BAB II TINJAUAN PUSTAKA - BAB II ARI ISTIYANTO FARMASI'18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Menurut database The Drug Abuse and Warning Network (DAWN),

  selama 6 tahun pengamatan yaitu pada tahun 1999 hingga tahun 2004 menunjukkan peningkatan penyalahgunaan dextromethorphan sebanyak 10 kali lipat disemua kelompok usia, dan peningkatan 15 kali lipat pada usia remaja. Kelompok umur 12 sampai 20 adalah paling serirng terbukti menyalahgunakan dextromethorphan (Banken, 2008).

  Pada tahun 2006, sekitar 4-6% remaja di Amerika Serikat tercatat melakukan penyalahgunaan Dextromethotphan HBr, dengan metode (Miller 2011). Masalah akibat penyalahgunaan dextromethorphan ini mungkin hampir sepenuhnya terbenam dibalik masalah sosial, fisik dan fisiologis. Efek overdosis dextromethorphan pada tubuh yaitu bisa berupa berbicara kacau, gangguan berjalan, gampang tersinggung, berkeringat, mata celong menghitam, dan bola mata berputar-putar (Ardiyanto, 2014).

  Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun (papalia & Olds, 2008). Perilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lain (Notoatmodjo, 2007). Perilaku tindakan kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun Psikologis (Yosep, Iyus. 2007).

  Di Jawa Timur pada tahun 2004 kasus penyalahgunaan obat jenis

  

dextromethorphan yang berhasil didata dan ditangani oleh POLDA sebanyak

  94 kasus. Dari efek yang ditimbulkan obat Dextromethorphan jika mengkonsumsi dengan jumlah berlebihan akan mengalami efek halusinogen

  

dissociative , yaitu dibloknya fungus kesadaran di dalam otak saraf sehingga

  membuat si pemakainya berhalusinasi, serta pada saat remaja mengalami efek halusinogen remaja tidak dapat mengontrol emosinya sehingga memicu remaja itu berperilaku menyimpang seperti melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain atau menyebabkan masalah sosial lainnya, misalkan menyatakan secara asertif seperti mengutuk dengan kata-kata yang kasar, mengancam, berteriak menghina, sampai dengan kontak fisik secara langsung seperti menyerang, memukul, menendang, mendorong serta menjambak hingga melukai organ tubuh orang lain maupun diri sendiri (Rusmawati, A dan Setiawan F,B, 2017).

  Hasil survey menunjukkan bahwa penyalahgunaan Dextromethorphan HBr atau pil dextromethorphan, dilakukan oleh anak dengan usia sepuluh sampai empat belas tahun sebanyak 184 orang, usia tujuh sampai sembilan tahun sebanyak 7 orang dan usia lima belas sampai delapan belas tahun sebanyak 695 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan dan sikap menjadi dasar perilaku pengguna (Firmasrudin dkk, 2014).

  Sebuah studi oleh Akerman (2010) juga mengindikasikan peningkatan penyalahgunaan dextromethorphan diantara remaja berdasarkan data dari ruang gawat darurat dalam dekade terakhir. Tingginya tingkat penyalahgunaan dalam obat batuk ini yang mengandung dextromethorphan dikalangan remaja, kebanyakan dilakukan oleh kelompok remaja usia 15-18 tahun. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya tumpukan kemasan obat batuk bekas pakai di daerah pantai panjang dan Bendungan Babatan Hulu Seginim pada akhir pekan (Tuti 2010, Bimo 2003).

  Fenomena penyalahgunaan dextromethorphan terjadi tanpa kontrol dan pengawasan apapun dapat dibuktikan dengan tumpukan kuman yang digunakan ditemukan pada akhir pekan bersama tiga kali pengamatan di daerah pantai panjang (Roringpandey et al,2013).

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, cenderung tingkat remaja yang dapat melakukan penyalahgunaan obat tersebut terkait dengan penelitian ini, sehingga penelitian ini perlu dilakukan pada saat ini untuk melihat bagaimana remaja saat ini dengan yang terdahulu.

  1. Persamaan

  a. Dari beberapa penelitian diatas seperti (banken,2008), (Miller, 2011), (Ardiyanto, 2014), (Rusmawati dkk, 2017), Firmasrudin dkk, 2014), dan (Roringpandey dkk, 2013)memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan dengan melihat bagaimana pengetahuan remaja terkait dengan obat batuk Dextromethorphan HBr.

  b. Penelitian terdahulu seperti (banken,2008), (Miller, 2011), (Ardiyanto, 2014), (Rusmawati dkk, 2017), Firmasrudin dkk, 2014), dan (Roringpandey dkk, 2013) dan penelitian ini merupakan penelitian observasi non eksperimental dalam artian dapat mengamati gejala apa yang terjadi pada remaja dengan melakukan observasi.

  c. Penelitian yang dilakukan Roringpandey untuk mendeskripsikan profil penyalahgunaan Dextromethorphan HBr terhadap remaja umur belasan tahun yang dapat menimbulkan dampak negatif pada masyarakat.

  2. Perbedaan

  a. Pada penelitian yang dilakukan terdahulu yang dilakukan Dedi Afandi dkk dan penelitian ini ini menggunakan responden siswa sekolah yaitu siswa-siswi sekolah menengah atas atau sederajat, namun yang saya gunakan disini respondennya yaitu remaja dikalangan komunitas motor.

  b. Penelitian yang dilakukan Roringpandey menggunakan metode

  interview (wawancara) sedangkan penelitian yang saya lakukan menggunakan kuesioner. Dilakukan di Kabupaten Minahasa.

B. Landasan Teori 1. Dextromethorphan HBr

Gambar 2.1 struktur dextromethorphan HBr

  Dextromethorphan HBr memiliki nama lain 3-metoksi-17-methyl- hidrobromida monohidrat [6700-34-1].

  9α,13α, 14α-morfinan

  Dextromethorphan HBr memiliki rumus C

  13 H

  25 NO HBr H

  2 O dengan berat

  molekul 370,33 gram/mol (Depkes RI, 1995). Pemerian hablur zat aktif dalam bentuk serbuk hablur berwarna putih, yang berkhasiat sebagai anti tusif atau penekan batuk.

  Dosis penggunaan dextromethorphan HBr pada bayi umumnya 2,3-5mg setiap 8 jam, dosis pada anak-anak 5-10mg setiap 8 jam, dan pada dewasa dengan dosis 10-20mg setoap 8 jam. Oleh karena itu remaja menggunakan diatas dosis tersebut dapat mengakibatkan efek seperti halusinasi, bicara kacau, ataupun sebagainya. Zat aktif ini selain banyak digunakan pada obat batuk tunggal juga digunakan pada obat flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti fenilefrin, paracetamol, dan klorfeniramin maleat. Obat yang mengandung dextromethorphan HBr tersedia dipasar dalam berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan lozenges (Info BPOM, 2012).

  Dextromethorphan HBr adalah salah satu obat batuk antitusif yang

  telah banyak digunakan sejak tahun 1958 untuk menggantikan penggunaan kodein fosfat dan banyak dijumpai pada sediaan obat batuk dan flu, nama dagang Dextromethorpphan HBr di Indonesia adalah saat ini ada berbagai macam, misalnya Anakonidin, Decolsin, Mixadin, Siladex, Hufagrip dan lainnya, serta telah tercatat dalam Informasi Spesialite Obat (ISO)

  Indonesia volume 42 tahun 2007 ada 77 merk obat yang mengandung Dextromethorphan HBr (Nina, 2010).

  Dextromethorphan HBr adalah dekstroisomer dari kodein analog

  metorfan.Dextromethorphan HBr tidak bekerja pada reseptor opioid tipe mu dan delta seperti jenis loveisomer, tetapi bekerja pada reseptor tipe sigma.Dextromethorphan HBr memiliki efek halusinogen. Zat yang memiliki peran dalam mengakibatkan efek halusinogen ini adala metabolit aktif dari Dextromethorphan HBr yaitu dekstrorfan (3-hydroxy-170-

  ). Dekstrorfan dapat terikat dengan afinitas lemah dengan

  methylmorphinan

  reseptor opioid tipe sigma dan terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-methyl-D-apartase). Sehingga dapat menimbulkan efek seperti halusinasi, bicara kacau, serta gangguan pada mental dan fisik (Peter dkk, 2007).

  Pada penelitian kali ini resiko yang akan dialami apabila remaja menggunakan obat batuk Dextromethorphan HBr secara berlebihan maka dapat mengakibatkan kematian yang tidak diduga pada saat mengkonsumsi obat tersebut. Dan juga dapat mengakibatkan efek halusinasi yang sangat parah apabila pemakai mengkonsumsi terlalu berlebihan.

2. Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2012), hal ini tercakup dalam 6 tingkatan, antara lain:

  a. Tahu Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya dengan spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau ragsangan yang telah diterima. Pengukuran bahwa orang yang bersangkutan tahu yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, dan mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

  b. Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar. Pengukuran bahwa orang yang bersangkutan telah paham yaitu: dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya.

  c. Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

  d. Analisis Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisassi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

  e. Sintesis Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Pengukuran kemampuan mensintesis yaitu dapat dilihat dari cara: penyusunan, merencanakan, meringkas, meyesuaikan, dan sebagainya.

  f. Evaluasi Evaluasi diartikan sebagai dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran kemampuan mengevaluasi dapat digunakan kriteria yang sesuai dengan sebab dan akibat.

3. Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka (Notoatmodjo, 2003). Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diatur melalui pengalaman, menghasilkan respon spesifik terhadap orang lain. Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang (Ivancevich dkk, 2006).

  4. Perilaku Perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku seseorang dapat berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan didalam diri seseorang (Notoatmodjo, 2003). Setiap perilaku manusia pada kenyataannya memiliki motif tertentu, termasuk perilaku secara refleks dan yang berlangsung secara otomatis (Sunaryo, 2004).

  Untuk memudahkan dalam hal pengawasan, penggunaan dan pemantauan obat dan bagi pengguna agar lebih bijak dalam hal penggunaan obat-obatan tersebut, digolongkan sebagai berikut : a. Penggolongan Obat Berdasarkan Keamanan (Permenkes No.

  725a/1989) Obat Bebas

Gambar 2.1. Obat Bebas Obat golongan ini termasuk obat yang paling relatif aman, dapat diperoleh tanpa resep dokter, selain di apotek juga dapat diperoleh di warung-warung. Obat Bebas dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran berwarna hijau. Contohnya adalah Parasetamol, Vitamin-C, Asetosal (aspirin), Antasida Daftar Obat Esensial (DOEN), dan Obat Batuk Hitam (OBH).

  b. Obat Bebas Terbatas

Gambar 2.2 Obat Bebas Terbatas

  Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada. Penandaan obat golongan ini adalah adanya lingkaran berwarna biru dan 6 peringatan khusus. Sebagaimana Obat Bebas, obat ini juga dapat diperoleh tanpa resep dokter di apotek, toko obat atau di warung-warung. Contohnya obat flu kombinasi (tablet), Klotrimaleat (CTM), dan Mebendazol.

  Ada beberapa peringatan yang ada pada golongan obat bebas terbatas yang mendapat perhatian, antara lain yaitu:

  

Gambar 2.3Tanda Peringatan pada Obat Bebas Terbatas c. Obat Keras

Gambar 2.4 Gambar Obat Keras

  Golongan ini pada masa penjajahan Belanda disebut golongan G (gevaarlijk) yang artinya berbahaya. Disebut obat keras karena jika pemakai tidak memperhatikan dosis, aturan pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek berbahaya. Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya ditandai dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah Amoksilin, Asam Mefenamat, semua obat dalam bentuk injeksi, dan semua obat baru.

  d. Psikotropika

Gambar 2.5 Gambar Psikotropika

  Psikotropika atau dulu lebih dikenal dengan nama obat keras tertentu,sebenarnya termasuk golongan obat keras, tetapi bedanya dapat mempengaruhi aktivitas psikis. Psikotropika dibagi menjadi : 1) Golongan I, sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan. Contohnya : Metilen Dioksi Metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine (LSD), dan Metamfetamin. 2) Golongan II, III, dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah didaftarkan. Namun, kenyataannya saat ini hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan digunakan, seperti Diazepam, Fenobarbital, Lorasepam, dan Klordiazepoksid. e. Narkotika

Gambar 2.6 Gambar Narkotika

  Narkotika merupakan kelompok obat yang paling berbahaya karena dapat menimbulkan adiksi (ketergantungan) dan toleransi. Obat ini hanya dapat di peroleh dengan resep dokter. Karena berbahaya, dalam peredaran, produksi, dan pemakaiannya narkotika diawasi secara ketat.

  Berdasarkan Cara Atau Jalur Pemakaian.

  a) Obat Luar Obat Luar ialah obat yang pemakaiannya tidak melalui saluran pencernaan (mulut). Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion, tetes hidung, tetes telinga, dan krim. Obat golongan ini jika diserahkan oleh apotek kepada pasien selalu diberikan dengan etiket berwarna biru.

  b) Obat Dalam Obat Dalam ialah semua obat yang penggunaannya melalui mulut, masuk pada saluran pencernaan, bermuara pada lambung, dan usus halus. Contohnya obat-obat yang berbentuk tablet, kapsul, dan sirup. Jika diserahkan oleh apotek kepada pasien selalu diberikan dengan etiket berwarna putih.

C. Kerangka Konsep

  

Kenakalan remaja

Komunitas motor

Mengukur tingkat pengetahuan terhadap

Melihat sikap; dan perilaku terhadap

  

Dextromethorphan

Analisis dengan menggunakan

SPSS 17

Gambar 2.7 Kerangka Konsep D. Hipotesis

  Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja dikomunitas motor terhadap dextromethorphan di daerah Banyumas masih kurang.