PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA Repository - UNAIR REPOSITORY

SKRIPSI PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL Oleh:

  MITA NOVIYANTI NIM. 131111097

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

SKRIPSI PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) dalam Program Studi Ilmu Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan UNAIR

  Oleh: MITA NOVIYANTI NIM. 131111097

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015

  i

SURAT PERNYATAAN

  Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

  Surabaya, 30 Juni 2015

  Yang Menyatakan,

  Mita Noviyanti NIM.

  131111097 ii

  HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISI

  Sebagai civitas akademik Universitas Airlangga, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Mita Noviyanti NIM : 131111097 Program Studi : Pendidikan Ners Fakultas : Keperawatan Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

  Free Right)

  atas karya ilmiah saya yang berjudul :

  “Perbedaan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa Kolase Dan Clay di PG Islam Maryam Surabaya”

  Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Airlangga berhak menyimpan, alihmedia (format), mengelola dalam bentuk pangkalandata (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

  Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Surabaya, 30 Juni 2015 Yang Menyatakan, Mita Noviyanti NIM. 131111097 iii

SKRIPSI PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  Oleh: Mita Noviyanti

  NIM. 131111097 SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 30JUNI 2015 Oleh

  Pembimbing Ketua Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes

  NIP: 197806062001122001 Pembimbing

  Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep NIP: 198109282012122002

  Mengetahui a.n Dekan

  Wakil Dekan I Mira Triharini, S.Kp., M.Kep

  NIP: 197904242006042002 iv

SKRIPSI PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  v

  Oleh: Mita Noviyanti

  NIM. 131111097 Telah diuji

  Pada tanggal, 6 Juli 2015 PANITIA PENGUJI

  Ketua : Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An (.....................) NIK: 139040680

  Anggota : 1. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes (.....................) NIP: 197806062001122001

  2. Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep (.....................) NIP: 198109282012122002

  Mengetahui a.n Dekan

  Wakil Dekan I Mira Triharini, S. Kep., M. Kep

  NIP: 197904242006042002 vi

  MOTTO Going the extra miles.

  Berjuang dengan usaha ekstra keras di atas rata-rata yang dilakukan orang lain karena manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

UCAPAN TERIMAKASIH

  Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan bimbinganNya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERBEDAAN

  KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

  memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.

  Skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis menyapaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hato yang tulus kepada:

  1. Ibu Purwaningsih, S.Kp., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ners.

  2. Ibu Mira Triharini, S.Kp., M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas

  Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ners.

  3. Ibu Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I yang telah

  membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.

  4. Ibu Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah

  membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.

  5. Ibu Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An selaku penguji skripsi. Terima kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan skripsi saya.

  6. Segenap dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah

  memberikan ilmu, pengalaman, dan pengarahan. Terima kasih telah mengajarkan penulis untuk menjadi calon perawat profesional.

  7. Segenap staf pendidikan, perpustakaan, dan tata usaha. Terima kasih atas

  segala bantuan yang diberikan dari awal pembuatan proposal hingga pada akhirnya skripsi ini selesai.

  8. Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat

  (Bakesbangpolmas) Kota Surabaya yang telah memberikan perizinan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam Surabaya.

  9. Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya yang telah memberikan

  perizinan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam Surabaya.

  10. Bu Aini dan Bu Naning selaku kepala sekolah dan guru PG Islam Maryam

  Surabaya. Terima kasih telah mengizinkan dan membantu saya untuk dalam melakukan penelitan ini.

  11. Seluruh responden dan orang tua respoden yang telah bersedia meluangkan waktu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

  vii

  12. Semua keluarga yang saya cintai, Almarhum Ayah, Mama, dan Andhika.

  Terima kasih yang tak terhingga atas cinta, kesabaran, motivasi, dan doa yang senantiasa kalian panjatkan untuk saya. Terima kasih pula untuk semangat yang selalu kalian berikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.

  13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan

  dan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung demi terselesaikannya skripsi ini.

  14. Teman-teman 1 dosen pembimbing, Tsuwaibatul, Anna, Rifftya, Lina, dan

  Fathur. Terima kasih atas motivasi dan semangatnya hingga skripsi ini bisa saya selesaikan.

  15. Shinta,Yulia, Qumairy, Andri, Yunita, Tian, dan Dita yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

  16. Sahabat-sahabat tercinta Soraya, Zakiah, Ana, Pina, Maha, Yoas, Roni, dan

  Praditya. Terima kasih sebesar-besarnya untuk kalian yang selalu ada di samping saya untuk memotivasi dan memberikan saya semangat dalam menjalani kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

  17. Teman-teman KKN, Tsuwaibatul, Diva, Silvy, Anies, dan teman-teman yang

  lain. Terima kasih telah menemani, memotivasi, dan memberikan pencerahan selama pengerjaan skripsi ini.

  18. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu peneliti selama proses penyusunan skripsi.

  Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberikan kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan proposal ini.Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.

  Surabaya, 30 Juni 2015 Penulis,

  Mita Noviyanti viii

ABSTRAK PERBEDAAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  Penelitian Pra-Eksperimental

  Oleh: Mita Noviyanti

  Perkembangan motorik halus merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Kolase dan clay adalah jenis dari terapi seni rupa yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah melalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan claydi PG Islam Maryam Surabaya.

  Desain penelitian yang digunakan adalah pra-eksperimental dengan one

  group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di

  PG Islam Maryam Surabaya yang berjumlah 19 siswa. Total sampel berjumlah 14 siswa berdasarkan kriteria inklusi yangterdiri dari 7 siswa kelompok terapi seni rupa kolase dan 7 siswa kelompok terapi seni rupa clay. Variabel independen dalam penelitian ini adalah terapi seni rupa kolase dan clay. Variabel dependen adalah kemampuan motorik halus. Data dianalisis dengan menggunakan uji

  Wilcoxon Signed Rank Test dan Mann-Whitney U Test dengan derajat kemaknaan

   =0,05.

  Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan terapi seni rupa kolase (p=0,157), ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan terapi seni rupaclay (p=0,046), serta tidak ada perbedaan motorik halus anak setelah diberikan terapi seni rupa 2 kolase dan terapi seni rupa clay (p=1,000).

  Dapat disimpulkan bahwabaik terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase maupun 3 dimensi dengan media clay keduanya dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.Penelitian lebih lanjut disarankan melibatkan jumlah responden yang lebih besar untuk memberikan hasil yang lebih akurat.

  Kata kunci: anak usia prasekolah, clay, kolase, perkembangan motorik halus, terapi seni

  ix

  ABSTRACT THE DIFFERENCES IN FINE MOTOR SKILLS ON PRESCHOOL CHILDREN THROUGH COLLAGE AND CLAY ART THERAPY

IN PG ISLAM MARYAM SURABAYA

  Pre-experimental Research

  By: Mita Noviyanti Fine motor development is important and must be given some attentions.

  Collage and clay is kind ofthe art therapy that can be used to improve fine motor skills in preschool children. The purpose of this study was to analyze the differencesin fine motor skills on preschool children through 2-dimensional art therapy by using collage and 3-dimensional art therapy by using clay in PG Islam Maryam Surabaya.

  This studywas used pre-experimental design with one group pre-post test design. The populationswereall of the students in PG Islam Maryam Surabaya, 19 students.Total sample was14 students taken according to inclusion criteria which consist of 7 students for collage art therapy and 7 students for clay art therapy. The independent variables were collage and clay art therapy. The dependent variable was fine motor skills. Data were analyzed by using Wilcoxon Signed Rank Test and Mann-Whitney U Test with significance level =0.05.

  The result showed that there is no difference in children’s fine motor before and after the collage art therapy given (p=0.157), there is difference in children’s fine motor before and after the clay art therapy(p=0.046), also there is no difference in children’s fine motor aftercollage and clay art therapy are given (p=1.000).

  It can be concluded that both of collage art therapy and clay art therapy can improving fine motor skills of preschool children. Further studies should involve larger respondents to obtain more accurate results.

  Keywords: art therapy, clay, collage, fine motor development, preschool children

  x

  xi

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

   xii

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  xiii

  DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ................................................................................ 56Tabel 4.1 Desain Penelitian Pre-Experimental dengan Rancangan One Group

  

Tabel 4.2 Definisi Operasional Penelitian Efektivitas Terapi Seni Rupa Kolase dan Clay terhadap Kemampuan Motorik Halus Anak Usia

  

Tabel 5.1 Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin di PG Islam

  

Tabel 5.2 Distribusi Responden berdasarkan Usia di PG Islam Maryam

  

Tabel 5.3 Distribusi Responden berdasarkan Status Kelahiran di PG Islam

  

Tabel 5.4 Distribusi Responden berdasarkan Lama Sekolah di PG Islam

  

Tabel 5.5 Distribusi Ibu Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir di PG

  

Tabel 5.6 Distribusi Ibu Responden berdasarkan Pekerjaan di PG Islam

  

Tabel 5.7 Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase di PG Islam Maryam

  

Tabel 5.8 Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi seni rupa 3 dimensi dengan media clay di PG Islam Maryam

  

Tabel 5.9 Distribusi motorik halus anak sesudah diberikan terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media clay di

   xiv

  DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambaran Advanced (Lebih) pada Interpretasi Penilaian

  

Gambar 2.2 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes

  

Gambar 2.3 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes

  

Gambar 2.4 Gambaran Caution (Peringatan) pada Interpretasi Penilaian

  

Gambar 2.5 Gambaran Delayed (Keterlambatan) pada Interpretasi Penilaian

  

Gambar 2.6 Gambaran No Opportunity (Tidak Ada Kesempatan) pada

  

Gambar 2.7 Kerangka Konseptual Dynamic Interacting Systems. ....................... 51Gambar 2.8 Kerangka Konsep Theory of Goal Attainment. ................................. 52Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik

  

Gambar 4.1 Kerangka Operasional Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik

   xv

  DAFTAR LAMPIRAN

  

  

  

  

  

  

  

   Lampiran 17 Tabulasi Data Demografi & Hasil Pre-Post Test Responden

  Penelitian ........................................................................................ 148

  

  

  

  

  

   Lampiran 24 Dokumentasi Kegiatan Penelitian .................................................. 157 xvi

DAFTAR LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

  xvii

  AATA : American Art Therapy Association CDC : Centers of Disease Control and Prevention cm : centimeter F : Failed

  IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia kg : kilogram KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan No :No opportunity Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia P :Passed PG :Play Group PTK : Penelitian Tindakan Kelas PVA :Polyvinyl Acetate R :Refusal SAK : Satuan Acara Kegiatan SSP : Sistem Saraf Pusat TK : Taman Kanak-Kanak

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Usia prasekolah merupakan usia emas (golden age), sehingga penting bagi anak untuk diberikan stimulasi dalam mengembangkan keterampilan yang dimiliki anak (Syaiful, Widati, & Rahmawati 2012). Anak usia prasekolah pada dasarnya memiliki potensi yang perlu untuk dikembangkan secara optimal. Salah satu kemampuan anak usia prasekolah yang berkembang adalah kemampuan motorik. Kemampuan motorik ini akan berkembang sejalan dengan perkembangan kemampuan kognitif anak. Kemampuan motorik terdiri atas motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah aktivitas yang dilakukan dengan melibatkan otot-otot besar (Piaget 1952, dalam Gustiana 2011). Sedangkan motorik halus menurut Moelichatoen (2004, dalam Aquarisnawati, dkk. 2011) adalah kegiatan yang melibatkan penggunaan otot-otot halus pada jari dan tangan.

  Ministry of Education Republic of Singapore (2013) menyatakan bahwa

  keterampilan motorik halus melibatkan koordinasi dan kontrol dari beberapa bagian tubuh anak seperti tangan dalam melakukan tugas tertentu. Perkembangan motorik halus merupakan hal yang penting untuk diperhatikan demi tumbuh kembang anak pada tahap perkembangan selanjutnya (Saputri 2012). Apabila perkembangan motorik halus anak baik, maka anak akan mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan berikutnya, seperti membaca dengan baik, menulis dengan baik, dan memiliki konsentrasi yang baik (Aquarisnawati, dkk. 2011).

  1

  2 Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti pada bulan Maret 2015 terhadap siswa PG Islam Maryam Surabaya dengan rentang usia 2 hingga 5 tahun melalui 14 buah Buku Laporan Pendidikan PG Islam Maryam Surabaya, didapatkan data bahwa sebanyak 5 siswa (35,71%) memiliki kemampuan motorik halus dalam kategori baik, 6 siswa (42,9%) kategori cukup, dan 3 siswa (21,42%) kategori perlu bimbingan. Laporan belajar 5 siswa lain tidak diketahui nilainya karena buku laporan belum dikumpulkan. Namun walaupun sudah dinilai mampu, menurut Kepala PG Islam Maryam Surabaya penilaian terhadap siswa lebih dispesifikkan dengan memberikan kategori baik, cukup, atau perlu bimbingan. Kategori baik berarti siswa mampu secara mandiri melakukan kegiatan dengan hasil yang baik, kategori cukup berarti siswa mampu melakukan kegiatan secara mandiri tapi hasilnya kurang baik, dan kategori perlu bimbingan berarti siswa belum mampu melakukan kegiatan secara mandiri.

  Kemampuan motorik halus anak dapat ditingkatkan dengan memberikan stimulasi salah satunya melalui kegiatan membuat keterampilan seperti menggambar, melukis, membuat origami, dan sebagainya. Di PG Islam Maryam Surabaya stimulasi perkembangan kemampuan motorik halus anak sudah dilakukan dengan cukup baik. Kegiatan untuk menstimulasi perkembangan kemampuan motorik halus yang telah dilakukan antara lain, mewarnai, meronce, menempel, kolase, melukis dengan kelereng, melipat kertas sederhana, finger

  painting, menggunting, mencocok, melukis abstrak, melukis gelembung, dan

  mencampur warna. Variasi stimulasi perkembangan kemampuan motorik halus anak seperti membuat kolase sebagai karya seni rupa 2 dimensi sebelumnya sudah pernah dilakukan sebanyak 3 kali sepanjang bulan Agustus 2014 hingga Maret

  3 2015 dengan media kapas dan korek api. Selain itu, kegiatan membuat clay sebagai seni rupa 3 dimensi juga sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun hanya pernah satu kali dilakukan. Intensitas pelaksanaan kegiatan membuat kolase dan clay yang jarang tersebut menyebabkan pengaruhnya terhadap peningkatan kemampuan motorik halus pada siswa PG Islam Maryam Surabaya belum dapat dijelaskan.

  Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), selama periode tahun 1997 hingga 2008 sebanyak 13,87% anak di Amerika Serikat mengalami gangguan perkembangan. Data angka kejadian keterlambatan perkembangan umum anak di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memperkirakan 5% hingga 10% anak di Indonesia mengalami keterlambatan perkembangan (IDAI 2013). Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa sekitar 12,8% hingga 28,5% anak usia prasekolah di Indonesia terdeteksi mengalami gangguan perkembangan (Sinto, dkk 2008). Menurut Kepala PG Islam Maryam penilaian terhadap kemampuan motorik halus siswa dilakukan dengan melihat mampu atau tidaknya dan bagus atau tidaknya hasil tulisan, gambar, serta aktivitas stimulasi motorik halus lainnya tanpa ada instrumen khusus sehingga untuk memperkuat data, peneliti melakukan tes skrining perkembangan menggunakan Denver II pada sektor motorik halus dengan rentang usia 2 hingga 5 tahun. Tes skrining ini dilakukan pada semua siswa yang berjumlah 19 siswa. Hasil dari tes skrining tersebut adalah sebanyak 13 siswa (68,42%) berada dalam kategori suspect dan 6 siswa (31,57%) lainnya berada dalam kategori normal.

  4 Perkembangan motorik halus anak yang kurang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena stimulasi perkembangan yang kurang. Anak perlu mengoptimalkan keterampilan motorik halus yang mereka miliki sehingga mereka mampu untuk lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatan sehari-sehari seperti memotong dengan gunting dan menggunakan lem untuk merekatkan kertas (Ministry of Education Republic of Singapore 2013). Bila motorik halus anak tidak berkembang dengan baik, maka anak akan mengalami kesulitan untuk melakukan gerakan-gerakan yang melibatkan motorik halus seperti melipat jari, memegang, menggenggam, dan menempel sehingga anak akan merasa kesulitan dalam melakukan aktivitas menulis (Jumadilah 2010).

  Kesulitan anak dalam melakukan aktivitas tersebut nantinya dapat menghambat anak dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada tahap selanjutnya.

  Melatih kemampuan motorik halus dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam stimulasi. Stimulasi dapat memberikan pengaruh yang besar bagi perkembangan otak anak. Stimulasi perkembangan anak akan lebih baik bila diberikan sejak dini, semakin banyak stimulasi yang diberikan maka perkembangan anak akan semakin optimal. Kemampuan motorik halus anak dapat distimulasi dengan berbagai cara lain seperti dengan memberikan terapi seni.

  Terapi seni adalah salah satu bentuk terapi komplementer yang berhubungan dengan tubuh dan pikiran seseorang dimana seni dilibatkan sebagai sarana untuk penyembuhan penyakit, pengembangan diri, dan peningkatan kualitas hidup (Warson 2012; Rismayanthi 2009). Terapi dengan menggunakan seni rupa dapat berupa seni rupa 2 dimensi dan 3 dimensi. Seni rupa 2 dimensi adalah karya seni rupa dengan dimensi panjang dan lebar, yang hanya dapat dilihat dari satu arah

  5 pandang saja. Media yang dapat digunakan sebagai terapi seni 2 dimensi antara lain, menggambar, melukis, kolase, dan lain sebagainya. Sedangkan seni rupa 3 dimensi adalah karya seni rupa yang memiliki volume dengan dimensi panjang, lebar, dan tinggi. Bahan yang dapat digunakan dalam membuat seni 3 dimensi antara lain batu, kayu, clay(tanah liat), kain, kaca, bahan daur ulang atau biji- bijian (Kim 2014; Cosa 2012).

  Kolase merupakan salah satu jenis seni rupa 2 dimensi yang dapat dijadikan sebagai salah satu jenis latihan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus anak (Jumadilah 2010). Membuat kolase dilakukan dengan cara menyusun berbagai bahan pada sehelai kertas yang datar. Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk direkatkan pada kertas tersebut antara lain, berbagai bentuk kertas, kain, bahan-bahan bertekstur, dan benda-benda menarik lainnya (Christianti 2009). Menurut Susanto (2002,dalam Jumadilah 2010) didalam membuat keterampilan kolase terdapat 3 aspek aktitivitas yang harus dipenuhi yaitu menjepit, mengelem, dan menempel. Aktivitas tersebut bermanfaat dalam melatih koordinasi otot-otot halus pada jari tangan sehingga kemampuan motorik halus anak nantinya bisa berkembang semakin baik. Hasil penelitian Jumadilah (2010) pada anak tuna grahita sedang menyebutkan bahwa keterampilan kolase dapat meningkatkan kemampuan motorik halus sebagai persiapan menulis permulaan siswa.

  Clay sebenarnya memiliki arti tanah liat. Namun dalam perkembangannya, clay digunakan untuk menyebut adonan yang teksturnya menyerupai tanah liat

  (Wahyuningsih 2012; Muafifah 2013). Berdasarkan hasil penelitian Wahyuningsih (2012), aktivitas membuat clay dapat dijadikan sebagai stimulasi

  6 dalam mengembangkan kemampuan motorik halus anak tunagrahita sedang. Clay dapat membantu menstimulasi kelenturan dan kekuatan otot-otot halus pada pergelangan tangan dan jari-jari anak karena clay memiliki tekstur lembut yang dapat memudahkan anak untuk meremas, mencubit, serta membentuk berbagai bentuk sesuai apa yang mereka inginkan (Partiyem 2014). Stimulasi perkembangan motorik halus yang baik dengan berbagai metode sangat diperlukan bagi siswa agar siswa nantinya mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan di tahap selanjutnya.

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Kim (2014), terapi seni 3 dimensi terbukti lebih efektif dalam meningkatkan locus of control pada anak berkebutuhan khusus dibandingkan menggunakan seni 2 dimensi. Penggunaan

  clay bagi anak-anak akan memberikan hasil yang lebih baik terhadap

  perkembangan otot-ototnya karenaclay lebih mudah untuk dimanipulasi dan tidak menuntut penciptaan suatu bentuk tertentu (Bloom 1980, dalam Kim 2014).

  Media 2 dimensi maupun 3 dimensi memiliki kelebihan masing-masing yang berbeda. Media 2 dimensi memiliki tingkat keabstrakan lebih tinggi dibandingkan media 3 dimensi sehingga dapat menstimulasi kemampuan seseorang dalam berkreativitas. Sedangkan media 3 dimensi memiliki manfaat dalam menampilkan benda-benda secara nyata sehingga dapat memberikan pengalaman belajar secara langsung kepada seseorang (Susanto 2006, dalam Anwar, Dwi, & Syarief 2009).Dilihat dari prosesnya, kolase merangsang anak harus menjepit, mengelem, dan menempel benda-benda dalam ukuran kecildibandingkan dengan membuat

  clay yang merangsang anak untuk meremas, mencubit, dan membuat suatu bentuk

  sesuai keinginan merekauntuk melemaskan jari-jari tangannya. Namun belum

  7 diketahui mana yang lebih efektif terhadap peningkatan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.

  Berdasarkan Theory of Goal Attainment yang digagas Imogene M. King pada tahun 1971, tujuan keperawatan dapat dicapai melalui interaksi antara perawat dengan klien yang dihasilkan dari pemberian aksi dan proses reaksi (Nursalam 2013). Masalah kurangnya motorik halus anak usia prasekolah pada penelitian ini dapat diatasi dengan memberikan stimulasi melalui pemberian terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan clay. Melalui pemberian intervensi tersebut sebagai aksi diharapkan akan tercipta suatu reaksi dan interaksi antara peneliti sebagai perawat dan setiap siswa sebagai klien dalam mencapai suatu tujuan yaitu peningkatan kemampuan motorik halus anak. Selain itu, King juga menyebutkan bahwa intensitas interaksi antara perawat dan klien merupakan kunci dari penetapan dan pencapaian tujuan keperawatan.

  Semakin sering perawat berinteraksi dengan klien, maka tujuan keperawatan akan lebih mudah untuk dicapai(Nursalam 2013). Sama halnya dengan penelitian ini yang membutuhkan interaksi yang berulang-ulang antara peneliti dengan masing- masing siswa sehingga kemampuan motorik halus siswa bisa meningkat secara optimal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan suatu penelitian mengenai perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan

  claydi PG Islam Maryam Surabaya dengan pendekatan Theory of Goal Attainment dari Imogene M. King.

  8

  1.2 Identifikasi Masalah

  Faktor yang mempengaruhi: Stimulasi

  1. Faktor genetik perkembangan

  2. Jenis kelamin motorik halus

  3. Lingkungan kurang

  4. Aktivitas anak

  5. Kesehatan dan gizi pranatal

  6. Gizi anak pasca lahir

  7. Sosial ekonomi

  8. Stimulasi

  9. Perlindungan

  10. Lahir prematur

  11. Kesulitan saat melahirkan

  12. Kelainan (psikis, mental, fisik) a. Hasil studi pendahuluan di PG Islam Maryam Surabaya: Dari 14 siswa didapatkan data sebanyak 5 siswa

  (35,71%) motorik halusnya berada dalam kategori baik, 6 siswa (42,9%) kategori cukup, dan 3 siswa (21,42%) b. kategori perlu bimbingan.

  Dari hasil pemeriksaan DDST didapatkan data 13 siswa (68,42%) berada dalam kategori suspect dan 6 siswa c. (31,57%) berada dalam kategori normal.

  Stimulasi perkembangan kemampuan motorik halus anak sudah dilakukan dengan cukup baik, namun untuk kegiatan membuat kolase dan clay jarang dilakukan.

  Kemampuan motorik halus anak kurang

Gambar 1.1 Identifikasi Masalah Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik

  Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa Kolase danClay di PG Islam Maryam Surabaya.

  1.3 Rumusan Masalah

  Bagaimanakah perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan 3 dimensi menggunakan claydi PG Islam Maryam Surabaya?

  9

1.4 Tujuan Penelitian

  1.4.1 Tujuan umum

  Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolahmelalui terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolasedan 3 dimensi menggunakanclaydi PG Islam Maryam Surabaya.

  1.4.2 Tujuan khusus

  1) Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase.

  2) Menganalisis perbedaan kemampuan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 3 dimensi menggunakanclay.

  3) Menganalisisperbedaan kemampuan motorik halus anak setelah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi menggunakanclay.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Teoritis

  Hasil penelitian ini dapat menjelaskan pengaruh dan perbedaan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah melalui terapi seni 2 dimensi menggunakan media kolase dan 3 dimensi menggunakan media clay sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu keperawatan anak terkait upaya peningkatan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah.

  10

1.5.2 Praktis

  1) Bagi profesi keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi perawat khususnya perawat anak dalam menerapkan terapi seni sebagai upaya untuk menstimulasi peningkatan kemampuan motorik halus anak usia prasekolah. 2) Bagi guru

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi pendidik dalam memberikan stimulasi kemampuan motorik halus anak dan dapat diterapkan dalam kurikulum pendidikan anak usia prasekolah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak Usia Prasekolah

  2.1.1 Definisi anak usia prasekolah

  Anak usia prasekolah adalah anak dengan rentang usia antara 3 hingga 6 tahun (Potter & Perry 2005). Pada masa ini, pertumbuhan berjalan dengan stabil.

  Selain itu, perkembangan anak akan meningkat seiring dengan aktivitas jasmani, keterampilan, dan proses berfikir yang meningkat (Menteri Kesehatan RI 2014).

  2.1.2 Karakteristik perkembangan anak usia prasekolah

  2.1.2.1 Perkembangan biologis Pada masa prasekolah, pertumbuhan fisik yang sedang dialami anak akan melambat dan semakin stabil. Perkembangan fisik anak penting untuk diperhatikan baik secara langsung maupun tidak langsung karena nantinya dapat mempengaruhi perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Jika ditinjau secara langsung, perkembangan fisik anak akan menentukan kemampuan dan keterampilan anak dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung, perkembangan fisik akan mempengaruhi pandangan anak terhadap dirinya sendiri dan orang lain (Hurlock 1997; Potter & Perry 2005).

  Berat badan anak rata-rata akan meningkat sekitar 2,3 kg tiap tahunnya. Sedangkan tinggi badan anak akan mengalami pertambahan 6,75 hingga 7,5 cm per tahun (Wong, et al. 2008). Denyut jantungakan menurun mendekati 90 kali per menit. Laju pernapasan juga akan menurun menjadi 22 hingga 24 kali per

  11

  12 menit. Selain itu, pada masa prasekolah koordinasi antara otot besar dan otot halus akan berkembang baik (Potter & Perry 2005).

  Selain perkembangan fisik, pada aspek perkembangan biologis anak juga terdapat perkembangan motorik. Perkembangan motorik adalah perkembangan dalam mengendalikan gerakan-gerakan melalui koordinasi antara aktivitas sistem saraf pusat (SSP), urat saraf, dan otot-otot. Perkembangan motorik merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting untuk dilaksanakan dan dilalui oleh anak usia prasekolah dan dalam tahun-tahun pertama sekolah. Perkembangan motorik pada anak usia prasekolah meliputi penggunaan beberapa otot yang berbeda secara terkoordinasi (Hurlock 1997). Pada kemampuan motorik kasar, anak prasekolah akan mampu berlari, berjalan naik dan turun dengan baik, serta anak mulai belajar untuk melompat. Pada kemampuan motorik halus, anak akan belajar untuk mencontoh lingkaran, silang, kotak, dan segitiga (Potter & Perry 2005).

  2.1.2.2 Perkembangan psikososial Pada aspek perkembangan psikososial, tugas utama anak usia prasekolah adalah menguasai rasa inisiatif. Bila tugas ini terpenuhi anak akan mampu mengeksplorasi lingkungan, keterampilan baru, dan teman baru dengan baik (Potter & Perry 2005; Wong, et al. 2009). Pada tahap ini anak belajar mengenal banyak gagasan dan aktivitas dengan cepat dan tepat. Anak akan berfokus pada kesuksesan bukan pada kegagalan sehingga anak akan terstimulasi untuk berinisiatif mengerjakan hal apapun untuk mendapatkan kesenangan yang sederhana (Sujiono 2009).

  13

  2.1.2.3 Perkembangan kognitif Perkembangan kognitif merupakan perkembangan yang mengacu pada kemampuan anak untuk berpikir dan memberikan alasan (Sujiono, 2009).

  Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran praoperasional. Tahap ini masih dibagi lagi menjadi dua fase yaitu, fase prakonseptual dan fase pikiran intuitif. Fase prakonseptual yaitu fase dimana anak-anak mulai menilai orang, benda, dan kejadian yang ada. Sedangkan pada fase pikiran intuitif anak telah mampu memikirkan hal yang lebih kompleks seperti mengelompokkan benda-benda berdasarkan warna atau ukuran (Potter & Perry 2005; Piaget 1952, dalam Wong, et al. 2009).

  Pada masa ini, anak prasekolah belajar untuk mengerti dunia di sekitar mereka melalui kegiatan eksplorasi lingkungan sekitarnya (Charleroy, et al. 2012)

  2.1.2.4 Perkembangan moral Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, perilaku tentang konsep benar dan salah (Gibbs 2003, dalamSantrock 2007). Berdasarkan

  Teori Kohlberg (1958), anak-anak yang berusia di bawah 9 tahun menggunakan tingkatan prakonvensional sebagai penalaran tentang moral. Penalaran prakonvensional merupakan tingkat terendah dari penalaran moral. Anak pada tahap prasekolah mulai belajar memahami tentang perilaku yang benar dan salah berdasarkan dari hasil yang nantinya didapat berupa hukuman (punishment) atau penghargaan (reward). Bila anak dihukum, maka perilaku tersebut adalah buruk dan sebaliknya tanpa memperhatikan makna tindakan tersebut. Selain itu, anak prasekolah cenderung berperilaku sesuai dengan kebebasan (Potter & Perry 2005; Santrock 2007; Wong, et al. 2009).

  14

  2.1.2.5 Perkembangan spiritual Pada usia prasekolah pengetahuan anak tentang keyakinan dan agama diamati dan dipelajari dari orang yang bermakna dalam hidup mereka, biasanya dari orang tua dan kegiatan praktik keagamaan. Pemahaman anak terhadap hal-hal spiritualitas dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya. Anak mulai mengenal konsep Tuhan, mengerti kisah sederhana mengenai keyakinan mereka, dan menghapal doa-doa singkat walaupun mereka belum mampu untuk memaknainya (Kenny 1999, dalam Wong et al. 2009).

  2.1.2.6 Perkembangan citra tubuh Perkembangan citra tubuh merupakan hal yang penting dalam aspek perkembangan anak usia prasekolah. Anak prasekolah mulai paham keinginan akan penampilan yang sesuai dengan apa yang mereka mau dan enggan berpenampilan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketika anak telah mencapai usia 5 tahun, anak akan mulai membandingkan ukuran tubuhnya dengan teman sebayanya. Walaupun citra tubuh telah berkembang dengan baik, anak prasekolah belum mampu untukmendefinisikan ruang lingkup tubuhnya (Wong, et al. 2009).

  2.1.2.7 Perkembangan seksualitas Perkembangan seksualitas bagi anak prasekolah merupakan fase yang penting bagi identitas seksual individu secara menyeluruh. Anak pada usia prasekolah memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin (Wong, et al. 2009).

  Sigmund Freud (1910, dalam Hapsari 2013) menyatakan bahwa anak usia 3 hingga 7 tahun berada pada perkembangan psikoseksual fase phallic. Pada fase

  15 ini anak belajar memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu, perkembangan psikoseksual anak prasekolah berfokus pada alat kelamin yang mereka miliki dan mereka akan mulai bertanya tentang hal tersebut yang nantinya dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku seksual anak.

  2.1.2.8 Perkembangan sosial Perkembangan sosial adalah perkembangan kemampuan seseorang dalam berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk bisa bersosialisasi sebagai upaya untuk meningkatkan perkembangan sosial seseorang perlu melewati tiga proses sosialisasi antara lain (Hurlock 1997): 1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial, 2) Memainkan peran sosial yang dapat diterima, dan 3) Perkembangan sikap sosial.

  Sejak usia 2 hingga 6 tahun, anak mulai belajar untuk membina hubungan sosial dan bergaul dengan orang di luar lingkungan rumah. Anak prasekolah cenderung lebih menyukai bergaul dengan anak-anak lain yang umurnya sebaya. Mereka belajar beradaptasi dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Pada masa prasekolah, hubungan yang telah dijalin anak dengan anak-anak lain akan meningkat dan dapat dijadikan sebagai penentu gerak maju perkembangan mereka. Menurut Hurlock (1997), pola perilaku dalam situasi sosial yang berkembang pada masa kanak-kanak awal antara lain: 1) Kerja sama

  Anak akan belajar bermain dan bekerja sama dengan anak lain yang sebaya hingga mereka berusia 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang dimiliki

  16 anak untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat anak belajar bekerja sama.

  2) Persaingan Persaingan bila digunakan sebagai dorongan bagi anak untuk berusaha sebaik-baiknya akan menambah sosialisasi mereka. Namun jika persaingan diekspresikan dengan pertengkaran, akan menciptakan sosialisasi yang buruk. 3) Kemurahan hati

  Pada masa kanak-kanak awal, kesediaan anak untuk berbagi sesuatu dengan sebayanya akan meningkat dibandingkan dengan sikap mementingkan diri sendiri. Kemurahan hati pada dasarnya akan menghasilkan penerimaan sosial. 4) Hasrat akan penerimaan sosial

  Apabila hasrat untuk diterima kuat, anak akan terdorong untuk bisa beradaptasi dengan tuntutan sosial. Hasrat penerimaan oleh orang dewasa akan muncul terlebih dahulu dan kemudian diikuti munculnya hasrat untuk diterima teman sebaya.

  5) Simpati Anak usia dini cenderung mengekspresikan rasa simpati mereka dengan berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih.

  6) Empati Empati merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan hal ini akan dapat berkembang apabila anak dapat memahami maksud pembicaraan orang lain.

  17 7) Ketergantungan

  Ketergantungan terhadap orang lain akan mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.

  8) Sikap ramah Anak pada masa kanak-kanak awal akan cenderung menunjukkan sikap ramah mereka melalui kesediaan melakukan sesuatu untuk atau bersama anak/orang lain dan dengan mengekspresikan kasih sayang pada mereka. 9) Sikap tidak mementingkan diri sendiri

  Pada masa kanak-kanak awal, anak akan belajar untuk memikirkan orang lain sekitarnya dan tidak memusatkan perhatian pada kepentingan mereka sendiri.

  10) Meniru Anak akan cenderung meniru seseorang yang telah diterima baik oleh kelompok sosial agar mereka mampu mengembangkan sifat yang menambah penerimaan kelompok terhadap diri mereka. 11) Perilaku kelekatan (attachment behavior)

  Anak pada masa kanak-kanak awal akan mengembangkan suatu kelekatan yang hangat kepada anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan mereka.

  Anak pada masa prasekolah telah mampu mengatasi rasa ansietas akibat bertemu orang asing dan ketakutan akan perpisahan. Mereka sudah mampu berhubungan dengan orang lain yang tidak dikenal di sekitar mereka dan memahami perpisahan singkat dengan orang. Anak prasekolah sudah mampu menghadapi perubahan dalam aktivitas sehari-hari. Selain itu, mereka mampu

  18 melewati banyak ketakutan, fantasi, dan ansietas melalui kegiatan yang menyenangkan seperti bermain (Wong, et al. 2009).

2.2 Konsep Perkembangan Motorik Halus

  2.2.1 Definisi motorik halus

  Motorik halus adalah suatu gerakan dengan menggunakan fungsi otot-otot halus. Baik tidaknya kemampuan motorik halus seorang anak dipangaruhi oleh intensitas belajar dan berlatih (Dewi 2011). Dalam Permenkes RI Nomor 66 Tahun 2014 tentang Pemantauan Pertumbuhan, Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak disebutkan bahwa motorik halus merupakan aspek yang berkaitan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan tertentu yang melibatkan fungsi otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang tepat dan cermat. Motorik halus termasuk dalam salah satu aspek-aspek perkembangan anak yang perlu dipantau. Perkembangan kemampuan motorik halus pada anak usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan demi tumbuh kembangnya pada tahap berikutnya (Saputri 2012).

  2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perkembangan motorik halus

  Beberapa faktor dapat mempengaruhi perkembangan motorik halus seorang anak. Faktor-faktor ini dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan eksternal, antara lain (Hurlock 1997;Apriastuti 2013; Lindawati 2013; Al-Hassan & Lanford 2009, dalam Sutrisno 2014; Taju, Ismanto, & Babakal 2015):

  19 1) Faktor internal (1) Faktor genetik