BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Lingkungan - BAB II MOHAMMAD ZULFIKAR RASHIF FARMASI'17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sanitasi Lingkungan Dalam bidang kesehatan sebagai komponen lingkungan yang diketahui dapat

  merupakan faktor resiko timbulnya gangguan kesehatan masyarakat, dipelajari dalam ilmu kesehatan lingkungan. Ilmu kesehatan lingkungan merupakan ilmu yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk atau masyarakat, dengan segala macam perubahan komponen komponen lingkungan hidup seperti berbagai spesies kehidupan, bahan, zat atau kekuatan disekitar manusia yang menimbulkan ancaman atau berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, serta mencari upaya-upaya pencegahannya (Kusnoputranto, 2000). Komponen kesehatan lingkungan yang memiliki potensi menimbulkan penyakit dikelompokkan sebagai berikut (Kusnoputranto, 2000) :

  1. Golongan Fisik : Seperti energi, kebisingan, kelembaban tinggi, pencahayaan kurang dan cuaca panas.

  2. Golongan Kimia : Bau amoniak, asap rokok, limbah rumah sakit dan bahan pembersihan lantai.

  3. Golongan Biologi : Seperti spora jamur, bakteri dan cacing

  4. Golongan Psikologi : Seperti hubungan antara pasien, keluarga pasien dengan perawat, antara bawahan dan atasan. Komponen tersebut akan berinteraksi dengan menusia melalui media atau wahana : Udara, air, tanah, makanan, vektor penyakit (seperti nyamuk) atau manusia itu sendiri.

  B. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial menurut WHO adalah adanya infeksi yang tampak pada pasien ketika berada didalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, dimana infeksi tersebut tidak tampak pada saat pasien diterima dirumah sakit. Yang disebut infeksi nosokomial ini termasuk juga adanya tanda tanda infeksi setelah pasien keluar dari rumah sakit dan juga termasuk infeksi pada petugas petugas yang bekerja di fasilitas kesehatan. Infeksi yang tampak setelah 48 jam pasien diterima dirumah sakit biasanya diduga sebagai suatu infeksi nosokomial.

  4 Infeksi nosokomial terjadi diseluruh dunia, termasuk dinegara

  • – negara berkembang maupun negara miskin. Sebuah survei mengenai prevalensi infeksi nosokomial yang dikelola WHO, pada 55 rumah sakit di 14 negara yang dibagi menjadi 4 wilayah, yakni Eropa, Mediterranian Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat, menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % rumah sakit pasien mengalami infeksi nosokomial, pada survei lain menyatakan sekitar 1,4 juta pasien diseluruh dunia mengalami infeksi nosokomial. Dilaporkan frekuensi paling tinggi terjadi pada rumah sakit di Mediterranian Timur sebesar 11,8 %, diikuti wilayah Asia Tenggara 10%, kemudian wilayah Pasifik Barat 9,0% dan diikuti Eropa 7,7 %.

  Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di rumah sakit 3 x 24 jam atau infeksi yang terjadi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi berbeda. Atau dapat juga didefinisikan sebagai infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mula menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat. Menurut WHO, salah satu manifestasi infeksi nosokomial adalah infeksi luka operasi yang merupakan jenis infeksi nosokomial yang kedua terbanyak setelah infeksi saluran kemih (Daryanti, 2008; Wahyudi, 2006).

1. Cara Pengendalian Infeksi nosokomial

  Infeksi Nosokomial dapat dikendalikan dengan beberapa cara. Cara pengendalian infeksi nosokomial adalah dengan meningkatkan Quality Control rumah sakit, yaitu: (1) deteksi mikroba rumah sakit pada petugas/peralatan, (2) pemeriksaan sterilitas setiap ruangan yang ada, (3) pemeriksaan potensi desinfektans/ antiseptik, (4) pemeriksaan kondisi internal, seperti air dan limbah rumah sakit, (5) pembuatan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika sebagai educated-guess di rumah sakit, (6) pengawasan mekanisme dan alur pemakaian antibiotika. Pengendalian terhadap infeksi nosokomial berlangsung secara terus menerus dan diharapkan agar tidak sampai terputus (Wahyono, 2002) .

  5

  2. Pembagian infeksi nosokomial

  a. Infeksi saluran kemih ( UTI ) Merupakan infeksi nosokomial yg paling sering terjadi. Sekitar 80% infeksi saluran kemih ini berhubungan dengan pemasangan kateter. Infeksi saluran kemih jarang menyebabkan kematian dibandingkan infeksi nosokomial lainnya. Tetapi kadang - kadang dapat menyebabkan bakterimia dan kematian. Infeksi biasanya

  5

  ditentukan oleh kriteria secara mikrobiologi. Positif apabila kultururin ≥ 10 mikroorganisme / ml, dengan maksimum dari dua isolat spesies bakteri. Bakteri dapat berasal dari flora normal saluran cerna , misalnya E. coli ataupun didapat dari rumah sakit, misalnya Klebsiella multiresisten.

  b. Infeksi luka operasi / infeksi daerah operasi ( ILO / IDO ) Infeksi nosokomial yang sering terjadi, insiden bervariasi, dari 0,5 sampai 15

  %, tergantung tipe operasi dan penyakit yang mendasarinya. Hal ini merupakan masalah yang signifikan, karena memberikan dampak pada biaya rumah sakit yang semakin besar, dan bertambah lamanya masa inap setelah operasi. Kriteria dari infeksi luka infeksi ini yaitu ditemukan discharge purulen disekitar luka atau insisi dari drain atau sellulitis yang meluas dari luka. Infeksi biasanya didapat ketika operasi baik secara exogen ( dari udara, dari alat kesehatan, dokter bedah dan petugas petugas lainnya ), maupun endogen dari mikroorganisme pada kulit yang diinsisi. Infeksi mikroorganisme bervariasi, tergantung tipe dan lokasi dari operasi dan antimikroba yang diterima pasien.

  3. Bakteri penyebab infeksi nosokomial didapatkan dengan beberapa cara

  Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi oleh karena adanya perpindahan dari habitat alami ke luar, misalnya pindah kesaluran kemih, atau adanya kerusakan jaringan (luka), atau tidak adekuat pemberian antibiotik sehingga diikuti adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (C. difficile, Yeast spp).

  Bakteri dapat berpindah diantara pasien :

  a. Flora tetap atau sementara pada pasien ( endogen ) Bakteri yang merupakan flora normal dapat menyebabkan infeksi oleh karena adanya perpindahan dari habitat alami ke luar, misalnya pindah kesaluran kemih,

  6 atau adanya kerusakan jaringan (luka), atau tidak adekuat pemberian antibiotik sehingga diikuti adanya pertumbuhan kuman yang berlebihan (C. difficile, Yeast

  spp ).

  b. Flora dari pasien atau petugas rumah sakit ( exogen )

  1. Melalui kontak langsung diantara pasien ( tangan, air ludah atau cairan tubuh lainnya

  2. Flora yang berasal dari lingkungan kesehatan. Beberapa tipe organisme dapat bertahan dengan baik pada lingkungan rumah sakit, misalnya didalam air, area yang lembab, dan kadang

  • – kadang pada produk yang steril atau desinfektan, misalnya Pseudomonas, Acinobacter, mycobacterium.

  Faktor faktor yang mempengaruhi berkembangnya infeksi nosokomial :

  a. Antimikroba Sebelum diperkenalkan pelatihan dasar mengenai kebersihan dan pemberian antimikroba, hampir semua infeksi dirumah sakit berasal dari sumber luar yang patogen (misalnya penyakit yang ditularkan melalui makanan atau udara, gangren, tetanus atau yang lainnya), atau disebabkan oleh mikroorganisme yang bukan flora normal dari pasien (misalnya tuberculosis). Perkembangan terapi antibiotik sebagai terapi infeksi bakteri digunakan untuk menurunkan angka kematian dari berbagai penyakit infeksi. Hampir semua infeksi yang didapatkan dirumah sakit disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya sering terdapat pada populasi umum, misalnya pada pasien

  • – pasien dirumah sakit (misalnya S. aureus, Staphylococcus Coagulase Negative , Enterococci, Enterobacteriaceae).

  b. Kerentanan pasien Faktor

  • – faktor yang berpengaruh pada keadaan ini adalah umur, status imun, penyakit yang mendasarinya, serta intervensi dari terapi. Pasien yang mengalami penyait kronik seperti tumor ganas, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, atau AIDS, mempunyai kerentanan yang meningkat terhadap infeksi opurtunistik.

  4. Pengelolaan lingkungan dan ruangan rumah sakit dalam upaya pencegahan

  infeksi nosokomial

  Untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial perlu dilakukan langkah-langkah menghilangkan kuman penyebab infeksi dari sumber infeksi, mencegah kuman

  7 tersebut mencapai penderita dan cara menjauhkan penderita/manusia yang rentan dengan cara isolasi sumber kuman patogen. Faktor lingkungan rumah sakit yang perlu diperhatikan dalam rangka menurunkan angka infeksi nosokomial adalah: a. Lingkungan berdasarkan tempatnya meliputi antara lain : disain ruang penderita yang memenuhi standar dan persyaratan, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, desinfeksi dan sterilisasi. Pembuangan limbah cair dan padat, sanitasi dapur, sanitasi binatu/laundry, pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu, arus lalu lintas orang.

  b. Lingkungan berdasarkan media kualitas air dan udara serta bunga dan tanaman (Depkes RI, 2002). Lingkungan rumah sakit berdasarkan tempatnya ada beberapa tata ruang, ruang rawatan, ruang tindakan medis, rawat jalan, rawat inap, rumah tangga dan ruang administrasi sebaliknya saling terpisah. Peletakan masing-masing ruangan harus disesuaikan dengan lalu lintas penderita, pengunjung, dan para petugas rumah sakit. Pengaturan ruangan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Cara penularan isolasi, ruang dengan bangunan lain. Tersedianya tempat sampah yang sesuai dengan jenis sampahnya. Prioritas penempatan ruangan adalah pada ruang operasi dan ruang isolasi penyakit menular. Bila ventilasi yang baik sukar diperoleh dengan peralatan modern maka ruang operasi diletakkan sejauh mungkin pada tempat yang kemungkinan udara tercemar, sedangkan ruang isolasi diletakkan sedemikian agar tidak mencemari udara sekitarnya. Bebas dari gangguan serangga, binatang pengganggu dan binatang pengerat. Pemeliharaan ruang dan bangunan yang memenuhi syarat sebagai berikut (Depkes, 2006 ).

  a. Kegiatan pembersihan ruangan kegiatan pembersihan ruangan minimal dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore).

  b. Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien (verbeden) setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bila dibutuhkan.

  c. Cara-cara pembersihan ruang yang dapat menebarkan debu harus dihindari.

  8

  9

  d. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat.

  e. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri.

  f. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.

  g. Setiap percikan ludah, darah, eksudat luka pada dinding/lantai harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

  Hubungan antara ruang dan bangunan di ruang perawatan Ruman Sakit harus memenuhi kriteria, ruang bedah untuk penderita penyakit menular harus dipisahkan dengan ruang bedah pusat dan ruang bedah penyakit menular terletak pada lokasi yang berdekatan dengan bagian rawat tinggal penderita penyakit menular (Depkes, 2002).

  Disain ruangan ICU yang direkomendasi oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2004 untuk mengendalikan infeksi adalah sebagai berikut : a. Luas setiap kamar 20 m³ sedangkan untuk ruangan isolasi luas satu kamar ± 22m³.

  b. Untuk setiap tempat tidur harus tersedia 1-2 ruang isolasi

  d. Untuk setiap tempat tidur, tersedia fasilitas desinfektan tangan

  e. Lantai dan dinding harus dapat dicuci/dibersihkan

  f. Furniture (meja) yang digunakan harus minimal

  g. Peralatan monitoring harus tidak bersentuhan dengan lantai, mudah dipindahkan dan dibersihkan

C. Bakteri

  Penyebab infeksi nosokomial itu dari bakteri. Bakteri tersebut berkembang biak dengan membelah diri, dan karena begitu kecil maka hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bakteri mempunyai beberapa fungsi hidup (Waluyo,2004). Bakteri biasanya hidup di tanah permukaan, perairan maupun yang lain serta ada bakteri yang dapat hidup di radioaktif.

  Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya.Dinding sel Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran sel, sementara dinding sel Gram negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam, membran luar serta lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Bakteri merupakan organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki nukleus. Ribosom bakteri berbeda dengan ribosom eukariot, menjadikannya target untuk terapi antibakteri. Bakteri juga mengandung DNA tambahan dalam bentuk plasmid (Gillespie, 2008)

  1. Ukuran Bakteri Ukuran tubuh bakteri yang sangat kecil, umumnya dalam bentuk kecil hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x atau lebih. Bakteri memiliki ciri-ciri :

  a. Selnya merupakan prokariot

  b. Sel tunggal, termasuk mikroorganisme mikroskopik (kecuali ada bakteri yang dapat dilihat dengan mata telanjang yaitu Epulopiscium fishelsoni suatu bakteri b erbentuk batang dengan berdiameter 80 μm dan panjang 200-600 μm c. Secara umum berbentuk lebih kecil

  d. Bentuk yang sangat kompleks (Subandi, 2012)

  Bakteri yang berumur 2- 6 jam umumnya lebih besar dari bakteri yang berumur lebih dari 24 jam (Waluyo, 2004) Menurut Gillespie (2008) bakteri diklasifikasikan berdasarkan bentuknya: kokus berbentuk sferis, basilus berbentuk panjang dan tipis, dan kokobasilus diantara bentuk keduanya; dan ada juga basilus berbentuk melengkung dan spiral dengan panjang lengkungan yang berbeda. Sedangkan menurut Dwidjoseputro (1998) bentuk-bentuk bakteri, yaitu golongan basil (batang atau silinder) , golongan kokus (bulat), dan golongan spiril (batang melengkung atau melingkar-lingkar).

  Bentuk kokus umumnya merupakan bakteri sperik (lensa) atau oval yang memiliki beberapa rangkaian yang didasarkan pada belahannya hasil pembelahan sel. Pembelahan dalam satu belahan yang menghasilkan susunan diplococcus bila kokus tetap berpasangan. Kokus yang membelah namun tetap melekat dan membentuk struktur disebut streptococcus. Kokus yang membelah yang menghasilkan dua belahan namun tetap melekat 4 kelompok disebut tetrad. Kokus yang membelah dalam 3 bidang dengan 8 kelompok kokus dinamakan sarcina, sedangkan kokus yang membelah secara acak dan membentuk kumpulan menyerupai buah anggur dinamakan staphylococcus (Subandi, 2010)

  10 Basil merupalan balteri berbentuk batang. Sebagian besar basilli tampak sebagai batang tunggal. Diplobasilli muncul dari pasangan basilli setelah pembelahan dan

  streptobasilli muncul dalam bentuk rantai. Beberapa basilli tampak menyerupai

  coccus, disebut coccabasilli (Pratiwi, 2008; Subandi, 2010) Bentuk spiral bakteri memiliki satu atau lebih lekukan dan tidak dalam bentuk lurus. Bakteri berbentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis. Bakteri yang berbentuk btang melengkung menyerupai koma disebut vibrio. Bakteri yang berpilin kaku disebut spirilia, sedangkan bakteri yang berpilin fleksibel disebut spirochaeta (Pratiwi, 2008)

  D. Isolasi Bakteri Isolasi mikroba merupakan memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkannya dalam mediapadat sel-sel mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Jika sel-sel tersebut tertangkap oleh media padat pada beberapa tempat yang terpisah, maka setiap sel atau kumpulan sel yang hidup akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah, sehingga akan memudahkan pemisahan selanjutnya (Sutedjo, 1996). Isolasi dapat dilakukan dengan metode direct planting yaitu dengan meletakkan sampel pada permukaan medium,dan metode dilution planting yaitu pengambilan sampel yang disuspensikan dengan air steril. Konsentrasi pada suspensi dapat ditambah hingga konsentrasi yang diperlukan (Carg, 2005; Barrow dan Feltham, 1993)

  E. Identifikasi Bakteri Pada identifikasu bakteri uji biokimia yang bisa dilakukan yaitu pengujian katalase (untuk mengetahui bakteri yang dapat menghasilkan enzim katalase), pengujian oksidase fermentatif (untuk mengetahui adanya enzim oksidase pada bakteri), pengujian H

2 S (untuk mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan enzim

  gelatinase), pengujian indol dari tryptophan), pengujian Methyl Red (untuk mengetahui kemampuan bakteri memfermentasikan glukosa untuk menghasilkan asam), pengujian Vogest Proskauer (untuk menentukan bakteri yang mampu menghasilkan acetymethyl carbinol dari fermentasi glukosa) (Irianto, 2006)

  11 F. Pewarnaan Bakteri Bakteri itu bersifat tidak berwarna atau transparan bukan saja karena ukurannya sangat kecil juga karena warna selnya transparan sehingga apabila berada pada medium berair sangat sulit dilihat, apalagi dalam kondisi hidup. Untuk mengamati bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada kondisi aslinya, maka dilakukan upaya untuk mewarnai atau memasukkan zat warna yang dapat mengotori (staining) atau mengubah penampakan dari keadaan transparan menjadi berwarna kontras.

  Pewarnaan mikrooragnisme pada dasarnya adalah prosedur mewarnai mikroorganisme menggunakan yang ingin diamati. Sebelum mikroorganisme dapat diwarnai, mikroorganisme tersebut harus terlebih dahulu difiksasi agar terikat pada kaca objek. Tanpa adanya fiksasi, maka pemberian zat warna pada mikroorganisme yang dilanjutkan mikroorganisme ikut bercuci (Brown, 2005;Subandi, 2010) Pewarnaan merupakan garam-garam yang tersusun atas ion positif dan ion negatif, yang salah satunya berwarna dan disebut kromofor. Bila kromofor berada pada ion positif, disebut sebagai pewarna basa dan bila kromofor berada pada ion negatif disebut sebagai pewarna asam. Bakteri akan bermuatan negatif pada pH 7, sehingga pewarnaan basa akan terikat pada muatan negatif sel bakteri. Yang termasuk pewarna basa ialah kristal ungu, metilen biru, malasit hijau dan safranin. Pewarna asam seperti eosin dan fuchsin acid, tidak terikat sel bakteri karena muatan keduanya saling bertolak belakang, sehingga pewarna asam ini hanya mewarnai bagian latar belakang spesimen. Prosedur pewarnaan dimana sel bakteri yang tidak berwarna diamati dengan latar belakang pewarna negatif disebut pewarnaan negatif. Pewarnaan negatif ini umumnya digunakan untuk megamati kapsul bakteri. Kapsul bakteri tidak menyerap zat warna sehingga dalam pewarnaan negatif akan terlihat sebagai daerah jernih disekeliling sel bakteri dengan latar belakang gelap (Gillespie, 2008) Ada tiga prosedur pewarnaan yaitu pewarnaan sederhana, pewarnaan diferensial, dan pewarnaan khusus. Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam pewarna dan bertujuan mewarnai seluruh sel mikroorganisme sehingga bentuk seluler dan struktur dasarnya dapat terlihat. Biasanya suatu bahan kimia ditambahkan ke dlama larutan pewarna untuk mengintensifkan warna dengan cara meningkatkan afinitas pewarna pada spesies biologi. Bahan kimia ini disebut mordant (Pratiwi, 2008;Subandi, 2010)

  12 Pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari satu pewarna dan memiliki reaksi yang berbeda untuk setiap bakteri, sehingga digunakan untuk membedakan bakteri. Pewarna diferensial yang sering digunakan ialah pewarna gram. Pewarna gram ini mampu membedakan dua kelompok besar bakteri, Gram positif dan Gram negatif. Pada pewarnaan gram ini, bakteri yang telah difiksasi dengan panas sehingga membentuk noda pada kaca objek diwarnai dengan pewarna basa yaitu kristal ungu. Karena warna ungu memenuhi semua sel, maka pewarna ini disebut pewarnaan primer. Selanjutnya pewarna dicuci dan pada noda spesimen ditetesi iodine yang merupakan mordant (penajam). Setelah iodin dicuci, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif tampak berwarna ungu, Kemudian noda spesimen dicuci dengan alkohol yang merupakan warna ungu dari sel. Setelah alkohol dicuci, noda spesimen diwarnai kembali dengan safranin yang merupakan pewarna basa berwarna merah. Bakteri yang tetap berwarna ungu digolongkan ke dalam Gram negatif. Perbedaan warna antara bakteri Gram positif dan Gram negatif disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan, sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak bakteri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif alkohol akan merusak lapisan lipoposakarida. Kompleks kristal ungu-iodin pada bakteri Gram negatif dapat tercuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan yang akan berwarna merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008) Pewarnaan khusus digunakan unutk mewarnai dan mengisolasi bagian spesifik dari mikroorganisme contohnya endospora, kapsul, dan flagella. Endospora bakteri tidak dapat diwarnai dengan metode pewarnaan sederhana seperti pada pewarnaan gram. Hal ini disebabkan karena endospora memiliki selubung yang kompak sehingga zat warna sulit mempenetrasikan dinding endospora dan diperlukan pemanasan dan morbant untuk mengikat zat warna (Pratiwi, 2008).Pewarnaan Gram bertujuan untuk melihat bakteri Gram positif maupu negatif serta bentuknya. Pewarnaan Gram merupaka suatu metode empiris untuk membedakan spesies bakteri menjadi dan kelompok besar, yakni gram postif dan gram negatif berdasarkan sifat kimia dan fisik dinding selnya

  13 Dalam pewarnaan gram diperlukan empat reagen , yaitu :

  1. Zat warna utama (Kristal violet)

  2. Mordan (larutan iodine) yaitu senyawa yang digunakan untuk mengintensifkan warna utama

  3. Pencuci / peluntur zat warna (alkohol / aseton) yaitu solven organik yang digunakan untuk melunturkan zat warna utama

  4. Zat warna kedua / cat penutup (safranin) dugunakan untuk mewarnai kembali sel-sel yang telah kehilanga cat utaa setelah perlakuan dengan alkohol.

  1) Bakteri Gram Positif Merupakan bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metal ungu pada metode pewarnaan Gram. Sedangkan bakteri Gram negatif akan mempertahankan warna merah muda 2) Bakteri Gram Negatif

  Merupakan bakteri yang mempertahankan zat warna metal ugu pada saat proses pewarnaan Gram. Bakteri jenis ini akan berwarna merah di bawah gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram negatif tidak. Perbedaan klasifikasi antara kedua jenis baketri ini terutama didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel bakteri (Aditya, 2010) Bakteri gram negatif memiliki 3 lapisan dinding sel. Lapisan terluar yaitu lipopolisakarida (lipid) kemungkinan tercuci oleh alkohol, sehingga pada saat diwarnai dengan safranin akan berwarna merah..Bakteri gram positif memiliki lapisan dinding sel beruoa paptidoglikan yang tebal. Setlah pewarnaan dengan kristal violet, pori-pori dinding sel menyempit akibat dekolorisasi oleh alkohol sehingga dinding sel tetap menahan warna biru atau ungu (Fitria, 2008)

  Sel bakteri gram postif mungkin akan tampak merah jika dekolorisasi terlalu lama. Sedangkan bakteri gram negatif akan tampak ungu bila waktu dekolorisasi terlalu pendek. (Fitria, 2008) Pewarnaan gram ini dilakukan dengan car membersihkan kaca objek terlebih dahulu dengan menggunakan alkohol sehingga terbebas dari lemak, difiksasi di atas lampu spiritus sampai kering. Kemudian isolat bakteri yang siap diuji medium stok atau medium TSA diambil

  14

  15