan memerlukan motivasi kerja agar kinerja menjadi optimal. Oleh sebab itu, peneliti ingin melakukan penelitian dan mengetahui lebih jauh tentang Hubungan Antara Motivasi Kerja dan Stres Kerja dengan Kinerja Karyawan Divisi Operasional Bagian Pramuniaga di Moro Grosir Purwokerto.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat Hubungan Antara Motivasi Kerja dan Stres Kerja dengan Kinerja Karyawan Divisi Operasional Bagian Pramuniaga di Moro Grosir Purwokerto.

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dan stres kerja dengan kinerja karyawan Pramuniaga di Moro Grosir.

D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini secara teoritis dapat digunakan sebagai kajian dalam ilmu psikologi dan juga sebagai dasar penelitian selanjutnya mengenai hubungan antara motivasi kerja, stres kerja dengan kinerja karyawan.

  2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis, antara lain: a. Bagi karyawan, penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan stres kerja sehingga karyawan dapat mengatasi masalah stres kerja dan menjadi termotivasi dalam bekerja.

  b. Bagi pihak perusahaan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai hubungan antara motivasi kerja dan stres kerja dengan kinerja bagi karyawannya.