BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Aktivitas Belajar - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBASIS INKUIRI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 14 SUR

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Aktivitas Belajar Kata aktivitas berasal dari bahasa Inggris “activity” yang artinya kegiatan.

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 17) “aktivitas berarti keaktifan, kegiatan, atau kesibukan”. Segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan yang terjadi, baik fisik maupun non-fisik merupakan suatu aktivitas.

  Menurut Winkel (2007:59) “Belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai- sikap”. Sedangkan menurut Budiningsih (2005:58), “Belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan, yang mana siswa aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari”. Dari definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, serta nilai-nilai dan sikap.

  Dari uraian diatas dapat diambil pengertian aktivitas belajar adalah Kegiatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian pada proses pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut.

  Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan objek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Dalam belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkah laku, jadi bahwa seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Agar anak berpikir sendiri ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Aktivitas yang timbul dari siswa akan mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan mengarah pada peningkatan prestasi.

  Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengar dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah. Paul B. Diedrich dalam Sardiman A. M. (2003:101) membuat suatu daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

  b. Oral activities, misalnya menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

  c. Listening activities misalnya mendengarkan : uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

  d. Writing activities contohnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

  e. Drawing activities misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

  f. Motor activities yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

  g. Mental activities, sebagai contoh menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

  h. Emotional activities sebagai contoh menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.

  Klasifikasi aktivitas yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa bermacam-macam. Apabila berbagai macam aktivitas tersebut dapat diciptakan dalam proses pembelajaran, maka prestasi belajar yang diperoleh juga akan lebih optimal. Aktivitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif. Pada penelitian ini, tidak semua jenis aktivitas diatas digunakan dalam penelitian ini dikarenakan tidak semua jenis aktivitas di atas dapat dilihat dari hasil pengamatan saat pembelajaran berlangsung, seperti misalnya aktivitas mental dan aktivitas emosional. Sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika pada penelitian ini meliputi:

  1. Kegiatan Visual a. Siswa memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru.

  b. Siswa memperhatikan proses percobaan menggunakan alat peraga dengan seksama.

  c. Siswa memperhatikan pendapat/tanggapan yang disampaikan teman.

  2. Kegiatan Lisan a. Siswa mengajukan pertanyaan terkait materi pelajaran kepada guru.

  b. Siswa menyampaikan pendapat/tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh guru.

  c. Siswa berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam memecahkan permasalahan yang terdapat pada LKS.

  d. Siswa bertanya atau menyampaikan pendapat/tanggapan atas pertanyaan yang diajukan oleh teman.

  3. Kegiatan Menulis

  a. Siswa mengerjakan kuis secara mandiri b. Siswa menuliskan hasil diskusi dari permasalahan pada LKS.

  4. Kegiatan Motorik

  a. Siswa melakukan percobaan dengan menggunakan alat peraga sesuai petunjuk pada LKS.

  b. Siswa mengkonstruksi gambar/membuat sketsa dari permasalahan yang diberikan.

2. Pemecahan Masalah Matematika

a. Masalah dalam Matematika

  Krulik dan Rudnik (1995) dalam Lidinilah (2008: 2) mendefinisikan masalah secara formal sebagai berikut: “A problem is a situation, quantitatif or otherwise, that confront an individual or group of individual, that requires

  

resolution, and for wich the individual sees no apparent or obvius means or path

to obtaining a solution.” Definisi tersebut menjelaskan bahwa masalah adalah suatu situasi yang

dihadapi oleh seseorang atau kelompok yang memerlukan suatu pemecahan tetapi

individu atau kelompok tersebut tidak memiliki cara yang langsung dapat

menentukan solusinya.

  Cooney (dalam Shadiq, 2004: 10) mengatakan bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah apabila didalamnya memuat tantangan (challenge) yang tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin (routine procedure ).

  Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masalah adalah

suatu situasi menantang yang harus diselesaikan tetapi individu atau kelompok

tersebut tidak mempunyai aturan atau hukum tertentu yang langsung dapat

menemukan solusinya. Jadi, termuatnya “tantangan” serta “belum diketahuinya

  prosedur rutin” pada suatu persoalan akan menentukan terkategorikan tidaknya suatu persoalan menjadi “masalah”.

  Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran penomena atau kejadian, ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah matematika karena mengandung konsep matematika.

  Sukirman (2005: 4) menyatakan bahwa masalah matematika dapat diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu: 1) Masalah mencari (problem to find), yaitu mencari, menentukan, atau mendapat nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal

  (condition) , dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian

  penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipahami serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah. 2) Masalah membuktikan (problem to prove), yaitu untuk menentukan apakah suatu pertanyaan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri dari hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dan hipotesis menuju kesimpulan, sedangkan untuk membuktikan bahwa suatu pernyataan tidak benar, cukup diberikan contoh penyangkalannya sehingga pernyataan tersebut menjadi tidak benar.

  Pada penelitian ini, jenis soal yang digunakan untuk diajarkan pada siswa dalam latihan memecahkan masalah dan digunakan dalam tes untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah adalah soal mencari (problem to

  find ) yang jelas (well-defined). Perbedaan soal tes yang digunakan untuk

  mengukur kemampuan pemecahan masalah pada penelitian ini dengan soal tes untuk mengukur prestasi belajar adalah bahwa pada soal tes kemampuan pemecahan masalah menggunakan soal nonrutin sedangkan pada tes prestasi belajar tidak harus menggunakan soal nonrutin. Selain itu pada soal tes kemampuan pemecahan masalah diberikan petunjuk khusus, bahwa dalam mengerjakan soal agar menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah.

b. Pemecahan Masalah

  Krulik dan Rudnik (1995) dalam Lidinilah (2008: 3) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai berikut: “It [problem solving] is the mean by

  which an individual uses previously acquired knowledge, skill, and understanding to satisfy the demand of an unfamiliar situation”

  Dari definisi tersebut pemecahan masalah adalah suatu usaha individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk menemukan solusi dari suatu masalah.

  Suherman (2001: 83) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat nonrutin.

  Cooney dalam Hudojo (2005: 126) juga menyatakan bahwa mengajarkan

penyelesaian masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu

menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Melalui

pemecahan masalah, siswa diharapkan memahami proses menyelesaikan masalah

dan menjadi terampil dalam memilih dan mengidentifikasikan kondisi dan

konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian,

dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya.

  Branca dalam Sumardyono (2007: 5-6) menyatakan bahwa secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah pemecahan masalah (problem solving) dalam pembelajaran matematika, yaitu:

  1) Problem solving as a goal

  Bila pemecahan masalah ditetapkan sebagai tujuan pembelajaran, maka pembelajaran yang berlangsung tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary reason) belajar matematika.

2) Problem solving as a process

  Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis. Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering menjadi fokus dalam kurikulum matematika.

  3) Problem solving as a basic skill Ada banyak anggapan tentang apa keterampilan dasar dalam matematika.

  Beberapa yang dikemukakan antara lain keterampilan berhitung, keterampilan aritmetika, keterampilan logika, dan lainnya. Keterampilan lain yang baik secara implisit maupun eksplisit sering diungkapkan adalah keterampilan problem solving.

  Menurut Polya dalam Suherman dkk (2001: 79), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah:

  1. Memahami masalah Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar.

  2. Merencanakan penyelesaian Kemampuan melakukan fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah.

  3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian masalah telah dibuat, baik secara tertulis atau tidak, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat.

  4. Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan Melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan mulai dari fase pertama sampai fase ketiga. Dengan cara seperti ini maka berbagai kesalahan dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

  Pemecahan masalah Polya tersebut dikembangkan lagi oleh Hudojo dan Sutawijaya dalam Hudojo (2005: 134-140) menjadi:

  1. Pemahaman terhadap suatu masalah Pemahaman dilakukan dengan mengidentifikasi informasi yang diketahui, mengidentifikasi apa yang hendak dicari.

  2. Perencanaan penyelesaian masalah Di dalam merencanakan masalah seringkali diperlukan kreativitas.

  Sejumlah strategi dapat membantu kita merumuskan suatu rencana penyelesaian suatu masalah. Menurut Wheeler (Hudojo, 2005: 137) strategi penyelesaian masalah antara lain sebagai berikut : membuat tabel, menyatakan kembali permasalahan, menggunakan penalaran, menggunakan variabel, menggunakan persamaan, mencoba menyederhanakan permasalahan, menghilangkan situasi yang tidak mungkin, bekerja mundur, menyusun model, menggunakan algoritma, menggunakan penalaran yang tidak langsung, menggunakan sifat-sifat bilangan, menggunakan kasus atau membagi menjadi bagian-bagian, memvalidasi semua kemungkinan, menggunakan rumus, menyelesaikan masalah yang equivalen, menggunakan simetri, dan menggunakan informasi yang diketahui untuk mengembangkan informasi baru.

  3. Melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah Langkah ini merupakan langkah Polya (1972) yang didefinisikan sebagai menyelesaikan perencanaan penyelesaian atau dengan kata lain merupakan eksekusi dari rencana penyelesaian yang telah dibuat.

  4. Melihat kembali penyelesaian Langkah Pada langkah ini dilakukan pengecekan ulang terhadap hasil dan rencana pemecahan masalah, memastikan bahwa hasil dari pelaksanaan rencana yang dilakukan sebelumnya betul-betul menyelesaikan masalah. Langkah ini cukup penting karena ketepatan solusi yang diambil dapat dikritisi serta dapat dilihat kelemahan dari solusi tersebut, misalnya ketidakkonsistenan atau ambiguitas atau langkah yang kurang tepat. Terdapat empat komponen untuk melihat kembali suatu penyelesaian, yaitu: a. Mengecek hasil

  b. Mengintepretasikan jawaban yang diperoleh

  c. Mencari adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian yang sama d. Mencari adakah penyelesaian yang lain.

  Pada penelitian ini, tahap memeriksa kembali diajarkan kepada siswa dengan adanya pembahasan setiap selesai mengerjakan soal latihan (pada mengecek hasil pekerjaannya dengan hasil pada pembahasan dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Sehingga diharapkan siswa tetap terbiasa mengecek hasil. Namun, pada tes kemampuan pemecahan masalah tahap memeriksa hasil ini yang dimasukkan dalam indikator penskoran adalah mengintepretasikan jawaban yang diperoleh karena untuk mengecek hasil yang diperoleh tidak dapat dilihat dari hasil tes tertulis yang dikerjakan oleh siswa.

  Pada penelitian ini pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematika siswa mengacu pada tahap-tahap pemecahan masalah, yakni: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, menginterpretasikan hasil yang diperoleh. Tahap-tahap pemecahan masalah ini digunakan sebagai pedoman pemberian skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  Jadi, kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam penelitian ini merupakan kemampuan siswa dalam memecahkan suatu masalah matematika yang langkahnya terdiri dari memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh.

3. Model Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis Inkuiri

a. Model Pembelajaran

  Menurut Arends (1998), model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

  Menurut Arends (1998: 226), model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada suatu strategi, metode atau prosedur. Model Pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yaitu : (1) rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar; (3) tingkah laku mengajar dan belajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

  Menurut Joyce, Weil, dan Shower (1992: 4), model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang dapat digunakan untuk mendesain pengajaran tatap muka di kelas atau tutorial dan untuk membentuk perangkat pembelajaran, misalnya buku, film, program komputer, dan kurikulum. Joyce (1992) berpendapat, model pembelajaran merupakan suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran serta untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran.

  Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

b. Model Pembelajaran Learning Cycle 7E

  Menurut Soebagio, dkk (2001: 50) Learning Cycle merupakan suatu model pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan konsep sendiri atau memantapkan konsep yang dipelajari, mencegah terjadinya kesalahan konsep, dan memberikan peluang kepada siswa untuk menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari pada situasi baru. Menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 115-116) mengemukakan bahwa teori konstruktivisme memandang bahwa belajar merupakan suatu proses membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong- konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

  Siklus belajar (Learning Cycle) merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap yaitu Eksplorasi (exploration), Pengenalan konsep (concept introduction) , dan Penerapan konsep (concept application). Pada proses selanjutnya, tiga siklus tersebut mengalami pengembangan menjadi lima tahap (Lorsbach, 2002) yang terdiri atas tahap (a) pembangkitan minat (engagement), (b) eksplorasi

  

(exploration) , (c) penjelasan (explanation), (d) elaborasi (elaboration/extention),

  dan (e) evaluasi (evaluation). Pada proses selanjutya Eisenkraf (2003: 57) mengembangkan siklus belajar menjadi tujuh tahap. Tujuh dari model pembelajaran Learning Cycle 7E adalah menekankan pada pentingnya memperoleh pemahaman konsep sebelumnya atau transfer konsep. Dalam model ini, guru tidak lagi mengabaikan pengetahuan awal siswa dalam proses pembelajaran. Perubahan model siklus Learning Cycle 5E menjadi 7E ditunjukkan seperti gambar 2.1.

  Elicit Engage

  Engage Explore Explore Explain Explain

  Elaborate Elaborate

  Evaluate Evaluate

  Extend

Gambar 2.1. Tahapan perubahan Model Learning Cycle 5E Menjadi 7E

  Perbedaan tahapan model pembelajaran learning cycle 5e dengan learning

  

cycle 7e ini terletak pada adanya tahapan elicit dan extend pada model learning

cycle 7e yang tidak ada pada tahapan learning cycle 5e. Tahapan elicit ini

  merupakan perluasan dari tahap engage pada tahap learning cycle 5e. Pada tahap

  

elicit ini siswa diingatkan kembali tentang pengetahuan sebelumnya yang

  nantinya berguna untuk mnyusun konsep baru yang akan dipelajari. Sedangkan tahap extend merupakan perluasan dari tahapan evaluate. Pada tahap extend ini pengetahuan siswa mengenai konsep yang baru saja mereka pelajari dikaitkan dengan konsep lain.

  Menurut Eisenkraft (2003:58-59) tahapan-tahapan model pembelajaran

  Learning Cycle 7E dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa) Fase ini untuk mengetahui sampai dimana pengetahuan awal siswa terhadap pelajaran yang akan dipelajari dengan memberikan pertanyaan- pertanyaan yang merangsang pengetahuan awal siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa serta menimbulkan kepenasaran tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Fase ini dimulai dengan pertanyaan mendasar yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari dengan mengambil contoh yang mudah diketahui siswa seperti kejadian sehari-hari yang secara umum memang terjadi.

  b. Engage (ide, rencana pembelajaran dan pengalaman) Fase dimana siswa dan guru akan saling memberikan informasi dan pengalaman tentang pertanyaan-pertanyaan awal tadi, memberitahukan siswa tentang ide dan rencana pembelajaran sekaligus memotivasi siswa agar lebih berminat untuk mempelajari konsep dan memperhatikan guru dalam mengajar. Fase ini dapat dilakukan dengan demonstrasi, diskusi, membaca, atau aktivitas lain yang digunakan untuk membuka pengetahuan siswa dan mengembangkan rasa keingintahuan siswa.

  c. Explore (menyelidiki) Fase yang membawa siswa untuk memperoleh pengetahuan dengan pengalaman langsung yang berhubungan dengan konsep yang akan dipelajari.

  Siswa dapat mengobservasi, bertanya, dan menyelidiki konsep dari bahan- bahan pembelajaran yang telah disediakan sebelumnya.

  d. Explain (menjelaskan) Fase yang didalamnya berisi ajakan terhadap siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dan definisi-definisi awal yang mereka dapatkan ketika fase eksplorasi. Kemudian dari definisi dan konsep yang telah ada didiskusikan sehingga pada akhirnya menuju konsep dan definisi yang lebih formal.

  e. Elaborate (menerapkan)

  Fase yang bertujuan untuk membawa siswa menerapkan simbol- simbol, definisi-definisi, konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan pada permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan contoh dari pelajaran yang dipelajari.

  f. Evaluate (menilai) Fase evaluasi dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pada fase ini dapat digunakan berbagai strategi penilaian formal dan informal. Guru diharapkan secara terus menerus dapat mengobservasi dan memperhatikan siswa terhadap kemampuan dan keterampilannya untuk menilai tingkat pengetahuan dan atau kemampuannya, kemudian melihat perubahan pemikiran siswa terhadap pemikiran awalnya.

  g. Extend (memperluas) Fase yang bertujuan untuk berfikir, mencari menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari bahkan kegiatan ini dapat merangsang siswa untuk mencari hubungan konsep yang mereka pelajari dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari. Pada penelitian ini tahapan extend dilaksanakan dengan cara memberikan permasalahan yang memuat konsep yang dipelajari dikaitkan dengan konsep lain, kemudian diberikan pembahasan tentang bagaimana memecahkan permasalahan tersebut.

  Beberapa keuntungan di terapkannya model pembelajaran Learning Cycle adalah:

  1. Pembelajaran bersifat student centered.

  2. Informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.

  3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.

  4. Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman nyata.

  6. Membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif.

c. Inkuiri

  Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaitu inquiry, yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Dengan kata lain, inkuiri adalah suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi dan atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.

  Menurut Trowbridge & Bybee dalam Widowati (2007: 21) Inkuiri adalah proses mendefinisikan dan menyelidiki masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan kesimpulan masalah-masalah tersebut.

  Menurut Douglas Liewellyin, inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran dimana siswa melibatkan diri mereka dalam proses penyelidikan, merumuskan pertanyaan dan memecahkan masalah, kegiatan seperti ini untuk mengasah keterampilan mereka agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik. (http://www.mcps.kl2.md.us/science/unstr/ingdescript.htm)

  Menurut Piaget dalam Mulyasa (2005: 108-109) menyatakan bahwa inkuiri merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lain. Inkuiri sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.

  Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa inkuiri merupakan suatu proses yang ditempuh siswa untuk memecahkan masalah meliputi kegiatan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Jadi dalam pembelajaran inkuiri ini siswa terlibat secara mental maupun fisik untuk memecahkan masalah yang diberikan guru.

d. Pembelajaran Learning Cycle 7E Berbasis Inkuiri

  Pembelajaran Learning Cycle

  7E berbasis inkuiri merupakan

  pembelajaran matematika yang menggunakan tahap-tahap model pembelajaran

  Learning Cycle

  7E dengan berdasarkan pada aktivitas inkuiri dalam

  pelaksanaannya. Penerapan model Learning Cycle 7E dalam suatu proses pembelajaran dapat ditunjang melalui kegiatan inkuiri karena sesuai dengan model Learning Cycle 7E yang mendorong siswa untuk menemukan konsep secara mandiri. Adapun tahap-tahap Learning Cycle 7E berbasis inkuiri yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa)

  Guru menyelidiki kemampuan yang telah dimiliki siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan siswa sebelumnya yang merangsang siswa agar timbul respon dari pemikiran siswa. 2) Engage (ide, rencana pembelajaran, pengalaman)

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menginformasikan rencana pembelajaran yang akan dilakukan, dan berusaha membangkitkan minat dan keingintahuan siswa tentang materi yang akan dipelajari yang dilakukan memberikan pertanyaan menantang yang terkait materi yang akan dipelajari dengan tujuan agar siswa termotivasi untuk lebih semangat, lebih serius belajar matematika, dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran. 3) Explore (menyelidiki)

  Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, mereka melakukan eksplorasi untuk menemukan konsep/prinsip yang akan digunakan sebagai bekal dalam pemilihan ide/strategi untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, siswa melakukan eksperimen dengan alat dan bahan serta prosedur (langkah-langkah) yang mengarahkan pada pemahaman dan penemuan konsep/prinsip yang diharapkan.

  Pelaksanaan tahap ini dilakukan dengan berbantuan alat peraga matematika dan LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Alat peraga matematika yang digunakan dapat membantu siswa untuk menemukan rumus luas permukaan dan volume limas dan prisma. LKS yang digunakan berisi penjelasan tentang prosedur kegiatan yang harus dilakukan pada alat peraga untuk menemukan rumus luas permukaan dan volume limas dan prisma dan beberapa soal latihan. Selama kegiatan ini siswa mengamati, mengumpulkan data, menganalisis dan menarik kesimpulan atau merumuskan teori. 4) Explain (menjelaskan)

  Siswa mengkomunikasikan hasil eksplorasi dengan bahasa mereka sendiri dengan cara mempresentasikan hasil diskusinya. Pada bagian ini siswa diberi kesempatan untuk tanya jawab. 5) Elaborate (menerapkan)

  Siswa berdiskusi mengerjakan permasalahan atau soal latihan yang ada di LKS bersama anggota kelompok. Siswa dituntut menerapkan hasil yang diperoleh pada tahap explore untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan pada tahap ini. Guru bertugas membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Guru bertugas membimbing siswa yang mengalami kesulitan. 6) Evaluate (menilai)

  Siswa diberi soal kuis untuk diselesaikan secara individu. Soal kuis digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi yang diajarkan.

  7) Extend (memperluas) Guru memberikan contoh permasalahan tentang penerapan konsep yang telah dipelajari kaitannya dengan konsep lain yang sudah atau belum mereka pelajari, kemudian membahasnya.

  Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran

  

Learning Cycle 7E berbasis inkuiri yang digunakan pada penelitian ini adalah

  sebagai berikut:

  1. Kegiatan Awal

  a. Guru mengucapkan salam, mengecek kehadiran siswa, kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran.

  Tahap Elicit

  b. Guru menyelidiki kemampuan yang telah dimiliki siswa dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan siswa sebelumnya terkait dengan materi yang akan dipelajari.

  Tahap Engage

  c. Guru memberikan permasalahan terkait materi yang akan dipelajari untuk motivasi dan merangsang keingintahuan siswa.

  d. Guru menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan yaitu akan ada kegiatan eksperimen, pemberian tugas berupa LKS yang harus dikerjakan secara diskusi kelompok, dan pemberian soal kuis di akhir pembelajaran yang dikerjakan secara individu.

  2. Kegiatan Inti

  Tahap Explore e. Guru mengorganisasikan siswa ke dalam beberapa kelompok.

  f. Guru membagikan LKS dan alat peraga kepada masing-masing kelompok.

  g. Guru menjelaskan garis besar prosedur kerja untuk percobaan sebagai bekal siswa nanti dalam melakukan percobaan. h. Guru meminta siswa untuk melakukan eksperimen sesuai petunjuk pada LKS kemudian siswa diminta berdiskusi dalam kelompoknya untuk membahas permasalahan yang ada di LKS yang sudah dibagikan. Pada kegiatan ini siswa mengamati, mengumpulkan data, menganalisis, dan menyimpulkan hasil. i. guru mengawasi jalannya diskusi dan memfasilitasi siswa jika ada kesulitan

  Tahap Explain

  j. Guru meminta perwakilan dari kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Pada saat presentasi dibentuk forum diskusi kelas, sehingga terjadi umpan balik dari siswa dalam kelompok lain. Pada saat ini guru dituntut untuk bisa memancing siswa agar bisa aktif untuk bertanya atau berpendapat. k. Guru mengklarifikasi hasil diskusi yang telah dipresentasikan.

  Tahap Elaborate

  l. Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal latihan yang terdapat pada LKS. m. Guru meminta perwakilan beberapa kelompok untuk menuliskan jawabannya di papan tulis. n. Guru bersama dengan siswa membahas jawaban di papan tulis. o. Guru meminta semua siswa mengumpulkan LKS yang sudah mereka kerjakan.

  3. Penutup

  Tahap Evaluate

  p. Guru memberikan kuis individu kepada siswa berkaitan dengan materi yang sudah dipelajari pada hari itu dan meminta agar siswa mengerjakan secara individu. Setelah siswa selesai mengerjakan kuis individu, lembar jawab siswa dikumpulkan. q. guru memberikan beberapa contoh permasalahan sehari-sehari yang dikaitkan dengan konsep materi pelajaran pada hari itu. r. Guru bersama-sama siswa menyimpulkan pelajaran yang didapat pada hari itu. Kemudian guru menginformasikan kepada siswa tentang materi yang akan dipelajari pada pertemuan yang akan datang dan meminta siswa untuk mempelajari secara mandiri di rumah.

4. Tinjauan Materi Prisma dan Limas

a. Prisma

  Prisma adalah bangun ruang yang dibatasi oleh dua bidang alas danbidang atas berhadap-hadapan yang kongruen dan sejajar serta bidang- bidang tegak yang berpotongan menurut rusuk-rusuk yang sejajar.

  Sedangkan pengertian prisma beraturan adalah prisma tegak yang bidang alas dan bidang atasnya berbentuk segi banyak beraturan, sedangkan panjang rusuk tegaknya disebut tinggi prisma tegak tersebut. 1) Luas Permukaan Prisma

  Gambar (a) menunjukkan prisma tegak segitiga ABC.DEF, sedangkan Gambar (b) menunjukkan jaring-jaring prisma tersebut. Kita dapat menemukan rumus luas permukaan prisma dari jaring-jaring prisma tersebut. Luas permukaan prisma = luas ∆DEF + luas ∆ABC + luas □ BADE + luas □ ACFD + luas□ CBEF

  = (2 x luas ∆ABC) + (AB x BE) + (AC x AD) + (CB x CF) = (2 x luas ∆ABC) + [(AB + AC + CB) x AD] = (2 x luas alas) + (keliling ∆ABC x tinggi) = (2 x luas alas) + (keliling alas x tinggi) Dengan demikian, secara umum rumus luas permukaan prisma sebagai berikut.

  Luas permukaan prisma = (2 x luas alas) + (keliling alas x tinggi) 2) Volume Prisma

  Volume Prisma = Luas alas tinggi

b. Limas

  Limas adalah bangun ruang yang dibatasi oleh sebuah segi banyak (sebagai alas) dan beberapa sisi segitiga yang bertemu pada satu titik puncak. Sedangkan pengertian limas beraturan adalah limas yang alasnya berbentuk segi banyak beraturan, dan sisi tegaknya berbentuk segitiga-segitiga yang kongruen. 1) Luas Permukaan Limas

  Perhatikan Gambar di atas. Gambar (a) menunjukkan limas segi empat T.ABCD dengan alas berbentuk persegi panjang. Adapun Gambar (b) menunjukkan jaring-jaring limas segiempat tersebut. Seperti menentukan luas permukaan prisma, kita dapat menentukan luas permukaan limas dengan mencari luas jaring-jaring limas tersebut.

  Luas permukaan limas = luas persegi ABCD + luas ∆ TAB + luas ∆ TBC + luas ∆TCD + luas ∆TAD = luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak Jadi, secara umum rumus luas permukaan limas sebagai berikut.

  Luas permukaan limas = luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegak 2) Volume Limas

  Volume limas = x luas alas x tinggi

B. Hasil Penelitian Yang Relevan

  Penelitian yang dilakukan Apriyani (2010) diperoleh hasil bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP N 2 Sanden kelas VIII mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 5e. Karena pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 5e untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan model pembelajaran Learning Cycle 7e berbasis inkuiri untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  Penelitian yang dilakukan oleh U. Kulsum (2011) yang diperoleh hasil bahwa keaktifan dan hasil belajar siswa

  kelas VII C SMP Negeri Welahan mengalami peningkatan setelah diterapkan model pembelajaran Learning Cycle 7e. Karena pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7e untuk

  keaktifan dan hasil belajar

  meningkatkan , maka peneliti akan melakukan penelitian dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7e berbasis inkuiri untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

  Penelitian yang dilakukan Chakkrapan Piraksa, Chokchai Yuengyong, Wimol Sumranwanich dalam penelitiannya dengan menerapkan model pembelajaran pada siswa tingkat 10 di Muang, Khonkaen, Thailand dapat

  learning cycle 7e meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi gaya dan gerak.

  Karena pada penelitian ini menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7e untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi gaya dan gerak pada mata pelajaran fisika, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan penerapan model pembelajaran Learning Cycle 7e berbasis inkuiri untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

C. Kerangka Berfikir

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat disusun suatu kerangka berpikir guna memperoleh jawaban sementara atas masalah yang timbul. Pada kondisi awal siswa kelas VIII F, aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah. Hal ini dimungkinkan karena pembelajaran yang dilakukan guru masih bersifat teacher centered dan kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, sehingga dalam kegiatan pembelajaran masih sering ditemukan siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, dan enggan bertanya kepada guru apabila mengalami kesulitan. Kemudian ketika siswa diberikan soal, kebanyakan dari siswa mengalami kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan, mereka hanya menunggu jawaban guru kemudian menyalinnya. Kemungkinan rendahnya kemampuan pemecahan matematika siswa kelas VIII F ini dipengaruhi oleh rendahnya aktivitas belajar siswa pada kelas tersebut. Selama ini pembelajaran di kelas VIII F kurang melibatkan siswa aktif dalam suatu kegiatan untuk memperoleh pengalaman guna mengembangkan pengetahuan dan pemahaman untuk bekal siswa dalam memecahkan masalah. Oleh karenanya, perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran agar aktivitas belajar dan bahwa guru masih menggunakan model konvensional dimana pembelajaran masih berpusat pada guru, maka dapat diidentifikasi bahwa permasalahan yang menjadi fokus kerja peneliti adalah bahwa guru belum menemukan model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan matematika siswa. Sejalan dengan hal ini diharapkan adanya model pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan matematika siswa.

  Untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan matematika siswa, diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk lebih berperan aktif dalam kegiatan belajar agar memperoleh pengalaman guna mengembangkan pengetahuan dan pemahaman yang dapat digunakan sebagai bekal dalam memecahkan masalah. Salah satu model pembelajaran yang mendorong partisipasi aktif, mengembangkan pengetahuannya siswa adalah model pembelajaran

  . Dalam model pembelajaran Learning Cycle 7E berlandaskan

  Learning Cycle 7E bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa sehingga siswa dituntut untuk aktif.

  Untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran dengan model tersebut diperlukan proses inkuiri yang diawali dengan kegiatan pengamatan dalam upaya untk memahami suatu konsep. Kegiatan yang terdiri dari kegiatan eksperimen, mengumpulkan dan menganalisis data, dan menarik kesimpulan ini dapat menunjang pelaksanaan model pembelajaran Learning Cycle 7E dimana siswa dapat membangun pengetahuan mereka sendiri.

  Oleh karenanya melalui model pembelajaran Learning Cycle 7E berbasis inkuiri diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan matematika siswa. Hal ini juga didukung dari beberapa penelitian yang relevan

  U. Kulsum diantaranya oleh Apriyani, , dan Chakkrapan Piraksa dkk.

D. Hipotesis Tindakan

  Hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang masih harus diuji kebenarannya melalui data yang diperoleh. Berdasarkan merumuskan hipotesis yaitu bahwa melalui penerapan model pembelajaran Learning

  

Cycle 7E berbasis inkuiri dapat meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan

  pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII F SMP Negeri 14 Surakarta tahun ajaran 2013/2014.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN LKS TERBUKA DALAM MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI I BATU

0 20 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBANTUAN MEDIA AUDIOVISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI SISWA KELAS X IS-1 SMA NEGERI 8 BANDA ACEH

1 17 1

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING BERBANTUAN KARTU SOAL TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 ULUJAMI

0 0 11

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN 7E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA

0 0 16

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA KELAS VII A SMP PLUS AL-AMANAH BOJONEGORO

0 0 8

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MIND MAPPING UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 15 YOGYAKARTA

0 8 8

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INVESTIGASI KELOMPOK TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TAROWANG KABUPATEN JENEPONTO

0 8 96

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SERTA MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP - repo unpas

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN - MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DAN AKTIVITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING ( PBL ) - repo unpas

0 0 31

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E BERBASIS INKUIRI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS BELAJAR DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 - UNS Institutional Repository

0 0 20