STRUKTUR ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE DAN KUALITAS PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA Perspektif Governance dan Finance

  

STRUKTUR ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE

DAN KUALITAS PENGUNGKAPAN LAPORAN

KEUANGAN PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perspektif Governance dan Finance

  

Hikmah Endraswati

STRUKTUR ISLAMIC CORPORATE

GOVERNANCE DAN KUALITAS

PENGUNGKAPAN LAPORAN

KEUANGAN PADA BANK SYARIAH

DI INDONESIA

  

Perspektif Governance dan Finance

2017

  

STRUKTUR ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE

DAN KUALITAS PENGUNGKAPAN LAPORAN

KEUANGAN PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perspektif Governance dan Finance Penulis: Hikmah Endraswati Desain Cover dan Tata letak : Bang Joedin

  Cetakan Pertama, Juli 2017 14,5x21cm; xi+99 hal. Penerbit: LP2M-Press, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar 02, Kode Pos 50721, Salatiga Email: [email protected]

  ISBN 978-602-61789-9-2 All Rights reserved.

  Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam

bentuk apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit.

  

Untuk:

Ibu, Bapak, Suamiku “Rachmad”, dan

penerusku “Yumna dan Anggita”

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah atas berkat rahmat Allah SWT, akhirnya saya dapat menyelesaikan buku yang merupakan hasil penelitian saya tentang Struktur Islamic Corporate Governance (ICG) dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank Syariah di Indonesia.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik Struktur ICG yang meliputi proporsi Komisaris Independen, jumlah meeting Dewan Komisaris, ukuran Komite Audit, jumlah meeting Komite Audit, ukuran Dewan Pengawas Syariah, latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah, dan jumlah meeting Dewan Pengawas Syariah pada kualitas pengungkapan laporan keuangan. Kualitas pengungkapan laporan keuangan pada penelitian ini merujuk pada ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan.

  Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terutama IAIN Salatiga, khususnya bapak rektor, Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, Kepala LP2M, Dr. Adang Kuswaya, M.Ag., dan keluargaku terutama suamiku, Hikmah Endraswati

  Rachmad Purnomo, putriku, Yumna Rahmadia, bapak, ibu, dan adikku, Anggita Aulia Mufidawati untuk kesabaran dan dukungannya dalam menemani penelitian selama ini.

  Akhirnya, penulis mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca untuk kesempurnaan penulisan tentang penelitian di bidang governance dan finance khususnya tentang Struktur Islamic Corporate Governance (ICG) dan Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan pada Bank Syariah di Indonesia.

  Salatiga, Juni 2017 Peneliti

  

Daftar Isi

Halaman Persembahan ....................................................v

Kata Pengantar .............................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN ................................................. 1

  1.1 Latar Belakang ............................................... 1

  1.2 Rumusan Masalah ......................................... 4

  1.3 Tujuan Penelitian ........................................... 5

  1.4 Kontribusi Penelitian .................................... 6

  

BAB II LANDASAN TEORI ........................................... 7

  2.1 Agency Teori .................................................. 7

  2.1.1 Pengembangan Teori Agency ........... 14

  2.1.2 Mekanisme Untuk Mengurangi Agency Problem ................................. 15

  2.2 Corporate Governance ...............................15

  2.2.1 Struktur dalam Corporate Governance .........................................17

  2.2.2 Mekanisme Corporate Governance . 21

  2.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance .....22

  Hikmah Endraswati

  3.4 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .........................................................51

  4.1 Statistik Deskriptif .......................................71

  

BAB IV ANALISIS DATA ................................................71

  3.5.4 Uji Autokorelasi .................................67

  3.5.3 Uji Heterokedastisitas .......................64

  3.5.2 Uji Multikolinearitas .........................62

  3.5.1 Uji Normalitas ...................................59

  3.5 Analisis Data ................................................58

  3.4.2 Variabel Independen .........................52

  3.4.1 Variabel Dependen ...........................51

  3.3 Data ...............................................................51

  2.4 Islamic Corporate Governance ..................25

  3.2 Sampel ...........................................................50

  3.1 Populasi .........................................................49

  

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................49

  2.8 Kerangka Konsep Penelitian ......................48

  2.8 Literature Review dan Pengembangan Hipotesis .......................................................41

  2.7 Kualitas Pengungkapan Laporan Keuangan ......................................................40

  2.6.1 Peraturan tentang Dewan Komisaris di Bank Syariah .................................30

  2.6 Penerapan Corporate Governance pada Per- bankan Syariah di Indonesia ......................30

  2.5 Peraturan tentang Corporate Governance di Indonesia ......................................................28

  4.2 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ..................76

  Struktur Islamic Corporate Governance

  4.2.1 Uji Normalitas ...................................76

  4.2.2 Uji Multikolinearitas .........................77

  4.2.3 Uji Autokorelasi .................................77

  4.2.4 Uji Heterokedastisitas .......................78

  4.3 Pembahasan Hasil Pengujian Hipotesis ...79

  

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ................................87

  5.1 Simpulan .......................................................87

  5.2 Saran ..............................................................88

  

DAFTAR PUSTAKA .............................................................91

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kasus kesalahan praktik corporate governance pada pe rusahaan-perusahaan konvensional di US seperti Enron dan MCI, di Australia seperti HIH dan One.Tel, di Eropa se perti Permalat pada kurun waktu 2001-2002 (Rahman dan Bremer, 2016) dan di Indonesia yang dikaitkan dengan kualitas pengungkapan laporan keuangan seperti PT Kimia Farma pada tahun 2001 (kompasiana.com, 2015) dan Bank Lippo pada tahun 2002 (suaramerdeka.com, 2003) ternyata terjadi pula pada perbankan syariah. Kedua perusahaan ter - sebut melakukan manipulasi laporan keuangan dengan me- laku kan mark-up pada laba perusahaan. Pengungkapan lapor an keuangan yang dimanipulasi menunjukkan bahwa kua li tas laporan keuangan tersebut rendah karena menjadi sum ber informasi yang tidak bisa dipercaya oleh stakeholder perusahaan. Hikmah Endraswati

  Kasus pada perbankan syariah yang dimaksud ada lah kasus transaksi derivative (termasuk gharar) yang dilakukan oleh Unit Usaha Syariah Bank Danamon Tbk. Transaksi derivative merupakan produk yang diharamkan dalam prinsip syariah karena adanya aspek spekulasi. Kasus yang lain dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri dan UUS BNI yang ikut serta dalam kredit sindikasi proyek Indosat Multimedia Mobil (IM3) dan memperoleh bunga atas pembiyaan tersebut 19% per tahun (RepublikaOnline, 2002). Fakta tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa PT BSM dan PT BNI Divisi Usaha Syariah telah melakukan transaksi yang tidak sesuai dengan prinsip syariah. Manajemen bank syariah harus mengungkapkan dalam laporan keuangannya alasan dilakukannya transaksi tersebut (AAOIFI Standard, 1998). Menurut Agustianto fenomena penyimpangan dari prinsip syari’ah banyak terjadi setelah melihat kontrak- kon trak (akad-akad)-nya. Penyimpangan ini dilakukan oleh bank syari’ah yang telah konversi total dari bank kon- vensional kepada syari’ah (Solikhin, 2009).

  Manurut Volker (2003) dalam Asrori (2014) me nya ta- kan bahwa dua isu penting kelemahan tata kelola per bankan syariah adalah syariah compliance dan investment depositor protection. Syariah compliance dikaitkan dengan ketidak- mampuan manajemen bank syariah dalam memberikan jaminan kepatuhan syariah pada layanan produk dan jasa yang diberikan. Investment depositor protection dikaitkan dengan ketidakmampuan manajemen bank syariah dalam memberikan jaminan perlindungan risiko finansial pada stakeholder investor deposannya.

  Struktur Islamic Corporate Governance

  Fenomana tidak syari’ahnya bank syari’ah, maka Bank Indonesia dan para ulama ekonomi syari’ah harus me lakukan purifikasi (pemurnian) prinsip syariah di dalam praktek perbankan syariah. Kemurnian prinsip syariah harus ditingkatkan agar bank syariah dapat beroperasi se- suai prinsip itu serta sekaligus dapat meminimalkan risiko citranya sebagai lembaga beratribut syari’ah. Dalam konteks penerapan corporate governance (CG) di bank syari’ah, para bankir syari’ah harus benar-benar merujuk kepada prinsip dan nilai ekonomi dan bisnis Islam yang telah diterapkan oleh Rasulullah yang identik dengan spirit Islamic Corporate Governance (ICG) yang dikembangkan dalam penelitian ini. Karena itu, penelitian tentang ICG sangat penting untuk dilakukan.

  Penelitian ini meneliti tentang pengaruh ICG melalui strukturnya terhadap kualitas pengungkapan laporan perusahaan. Struktur ICG yang dimaksud dalam penelitian ini merujuk pada Dewan Komisaris, Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam menjalankan tugasnya pada bank syariah. Ketiga bagian board ini menjalankan fung si pengawasan pada perusahaan. Fungsi pengawasan ini bertujuan agar apa yang dilakukan perusahaan se suai dengan ke pentingan pemilik. Struktur ICG yang di teliti dalam penelitian ini meliputi proporsi Komisaris Inde- penden, jumlah meeting Dewan Komisaris, ukuran Komite Audit, jumlah meeting Komite Audit, ukuran Dewan Pe- ngawas Syariah, latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah, dan jumlah meeting Dewan Pengawas Syariah.

  Kualitas pengungkapan laporan perusahaan pada penelitian ini masih terbatas merujuk pada ketepatan waktu Hikmah Endraswati

  penyampaian laporan perusahaan yang menjadi salah satu indikator yang diungkapkan oleh Barth, Landsman, dan Lang (2008). Hal ini berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Biddle, Hilary dan Verdi (2009) yang menyatakan bahwa financial reporting quality merujuk pada ketepatan in formasi operasional perusahaan, terutama kaitannya dengan ex pected cash flow yang memberikan informasi ekuitas pada investor. Kualitas laporan keuangan fokus pada bebe rapa di mensi seperti earning management, financial resta te ments, dan timeliness (Barth et al., 2008; Cohen, 2004; Schipper dan Vincent, 2003). Kualitas pengungkapan lapor- an perusahaan yang lain tidak diteliti pada penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah proporsi komisaris independen berpengaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  2. Apakah jumlah meeting Dewan Komisaris ber- penga ruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  3. Apakah ukuran Komite Audit berpengaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  4. Apakah jumlah meeting Komite Audit berpengaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  5. Apakah ukuran Dewan Pengawas Syariah ber- pe ngaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  Struktur Islamic Corporate Governance

  6. Apakah latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah berpengaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

  7. Apakah jumlah meeting Dewan Pengawas Syariah berpengaruh pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui pengaruh proporsi komisaris inde penden pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

  2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah meeting Dewan Komisaris pada kualitas pengungkapan laporan pe- rusahaan.

  3. Untuk mengetahui pengaruh ukuran Komite Audit pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

  4. Untuk mengetahui pengaruh jumlah meeting Ko- mite Audit pada kualitas pengungkapan laporan pe- ru sahaan.

  5. Untuk mengetahui pengaruh ukuran Dewan Penga- was Syariah pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

  6. Untuk mengetahui pengaruh latar belakang pen- didikan Dewan Pengawas Syariah pada kualitas pengungkapan laporan perusahaan.

  7. Untuk mengetahui pengaruh jumlah meeting Dewan Hikmah Endraswati

  Pengawas Syariah pada kualitas pengungkapan lapor an perusahaan.

1.4 Kontribusi Penelitian

  Penelitian ini memberikan kontribusi yaitu:

  1. Bagi Akademisi, penelitian tentang kualitas laporan pada konteks perbankan syariah masih jarang diteliti. Penelitian ini memberikan kontribusi pada pengembangan praktek ICG melalui strukturnya (Dewan Komisaris, Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah) yang dikaitkan pada kualitas pengungkapan laporan terutama pada Bank Syariah.

  2. Bagi Praktisi, penelitian ini memberikan gambaran pelaksanaan ICG pada perbankan syariah sehingga berguna bagi pengelola bank syariah untuk me- ngambil kebijakan kaitannya dengan praktek ICG melalui strukturnya dan peningkatan kualitas peng- ungkapan laporan. Bagi investor dapat digunakan untuk mengambil keputusan pada bank mana akan dilakukan investasi dengan melihat kualitas peng- ungkapan laporan bank dan ICG.

BAB II LANDASAN TEORI Bab II Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis

  membahas tentang landasan teori yang digunakan dalam pe nelitian ini yaitu Agency Theory dan teori tentang Cor- porate Governance. Teori khusus yang membahas tentang

  ICG belum ada, karena itu peneliti menggunakan konsep

  ICG dengan memasukkan teori CG pada perbankan sya- riah khususnya peran Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pe- ngembangan hipotesis dijelaskan melalui teori tersebut dan penelitian sebelumnya.

2.1 Agency Teori

  Menurut Agustianto (2009) bahwa praktek moral hazard sudah menjadi kebiasaan di lembaga-lembaga perbank an. Moral hazard dalam hal ini merujuk pada Agency Theory (Jensen and Meckling, 1976). Menurut Jensen dan Meckling (1976) adanya pemisahan antara kepemilikan Hikmah Endraswati

  dan pengelolaan perusahaan akan menimbulkan ma sa- lah keagenan karena ada perbedaan kepentingan an tara pemilik sebagai prinsipal dan pengelola sebagai agen. Pro blem keagenan ini menjadi hal yang utama dalam kon trak perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976). Di dalam kontrak tersebut dinyatakan bagaimana seharus- nya manajer melakukan tugasnya dan bagaimana ke- untung an dialokasikan. Pada kenyataannya, manajer atau pengelola memiliki kendali yang luar biasa terhadap alokasi dana dari investor. Keberadaan kontrak antara prin cipal dan agent yang disertai pendelegasian wewenang ini, memunculkan kemungkinan agent mengambil ke- putusan-keputusan bisnis yang menguntungkan diri nya sendiri (opportunistic behavior).

  Eisenhardt (1989) berpendapat bahwa konflik ke pentingan atau agency problem muncul ketika timbul konflik antara harapan atau tujuan pemilik/pemegang saham dengan para direksi (top management), dan ketika para pemilik mengalami kesulitan untuk memverifikasi apa yang sesungguhnya sedang dikerjakan manajemen.

  Menurut Eisenhardt (1989) teori keagenan dilandasi oleh tiga asumsi yaitu: (1) asumsi tentang sifat manusia (human assumption), (2) asumsi tentang keorganisasian (orga nizational assumption), dan (3) asumsi tentang infor- masi (information assumption). Asumsi tentang sifat manusia maksudnya adalah manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri, memiliki keterbatasan rasionalitas, dan tidak menyukai risiko. Asumsi keorganisasian maksudnya adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asimetri informasi antara

  Struktur Islamic Corporate Governance

  prinsipal dan agen. Asumsi tentang informasi maksudnya adalah informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjual belikan.

  Menurut Jensen dan Meckling (1976) mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi problem agensi adalah monitoring dan bonding. Karena itu mucul moni- toring cost dan bonding cost. Biaya agensi yang lain adalah residual loss. Monitoring yang dimaksud adalah melakukan pemantauan sementara bonding merujuk pada melakukan pembatasan pada tindakan yang dilakukan.

  Monitoring dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: pembentukan Dewan Komisaris, pasar corporate control, pemegang saham mayoritas, pemegang saham ter- konsentrasi dan adanya pasar manajer. Menurut Weisbach (1988), Dewan Komisaris yang didominasi oleh anggota dari luar (Dewan Komisaris independen), akan mendorong monitoring yang lebih efektif. Tugas Dewan Komisaris untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat pada direksi telah diatur dalam dalam regulasi PBI No 11/33/2009 pasal 8 dan 9 dan UU No. 40 Tahun 2007 ten- tang PT pasal 108.

  Untuk mengurangi biaya agensi, maka free cash flow yang tersedia di perusahaan setelah semua proyek investasi yang menghasilkan nilai tunai bersih dilaksanakan, harus di- kurangi. Cara yang dilakukan untuk melakukan bonding ada- lah dengan peningkatan hutang dan peningkatan pem bayaran di viden kas serta remunerasi (Brigham dan Gapenski, 2010).

  Permasalahan keagenan diatasi dengan melak sana- kan corporate governance. Corporate governance dilaksana- Hikmah Endraswati

  kan melalui struktur dan mekanisme. Struktur corporate governance dijalankan melalui struktur dalam board (Dewan Komisaris dan Direksi) atau CEO yang dikaitkan dengan karakteristiknya yaitu proporsi Komisaris Independen, jumlah meeting Dewan Komisaris, ukuran Komite Audit, jumlah meeting Komite Audit, ukuran Dewan Pengawas Syariah, dan latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah. Struktur dan mekanisme board governance yang disebutkan di atas telah diatur di Indonesia dalam peraturan BI No.11/33/2009 tentang pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT.

  Penelitian ini menggunakan variabel karakteristik board governance (proporsi Komisaris Independen, jumlah meeting Dewan Komisaris, ukuran Komite Audit, jumlah meeting Komite Audit, ukuran Dewan Pengawas Syariah, dan latar belakang pendidikan Dewan Pengawas Syariah) sebagai variabel independennya dengan menggunakan dasar asumsi teori keagenan. Proporsi Komisaris Inde- penden digunakan sebagai variabel independen karena berdasarkan teori agency, proporsi Komisaris Independen termasuk dalam karakteristik struktur board governance. Proporsi Komisaris Independen untuk memenuhi asumsi pertama yaitu human assumptions, bahwa manusia memiliki rasionalitas terbatas. Kehadiran Komisaris Independen untuk memenuhi asumsi pertama supaya rasionalitasnya tidak terbatas.

  Proporsi Komisaris Independen digunakan sebagai variabel independen untuk memenuhi organizational assump tion. Asumsi keorganisasian menyatakan bahwa

  Struktur Islamic Corporate Governance

  ada konflik di antara anggota organisasi. Semakin tinggi proporsi Komisaris Independen dalam perusahaan maka akan semakin rendah konflik di antara anggota organisasi. Hal ini disebabkan Komisaris Independen akan bersifat lebih tegas dalam melakukan monitoring pada perusahaan. Komisaris Independen adalah pihak yang betul-betul independen dalam perusahaan sehingga bisa menengahi apabila ada konflik kepentingan dalam perusahaan.

  Jumlah meeting Dewan Komisaris digunakan dalam penelitian ini karena berdasarkan teori agency, jumlah meeting Dewan Komisaris merupakan salah satu karakteristik board governance untuk melakukan monitoring. Semakin sering meeting Dewan Komisaris, semakin baik dalam menjalankan monitoring. Jumlah meeting Dewan Komisaris untuk memenuhi asumsi teori keagenan yang pertama dan kedua. Asumsi yang pertama adalah human assumption, di mana manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri dan memiliki rasionalitas terbatas. Keputusan yang diambil dengan adanya keterlibatan Dewan Komisaris untuk me- menuhi asumsi rasionalitas yang terbatas. Semakin sering meeting dilakukan oleh Dewan Komisaris semakin baik moni toring, semakin baik koordinasi dan pembahasan ma- salah perusahaan sehingga semakin baik rasionalitas yang dimiliki.

  Jumlah meeting Dewan Komisaris memenuhi asumsi yang ke dua yaitu organizational assumption. Konflik tujuan antar partisipan dapat diminimalkan dengan semakin seringnya meeting Dewan Komisaris, karena dengan adanya meeting akan terjadi interaksi, komunikasi, penyaamaan persepsi, dan koordinasi dan demikian pula asimetri antara Hikmah Endraswati

  prinsipal dan agen dapat diminimalkan dengan adanya meeting Dewan Komisaris.

  Berdasarkan teori agency, struktur board governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran Komite Audit. Variabel ini memenuhi asumsi pertama yaitu human assumption dan asumsi kedua yaitu organizational assumption. Ukuran Komite Audit yang semakin besar, berarti fungsi monitoring internal perusahaan semakin baik dilakukan karena memenuhi asumsi rasionalitas yang terbatas pada human assumption. Semakin besar ukuran Komite Audit berarti rasionalitasnya menjadi tidak terbatas. Ukuran Komite Audit untuk memenuhi asumsi ke dua yaitu organizational assumption karena dengan semakin besar ukuran Komite Audit maka semakin dapat mengatasi konflik kepentingan yang terjadi di perusahaan.

  Menurut teori agency, salah satu struktur board governance dapat diketahui melalui jumlah meeting Komite Audit. Jumlah meeting Komite Audit memenuhi asumsi pertama dan kedua yaitu human assumption dan organizational assumption. Jumlah meeting Komite Audit membuat monitoring yang dilakukan menjadi lebih baik, karena semakin sering meeting yang dilakukan Komite Audit berarti semakin baik monitoring, koordinasi, dan komunikasi. Hal ini memenuhi human assumption di mana dengan adanya meeting dan pembahasan serta monitoring maka rasionalitasnya menjadi tidak terbatas dan untuk me-monitoring konflik kepentingan yang ada sehingga memenuhi pula organizational assumption.

  Ukuran DPS sebagai variabel independen ini meme- nuhi asumsi pertama yaitu human assumption dan asumsi

  Struktur Islamic Corporate Governance

  kedua yaitu organizational assumption. Ukuran Dewan Pengawas Syariah yang semakin besar, berarti fungsi monitoring internal perusahaan semakin baik dilakukan karena memenuhi asumsi rasionalitas yang terbatas pada human assumption. Semakin besar ukuran DPS berarti rasionalitasnya menjadi tidak terbatas dikaitkan dengan fungsi DPS dalam perbankan. Ukuran DPS untuk memenuhi asumsi ke dua yaitu organizational assumption karena dengan semakin besar ukuran DPS maka semakin dapat me ngatasi konflik kepentingan yang terjadi di perusahaan.

  Latar belakang pendidikan DPS memenuhi asumsi pertama yaitu human assumption. DPS yang memiliki latar belakang pendidikan muamalah dan keuangan per bank- an secara umum akan memiliki rasionalitas yang men - cukupi kaitannya dengan pengawasan perbankan dalam kesyariahan produk bank. Karena itu latar belakang pen- didikan DPS digunakan dalam penelitian ini sebagai variabel independen.

  Jumlah meeting DPS memenuhi asumsi pertama dan kedua yaitu human assumption dan organizational assum- p tion. Jumlah meeting DPS membuat monitoring yang dilakukan menjadi lebih baik, karena semakin sering meeting yang dilakukan DPS berarti semakin baik moni toring, koordinasi, dan komunikasi. Hal ini memenuhi human assumption di mana dengan adanya meeting dan pem bahasan serta monitoring maka rasionalitasnya menjadi tidak terbatas dan untuk me-monitoring konflik kepentingan yang ada sehingga memenuhi pula organizational assumption.

  Asimetri informasi akan menimbulkan dua per- masala han (Jensen dan Meckling, 1976) yaitu: (1) Moral Hikmah Endraswati

  hazard, adalah permasalahan yang timbul karena agen tidak melaksanakan kesepakatan dalam kontrak kerja, (2) Adverse selection, adalah keadaan di mana prinsipal tidak me ngetahui apakah agen mendasarkan keputusannya me la- lui in formasi yang diperolehnya atau adanya kelalaian tugas.

  Penelitian tentang kualitas laporan keuangan lebih didasarkan pada permasalahan keagenan yaitu munculnya moral hazard, di mana agen tidak melaksanakan ke sepa- katan dalam kontrak kerja. Biaya yang ditimbulkan dari permasalahan keagenan tersebut adalah monitoring expe n- diture dan bonding expenditure, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk melakukan monitoring dan biaya untuk menjamin bahwa agen tidak melakukan tindakan yang merugikan prinsipal.

2.1.1 Pengembangan Teori Agency

  Penelitian kualitas laporan keuangan di Indonesia ini menggunakan positive theory of agency. Kualitas laporan keuangan sebagai sesuatu hal yang dimonitor oleh Dewan Komisaris, Komie Audit dan Dewan Pengawas Syariah. Struktur ICG yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Dewan Pengawas Syariah untuk meminimalkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Konflik yang minimal dilakukan diantaranya melalui monitoring kegiatan direksi oleh Dewan Komisaris, Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah. Karen a kualitas laporan keuangan akan meningkatkan kepercayaan investor dan pemegang saham pada peru- sahaan.

  Struktur Islamic Corporate Governance

2.1.2 Mekanisme Untuk Mengurangi Agency Problem

  Menurut Jensen dan Meckling (1976) mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi problem agensi salah satunya adalah monitoring. Monitoring dapat di- lakukan dengan beberapa cara yaitu: pembentukan Dewan Komisaris, pasar corporate control, pemegang saham mayo- ritas, pemegang saham terkonsentrasi dan ada nya pasar manajer. Menurut Weisbach (1988), Dewan Komi saris yang didominasi oleh anggota dari luar (Komisaris Independen), akan mendorong monitoring yang lebih efektif. Tugas Dewan Komisaris untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasehat pada direksi telah diatur dalam dalam regulasi PBI No 11/33/2009 pasal 8 dan 9 dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang PT pasal 108. Tugas Komite Audit untuk melakukan evaluasi audit intern dan melakukan koordinasi dengan auditor ekstern ada pada pasal 42. Sementara untuk tugas Dewan Pengawas Syariah (DPS) dijelaskan dalam pasal 47 pada regulasi yang sama.

2.2 Corporate Governance

  Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) corporate governance adalah:

  “involves a set of relationships between company’s mana- gement, its Boards, its Shareholder, and other stakeholders and also provides the structure through which the objectives of the company are set, and the means of attaining those objectives and monitoring performance are determined.” Hikmah Endraswati

  Corporate governance sebagai sebuah sistem memiliki prinsip-prinsip dasar yang perlu dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan implementasi strategi perusahaan. Menurut Lukviarman (2007) prinsip-prinsip dasar tersebut pertama adalah disclosure (keterbukaan), karena keterbukaan merupakan basis utama kepercayaan pu blik dalam sistem perusahaan. Organisasi yang menganut prinsip keterbukaan ini akan memberikan banyak infor- masi yang dibutuhkan oleh pemakai sehingga mereka dapat melakukan analisis terhadap informasi tersebut guna pengambilan keputusan. Kedua adalah checks dan balance, yaitu adanya pengawasan yang seimbang di antara pihak-pihak yang terlibat di dalam perusahaan sehingga dapat menjaga munculnya konsentrasi kekuasaan yang tidak semestinya. Konsentrasi kekuasaan yang besar hanya kepada satu pihak tertentu akan menyebabkan distribusi kekayaan yang dinikmati tidak dapat merata.

  Berdasarkan definisi dan prinsip tersebut dapat di- simpulkan bahwa corporate governance adalah sebuah sistem meliputi seluruh mekanisme dan struktur. Menurut Lukviarman (2007) struktur dalam corporate governance di- gunakan untuk mengatur hubungan antara pemegang saham serta yang mewakilinya, manajemen, kreditur, karyawan, dan pihak lainnya yang terkait dengan perusahaan agar perusahaan dikelola dengan cara terbaik (efektif, efisien dan berkelanjutan) dan tidak merugikan pihak lain serta melindungi kepentingan seluruh stakeholder. Struktur islamic corporate governance dalam penelitian ini merujuk pada Dewan Komisaris, Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah. Dewan Komisaris menjembatani kepentingan

  Struktur Islamic Corporate Governance

  pemegang saham dengan agen, sehingga agen bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham.

2.2.1 Struktur dalam Corporate Governance

  Struktur governance dalam organisasi dapat diartikan sebagai suatu kerangka untuk menerapkan berbagai prinsip governance sehingga prinsip tersebut dapat didistribusikan, dijalankan serta dikendalikan. Struktur governance harus didesain untuk mendukung jalannya aktivitas organisasi secara bertanggung jawab dan terkendali secara lebih spesifik dan detail (Sabeni, 2005).

  Model negara Continental Europe, struktur gover- nance terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajer Eksekutif (manajemen). Model struktur demikian disebut two-board system, yaitu struktur CG yang dengan tegas memisahkan dewan, yakni antara Dewan Komisaris sebagai pengawas dan Dewan Direksi sebagai eksekutif perusahaan (Lukviarman, 2004). Model two-board system, menempatkan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sebagai struktur tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan Dewan Komisaris. Model two-board system atau two-tier board governance digambarkan dalam

Gambar 2.1 berikut ini: Hikmah Endraswati

Gambar 2.1 Two-Tier Board Governance (Continental

  Model)

  

Shareholders

Supervisory Board

Board of Management

  Sumber: Lukviarman (2004) Hal tersebut sesuai dengan UU N0. 14 Tahun 2007

  pasal 75 tentang PT yang menyatakan bahwa RUPS me- miliki wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh Undang-Undang ini dan atau anggaran dasar. Dewan Komi saris sebagai wakil pemegang saham, memiliki tugas pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi dalam men jalankan perusahaan. Hal ini diatur dalam UU PT No.14 Tahun 2007 pasal 114.

  Perusahaan di Indonesia menganut basis two-tier board system seperti kebanyakan perusahaan di Eropa (model Continental Europe), tetapi ada perbedaan dalam kedudukan Dewan Komisaris yang tidak langsung mem- bawahi direksi (Sabeni, 2005). Hal ini sesuai dengan aturan yang ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 yang menyatakan bahwa anggota direksi di-

  Struktur Islamic Corporate Governance

  angkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 94 ayat 1 dan

  pasal 105), demikian juga anggota Dewan Komisaris di- angkat dan diberhentikan oleh RUPS (pasal 111). Struktur yang demikian, mengakibatkan baik Dewan Komisaris mau pun direksi bertanggung jawab terhadap RUPS dan me- miliki kedudukan sejajar. Gambar 2.2 di bawah ini meng- gambarkan model CG di Indonesia.

Gambar 2.2 Two-Tier Board and Indonesia

  Shareholders Supervisory Board Board of Management

  Sumber: Lukviarman (2004) Two-tier board system yang dianut oleh Indo- nesia digambarkan dalam Gambar 2.3 tersebut di atas.

  Ke dudukan Dewan Komisaris di Indonesia tidak sekuat Dewan Komisaris di Continental Europe karena Dewan Komi saris tidak berwenang mengangkat dan mem ber- henti kan direksi, sehingga direksi tidak ber tanggung jawab kepada Dewan Komisaris.

  Menurut PBI No.11/33/2009 pasal 20-22, Direksi wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya Hikmah Endraswati

  kepada pemegang saham melalui RUPS. PBI mengatur pula tentang tugas Dewan Komisaris pada pasal 9 (2) yang menyatakan bahwa Dewan Komisaris wajib melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi, serta memberikan nasihat kepada direksi. Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh komite-komite (pasal 12). Dewan Komisaris terdiri dari komisaris dan komisaris independen, pada pasal 5 disebutkan bahwa paling kurang 50% dari jumlah anggota Dewan Komisaris adalah komisaris independen.

  Bagian korporasi dalam struktur board governance yang menentukan tidak hanya top management (direksi) tetapi juga perangkat board of directors (Dewan Komisaris) karena Indonesia menganut two-tier board system. Dewan Komisaris memiliki peran penting mensejajarkan ke- penti ngan direksi dengan pemegang saham (principal). Dewan Komisaris mengangkat beberapa komite untuk membantu tugasnya yaitu Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi di perbankan (Lukviarman, 2007).

  Peraturan BI No. 11/33/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah pada pasal 11 (1) menyatakan bahwa dalam rangka mendukung efektivitas, pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris wajib membentuk paling kurang Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Remunerasi dan Nominasi.

  Berdasarkan uraian tersebut di atas, disimpulkan bahwa struktur CG di Indonesia ada dua macam yaitu struktur yang direkomendasikan oleh lembaga regulator (mekanisme internal) dan struktur yang disebabkan oleh

  Struktur Islamic Corporate Governance

  kom posisi kepemilikan yang timbul karena perbedaan ke- pemilikan (mekanisme eksternal). Struktur yang di re ko- men dasikan oleh regulator ditujukan sebagai cara untuk meningkatkan transparansi dan melindungi kepenti ngan pemegang saham dan stakeholder lainnya dari ketidak jujuran informasi dalam laporan tahunan. Struktur ini misalnya Dewan Komisaris, Komite Audit dan sekretaris kor porasi. Struktur yang terbentuk karena komposisi ke- pe milikan, berkepentingan agar kepemilikan yang sudah ada dapat memberikan manfaat yang optimal. Struktur kepemilikan yang dimaksud seperti kepemilikan manajerial (Lukviarman, 2007).

2.2.2 Mekanisme Corporate Governance

  Walsh dan Seward (1990) berpendapat bahwa ter- dapat dua mekanisme untuk memperkecil perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan CG, yaitu: (1) mekanisme pengendalian internal perusahaan, dan (2) mekanisme pengendalian eksternal. Lukviarman (2007) sejalan dengan pernyataan di atas bahwa mekanisme CG dapat dikategorikan secara umum berdasarkan karakteristiknya sebagai bagian internal atau eksternal dari sebuah korporasi. Penelitian ini lebih berkaitan dengan mekanisme internal perusahaan. Karena CG dan kualitas laporan keuangan bagian dari mekanisme internal perusahaan. Hikmah Endraswati

2.3 Prinsip-Prinsip Corporate Governance

  Prinsip-prinsip corporate governance yang banyak digunakan adalah prinsip-prinsip yang dirumuskan oleh OECD (2004) dan KNKG (2006) yaitu:

  a. Penciptaan situasi yang kondusif bagi pelaksanaan rerangka corporate governance. Penerapan corporate governance memerlukan tiga hal utama yaitu: negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha se bagai pelaku bisnis, dan masyarakat sebagai kon- sumen atau pengguna barang dan jasa dunia usaha.

  b. Hak pemegang saham dan fungsi kepemilikan kunci. Rerangka corporate governance memfasilitasi pelak sanaan dan pemenuhan hak pemegang saham perusahaan.

  c. Perlakuan yang setara terhadap pemegang saham.

  Re rangka corporate governance harus mampu me- lin dungi kepentingan semua pemegang saham ter- utama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing.

  d. Peran para pemangku kepentingan dalam corporate governance. Rerangka corporate governance harus da pat mengakui hak-hak pemegang saham dalam re gulasi atau perjanjian yang menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama antara perusahaan dan pe- me gang saham untuk menciptakan kemakmuran, pe kerjaan, dan keberlanjutan kondisi keuangan perusahaan.

  e. Pengungkapan dan transparansi. Pengungkapan infor masi yang aktual dan tepat waktu dilakukan

  Struktur Islamic Corporate Governance

  pada semua fakta material perusahaan seperti kondisi keuangan, kepemilikan, tata kelola perusahaan, dan kinerja perusahaan.

  f. Tanggung jawab board. Rerangka corporate gover- nance menjamin pedoman stratejik perusahaan, monitoring terhadap manajemen yang dilakukan oleh board, dan akuntabilitas yang dimiliki board pada perusahaan dan pemegang saham. Karakteristik CG yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan prinsip-prinsip CG tersebut di atas terutama berkaitan dengan tanggung jawab board. Tang- gung jawab board yang dimaksud adalah monitoring terhadap manajemen. Unsur-Unsur Corporate Governance mencakup:

  a. Transparency, berarti memberikan informasi yang diperlukan oleh stakeholder. Hal ini diwujudkan dengan mengembangkan sistem akuntansi yang ber basis standar akuntansi dan best practices yang menjamin laporan keuangan dan pengungkapan in formasi yang berkualitas, mengembangkan tek- no logi untuk memproses informasi dan sistem in- formasi manajemen untuk menjamin pengukuran kinerja yang baik dan proses pengambilan keputus- an oleh komisaris dan direksi secara efektif, me- ngem bangkan manajemen risiko di mana semua risiko telah diidentifikasi, diukur, dan dikelola, dan mem buat pengumuman jabatan yang kosong secara terbuka (Tjager, et al., 2003). Hikmah Endraswati

  b. Accountability, menekankan pada sistem penciptaan pengawasan yang efektif berdasar pembagian kekuasaan antara komisaris, direksi, dan pemegang saham (Baridwan, 2002) yang meliputi monitoring, pengendalian, dan evaluasi manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen memikirkan dan bertindak untuk kepentingan pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan pada perusahaan. Akuntabilitas dilakukan dengan adanya struktur dalam perusahaan yang meliputi komisaris, direksi, dan komite audit serta komite-komite lainnya seperti komite risiko, komite remunerasi dan nominasi.

  c. Fairness, ditujukan untuk keadilan terutama kepen- tingan pemegang saham minoritas dari kecurangan dan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh insider. Prinsip-prinsip corporate governance dapat di guna- kan untuk mengurangi konflik yang ter jadi antara pemegang saham sebagai prinsipal dengan mana- jemen sebagai agen, dan dapat mengurangi konflik yang terjadi antara pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Ketentuan yang mengatur Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, Peraturan Bank Indonesia tahun 2006 dan penyebaran informasi kepada pemegang saham digunakan untuk mengurangi konflik yang timbul dalam perusahaan.

  d. Responsibility atau tanggung jawab diartikan sebagai tanggung jawab perusahaan sebagai bagian dari masyarakat untuk mematuhi regulasi yang berlaku

  Struktur Islamic Corporate Governance

  dan memenuhi kewajiban-kewajiban sosialnya pada masyarakat dan lingkungannya. Menurut Tjager et al.(2003) bahwa tanggung jawab diwujudkan dalam tanggung jawab sosial perusahaan, menghindari penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, pro- fesional dalam menjalankan bisnis dan usaha, dan menjunjung etika bisnis, dan turut serta memelihara lingkungan bisnis yang sehat.

  Unsur-unsur corporate governance tersebut yang berkaitan langsung dengan penelitian ini adalah accoun- tability, responsibility, dan fairness terutama struktur Dewan Komisaris, Komite Audit, dan Dewan Pengawas Syariah. Monitoring untuk meminimalkan konflik antara pemilik dan agen.

2.4 Islamic Corporate Governance

  Menurut Najmudin (2011) dalam Endraswati (2016) corporate governance dalam Islam adalah sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan untuk memenuhi tujuan perusahaan dengan melindungi ke pentingan dan hak semua stakeholder dengan meng- gunakan konsep dasar pengambilan keputusan ber- dasarkan epistemologi sosial-ilmiah Islam yang didasar- kan pada ketauhidan Allah.

  Menurut Bhatti dan Bhatti (2009) dalam Endraswati (2016) Islamic Corporate Governance mempertimbangkan efek hukum syariah dan prinsip ekonomi dan keuangan Islam pada praktek dan kebijakan, misalnya pada lembaga zakat, pelarangan spekulasi, dan pengembangan sistem Hikmah Endraswati

  ekonomi yang didasarkan pada bagi hasil. Pengambilan keputusan yang dilakukan melebihi konteks corporate governance konvensional yang mencakup pemegang saham, supplier, kreditur, konsumen, pesaing, dan karyawan (Lewis, 2006). Tujuan utama Islamic Corporate Governance adalah Maqasid Shariah yang merujuk pada kesejahteraan masyarakat (Hasan, 2008).

  Istilah Shariah Governance merujuk pada istilah

  ISFB-10 (2009) yang menyatakan bahwa ‘a set of insti- tutional and organisational arrangements through which Islamic financial institution ensure that there is an effective independent oversight of shariah compliance over the issuence of relevant shariah pronouncements, dissemination of information and an internal shariah compliance review’. Isra (2010) dalam Rama dan Novella (2015) menguraikan definisi tersebut menjadi tiga komponen utama yaitu: adanya Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasi, adanya opini yang bersifat independen kaitannya dengan pelaksanaan fungsi kepatuhan pada syariah, dan proses review pada pemenuhan syariah.

  Dato’ Mustapa Muhammed dalam Hassan, Saifuddeen, dan Salleh (2002) menyebutkan bahwa ide corporate governance merupakan budaya perusahaan yang ada pada nilai-nilai Qur’an seperti kejujuran, kepercayaan, dan transparansi. Menurut Hassan et al. (2002) tiga komponen utama dalam budaya perusahaan Islam adalah tanggung jawab sosial pada bisnis, keadilan, dan kerjasama antar anggota masyarakat. Raja Dato’ Arshad Raja Tun Uda dalam Hassan et al. (2002) menyatakan bahwa budaya perusahaan yang ada di Malaysia bersumber pada dua

  Struktur Islamic Corporate Governance

  prinsip utama yaitu: prosperity dan corporate accountability.

  Corporate Governance di Malaysia menurut Tan Sri Nik Mohamed Nik Yacoob dalam Hassan et al. (2002) menyebutkan bahwa tanggung jawab corporate governance berada pada level makro tidak hanya pada sebatas Board saja, tetapi lebih luas yaitu auditor, regulator, lembaga inter- mediari, penasehat perusahaan dan hukum, dan peme gang saham. Selain itu untuk melaksanakan corporate governance dibutuhkan perubahan struktur dan tranformasi organisasi.

  Menurut Endraswati (2016) hal yang membedakan corporate governance di perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional adalah hadirnya Dewan Pengawas Syariah dalam struktur corporate governance- nya. Mekanisme yang membedakan antara perusahaan konvensional dan syariah adalah mekanisme pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dalam perusahaan syariah didasarkan pada hukum Islam yaitu Al Qur’an dan Sunah Rasullullah saw, sedangkan perusahaan dengan corporate governance konvensional lebih menekankan ke- sesuaian dengan undang-undang dan peraturan peme- rintah. Selain itu empat sifat wajib rasul yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah menjadi sifat kepemimpinan dalam Islam (Arief, 2014). Karena itu pula, empat sifat wajib rasul tersebut dijabarkan dalam aplikasi Islamic Corporate Governance yang didasarkan pada hukum Al Qur’an dan Hadist.

  Loredana, Alexandru dan Roxana (2016) menyatakan bahwa konsep corporate governance dalam Model Islam menjelaskan bahwa manajer dan auditor bekerja secara profesional, memiliki tujuan untuk memenuhi kepentingan Hikmah Endraswati

  pemegang saham dan aturan Allah swt. Loredana et al. (2016) berpendapat bahwa pilar corporate governance dalam Model Islam mencakup accountability, responsibility, transparancy, correctness, integrity dan competencies. Selain itu tiga dimensi dalam pengambilan keputusan yang ada pada corporate governance Model Islam mencakup by whom, for whom, with whom and to whom. By whom dikaitkan dengan mutual consultation dengan advisory board. For whom dikaitkan dengan tujuan utama untuk memenuhi perintah Allah swt. With whom dan to whom dikaitkan dengan bahwa corporate governance harus dapat meyakinkan bahwa prosedur dan operasional yang berjalan di perusahaan sesuai dengan Qur’an, bahwa Islam mengajarkan adanya kerja team dan harus mematuhi perintah ketua team, dan kehidupan Nabi menjadi model dalam menjalankan bisnis.

  

2.5 Peraturan tentang Corporate Governance di

Indonesia

  Peraturan tentang Corporate Governance di Indo- nesia, khususnya yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

  a. Prinsip-prinsip corporate governance yang ada pada Pedoman Umum Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006)

  b. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Per- seroan Terbatas c. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Per- bankan Syariah d. Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuang-

  Struktur Islamic Corporate Governance

  an dalam Peraturan X.K.6 Nomor: Kep-134/BL/2006 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten atau Perusahaan Publik

  e. Keputusan Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M- MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corpo- rate Governance pada Badan Usaha Milik Negara f. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 ten- tang Good Corporate Governance bagi Bank Umum g. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/2006 tentang

  Good Corporate Governance bagi Bank Umum

  h. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/12/2007 perihal pe laksanaan good corporate governance bagi Bank Umum i. Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/15/2013 perihal pelaksanaan good corporate governance bagi Bank

  Umum j. Peraturan Bank Indonesia No. 11/33/2009 tentang

  Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. k. Peraturan OJK No. 6/POJK.03/2015 tentang Trans- paransi dan Publikasi Laporan Bank.