BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengkajian - ADITIYA ANGGA MAULANA BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengkajian

  1. Pengertian Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK (toileting) (Fitria, 2012). Pasien gangguan jiwa akan mengalami kurangnya perawatan diri yang terjadi akaibat perubahan proses pikir sehingga aktivitas perawatan diri menurun.Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya(Afnuhazi, 2015).

  2. Etiologi

  a. Faktor Predisposisi 1) Perkembangan

  Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

  2) Biologis Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

  3) Kemampuan realitas turun Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidak pedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri. 4) Sosial

  Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungan.Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

  b. Faktor presipitasi Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

  3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri.

  Menurut NANDA (2012) dalam Mukhripah Damaiyanti (2014), perawatan diri terdiri dari: a. Defisit perawatan diri: mandi

  Hamabatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi/ beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri. b. Defisit perawatan diri: berpakaian Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri sendiri.

  c. Defisit perawatan diri: makan Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas seharian.

  d. Defisit perawatan diri: eliminasi Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas eliminasi sendiri.

  4. Tanda dan Gejala Menurut Fitria (2012) tanda dan gejala yang tampak pada klien yang mengalami defisit perawatan diri adalah sebagai berikut: a. Mandi/hygiene

  Klien mengalami ketidak mampuan dalam membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, meringankan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.

  b. Berpakaian/berhias Klien mempunyai kelemahan dalam melakukan atau mengambil potongan pakaian, menaggalkan pakaian, serta memperoleh atau menukar pakaian. Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, mengambil pakaian, dan mengenakan sepatu.

  c. Makan Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan, mempersiapkan makanan, menagani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, mengambil makanan dari wadah lalu memasukannya ke mukut, melengkapi makanan mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan dengan aman.

  d. BAB/BAK(toiletting) Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan jamban atau kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toletting, membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram tiolet kamar kecil.

  Keterbatasan diri diatas biasanya diakibatkan karena stresor yang cukup berat dan sulit ditangani oleh klien (klien bisa mengalami harga diri rendah), sehingga dirinya tidak mau mengurus atau merawat dirinya sendiri baik dalam hal mandi, berpakaian, berhias, makan, maupaun BAB/BAK. Bila tidak dilakukan intervensi oleh perawat, maka kemungkinan bisa mengalami masalah resiko tinggi isolasi sosial.

  5. Dampak Masalah Defisit Perawatan Diri

  a. Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderta seseorang karena tidak terpeliharannya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang terjadi adalah: gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik.

  b. Dampak Psikososial Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri dan gangguan interaksi sosial.

  6. Penatalaksanaan Defisit Perawatan Diri Klien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan medis, karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapi kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

  7. Pohon Masalah

  Effect risiko tinggi isolasi sosial Defisit Perawatan Diri

  Core problem Causa Harga Diri Rendah

  8. Data yang perlu Dikaji

  a. Data primer (Subjektif) 1) Klien mengatakan dirinya malas mandi karena airnya dingin, atau di RS tidak tersedia alat mandi.

  2) Klien mengatakan dirinya malas berdandan. 3) Klien mengatakan ingin disuapin makanan. 4) Klien mengatakan jarang membersihkan alat kelaminnya setelah BAK/BAB.

  b. Data Sekunder (Objektif) 1) Ketidakmampuan mandi/membersihkan diri ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan berbau,serta kuku panajng dan kotor. 2) Ketidakmampuan berpakaian/berhias ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai tidak bercukur (laki-laki), atau tidak berdandan (perempuan)

  3) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makanan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya. 4) Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri ditandai dengan

  BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK.

  9. Masalah keperawatan yang mungkin muncul a. Defisit perawatan diri.

  b. Harga diri rendah.

  c. Resiko tinggi isolasi sosial.

B. Diagnosa keperawatan

  Defisit Perawatan Diri C.

   Rencana Tindakan Keperawatan

  1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP 1)

  a. Mengkaji kemampuan klien melakukan perawatan diri meliputi mandi/kebersihan diri, berpakaian/ berhias, makan, serta BAB/BAK secara mandiri b. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

  2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

  b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/kebersihan diri secara mandiri.

  c. Menganjurkan klien memasuakan dalam jadwal kegiatan harian.

  3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP 3) a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien.

  b. Memberikan latihan cara berpakian/berhias secara mandiri.

  c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

  4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP 4)

  a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien b. Memberikan latihan cara makan sendiri.

  c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

  5. Strategi Pelaksanaan 5 (SP 5)

  a. Mengevaluasi jadwal harian kegiatan klien

  b. Memberikan latihan cara BAB/BAK secara mandiri c. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

  Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi/membersihkan diri, berpakaian, berhias, makan, dan BAB/BAK.

  Tindakan keperawatan untuk klien.

  a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri yang meliputi mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias makan, BAB/BAK secara mandiri.

  b. Memberikan latihan cara melakukan mandi/membersihkan diri, berpakaian/berhias, makan, dan BAB/BAK secara mandiri c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masih kurang perawatan diri.

D. Pelaksanaan

  Tabel 2.1 Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

  No. Klien Keluarga SP1 SP1 1.

  2.

  3.

  4. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.

  Membantu klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

  Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialami klien beserta proses terjadinya.

  Menjelaskan cara-cara merawat klien defisit perawatan diri. SP2 SP2 1.

  2. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

  Menjelaskan cara makan yang baik.

  Membantu klien mempraktikan Melatih keluarga mempraktikan cara merawat merawat klien dengan defisit perawatan diri.

  Melatih keluarga mempraktikan cara merawat langsung kepada klien defisit

  3. cara makan yang baik. perawatan diri.

  Menganjurkan klien memasukan 4. dalam jadwal kegiatan harian.

  SP3 SP3

  1. Mengevaluasi jadwal kegiatan Membantu keluarga membuat jadwal harian klien. aktivitas di rumah termasuk jadwal minum obat (discharge planning).

  2. Menjelaskan cara eliminasi yang Menjelaskan follow up pasien setelah baik. pulang.

  3. Membantu klien mempraktikan cara eliminasi yang baik.

  4. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan klien.

  SP4

  1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.

  2. Menjelaskan cara berdandan.

  3. Membantu klien mempraktikan cara berdandan.

  4. Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

E. Evaluasi 1. Klien mampu melakukan mandi/membersihkan diri.

  2. Klien mampu makan dengan benar dan secara mandiri.

  3. Klien mampu berpakaian/berhias dengan baik dan benar secara mandiri.

  4. Klien mampu memasukan jadwal kegiatan harian secara teratur.

F. Komunikasi terapeutik

  1. Pengertian Komunikasi terapuetik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, mempunyai tujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan interpersonal (antarpribadi) yang profesional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien.Kegunaan komunikasi terapuetik adalah mendorong dan menganjurkan kerjasama melalui hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien. Kualitas hubungan ini akan memberikan dampak terapeutik yang mempercepat proses kesembuhan pasien. Komunikasi interpersonal terapetutik memiliki untuk menciptakan interaksi efektif, bermakna, dan memuaskan (Kusumawati dan Hartono, 2007).

  1. Jenis komunikasi terapeutik

  a. Komunikasi verbal Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

  b. Komunikasi Tertulis Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan disurat kabar dan lain- lain.

  c. Komunikasi Non Verbal Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata. Komunikasi non verbal merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non verbal yang disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

  2. Proses Komunikasi

  a. Sumber komunikasi Yaitu pengiriman pesan atau komunikator yaitu yang menyampaikan pesan, dalam hal ini adalah perawat. Dimana harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut ini. 1) Mengembangkan ide atau pikiran yang ingin di sampaikan. 2) Mengode ide/pikiran dalam bentuk lambang verbal atau non verbal.

  3) Menyampaikan pesan melalui saluran komunikasi dan menggunakan metode tertentu.

  4) Menunggu umpan balik dari komunikasi untuk mengetahui keberhasilan komunikasi.

  b. Pesan Yaitu dimana pesan yang disampaikan harus tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima komunikan. Pesan harus memenuhi syarat sebagai berikut. 1) Pesan harus direncanakan 2) Pesan menggunakan bahasa yang dimengerti kedua belah pihak.

  3) Pesan harus menarik dan sesuai kebutuhan penerima. 4) Pesan harus berisi hal-hal yang mudah dipahami 5) Pesan yang disampaikan tidak samar-samar.

  c. Saluran (channel) Saluran komunikasi berbentuk panca indra manusia maupun alat teknologi yang dibuat manusia. Saluran komunikasi yang berbentuk panca indra dapat dibagi menjadi: visual, auditory channel , dan kinesthetic channel.

  d. Penerimaan pesan/komunikasi (receiver) Adalah orang yang menerima pesan dari sender atau pendengar, yang harus mendengarkan, mengobservasi, dan memperhatikan.

  Dimana proses menerima pesan dipengaruhi oleh faktor fisiologis antara lain proses mendengar, kesempurnaan dan kesehatan organ tubuh/pancaindra manusia, maupun otak sehingga mampu menerima stimulus secara sempurna. Faktor psikologis merupakan keadaan mental yang dapat dilihat dari perilaku manusia. Komponen ini bisa mendukung atau merintangi proses penerimaan dan faktor kognitif menerima pesan menginterpretasikan- memberi umpan balik (feedback) pada sender. e. Umpan balik Adalah memberikan kepada komunikator informasi tentang persepsi komunikan. Karakteristik umpan balik yang efektif adalah sebagai berikut : 1) Harus spesifik jangan terlalu luas pengertiannya.

  2) Dikatakan secara deskriptif. 3) Suportif, tidak mengancam. 4) Diberikan pada waktu yang tepat (segera setelah perilaku atau pesan).

  5) Jelas dan tidak bermakna ganda.

  6) Langsung dan sopan.

  3. Teknik Komunikasi Tekinik komunikasi memampukan seorang perawat membangun hubungan saling percaya dengan klien. Tujuan utama dalam menggunakan ketrampilan ini adalah untuk menciptakan persekutuan perawat

  • – klien dan untuk mengidentifikasi serta mengeksplorasi cara-cara membentuk hubungan yang sehat (Copel, 2007).

  4. Syarat-syarat Komunikasi.

  a. Menggunakan bahasa yang baik agar dapat memberikan arti dengan jelas.

  b. Lengkap agar pesan yang disampaikan dipahami komunikan secara menyeluruh. c. Atur arus informasi sehingga antar pengirim, pesan, dan umpan balik seimbang.

  d. Dengarkan secara aktif.

  e. Tahan emosi.

  f. Perhatikan syarat non verbal.

  g. Ada kontak mata.

  5. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi a. Latar belakang budaya.

  Dimana interpretasi suatu pesan akan terbentuk dan pola pikir seseorang melalui kebiasannya sehingga semakin sama latar belakang budaya antara komunikator dengan komunikan, maka akan membuat komunikasi efektif.

  b. Ikatan dengan kelompok atau group.

  Dimana nilai-nilai yang dianut oleh suatu kelompok sangat mempengaruhi cara mengamati pesan.

  c. Harapan.

  Merupakan hal yang dapat mempengaruhi penerimaan pesan sehingga dapat menerima pesan sesuai dengan yang diharapkan.

  d. Pendidikan.

  Dimana semakin tinggi pendidikan akan semakin kompleks sudut pandang dalam menyikapi isi pesan yang disampaikan.

  e. Situasi.

  Perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi.

  6. Hambatan komunikasi a. Faktor yang bersifat teknis.

  Yaitu kurangnya penguasaan teknik komunikasi yang mencakup unsur-unsur yang ada dalam komunikator dalam mengungkapkan pesan, menyandi, lambang-lambang, kejelian dalam memilih media, dan metode penyampaian pesan.

  b. Faktor yang bersifat perilaku.

  Prasangka yang didasarkan atas emosi, suasana yang otoriter, ketidakmauan berubah walaupun salah, sifat yang egosentris.

  c. Faktor yang bersifat situasional.

  Yaitu kondisi dan situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan.

  7. Proses Hubungan Terapeutik Perawat dan Pasien.

  a. Fase prainteraksi.

  Pada fase ini perawat harus mengekspresikan diri terhadap perasaan-perasaan ansietas, ketakutan, keraguan, ketidakpastian, dan ketidaknyamanan. Eksplorasi ini dapat difasilitasi dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1)

  Apakah saya memberi “label” kepada klien? 2) Apakah saya mempunyai kebutuhan untuk merasa hebat dengan menjadi pemarah atau melukai saat klien bersikap kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif?

  3) Apakah saya takut terhadap tanggungjawab yang harus saya tanggung dari hubungan dan mengakibatkan keterbatasan fungsi kemandirian saya?

  4) Apakah saya merasa butuh untuk merasa penting dan menginginkan klien tergantung pada saya? b. Fase perkenalan/orientasi.

  Pada fase inilah perawat dan klien melakukan interaksi.

  c. Fase kerja.

  Pada fase ini kerjasama perawat-klien paling banyak dilakukan. Perawat dan klien mengeksplorasi stresor yang berhubungan, mendukung berkembangnya daya tilik diri klien dengan cara menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat membantu pasien mengatasi ansietas, meningkatkan kemandirian dan tanggungjawab, serta mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku yang aktual merupakan fokus dari fase kerja.

  d. Fase terminasi.

  Terminasi merupakan salah satu fase yang paling sulit namun paling penting dalam hubungan perawat-klien. Pada fase ini, perawat dan klien mengekspresikan perasaan, serta mengevaluasi perkembangan yang dicapai klien, yang kemudian disesuaikan dengan pencapaian tujuan pada rencan keperawatan.