AKIBAT HUKUM KONTRAK KERJA PASCA AKUISISI PERUSAHAAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PEKERJA/BURUH - UNIB Scholar Repository
Volume 3 Nomor 2, November 2013 JURNAL ILMU HUKUM BENGKOELEN JUSTICE
Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum FH UNIB ANALISIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH NOMOR 027/751/B.II ANTARA PEMERINTAH KOTA BENGKULU DENGAN CV. DWI PUJA KESUMA
(Editiawarman) KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP CYBER SEX (MENGGUNAKAN INTERNET UNTUK TUJUAN SEKSUAL) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA (Ria Anggraeni Utami)
SANKSI ADAT TERHADAP DELIK TANANYAO PADA MASYARAKAT DESA SUNGAI LIUK KECAMATAN PESISIR BUKIT DI KOTA SUNGAI PENUH (Merry yono) AKIBAT HUKUM KONTRAK KERJA
PASCA AKUISISI PERUSAHAAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PEKERJA/BURUH (Yesi Wisatina, Tito Sofyan, Candra Irawan)
IBADAH HAJI DAN PERMASALAHAN DI INDONESIA (Sirman Dahwal) HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PEMENUHAN HAK TUMBUH KEMBANG ANAK DI WILAYAH PESISIR KOTA BENGKULU
(Helda Rahmasari) TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM PERKAWINAN KRISTEN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENTANG PERCERAIAN BAGI PEMELUK AGAMA KRISTEN STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI BENGKULU
(Adil Hakim, Farida Fitriyah, Sirman Dahwal)
KEPASTIAN HUKUM CERAI TALAK DI LUAR PENGADILAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN LEBONG)
(M.Sahri, Herawan Sauni, Sirman Dahwal) HUBUNGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945(Elektison Somi) URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMODAL DALAM PERDAGANGAN SAHAM DI PASAR MODAL (Tito Sofyan) Bengkoelen JURNAL ILMIAH JUSTICE
ILMU HUKUM
Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu
Pelindung
M. Abdi, S.H., M.Hum. (Dekan FH UNIB)
Pembina
Prof. Dr. Herawan Sauni, SH.,MS
(Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum)
Pemimpin Redaksi
Dr. Elektison Somi, SH., M.Hum.
Dewan Redaksi
Prof. Dr. Juanda, SH.,M.H.
Prof. Dr. Satya Arinanto, SH., MH.
Prof. Dr. Ade Saptomo, SH.
Prof. Dr. Barda Nawawi, SH.,MH
Dr. Taufiqurrahman, SH., MH.
Dr. Candra Irawan, SH., MH.
Mitra Bestari
Dr. Jazim Hamidi, SH.,M.H
Dr. Nanik Trihastuti, SH.,M.Hum
Sekretaris
Lentiara Putri, S., SH.,MH
Staf Redaksi
Suyanto, SH.
Engki Rendra, S.H
Alamat Redaksi
Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum
Fakultas Hukum UNIB
Jalan WR. Supratman Kandang Limun Bengkulu
Telp/Fax. 0736-25764
email : elthimeys@yahoo.co.id
Bengkoelen Justice diterbitkan setahun dua kali yaitu bulan April dan
November oleh Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNIB,
sebagai media komunikasi dan pengembangan ilmu, khususnya Ilmu Hukum.
Bengkoelen Justice menerima tulisan ilmiah yang relevan dibidang Ilmu Hukum dengan persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh Redaksi. Daftar Isi Bengkoelen Justice. Vol 3 No. 2 Tahun 2013
DAFTAR ISI
ANALISIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH NOMOR 027/751/B.II ANTARA PEMERINTAH KOTA BENGKULU DENGAN CV. DWI PUJA KESUMA (Editiawarman)
838-862 KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP CYBER SEX (MENGGUNAKAN INTERNET UNTUK TUJUAN SEKSUAL) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA (Ria Anggraeni Utami)
863-882 SANKSI ADAT TERHADAP DELIK TANANYAO PADA MASYARAKAT DESA SUNGAI LIUK KECAMATAN PESISIR BUKIT DI KOTA SUNGAI PENUH (Merry yono)
883-897 AKIBAT HUKUM KONTRAK KERJA PASCA AKUISISI PERUSAHAAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PEKERJA/BURUH (Yesi Wisatina, Tito Sofyan, Candra Irawan) 898-913
IBADAH HAJI DAN PERMASALAHAN DI INDONESIA (Sirman Dahwal) 914-941 HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PEMENUHAN
HAK TUMBUH KEMBANG KEMBANG ANAK DI WILAYAH PESISIR KOTA BENGKULU (Helda Rahmasari)
942-959 TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM PERKAWINAN KRISTEN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENTANG PERCERAIAN BAGI PEMELUK AGAMA KRISTEN STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI BENGKULU (Adil Hakim, Farida Fitriyah, Sirman Dahwal) 960-988 KEPASTIAN HUKUM CERAI TALAK DI LUAR PENGADILAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN LEBONG)
(M.Sahri, Herawan Sauni, Sirman Dahwal) 989-1007
HUBUNGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Elektison Somi)1008-1019 URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMODAL DALAM PERDAGANGAN SAHAM DI PASAR MODAL (Tito Sofyan)
1020-1049
Bengkoelen Justice
Pengantar Redaksi . Vol 3 No. 2 Tahun 2013
PENGANTAR REDAKSI
Seperangkat mekanisme sebagai upaya untuk mendukung
perwujudan penegakan hukum (law enforcement) yang baik, dapat
dilakukan melalui 2 (dua) mekanisme. Mekanisme law enforcement secara
langsung dapat dilakukan oleh praktisi hukum khususnya para hakim melalui
putusan pengadilan yang harus diterima sebagai hukum dalam kenyataan
(res judicata facit ius). Sedangkan mekanisme law enforcement secara
tidak langsung dapat dilakukan oleh para akademisi hukum melalui
penulisan hukum dengan tujuan melakukan perubahan (ammendable
article) terhadap perkembangan hukum.Penulisan hukum juga diharapkan dapat membantu penerimaan dan
pemahaman masyarakat terhadap hukum, yaitu dilakukan melalui
pengkajian secara ilmiah terhadap keberlakuan hukum yang ada, untuk
kemudian dipublikasikan secara umum sebagai bahan pengetahuan dan
informasi bagi para pemegang kebijakan dan masyarakat itu sendiri.
Mendasarkan pada upaya tersebut, maka lahirnya Jurnal Bengkoelen
Justice ini diharapkan dapat menjadi media publikasi terhadap hasil-hasil
penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengkajian di bidang
hukum.Jurnal Bengkoelen Justice yang ada di hadapan para pembaca ini
merupakan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para penulis baik dalam
bentuk hasil penelitian tesis/disertasi maupun hasil dari karya ilmiah
konseptual. Pada edisi ini memuat tulisan tentang Pertama, Analisis Perjanjian
Sewa Menyewa Tanah Nomor 027/751/B.Ii Antara Pemerintah Kota Bengkulu
Dengan Cv. Dwi Puja Kesuma, yang ditulis oleh Editiawarman; kedua,
Kebijakan Kriminal Terhadap Cyber Sex (Menggunakan Internet Untuk Tujuan
Seksual) Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, yang ditulis oleh Ria
Anggraeni Utami; ketiga, Sanksi Adat Terhadap Delik Tananyao Pada
Masyarakat Desa Sungai Liuk Kecamatan Pesisir Bukit Di Kota Sungai Penuh,
yang ditulis oleh Merry Yono; keempat Akibat Hukum Kontrak Kerja Pasca
Akuisisi Perusahaan Oleh Pihak Ketiga Terhadap Pekerja/Buruh, yang ditulis
oleh Yesi Wisatina, Tito Sofyan, dan Candra Irawan; kelima, Ibadah Haji Dan
Permasalahan Di Indonesia, yang ditulis oleh Sirman Dahwal; keenam,
Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak Tumbuh Kembang
Kembang Anak Di Wilayah Pesisir Kota Bengkulu, yang ditulis oleh Helda
Rahmasari; ketujuh, Tinjauan Yuridis Penerapan Hukum Perkawinan Kristen
Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tentang Perceraian Bagi Pemeluk
Agama Kristen Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Bengkulu,
yang ditulis oleh Adil Hakim, Farida Fitriyah, dan Sirman Dahwal; kedelapan,
Kepastian Hukum Cerai Talak Di Luar Pengadilan (Studi Kasus Di Kabupaten
Lebong), yang ditulis oleh M.Sahri, Herawan Sauni, dan Sirman Dahwal;
kesembilan, Hubungan Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-
Undang Dasar 1945, yang ditulis oleh Elektison Somi; kesepuluh, Urgensi
Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal Dalam Perdagangan Saham Di
Pasar Modal, yang ditulis oleh Tito Sofyan.Bengkoelen Justice
Pengantar Redaksi . Vol 3 No. 2 Tahun 2013
Akhirnya, redaksi mengucapkan terima kasih kepada para penulis
yang telah menyumbangkan tulisannya, semoga dapat memberikan
manfaat dalam rangka pengembangan keilmuan hukum dan dalam rangka
praktik keberlakuan hukum bagi masyarakat dan seluruh elemen
pemerintahan yang ada.Bengkulu, November 2013 Redaksi
AKIBAT HUKUM KONTRAK KERJA
PASCA AKUISISI PERUSAHAAN OLEH PIHAK KETIGA
TERHADAP PEKERJA/BURUH
Oleh:
Yesi Wisatina, Tito Sofyan, Candra Irawan
ABSTRACT
This research aims to identify and analyze the legal
consequences of an employment contract after the acquisition of
the company by a third party against the workers / laborers, and the
suitability of a given state legal protection to workers / laborers after
the acquisition of the company by a third party with the Law No. 13
Year 2003 on Employment and Law No. 40 of 2007 on Limited Liability
Company.Types of normative legal research, the approach of
legislation (statute aproach), approach cases (case aprroach), and
the comparative approach (comparative Approach. Legal
materials collection method is a method of documentation. Legal
material analysis method is a qualitative analysis outlining descriptive
- prescriptive, then made a grammatical interpretation of the law
and systematically. Legal consequences of post- acquisition
employment contract by a third party company to workers/laborers
are very detrimental to the workers / laborers PT. X and PT. XX
because it is always followed by mass layoffs, acquisitions and
contracts PT X dengan PT. Y contrary to the Law No. 13 Year 2003 on
Labo, and Law No. 40 of 2007 About Company Limited. Legal
protection given to the state workers/laborers after the acquisition of
the company by a third party in accordance with the provisions of
Law No. 13 of 2003 and Law No. 40 Year 2007 on PerseroanTerbatas
is economic protection, social protection and technical protection
does not run according to laws regulations because there are no
rules strict sanctions against violations of particular economic and
weak supervision of the Ministry of Manpower and Transmigration.
Guarantee of the right of workers/laborers were laid off when the
post- acquisition layoffs because employers are not willing to accept
the return of workers / laborers, then given the right to severance
pay two (2 ) times, gratuity one time, and compensation, And when
layoffs due workers/laborers are not willing to continue the contract,
then was granted a one-time severance paymen, gratuity one time,
and compensation .
A. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional negara Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu tugas negara adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan berbagai usaha.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas adalah “pengambilalihan”. Pasal
Kinerja Keuangan Sebelum Dan Setelah Akuisisi, hlm.1, www.journal.unsil.ac.id , diunduh pada hari Kamis, tanggal 29 Agustus 2013, jam 11.30 wib.
Beralihnya pengendalian terhadap perusahaan yang mengalami akuisisi maka akan berdampak terhadap 2 Ernawati, Analisa Perbandingan
“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut”.
11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan :
1 butir
Istilah akuisisi yang digunakan dalam Undang-Undang Nomor
Berkembangnya perekonomian masyarakat Indonesia ikut mewarnai pola perkembangan bisnis di Indonesia. Hal tersebut ditandai dengan makin banyaknya perusahaan-perusahaan baik di bidang perdagangan maupun jasa. Suatu perusahaan yang sedang tumbuh dan berkembang dapat melakukan perluasan jangkauan bisnisnya dengan cara peningkatan secara internal maupun eksternal.
untuk mengembangkan perusahaan yang sudah ada, atau menyelamatkan perusahaan yang mengalami kesulitan dana adalah dengan cara melakukan akuisisi.
2 Salah satu cara
kinerjanya, perusahaan dalam kondisi demikian dituntut untuk selalu mengembangkan strategi yang tepat untuk usahanya.
concern) dan memperbaiki
berlangsung hidup (going
1 Dewasa ini memasuki era
Perusahaan, Pola Kemitraan dan Badan Hukum, Aditama, Bandung, 2006, hlm 81
globalisasi dan pasar bebas, persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan semakin ketat dan tajam. Untuk dapat tumbuh dan mempertahankan diri agar bisa 1 Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi kontrak-kontrak yang telah dibuat oleh perusahaan yang diakuisisi, diantaranya adalah kontrak kerja. Hal ini berarti akuisisi berdampak bagi pekerja/buruh di perusahaan tersebut. Karena dengan adanya akuisisi, pekerja/buruh akan menjadi resah tentang nasib mereka. Apakah mereka akan tetap diterima menjadi pekerja/buruh pada perusahaan semula atau akan mengalami pemutusan hubungan kerja.
Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan yang tercantum di dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder.
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode dokumentasi dengan 3 Handayani, dkk, Metode
3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
pendekatan komparatif (comparative Approach).
aprroach), dan
Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute aproach), pendekatan kasus (case
2. Pendekatan Penelitian
3
1. Jenis Penelitian
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah:
B. METODE PENELITIAN
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas?
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor
2. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap pekerja/buruh pasca akuisisi perusahaan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor
1. Apakah akibat hukum kontrak kerja pasca akuisisi perusahaan oleh pihak ketiga terhadap pekerja/buruh?
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
“Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.”
Penelitian Hukum dan Statistik, Malang, UMM Press, 2002, hlm. 53. mengumpulkan dan mempelajari : a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, dan aturan lain di bawah undang-undang, Kontrak
1. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder diperoleh dari kepustakaan (library research) dengan tujuan memperoleh asas-asas kontrak kerja, kaidah-kaidah hukum yang berhubungan dengan kontrak kerja dan akuisisi dan doktrin atau pendapat para ahli mengenai kontrak kerja, dan akuisisi.
2. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa Indonesia, kamus hukmum, artikel pada majalah atau koran.
4. Metode Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum menggunakan analisis kualitatif dengan menguraikan secara deskriptif-preskriptif. Bahan yang sudah dikumpulkan dan sudah dianalisis secara kualitatif, kemudian dilakukan penafsiran hukum. Metode penafsiran hukum yang digunakan antara lain penafsiran tata bahasa atau gramatikal, dan penafsiran sistematis.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Akibat Hukum Kontrak Kerja Pasca Akuisisi Perusahaan Oleh Pihak Ketiga Terhadap Pekerja/Buruh.
Dalam praktiknya, akuisisi selama ini banyak merugikan pekerja/buruh, karena pekerja/buruh banyak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak. Meskipun dalam Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 61 ayat (2) menegaskan bahwa :
“Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan atau hibah”.
Pasal 61 ayat (3) yang berbunyi : “Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh”.
Pasal ini juga dipertegas dalam Pasal 131 Undang-undang Ketenagakerjaan yang berbunyi :
“Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama”. Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, juga mengatur tentang akuisisi sebagaimana ditegaskan Pasal 126 ayat (1) butir a yang berbunyi :
“Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan”.
Dari bunyi Pasal 61 ayat (2), ayat (3), Pasal 1313 Undang-undang Ketenagakerjaan dan Pasal 126 ayat (1) butir a UUPT, menyatakan bahwa dalam hal terjadi akuisisi perusahaan tidak menyebabkan berakhirnya kontrak kerja. Hal ini berarti pekerja/buruh masih berhak atas pekerjaannya tanpa terpengaruh dengan adanya akuisisi perusahaan. Karena dalam hal terjadi akuisisi hukum adalah kontrak akuisisi perusahaan maka tanggung tersebut sedari awal dianggap jawab terhadap pekerja/buruh tidak pernah terjadi, dan beralih kepada pengusaha perusahaan/pengusaha wajib baru. mempekerjakan kembali Akan tetapi yang terjadi pekerja atau buruh tersebut. pada kedua perusahaan yaitu Dalam hukum kontrak PT. X, dan PT. Y, sebagaimana dikenal asas kebebasan dituangkan dalam kontrak berkontrak. Berdasarkan asas akuisisi bahwa kedua belah ini para pihak dalam membuat pihak sepakat untuk kontrak bebas untuk melakukan PHK kepada seluruh menentukan isi dan bentuk pekerja/buruh PT X setelah perjanjian. Sebagaimana disepakatinya kontrak akuisisi. dikatkan Salim H.S bahwa : Tanggung jawab PHK tersebut “Asas kebebasan berkontrak dibebankan kepada adalah suatu asas yang perusahaan yang diakuisisi (PT. memberikan kebebasan X). Dengan dilakukannya PHK para pihak untuk : oleh PT. X, maka kontrak antara
1. Membuat atau tidak pekerja/buruh dengan membuat kontrak; pengusaha (PT. X) juga
2. Mengadakan perjanjian berakhir. Pemutusan kontrak dengan siapa pun; pasca akuisisi PT. X jelas
3. Menentukan isi bertentangan dengan perjanjian; Undang-undang
4. Menentukan bentuk Ketenagakerjaan perjanjian, yaitu tertulis
4 sebagaimana telah diuraikan atau lisan.
sebelumnya.
Oleh karena itu menurut Akan tetapi kebebasan penulis, kontrak akuisisi yang tersebut sifatnya tidaklah dibuat dan disepakati oleh mutlak, karena dibatasi oleh kedua belah pihak yaitu PT. X syarat sahnya suatu kontrak dan PT Y “batal demi hukum” sebagaimana ditegaskan Pasal karena bertentangan dengan 1320 KUH Perdata yang Undang-undang berbunyi : Ketenagakerjaan khususnya “Untuk sahnya
Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) persetujuan-persetujuan Undang-undang diperlukan empat syarat : Ketenagakerjaan dan Pasal
1. Sepakat mereka yang 126 ayat (1) butir a mengikatkan diri; Undang-undang Perseroan Terbatas. Konsekuensi dari 4 kontrak akuisisi yang batal demi Salim. H.S, Hukum Kontrak, Teori dan
Teknik Penyusunan Kontrak, t, hlm. 9.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Berdasarkan syarat sahnya suatu kontrak, suatu kontrak sah apabila memenuhi syarat subyektif dan syarat obyektif. Syarat subyektif antara lain adanya kesepakatan dan cakap dalam melakukan hubungan hukum. Sedangkan syarat obyektif adalah adanya obyek kontrak, dan substansi kontrak yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan tiga hal, yaitu Undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan.
Kebebasan berkontrak juga dibatasi oleh Pasal 1337 KUH Perdata, karena pasal ini melarang kontrak yang substansinya bertentangan dengan undang-undang, atau kesusilaan, atau ketertiban umum.
Pasal 1337 berbunyi : “Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Kontrak akuisisi yang telah disepakati antara perusahaan yang diakuisisi dengan perusahaan pengakuisisi memang berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak yang membuatnya. Akan tetapi kontrak akuisisi tersebut harus memenuhi unsur syarat sahnya kontrak sesuai ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan kedua belah pihak yang membuat perjanjian dan kecakapan untuk membuat suatu perikatan. Sedangkan syarat obyektif adalah adanya obyek kontrak, dan adanya suatu causa yang halal. Causa yang halal sebagaimana dirumuskan
Pasal 1337 KUH Perdata adalah apabila tidak dilarang dengan Undang-undang atau apabila tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Apabila syarat subyektif tidak terpenuhi maka kontrak dapat dibatalkan, akan tetapi apabila syarat obyektif tidak terpenuhi maka kontrak batal demi hukum. Dalam hal ini hukum bersifat imperatif, dimana hukum bersifat memaksa, yang bisa diartikan juga merupakan hukum yang dalam keadaan konkrit harus dita’ati atau hukum yang tidak boleh ditinggalkan oleh para pihak dan harus diikuti.
Kontrak akuisisi antara PT.
XX dan PT. YY, dalam kontrak akuisisinya tidak menyebutkan secara terperinci tentang penyelesaian hak-hak pekerja/buruh perusahaan maka hak pekerja atau buruh pada perusahaan PT.
XX secara otomatis beralih atau menjadi tanggung jawab perusahaan baru (PT. YY). Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan. B. Perlindungan Hukum Yang Diberikan Negara Terhadap Pekerja/Buruh Pasca Akuisisi Perusahaan Oleh Pihak Ketiga Sesuai Dengan Ketentuan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Zainal Asikin menyatakan bahwa pekerja/buruh merupakan pihak yang mempunyai kedudukan yang lemah. Hal ini membuat pekerja/buruh sangat membutuhkan perlindungan hukum.
terhadap pekerja/buruh diatur dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 102 ayat (1) yang menegaskan bahwa : “Dalam melaksanakan hubungan industrial, pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan 5 Satya Arinanto dan Ninuk
Triyanti,Memahami Hukum : Dari Konstruksi Sampai Implementasi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 8
pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelangggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan”.
Peran pemerintah dalam melaksanakan hubungan industrial Berdasarkan Pasal 102 ayat (1) Undang-undang Ketenagakerjaan di atas, adalah dengan melaksanakan fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi menetapkan kebijakan
Untuk melindungi tenaga kerja yang dipandang lemah kedudukannya dibandingkan dengan pengusaha, maka pemerintah membentuk dan menetapkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagai payung hukum.
5 Perlindungan
Menurut Soepomo dalam Abdul Khakim, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk jika tenaga kerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
b. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, pewarisan atau kebebasan berserikat hibah. dan perlindungan hak untuk berorganisasi. (3) Dalam hal terjadi c. Perlindungan teknis, pengalihan yaitu perlindungan perusahaan maka tenaga kerja dalam hak-hak bentuk keamanan dan pekerja/buruh
6
keselamatan kerja. menjadi tanggung jawab pengusaha Bentuk perlindungan yang baru, kecuali diberikan oleh negara kepada ditentukan lain dalam pekerja/buruh pasca akuisisi perjanjian perusahaan oleh pihak ketiga pengalihan yang sesuai ketentuan tidak mengurangi Undang-undang hak-hak Ketenagakerjaan dan pekerja/buruh”. Undang-undang Perseroan Terbatas adalah :
Pasal 131 Undang-
a. Perlindungan ekonomis undang Nomor 13 Tahun Perlindungan ekonomis 2003 Tentang yang diberikan negara Ketenagakerjaan kepada pekerja/buruh berbunyi : pasca akuisisi perusahaan “Dalam hal terjadi oleh pihak ketiga pembubaran serikat sebagaimana diatur pekerja/serikat buruh dalam: atau pengalihan 1) Undang-undang Nomor kepemilikan
13 Tahun 2003 Tentang perusahaan maka Ketenagakerjaan perjanjian kerja tercantum dalam Pasal bersama tetap 61 ayat (2) dan ayat (3) berlaku sampai yang berbunyi: berakhirnya jangka (2) Perjanjian kerja tidak waktu perjanjian kerja berakhir karena bersama”. meninggalnya pengusaha atau 2) Undang-undang Nomor beralihnya hak atas
40 Tahun 2007 Tentang perusahaan yang Perseroan Terbatas disebabkan terdapat dalam Pasal penjualan, 126 ayat (1) a yang 6 berbunyi : Abdul Khakim, Op. cit, hlm. 108.
“Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan”.
b. Perlindungan sosial Bentuk perlindungan sosial ini hanya terdapat dalam Pasal 61 ayat (2) dan
Pasal 163 Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sedangkan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak ada pengaturannya.
Pasal 61 ayat (2) Undang-undang Ketenagakerjaan menyatakan dengan adanya akuisisi perusahaan tidak menyebabkan berakhirnya kontrak kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan dan secara tidak langsung Undang-undang menyatakan bahwa dengan adanya akuisisi tidak menyebabkan putusnya hubungan kerja yang ditimbulkan dari kontrak kerja.
Hak-hak pekerja/buruh yang harus dibayar oleh pengusaha apabila pekerja/buruh mengalami pemutusan hubungan kerja dalam hal perusahaan mengalami akuisisi diatur dalam Pasal 163 yang berbunyi : (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja atau buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). (2) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
c. Perlindungan teknis Bentuk perlindungan teknis yang diberikan negara kepada pekerja/buruh dalam hal ini terdapat dalam Pasal 136, Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyatakan : (1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh secara musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang. Secara garis besar isi Pasal 151 dan Pasal 152 adalah sebelum melakukan PHK, ada prosedur yang harus dilakukan oleh pengusaha antara lain :
1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja Pasal 151 ayat (1);
2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi PHK tidak dapat dihindari, maka maksud PHK wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh tersebut tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh (Pasal 151 ayat (2));
3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 152 ayat (3));
4) Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan disertai dengan alasannya (Pasal 152 ayat (1));
5) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (2) (Pasal 152 ayat (2));
6) Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan tetapi tidak menghasilkan kesepakatan (Pasal 152 ayat (3)).
Apabila terdapat perbedaan pendapat antara pengusaha dan pekerja/buruh tentang pemutusan hubungan kerja (PHK), maka penyelesaiannya dapat ditempuh berdasarkan Undang-undang Nomor
2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, antara lain dengan cara menempuh jalur luar pengadilan, yaitu : perundingan bipartit, mediasi, dan rekonsiliasi, dan melalui Pengadilan Hubungan Industrial yang menangani tingkat pertama dan apabila para pihak masih berselisih maka dapat melakukan upaya hukum di tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
2. Fungsi Pelayanan
Fungsi pelayanan di sini adalah fungsi negara dalam menampung pengaduan dari pihak-pihak yang menderita kerugian dalam hal hubungan kerja termasuk fungsi membuka peluang konsultasi bagi masyarakat industri.
3. Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Pasal 178 Undang-undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa pengawasan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang melalui nota ketenagakerjaan pada pemeriksaan kepada pemerintah pusat, pemerintah pimpinan perusahaan provinsi, dan pemerintah apabila ditemui kabupaten/kota. Hasil pelanggaran, dan pengawasan berupa laporan memberikan petunjuk disampaikan kepada Menteri secara lisan pada saat Tenaga Kerja dan Transmigrasi pemeriksaan. Republik Indonesia (Pasal 179). 3) Tindakan refresif
Secara operasional yustisial pengawasan Tindakan tersebut ketenagakerjaan, meliputi dijadkan sebagai tahapan pengawasan yang alternatif terakhir dan
7
: harus dilakukan antara lain dilakukan melalui a. Sosialisasi norma lembaga peradilan. ketenagakerjaan, guna Upaya ini ditempuh mencapai peningkatan apabila pegawai peningkatan pemahaman pengawas sudah norma kerja bagi melakukan masyarakat industri dan pembinaan dan mendorong kesadaran memberikan untuk melaksanakan peringatan, tetapi ketentuan pengusaha tidak ketenagakerjaan secara mengindahkan proporsional dan maksud pembinaan bertanggung jawab. tersebut. Dengan
b. Tahapan pelaksanaan demikian Penyidik pengawasan Pegawai Negeri Sipil 1) Upaya pembinaan (PPNS) berkewajiban
(preventive educative) melakukan penyidikan Ditempuh dengan dan menindaklanjuti cara memberikan sesuai dengan penyuluhan kepada prosedur hukum yang masyarakat industri, berlaku. penyebarluasan Selain pengawasan dari informasi ketentuan Kementerian Tenaga Kerja ketenagakerjaan, dan dan Transmigrasi, pelayanan konsultasi. pengawasan dari
2) Tindakan represif pekerja/buruh atau serikat Tindakan ditempuh pekerja/buruh juga dengan memberikan diperlukan dalam hal ini. 7 peringatan tertulis
Abdul Khakim, Op. cit, hlm. 211
4. Fungsi Penegakan
Perlindungan terhadap pekerja/buruh dapat ditegakkan apabila fungsi pengawasan, pembinaan dan penindakan oleh negara yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi benar-benar dilakukan sesuai dengan fungsinya. Apabila pengawasan benar-benar dilakukan, maka Kementerian tenaga Kerja dan Transmigrasi harus memberikan sanksi kepada PT. X dan PT. XX agar proses akuisisi perusahaan tersebut tidak melanggar Pasal 61 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Ketenagakerjaan dan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sanksi tersebut bisa berupa teguran, peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha bahkan pencabutan izin usaha apabila perusahaan tidak mengindahkan surat teguran dan peringatan dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
D. PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Akibat hukum kontrak kerja pasca akuisisi perusahaan oleh pihak ketiga terhadap pekerja/buruh adalah sangat merugikan pekerja/buruh terutama pada pekerja/buruh PT. X dan PT. XX, karena diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan kontrak akuisisi antara PT. X dengan PT. Y bertentangan dengan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas karena melanggar Pasal 61 ayat (2), ayat (3), Pasal 131 Undang-undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan
Pasal 126 ayat (1) Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
2. Perlindungan hukum yang diberikan negara terhadap pekerja/buruh pasca akuisisi perusahaan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor terhadap pelanggaran
13 Tahun 2003 dan
Pasal 61 ayat (2), ayat Undang-Undang Nomor (3) Undang-undang
40 Tahun 2007 Tentang Ketenagakerjaan dan PerseroanTerbatas
Pasal 162 ayat (1) butir a adalah perlindungan Undang-undang ekonomi, perlindungan Perseroan Terbatas. sosial, dan perlindungan
2. Agar terciptanya teknis tidak berjalan kepastian hukum sesuai peraturan mengenai perlindungan perundang-undangan hukum terhadap karena kurangnya pekerja/buruh pasca dalam hal fungsi akuisisi perusahaan oleh kebijakan dimana tidak pihak ketiga, ada aturan sanksi yang seharusnya tegas terhadap penyelesaian hak-hak pelanggaran Pasal 61 pekerja/buruh dibuat ayat (2), ayat (3) dalam aturannya dalam Undang-undang Nomor Perjanjian Kerja 13 Tahun 2003 Tentang Bersama perusahaan. Ketenagakerjaan dan sanksi terhadap pelanggaran Pasal 162
E. DAFTAR PUSTAKA
ayat (1) Undang-undang Nomor Abdul Khakim, Dasar-Dasar
40 Tahun 2007 Tentang Hukum Ketenagakerjaan Perseroan Terbatas, dan Indonesiat, PT. Citra lemahnya fungsi Aditya Bakti, Bandung, pengawasan dan 2009, hlm. 108. penegakan dari Kementerian Tenaga Ernawati, Analisa Kerja dan Transmigrasi RI Perbandingan Kinerja terutama dalam kasus Keuangan Sebelum Dan yang menimpa Setelah Akuisisi, hlm.1, pekerja/buruh PT.X dan www.journal.unsil.ac.id, PT. XX. diunduh pada tanggal
29 Agustus 2013, jam Saran yang dapat 11.30 wib. diberikan berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan Handayani, dkk, Metode yaitu:
Penelitian Hukum dan
1. Perlunya pengaturan Statistik, UMM Press, sanksi yang tegas Malang, 2002. Johannes Ibrahim, Hukum Undang-Undang Dasar Negara
Organisasi Perusahaan, Republik Indonesia Tahun Pola Kemitraan dan 1945 Badan Hukum, Aditama,
Bandung, 2006. Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Salim. HS, Hukum Kontrak, Teori Ketenagakerjaan
& Teknik Penyusunan
Kontrak, Sinar Grafika, Undang-Undang Nomor
2 Jakarta, 2004 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan
Satya Arinanto dan Ninuk Hubungan Industrial Triyanti, Memahami
Hukum : Dari Konstruksi Undang-undang Nomor
40 Sampai Implementasi, Tahun 2007 Tentang Rajawali Pers, Jakarta, Perseroan Terbatas 2009.