BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II RADIKA AFIKO PRADESTI FARMASI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Propranolol HCl Propranolol hidroklorida mengandung tidak kurang dari 99,0% dan

  tidak lebih dari 101,0% C H NO .HCl, dihitung terhadap zat yang telah

  16

  21

  2

  dikeringkan. Khasiat dan penggunaan sebagai anti adrenergikum dengan dosis maksimum sehari 320 mg (Depkes, 1979). Rumus struktur Propranolol HCl :

Gambar 2.1 Rumus struktur propranolol hidroklorida (Depkes, 1979)

  Nama Kimia : [1- isopropilamino-3-(1-naftiloksi)-propan-2-ol Rumus Molekul : C

16 H

  21 NO

2 .HCl

  Berat Molekul : 165,6 g/mol Pemerian : serbuk, putih atau hampir putih, tidak berbau, rasa pahit Kelarutan : Larut dalam 20 bagian air dan dalam 20 bagian etanol (95%) P, sukar larut dalam kloroform P Penyimpanan : wadah tertutup

  Propranolol HCl merupakan obat antihipertensi yang bekerja terhadap reseptor

  β-non selektif, dengan menghambat respon stimulans adrenergic . Propranolol hidroklorida larut dalam air dan alkohol, sukar

  larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, propranolol dalam bentuk larutan sangat stabil pada pH 3 dan rusak dengan cepat ketika suasana alkali, juga diabsorbsi dengan sempurna pada saluran cerna (Fitriana, 2010).

  Propranolol HCl memiliki waktu eliminasi yang pendek serta sifatnya yang tidak stabil pada cairan usus tetapi sangat stabil pada cairan lambung.

2. Floating system

  Floating system , pertama kali diperkenalkan oleh Davis di tahun

  1968 yang merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan Gastro Retention Time (GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma (Rosmawati, 2016). Keuntungan dari sistem penghantaran obat floating dibanding dengan sistem konvensional, adalah ( Kare et al., 2010) : a. Meningkatkan bioavailabilitas sehingga cocok digunakan untuk obat yang bioavailabilitasnya kurang baik.

  b. Menurunkan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma sehingga efek farmakologis lebih stabil.

  c. Menurunkan performa transit variabiitas obat sehingga obat segera diabsorbsi dan dapat menurunkan dosis obat hingga 2 kali lipatnya.

  d. Peningkatan keberhasilan terapi, sangat berguna untuk obat larut asam dan sukar larut atau tidak stabil dalam cairan usus.

  Bentuk banyak diformulasikan dengan

  floating system

  menggunakan beberapa jenis matriks. Dalam penelitiannya, Rosmawati (2016) melakukan 6 trial untuk beberapa komposisi formula. Dari evaluasi komposisi matriks tersebut didapat formula optimum tablet

  

floating propranolol HCl dengan menggunakan HPMC 180 mg dan

  NaCMC 0 mg yang kemudian dilanjutkan dengan uji penetapan kadar menggunakan spektrofotometri UV-Vis dan didapat %kadar untuk 3 replikasi yaitu sebesar 101,30%; 102,54%; 100,37% dimana kadar tersebut memenuhi persyaratan pada tablet floating propranolol HCl dengan prasyarat mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%.

3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

  Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau high performance

  

liquid chromatography (HPLC) merupakan jenis kromatografi yang

  penggunaannya paling luas. Hampir semua laboratorium analisis kimia memiliki instrumen KCKT. KCKT secara umum berfungsi untuk pemisahan dan pemurnian senyawa obat serta untuk analisis kuantitatif senyawa obat dalam sediaan farmasetika. KCKT juga dapat digunakan untuk identifikasi kualitatif senyawa obat dengan mendasarkan pada parameter waktu retensi senyawa obat standar dan senyawa obat dalam sampel. Keterbatasan penggunaan KCKT adalah jika sampelnya sangat kompleks, karena resolusi atau daya pisah yang baik sulit diperoleh. Kelebihan metode KCKT antara lain mampu memisahkan molekul - molekul dari suatu campuran, kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi, mudah pengoperasiannya, dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis, menghasilkan resolusi yang baik, dapat digunakan bermacam-macam detektor, kolom dapat digunakan kembali dan mudah melakukan perolehan kembali (Gandjar dan Rohman, 2014). Komponen dari KCKT yaitu terdiri dari :

Gambar 2.2. Komponen KCKT (Putra, 2008)

a. Wadah Fase Gerak

  Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2014).

  b. Pompa pada KCKT

  Pompa yang digunakan untuk KCKT yaitu pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mL/menit. Pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 20 mL/menit jika digunakan untuk tujuan preparatif (Gandjar dan Rohman, 2014).

  c. Injektor sampel pada KCKT

  Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel, sampel dialiri melewati keluk sampel dan lebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan mengalirkan sampel ke kolom (Gandjar dan Rohman, 2014).

  d. Kolom pada KCKT Kolom merupakan bagian sangat terpenting dari kromatografi.

  Bahan yang sering digunakan sebagai fase diam adalah Oktadesil

  Silika (ODS) yang mengandung rantai C1. Kolom yang digunakan

  pada KCKT pada umumnya memiliki panjang 5-25 cm dengan diameter bagian dalam sebesar 4,6 mm, ukuran partikel 5 µm dan mengandung 40.000

  • – 70.000 plat/meter (Skoog et al., 2007). Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kolom yang baik memiliki HETP yang kecil dan N yang besar. Untuk suatu puncak yang simetris, tailling faktor (Tf) besarnya satu, harga Tf akan bertambah jika kromatogram makin tampak berekor (Stella, 2011). Kolom dibagi menjadi dua yaitu (Gandjar dan Rohman, 2014). :

  1) Kolom analitik : Diameter 2-6 mm, panjang kolom ini bergantung pada jenis material dari pengisi kolom, pada kemasan polikular panjang yang digunakan 50-100 cm, pada kemasan poros mikropartikulat 10-30 cm. 2) Kolom preparatif : Diameter 6 mm atau lebih besar, panjang kolomnya 25-100 cm.

  e. Oven

  Pada KCKT sistem terbalik, temperatur kolommenentukan waktu retensi dan mempengaruhi selektivitas. Temperatur yang digunakan dalam analisis berkisar antara 30-50 °C penggunaan suhu lebih dari 60 °C berpengaruh padastabilitas analit dan masa kerja kolom (Ahuja dan Dong, 2005).

  f. Fase Diam pada KCKT

  Fase diam pada KCKT umumnya berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-polimer stiren dan divinil benzen. Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Solut-solut yang polar, terutama yang bersifat basa, akan memberikan puncak yang mengekor (tailing peak) pada penggunaan fase diam silika fase terbalik (Gandjar dan Rohman, 2014).

  g. Detektor

  Detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan untuk menghitung kadarnya (analisis kuantitatif). Suatu detektor yang baik mempunyai sensitifitas yang tinggi, kisar respon linier yang luas, gangguan (noise) yang rendah, dan memberi respon untuk semua tipe senyawa. detektor-detektor yang sering digunakan adalah detektor spektrofotometri UV-Vis, detektor photodiode-array (PDA), detektor fluoresensi, detektor indeks bias, dan detektor elektrokimia (Putra, 2008).

h. Fase Gerak pada KCKT

  Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991).

  Fase gerak yang baik harus memiliki beberapa sifat diantaranya harus murni, tidak bereaksi dengan kolom, sesuai dengan detektor, selektif terhadap komponen, dapat melarutkan cuplikan, mempunyai viskositas yang rendah, memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, harganya wajar, dapat memisahkan zat dengan baik. Elusi pada KCKT ada 2 cara yaitu cara isokratik dan cara gradien. Cara isokratik yaitu dimana komposisi fase gerak tetap selama elusi, sementara untuk cara gradien komposisi fase gerak berubah-ubah.

4. Parameter Kromatografi

  a. Waktu retensi atau waktu tambat Waktu tambat atau waktu retensi (retention time ) adalah selang waktu yang diperlukan oleh analit mulai saat injeksi sampai keluar dari kolom. Waktu retensi analit dapat dinyatakan sebagai berikut : tR = (Vs Kd + 1 ) tM

  ...... Persamaan 1

  Vm Keterangan : tR = Waktu retensi analit tM = Waktu tambat fase gerak Kd = Koefisien distribusi Vm = Volume fase gerak Vs = Volume fase diam

  Campuran zat yang diinjeksikan untuk dianalisis dengan KCKT tentu mempunyai harga tR yang berbeda-beda karena tiap- tiap analit memiliki harga Kd yang spesifik ( Mulja dan Suharman, 1995) b. Resolusi (Rs ) Resolusi (Rs) didefinisikan sebagai rasio antara waktu retensi yang berbeda t dan t dari dua peak dan rata-rata lebar area W dan

  1

  2

  1 W 2 dari dua peak pada garis dasarnya yang dapat ditunjukan sebagai

  berikut : Rs = t

  2

  1

  • – t

  ...... Persamaan 2

  0,5 (W + W )

  1

2 Rs dengan nilai 1 dapat diartikan bahwa sekitar 4% dua peak

  yang berdekatan overlap dan mampu untuk analisa beberapa kromatogram. Untuk pemisahan yang baik, harga Rs mendekati atau lebih dari 1,5 (Cazes, 2004)

  c. Jumlah Lempeng (N) Jumlah lempeng atau plate number (N) yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada kolom digunakan sebagai ukuran efisiensi. Dengan menganggap profil puncak kromatogram adalah sesuai kurva Gaussian, maka N dapat didefinisikan :

2 N = (tR)

  ...... Persamaan 3

  at Dimana tR adalah waktu retensi dan at adalah standar deviasi lebar puncak. Suatu ukuran alternatif adalah tinggi lempeng (H) atau biasa disebut tinggi setara plat teori (HETP = Height Equivalent

  

Theoritical Plate ). Hubungan antara HETP dengan N serta panjang

  kolom dirumuskan : H = L

  ...... Persamaan 4

  N Kolom yang memberikan jumlah lempeng (N) yang besar dan nilai HETP yang kecil akan mampu memisahkan komponen- kompnen dalam suatu campuran yang lebih baik yang berarti bahwa efisiensi kolom adalah besar (Gandjar dan Rohman, 2014) d. Puncak Asimetri

  Penentuan asimetri puncak dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan faktor asimetri (af) = b/a. Persamaan (af) = b/a menunjukan bahwa a adalah waktu paruh awal puncak yang diukur pada 10% tinggi puncak, sementara b adalah paruh pengikut pada puncak yang diukur pada 10% tinggi puncak. Idealnya nilai faktor asimetri ini dalam rentang 0,95

  • – 1,15 (Watson, 2013)

  Gaussian Tailling Fronting

  (c) (a) (b)

Gambar 2.3 Profil-profil puncak yang dihasilkan pada KCKT.(a) linier (b) Puncak Tailling (c) Puncak Fronting (Kealey dan Haines, 2002 ) 5. Validasi

  Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Validasi metode analisis adalah proses untuk menjamin bahwa prosedur uji yang dilakukan memenuhi standar yang dapat diterima dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Metode uji yang berbeda membutuhkan validasi yang berbeda pula. Tingkatan yang diuji dalam validasi diantaranya yaitu ketepatan, ketelitian, linieritas, limit deteksi dan limit kuantitas (LOD/LOQ), dan selektivitas (Riyanto, 2014)

  Suatu metode analisis harus divalidasi untuk memastikan bahwa parameter kerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi ketika :

  a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi masalah analisis tertentu b. Metode yang sudah baku direvisi umtuk menyesuaikan perkembangan atau karena munculnya suatu masalah yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus direvisi

  c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring dengan berjalannya waktu d. Metode baku yang dilakukan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh analis yang berbeda atau dikerjakan dengan alat yang berbeda

  e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara dua metode seperti metode baru dan metode baku.

  (Gandjar dan Rahman, 2014). USP XXXVII tahun 2014 membagi metode-metode analisis kedalam beberapa kategori, yaitu : a. Kategori I merupakan prosedur analisis untuk mengkuantifikasi komponen utama atau bahan aktif pada produk farmasi.

  b. Kategori II merupakan prosedur analisis untuk menentukan cemaran atau senyawa hasil degradasi pada produk akhir farmasi. Metode ini meliputi perhitungan kembali secara kuantitatif dan uji batas

  c. Kategori III merupakan prosedur analisis untuk menentukan performa karakteristik (disolusi, pelepasan obat) d. Kategori IV uji identifikasi.

Tabel 2.1 Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP, 2014)

  Karakteristik Kategori Kategori II Kategori Kategori IV Analisis

  I Kuantifikatif Limit tes

  III

  • Akurasi Ya Ya * Tidak Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak * Spesifisitas Ya Ya Ya Ya LOD Tidak Tidak Ya * Tidak * LOQ Tidak Ya Tidak Tidak * Linieritas Ya Ya Tidak Tidak * Mungkin diperlukan, tergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan.

  Menurut USP Edisi Ketiga puluh, ada 8 karakteristik yang digunakan dalam validasi metode yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linearitas dan rentang. Karakteristik utama yang digunakan dalam validasi dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Karakteristik utama dalam validasi metode analisis.

  Karakteristik Pengertian Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode analitik dengan nilai sebenarnya Presisi Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk diantaranya kemampuan instrument dalam memberikan hasil analitik yang reprodusibel.

Spesifitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat

dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks.

Batas Deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat

dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

Batas Kuantitasi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat

ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.

Linieritas Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang

secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan

Rentang Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode

analitik menunjukan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup.

  (USP, 2006) a.

   Ketepatan (Akurasi)

  Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (%recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method). Jika metode simulasi tidak dapat dilakukan maka akurasi dapat diukur dengan metode penambahan baku (Riyanto, 2014). Terdapat tiga cara yang dapat digunakan dalam menentukan akurasi suatu metode analisis, yaitu : 1) Membandingkan hasil analisis dengan CRM (Certified reference

  material ) dari organisasi internasional

  2) Uji perolehan kembali dengan memasukan analit kedalam matriks blanko (Spiked placebo) 3) Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit

  (Standard addition method). Dalam metode adisi, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel, dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya

  (hasil yang diharapkan). Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya nilai akurasi adalah kurang lebih 80-120%. Jika nilai akurasi diluar kisaran, maka analisis harus diinvestigasi (Gandjar dan Rohman, 2014).

b. Ketelitian (Presisi)

  Ketelitian dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi standar relatif (koefisien variasi). Presisi dapat diartikan pula sebagai derajat reprodusibilitas atau keterulangan dari prosedur analisis (Harmita, 2004).

  Presisi dibagi menjadi tiga, yaitu keterulangan (repeatability), ketertiruan (reproducibility), dan presisi antara (intermediate

  precision ). Keterulangan adalah ukuran kemampuan metode untuk

  memberikan hasil yang mirip pada beberapa kali preparasi dan atau pengukuran untuk sampel yang sama. Keterulangan dapat diukur dengan menetapkan 6 sampel pada konsentrasi 100% atau dengan preparasi sampel pada tingkat konsentrasi 80; 100; 120% dari target konsentrasi analit (Riyanto, 2014).

  Presisi antara adalah ukuran kemampuan metode untuk memberikan hasil yang reprodusibel dengan analis yang berbeda, peralatan yang berbeda, atau hari yang berbeda (Riyanto, 2014). Tujuan dilakukannya uji presisi antara adalah untuk menetapkan presisi suatu metode pada kondisi laboratorium yang berbeda. Suatu metode dikatakan mempunyai presisi yang baik apabila nilai RSD lebih kecil dari 2% (<2%). Rumus SD dapat dinyatakan :

  ...... Persamaan 5

  ...... Persamaan 6 c.

   Selektivitas (Spesifisitas)

  Spesifisitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur analit secara akurat dan spesifik bila analit berada bersama dengan komponen lain dalam matriks sampel seperti pengotor, produk degradasi dan komponen matriks. Spesifisitas dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) (Harmita, 2004). Spesifisitas dapat ditentukan melalui nilai resolusinya (R). Resolusi dikatakan memenuhi syarat jika nilai R ≥ 2,00 (Snyder et

  al. , 1997).

  d. Linieritas

  Linieritas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu. Rentang suatu metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah analit masih menggunakan ketelitian, ketepatan dan linieritas (Gandjar dan Rohman, 2014). Data linearitas dievaluasi menggunakan metode statistik, metode yang paling umum digunakan adalah persamaan garis regresi antara respon detektor (sumbu y) versus konsentrasi sampel (sumbu x). Dalam suatu metode analisis, kriteria nilai r yang didapat harus lebih besar dari 0,99 (Miller dan Miller, 2005).

  e. Sensitivitas (LOD/LOQ)

  Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi dan masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blanko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Pendekatan yang paling umum adalah menetapkan jumlah sampel yang dapat memberikan perbandingan sinyal terhadap gangguan (S/N) 2:1 atau 3:1, dan yang sering digunakan adalah 3:1 (Snyder et al., 1997).

  Batas kuantifikasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004). Batas kuantifikasi sering digunakan sebagai batas bawah untuk pengukuran nilai kuantitatif yang tepat. Batas kuantifikasi seringkali didasarkan pada nilai signal to noise (S/N) = 10 (Snyder et al., 1997).