TINJAUAN FIKIH SIYASAHTENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN (Studi atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi) - Raden Intan Repository

  TINJAUAN FIKIH SIYASAHTENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN (Studi atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi) SKRIPSI

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Sayari’ah dan

  Hukum Oleh:

  PEGI HASMALINA NPM 1321020112 Program Studi : Siyasah (Hukum Tata Negara) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M

  

TINJAUAN FIKIH SIYASAHTENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN

(Studi atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi) SKRIPSI

  Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (S.H) dalam Ilmu Syari’ah dan

  Hukum Oleh:

PEGI HASMALINA NPM 1321020112

  

Program studi : Siyasah (Hukum Tata Negara)

Pembimbing I : Drs. H. Said Jamhari. M,Kom.I.

  Pembimbing II : Frenki. M.Si.

  FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2017 M

  

ABSTRAK

TINJAUAN FIKIH SIYASAH TENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN

(Studi atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi)

Oleh

  

Pegi Hasmalina

  Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas negara hukum

  

(rechtsstaat) dan tidak mendasarkan atas kekuasaanya saja. Kewenangan dan

  tindakan pemerintah serta lembaga-lembaga negara yang lain, harus dilandasi dengan hukum dan harus bisa dipertanggung jawabkan secara hukum maupun di depan hukum Hak prerogatif presiden adalah hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga- lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak. Dalam artian tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga negara yang lain, dalam sistem pemerintahan yang modern, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi sedangkan fikih siyasah sendiri tidak melarang pemberian pengampunan bagi hukuman yang ringan. Permasalahan yang diteliti dalam penulisan skripsi ini yakni bagaimana hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana korupsi dan bagaimana tinjauan fikih siyasah tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library

  

Research) dengan pendekatan deskriptif analitist, teknik pengumpulan data dilakukan

  melalui dokumentasi dengan cara penelusuran dan penelitian kepustakaan. Kemudian yang terkumpul diolah melalui prosesediting, coding dam sistematika data sehingga menjadi bentuk karya ilmiah yang baik. Sedangkan analisis masalah dengan menggunakan analisis isi. Hasil penelitian yang didapat, bahwa pemberian grasi yang dilakukan oleh presiden merupakan salah satu dari hak prerogatif presiden dan pemberian grasi pada dasarnya bertujuan memberikan ampunan juga mengkoreksi pelaksanaan hukuman sebagai hasil putusan hakim. dan di dalam fikih siyasah sendiri tidak menjelaskan secara detail tentang pengampunan tetapi pengampunan diatur lebih dalam di dalam hukum pidana Islam yang di dalamnya hanya mengenal pemaafan hanya untuk pelaku kejahatan ta’zir.

  

MOTTO

ﺎَﻳا ْﻢُﻜْﻨِﻣ ِﺮْﻣَْﻷا ِﱄوُأَو َلﻮُﺳﱠﺮﻟا اﻮُﻌﻴِﻃَأَو َﻪﱠﻠﻟا اﻮُﻌﻴِﻃَأ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ۖ◌ ِﻪﱠﻠﻟا ﻩوﱡدُﺮَـﻓ ٍءْﻲَﺷ ِﰲ ﻢُﺘْﻋَزﺎَﻨَـﺗ ْنِﺈَﻓ ِﺮ ِﺧ ْﻵا ِمْﻮَـﻴْﻟاَو ِﻪﱠﻠﻟﺎِﺑ َنﻮُﻨِﻣْﺆُـﺗ ْﻢُﺘْﻨُﻛ ْنِإ ِلﻮُﺳﱠﺮﻟاَو ۚ◌ ًﻼﻳِوْﺄَﺗ ُﻦَﺴْﺣَأَوٌﺮْـﻴَﺧ َﻚِﻟَٰذ ا

  

Artinya: “Wahai, orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah

Rasul (Muhammad) dan Ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara

kamu. Kemudian jika kau berbeda pendapat tentang sesuatu,

makakembalikan kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya),

jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.

Yang demikian itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” (QS

An-Nisaa: 59).

  

PERSEMBAHAN

  Karya keciku ini kupersembahkan kapada :

  1. Ayahanda tersayang Hasyim Jaelani S.H yang telah tiada, yang setiap do’aku kuhaturkan terimakasih, karena selama Kau hidup Kau selalu menyemangati, menyayangi, dan mengasihiku serta mendoakan akan keberhasilanku.

  2. Ibunda tercinta Linda Nurdiana BBA, yang memberikankasih sayang, dukungan baik moril maupun materil, memberikan nasehat, serta menemaniku dan tak lupa pula memberikan doa demi tercapainya cita-citaku.

  3. Adinda Yuliski Hasmi S.SiT, Adinda Vina Selviana S.H, dan Alfasa Asda Paraga Hasyim yang selalu mendukung dan memberikan semangat serta motivasi .

  4. Sahabat-sahabatku Annisa Ulfa Haryati, Rahmi Anggraeni, Irda Fitria, Tiara Tamsil, Choirunisa, Aziza Aziz Rahmanigsih atas bantuan dan dukungannya.

  5. Teman-teman seperjuangan jurusan Siyasah (Hukum Tata Negara) tahun 2013,

  6. Seluruh dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmunya dengan tulus dan iklas.

  7. Almamater tercinta, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

RIWAYAT HIDUP

  Pegi Hasmalina,dilahirkan di Kota Metro, pada tanggal 2 Maret1996, anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Ayah yang bernama (Alm) Hasyim Jaelani S.H dan Ibu Linda Nurdiana BBA. Pendidikan dimulai dari Taman Kanak-Kanak PGRI (TK) Kota Metro, dan

  Sekolah Dasar Negeri I Gunung Sugih Lampung Tengah, diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Madrasah Tsanawiyah (MTs) Kota Metro, diselesaikan pada tahun 2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Azhar 3 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Univesitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Program Strata Satu (S-1) Jurusan Siyasah (Hukum Tata Negara) dan telah menyelesaikan skripsi dengan judul: TINJAUAN FIKIH SIYASAH TENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN (Studi Atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi).

  Bandar Lampung,29 Juni 2017.

  Yang Membuat.

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah, pujisyukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya yang senantiasa memberikan petunjuk dan membimbing langkah penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

  Skripsi dengan judul ”Tinjauan Fikih Siyasah Tentang Hak Prerogatif Presiden (Studi Atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Siyasah (Hukum Tata Negara), Faultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, motivasi, saran dan kritik yang telah diberika oleh semu pihak.

  Utuk itudalam kesempatan inipenulis mengucapkan terimakasih seluruhnya kepada :

  1. Dr. Alamsyah, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  2. Dr. H. Khairuddin, M.H., selaku Wakil Dekan I Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  3. Drs. Haryanto H, M.H., selaku Wakil Dekan Ii Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  4. Drs. H. Chaidir Nasution, M.H., selaku Wakil Dekan III Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  5. Drs. Susiadi As, M.Kom.I selaku ketua Jurusan Siyasah (Hukum Tata Negara)Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  6. Drs. H. M. Said Jamhari. M,Kom.I selaku pembimbing I, dan Bapak Frenki, M.Si. Selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi hingga skripsi ini selesai., yang selalu memeberikan semangat, dukungan, saran dan motivasi agar cepat terselelsaikan skripsi ini.

  7. Bapak dan Ibu dosen, para staff karyawan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

  8. Pimpinan dan karyawan perpustakaan Fakultas Syari’ah dan Institut yang telah memberikan informasi, data, referensi dan lain-lain.

  Semoga amal baik Bapak dan Ibu serta semua pihak akan diterima dan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya bagi para penegak hukum. Amīn yā rabbal ’ālamīn.

  Bandar Lampung, 29 Juni 2017 Penulis

  Pegi Hasmalina

  DAFTAR ISI ABSTRAK ……………………………….................................. .......................... ii

PERSETUJUAN ……………………………….................................................. iii

PENGESAHAN ……………………………………………………………….... iv MOTTO ………………………………………………………………………..... v PERSEMBAHAN …………………………………………..... ............................ vi RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………...…… vii KATA PENGANTAR ……………………………………..... ............................. viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………...…. x

  BAB I : PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ……………………………………..…............... 1 B. Alasan Memilih Judul …………………………………......……. 3 C. Latar Belakang Masalah …………………………………...…..... 4 D. Rumusan Masalah ……………………...……………………...... 10 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian …………………………….... 10 F. Metode Penelitian ………………………………………………. 11 BAB II : HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PEMBERIAN GRASI KEPADA NARAPIDANA KORUPSI A. Pengertian Hak Prerogatif Presiden …………………………... 18 B. Macam-macam Hak Prerogatif Presiden ……………………… 23 C. Dasar Hukum tentang Hak Prerogatif Presiden …………………

  35 D. Pemberian Grasi kepada Narapidana Korupsi ………………….. 38

  BAB III : HAK PEMIMPIN DALAM PEMBERIAN PENGAMPUNAN MENURUT FIKIH SIYASAH A. Pengertian Pengampunan ……………………………………..… 48 B. Macam-macam Pengampunan ………………………………..… 55 C. Hak Pemimpin dalam Pemberian Pengampunan ……………..… 63 D. Sejarah Pemberian Pengampunan dalam Islam ……………….... 72 BAB IV: TINJAUAN FIKIH SIYASAH TENTANG HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PEMBERIAN GRASI KEPADA NARAPIDANA KORUPSI A. Hak Pemimpin dalam Pemberian Pengampunan Menurut Para Ulama Fikih Siyasah ………………...……………………………….…. 77 B. Hak Prerogatf Presiden dalam Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi Menurut Fikih Siyasah …………..…………………….. 83 BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ……………………………………………...……... 86 B. Saran ………………………………………………...………….. 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

  1 BAB I

  PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

  Untukmemahamijudulskripiini,penulis akan terlebih dahulu mengemukakan beberapa istilah yang terkandung dalam judul skripsi ini, adapun judulskripsi ini adalahTINJAUAN FIKIH SIYASAH TENTANG HAK PREROGRATIF

PRESIDEN (Studi atas Pemberian Grasi Kepada Narapidana Korupsi).

  Tinjauan adalah pemeriksaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan pengumpulan data, pengolahan, analisis, dan penyajian data yang dilakukan

  1 secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

  Fikih siyasah adalah ilmu tatanegara Islam yang secara sepesifik membahas tentang seluk beluk pengaturan kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada khususnya, berupa penetapan hukum, peraturan, dan kebijakan oleh

  2 pemegang kekuasaan yang bernafaskan atau sejalan dengan ajaran agama Islam.

  Hak prerogatif presiden adalah hak khusus atau hak istimewa yang ada pada seorang pemimpin negara karena kedudukannya sebagai kepala negara. Seperti

  3 memberi tanda jasa, gelar, grasi, amnesty, abolisi, rehabilitasi dan lain-lain.

  Grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, atau penghapusan

  4 pelakasana pidana kepada terpidana yang diberikan oleh presiden. 1 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), h. 32. 2 Ahmad Surkardja, Syarif Ibnu Mujar, Tiga Katagori Hukum, (Syariat, Fikih dan Kanun), (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 86. 3 Dasril Radja, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT Rineke Cipta, Edisi Revisi Ke-II,

  2 Narapidana adalah setiap individu yang telah melakukan pelanggaran hukum yang berlaku kemudian diajukan ke pengadilan dan dijatuhi vonis pidana penjara

  5

  atau kurungan oleh hakim Korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain berlawanan dengan kewajibannya dan hak-

  6 hak dari pihak lain.

  Berdasarkanuraian diatasdapat diperjelas bahwayang ingin diteliti oleh penulis adalah untuk mengetahui tentang hak khusus yang hanya dimiliki oleh presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana kasus korupsi, dan juga untuk mengetahui lebih dalam tentang hak prerogatif atau hak khusus tersebut, kemudian ditinjau dari Fikih Siyasah.

B. Alasan Memilih Judul

  Alasan-alasanyang mendorong dipilihnyajudul skripsiini adalah:

  1. Alasan Objektif

  4 Undang-undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi, Pasal 1 Ayat (1) 5 6 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineke Cipta, 2009), h.3.

  Asmawi, Teori Maslahat Dan Relevensi Perundang-undagan Pidana Khusus di Indonesia, (Jakarta: Badan Lintang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, 2010), h. 53.

  3 Menganalisis tentang arti hak prerogatif presiden khususnya pemberian grasi terhadap narapidana kasus korupsi. Hal ini disebabkan karena dikalangan masyarakat mulai mempertanyakan tentang pemberian pengampunan terhadap narapidana korupsi yang sepatutnya tidak pantas diberi pengampunan.

  Mendalamidanmemperluas wawasan terkait masalah pemberian pengampunan oleh presiden menurut hukum islam serta bagaimana sistem ketatanegaraan dalam Islam (fikih siyasah), tentang pemberian pengampunan terhadap narapidana korupsi. Sebagaiwujuduntuk memberi informasi kepada masyarakat tentang pelaksanan pemberian pengampunan oleh presiden tersebut.

  2. Alasan Subjektif Selain alasandiatas yangmendasari dipilihnyajudulini adalah bahwamasyarakat banyak yang tidak mengetahui tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian pengampunan terhadap kasus-kasus kejahatan, seperti korupsi dan narkoba, karena masyarakat hanya mengetahui hak prerogatif presiden dalam pergantian menteri (reshuffle) saja.

  Permasalahaninibelumada yang membahasnya, khususnyadi Fakultas Syai’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri RadenIntanLampung, selainitu sebagai syaratpenulis dalammenyelesaikanstrata satudansesuaidengan bidang keilmuan yang penulis tekuni sebagai mahasiswaFakultas Syari’ah dan

  4 C. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas negara hukum

  (rechtsstaat) dan tidak mendasarkan atas kekuasannya saja. Kewenangan dan

  tindakan pemerintah serta lembaga-lembaga negara yang lain, harus dilandasi dengan hukum dan harus bisa dipertanggung jawabkan secara hukum maupun di

  7

  depan hukum. Perinsip ini jelas selain terdapat di pasal-pasal batang tubuh dan penjelasan undang-undang dasar 1945 sebelum amademen merupakan pelaksana dari pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam pembukaan undang-undang dasar 1945. Selanjutnya tertuang di dalam pembukaan dan perubahan ketiga pada pasal 1 ayat (3) undang-undang dasar 1945 pasca amademn ke-4, yang mana pokok-pokok pemikiran tersebut merupakan pancaran dari falsafah negara pancasila, yaitu “Keadilan yang beradab” dan “Keadilan sosial bagi seluruh

  8 rakyat Indonesia”.

  Menurut Bagir Manan “Dalam undang-undang dasar 1945, kekuasaan yang serupa dengan hak prerogratif diatur dalam pasal 10 sampai 15, wewenang presiden yang lazim disebut hak prerogatif bersumber dan diciptakan secara hukum oleh undang-undang dasar 1945, kekuasaan tersebut bukan sekedar terdapat tetapi sebagai sesuatu yang diciptakan oleh undang-undang dasar 1945, 7 C.S.T Kansil, Cristine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta: Rineke Cipta, 2011), h. 177. 8 Sjechul Hadi Purnomo, Islam Dalam Lintasan Sejarah Perpolitikan; Teori dan Peraktek,

  5 kekuasaan ini ditinjau dari pengertian hukum, melainkan kekuasaan yang lingkup dan jenisnya lahir dari ketentuan hukum karna diatur dalam undang- undang dasar. Maka bersifat konstitusional. Jadi sistem ketatanegaraan Indonesia tidak berdasarkan kekuasaan prerogatif, yang ada hanyalah kekuasaan

  9 konstitusional yang dalam berbagai hal serupa dengan kekuasaan prerogatif.

  Undang-undang dasar 1945 tidak mengenal hak prerogatif, sedangkan penjelasan pasal 10 sampai dengan pasal 15 kekuasaan presiden di dalam Pasal- pasal tersebut adalah konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala negara sehingga kekuasaan itu lazim disebut sebagai kekuasaan atau kegiatan yang besifat administratif. Karena di dasarkan dari peraturan perundang- undangan ataupun pertimbangan dari lembaga tinggi negara lainnya. Jadi bukan

  10

  kewenagan khusus (Hak Prerogatif) yang mandiri. Disamping itu yang tertuang dalam undang-undang No 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas undang-undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi yang menekankan “Pemberian grasi oleh presiden terhadap terpidana yang berdasarkan putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, harus mencerminkan keadilan, perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum berdasarkan pancasila dan undang-

  11 undang dasar republik Indonesia 1945”.

  9 Bagir Manan, Undang-undang Dasar 1945 Tak Mengenal Hak Prerogatif (Politik

Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terhadap Dinamika Perubahan Undang-undang Dasar 1945) ,

(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Press, Cet. Ke-I, 2003), h. 121. 10 11 Ibid ., h. 122.

  6 Grasi adalah satu hak yang hanya dimiliki oleh kepala negara dibidang Yudikatif, sesuai dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan

  12

  pertimbangan Mahkamah Agung (MA)”. Selanjutnya grasi yang tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

  Menjelaskan bahwa: “grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang

  13 diberikan oleh presiden”.

  Salah satu contoh hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi terhadap terpidana kasus korupsi, yang mana presiden mengabulkan grasi yang diberikan kepada mantan Bupati Kutai Kartanegara Timur yakni Syaukani Hasan Rais yang terkena kasus korupsi dana anggaran Pendapatan Badan Negara (APBN) 2004-2005 sebesar Rp. 49.367 miliar dan dihukum 2 tahun penjara di Pengadilan Tingkat Pertama (PTA), meskipun setelah kasasi justru hukumannya ditambah menjadi 6 tahun penjara. Sedangkan yang menjadi permasalahannya adalah Presiden Susilo Bambang Yudhiyono (SBY) ketika itu mengabulkan grasi untuk Syaukani yang mengajukan grasi untuk ketiga kalinya, namun hal tersbut tidak sesuai dengan tenggang waktu yang berlaku, seharusnnya hak yang dimiliki oleh narapidana hanya bisa mengajukan grasi sampai tiga kali dengan tenggang waktu 2 tahun lamanya. Setelah itu baru bisa mengajukan ulang permohonan grasi dan 12 13 Undang-undang No 22 Tahun 2002, Pasal 1 Ayat (1)

  7 anehnya Syaukani diberi grasi karena alasan sakit parah tetapi tidak

  14 diberitahukan separah apakah sakitnya.

  Pemberian grasi juga diberikan kepada Aulia Pohan (terpidanan kasus aliran dana Bank Indonesia) dan Artalyta Suryani (terpidana suap terhadap Jaksa).

  Kasus yang terjadi kepada Syaukani, Aulia, dan Artalyta tidak mencerminkan keadilan dan konsisten terhadap memberikan kebijakan tersebut padahal saat itu presiden sudah berjanji akan menangani secara serius kasus korupsi yang melanda Indonesia.

  Pemberian grasi kepada narapidana pada dasarnya bisa dikabulkan asalkan sesuai dengan prosedur yang benar, yang menjadi masalah adalah transparasi dan konsistensi dimana kebijakan pemerintah tersebut bertolak belakang disatu sisi memperketat pemberian grasi terhadap narapidana kasus narkotika. Namun disisi lain malah mengabulkan grasi bagi pelaku kejahatan karupsi, walaupun grasi tersebut merupakan hak prerogratif presiden sesuai dengan undang-undang dasar 1945 Pasal 14 ayat (1) dan undang-undang No 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas undang-undang No 20 Tahun 2002 tentang Grasi. Namun pemberian grasi tersebut dinilai kurang tepat kerena kejahatan korupsi dan narkotika merupakan

  15 suatu kejahatan serius (Extra Ordinary Crime). 14 Honglee, “serba-serbi-koruptor-dapat-grasi-patutkah”, (On-Line), tersedia di:

http//www.hong.we.id/serba-serbi-koruptor-dapat-grasi-patutkah.go.id, (selasa, 5-april-2016), dapat di

pertanggung jawabkan secara ilmiah. 15 DanilhTe, “Keganjllan-dibalik-Grasi-Syaukani”, (On-line), tersedia di:

http//www.m.kompasiana.com/danielht/keganjilan-dibalik-pemberian-grasi-kepada-Syaukani, (5-

  8 Fikih siyasah sendiri terdapat fikih dusturiyah dan di dalam nya membahas tentang hak pemimpin atau hak seorang khalifah. Yang memiliki tugas dan hak- hak yang harus dipatuhi, salah satunya adalah hak seorang khalifah untuk mengampuni seseorang atau meringankan hukuman bagi sesorang yang telah

  16

  melakukan suatu tindak pidana. Sebenarnya pemberian pengampunan bisa dan boleh diberikan kepada seseorang hanya pada dan saat kondisi tertentu yang sangat mendesak maka sah-sah saja diberikan oleh seorang pemimpin.

  Pengampunan pernah diberikan pada masa kepemimpinan Umar dan Utsman, mereka pernah memberikan pengampunan kepada seseorang dan sesuai dengan situasi pada saat itu. Seperti pada kepemimpinan Umar Bin Khattab ra, dimana Umar tidak menjatuhkan hukuman potong tangan pada pelaku pencurian di musim panceklik (musim kelaparan) meskipun pada saat itu hukun Islam tentang hukuman potong tangan sudah berlaku, tetapi Umar tidak memberikan hukuman dikarenakan pada saat itu sedang terjadi musim kelaparan sehingga bisa disebut keputusan Umar itu adalah keputusan grasi atau hak pemimpin untuk mengampuni. Kemudian pada masa Utsman Bin Affan, ada salah satu anggota keluarganya yang kebetulan saat itu sedang menjabat sebagai Gubernur dan ketahuan mabuk tetapi tidak dihukum hanya dipindahkan dari tempat tinggalnya dan dari daerah kepemimpinan nya. Contoh-contoh kasus seperti ini

16 Syarif Ibnu Mujar, Zada Khamami, Fikih Siyasah Doktrin dan Pemikiran Politik Hukum

  9 merupakan bentuk dari hak prerogatif pemimpin atau khalifah dalam pemberian

  17 grasi. Bisa saja hukuman tersebut dikurangi atau tidak dikenakan sama sekali.

  Berdasarkan uraian diatas pemberian grasi menurut undang-undang No 5 Tahun 2010 tentang perubahan atas undang-undang No 20 Tahun 2002 tentang Grasi dan menurut fikih siyasah tentang pemberian pengampunan terhadap pelaku kejahatan dapat diterima asalkan sesuai dengan prosedur dan situasi yang tepat. Hal ini yang menjadi latar belakang penulis untuk melihat bagaimana tinjauan fikih siyasah tentang pemberian grasi kepada narapidana korupsi oleh presiden. Apakah grasi tersebut telah melalui prosedur dan sesuai dengan situasi yang tepat.

D. Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  1. Bagaimana hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana korupsi ?

  2. Bagamana tinjauan fikih siyasah tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana korupsi ?

17 Marzuki Wahid, Rumadi, Fiqih Mazhab Negara, (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2001),

  10 E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Tujuan Penelitian.

  a. Untuk mengetahui tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian grasi kepada narapidana korupsi.

  b. Untuk mengetahui tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian pengampnan ditinjau dari hukum Islam dan dijelaskan kedalam fikih siyasah.

  2. Kegunaan Penelitian.

  Secara inheran penelitian hukum ini memiliki kegunaan akademis dan kegunaan praktis, yang dimaksud kegunaan secara akademis dan kegunaan praktis adalah sebagai berikut: a. Bagi Keperluan Akademisi.

  Dalam penelitian ini penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan berarti bagi khasanah keilmuan dan cakrawala pengetahuan hukum di Fakultas Syari’ah dan Hukum terutama jurusan Siyasah (Hukum Tata Negara) dan mahasiswa serta masyarakat pada umumnya, terkait pemahaman hukum tentang hak prerogatif presiden atas pemberian grasi kepada kasus korupsi dan di tinjauan dalam fikih siyasah.

  11 Penulis berharap tulisan ini turut membangun terciptanya suatu kebijakan hukum yang adil dan dijadikan acuan oleh penyelenggara dalam pembuat kebijakan dan dalam peraktik menentukan kebijakan hukum sesuai dengan tujuan demokrasi konstitusi yang berlandaskan nilai-nilai dan norma hukum dalam negara Pancasila.

F. Metode Penelitian

  Untuk mencapai pengetahuan yang benar, maka yang diperlukan agar mampu mengadakan penelitian mendapatkan data yang valid dan otentik. Beranjak dari hal di atas maka, penulis perlu menentukan metode yang dianggap penulis paling baik untuk digunakan dalam penelitian ini sehingga nantinya permaslahan yang akan dibahas mampu terselesaikan secara baik dan optimal. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian dan Sifat:

  a. Jenis Penelitian Dilihat dari jenis penelitian ini termaksud jenis penelitian kepustakaan

  (libraray research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan membaca buku-buku, literature yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang dibahas. Dalam hal ini penulis membaca buku yang berkaitan dengan hak prerogatif presiden khususnya dalam pemberian grasi dan dalam pandangan hokum Islam dan fikih siyasah. Serta menetapkan dan

  12

  b. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analitisyaitu dengan cara menganalisa data yang diteliti dengan memaparkan data-data tersebut, kemudian

  18

  diperoleh kesimpulan. Dalam penelitian ini akan digambarkan mengenai pemberian grasi oleh presiden terhadap kasus korupsi dan bagaimana pandangan fikih siyasah tentang hak prerogatif presiden dalam pemberian pengampunan.

  2. Sumber Data Penelitian Guna memperoleh bahan hukum yang akurat untuk penulisan skripsi ini, maka bahan-bahan hukum tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu sumber bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan diuraikan tentang sumber data tersebut, yaitu:

  19

  a. Sumber data primer. yaitu bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

  20

  dalam perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam tulisan ini sumber primer yang digunakan adalah: 1) Undang-undang Dasar Republik Imdonesia tahun 1945

  18 19 Abdul Kadir Muhammad,Op.Cit., h. 126.

  Kartini Kartono, Pengantar Teknoogi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996), h. 28. 20 Susiadi AS, Metodologi Penelitian, (Bandar Lampung: LP2M Institud Agama Islam Negeri

  13 2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 perubahan atas Undang-undang

  Nomor 22 Tahun 2002 Tentang Grasi 3) Jimly Ashiddiqie, Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia 4) Dasril Rajab, Hukum Tatanegara Indonesia 5) Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, Hukum-hukum

  Penyelenggara Negara dalam Syariat Islam

  6) Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islami Wadilillatuhu, jilid ke-VIII,

  (Pengadilan dan Mekanisme Mengambil Keputusan)

  b. Sumber sekunder merupakan sumber yang diperoleh untuk memperkuat data yang diperoleh dari data perimer yaitu, buku-buku, makalah-makalah, local karya, majalah artikel internet dan sumber-sumber yang berkenan dengan penelitian ini: 1) Keppres Nomor 7/G tahun 2010 (Putusan Pemberian Grasi terhadap

  Syukani) 2) Suyuti Pulungan, Fikih Siyasah 3) Jurnal Cita Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

  Jakarta 4) Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam 5) Mujar Ibnu Syarif, Fikih Siyasah Doktrin dan Pemikiran 6) A. Djazuli, Fikh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam

  rambu-rambu Syariah

  14 7) Jubair Situmorang, Politik Ketatanegaraan dalam Islam (Siyasah

  Dusturiyah)

  3. Teknik pengumpulan dan pengolahan data

  a. Teknik pengumpulan data 1) Metode Dokumentasi

  Dokumentasi adalah merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek peneliti, namum melalui dokumen.

  Dokumen yang digunakan peneliti berupa Keppres tentang pemberian grasi kepada narapidana korupsi dan dokumen yang berkaitan dengan

  21 penelitian ini. .

  b. Teknik Pengolahan Data Setelah sumber (literature) mengenai data dikumpulkan berdasarkan sumber di atas, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data yang diperoses sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pemeriksaan data (editing) yaitu memeriksa ulang, kesesuaian dengan permasalahan yang akan diteliti setelah data tersebut terkumpul.

  2) Penandaan data (coding) yaitu memberi catatan data yang menyatakan jenis dan sumber data baik bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis, atau buku-buku literatur lainnya yang relevan dengan penelitian.

  21

  15 3) Sistematika data (sistematizing) yaitu menempatkan data menurut

  22 kerangka sistematika bahasan berdasarkan urutan masalah.

  4. Sistem Data Penyusunan Yaitu menguraikan hasil penelitian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya menetapkan data menurut kerangka sistematika bahasa berdasarkan urutan masalah.

  a. Analisis data Bahan-bahan yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan dan kesimpulan yang diambil dengan mengunakan cara berpikir deduktif yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. Analisis data kualitatif dilakukan dengan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.

  b. Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada data-data yang penting dicari tema dan polannya.

  Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran 22 yang lebih jelas.

  Amirudin, Zainal Abidin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Balai Pustaka,

  16

  c. Data display (penyajian data) Penyajian data perimer dapat dilakukan dalam bentuk menjelaskan dan memaparkan masalah yang akan diteliti. Sedangkan penyajian data sekunder dapat dilakukan dengan bentuk teks yang bersifat naratif.

  23

  23

BAB II HAK PREROGATIF PRESIDEN DALAM PEMBERIAN GRASI KEPADA NARAPIDANA KORUPSI A. Pengertian Hak Prerogatif Presiden Prerogatif berasal dari bahasa latin praerogativa (dipilih sebagai yang lebih

  dahulu memberi suara), praerogativus (diminta sebagai yang pertama memberi

  1

  suara), praerograe (diminta sebelum meminta yang lain). Hak perogatif terdiri dari dua suku kata yaitu, hak dan perogatif. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, hak diartikan sebagai kekuasaan atau kewenangan untuk melakukan sesuatu. Sementara itu prerogatif didefinisikan sebagai hak istimewa yang dipunyai oleh kepala negara mengenai hukum dan undang-undang di luar

  2 kekuasaan badan-badan perwakilan.

  Lebih lanjut disebutkan di dalam kamus hukum bahwa hak perogatif adalah wewenang kepala negara untuk memberi pengampunana terhadap hukuman yang telah dijatuhi oleh hakim untuk menghapuskan seluruhnya, sebagian atau

  3 merubah sifat atau bentuk hukuman itu.

  Dalam Bllacks Law Dictionary, prerogatif diartikan sebagai “An exclusive or

  peculiar privilege. The special power, privilege, immunity, or advantage vested 1 Bagir Manan, “kekuasaan prerogatif, makalah yang dipublikasikan di, (Bandung: 20 Agustus 2012), h. 198. 2 Hamzah Ahmad, Ananda Sentosa, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, (Surabaya: Fajar Mulya,1996), h. 144 & 295. 3 JCT. Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta: Bumi Aksara,

  in and official person, eiter generally, of in respect to he thing of his office, or in official body, as a court or legislature. In English law. A power or will which is discretionary, and above and uncontrolled by any other will. That special pre- eminence which the king (or queen) has over and above all other person, in right of his (or her) regel dignity. A term used to denote those rights and capacities

  4 which the sovereign emjoys alone, in contradistinction to others”. Apabila

  diterjemahkan secara bahasa, prerogatif mengandung makna “sebuah keistimewaan eksekutif atau hak istimewa (previleg) yang khas. Berupa kekuatan khusus, hak istimewa, kekebalan atau keuntungan yang berada ditangan orang yang resmi, baik secara umum, atau sehubung dengan hal-hal berkaitan kantornya, atau badan resmi, sebagai pegadilan atau legisltif. Dalam hukum Inggris merupakan sebuah kekuasaan atau kehendak yang mempunyai sifat diskresi , dan yang tertinggi (diatas) dan tidak terkendali oleh kehendak lain.

  Dimana dikhususkan bagi keunggulan raja (atau ratu) yang lebih dari dan di atas semua orang lain, merupakan hak dan martabat yang agung. Sebuah istilah yang digunakan untuk menujukan hak-hak dan kepastian yang berdaulat sendiri, bertentangan dengan orang lain. Dari definisi tersebut menujukan bahwa prerogatif merupakan hak istimewa bagi pemegang kekuasaan untuk menentukan sesuatu tanpa harus diawasi atau dihilangkan oleh orang lain karena

  4 http://legal-

  ”Prerogatif” The Free Dictionary, (On-Line), tersedia di:

dictionary.thefreedictionary.com/prerogatif , (diunduh tanggal 21 Januari 2017), dapat dipertanggung keduduknnya yang agung dan berdaulat. Dengan demikian hak prerogatif memiliki kencenderugan untuk disalah gunakan.

  Apabila dilihat dari sudut pandang pranata hukum tata negara, prerogatif

  5 berasal dari sistem ketatanegaraan Inggris (United Kingdom).

  Menurut Dicy, hak prerogatif secara historis, tanpaknya tidak lain hanyalah

  6

  residu dari kewenangan diskresi yang dimiliki raja atau ratu. Kewenangan diskresi raja tersebut bukanlah berasal dari undang-undng yang dibentuk oleh psrlemen, melainkan bersumer pada “Common Law” atau hukum tidak tertulis

  

7

yang berdasarkan dari putusan hakim.

  Undang-undang dasar 1945 dalam Pasal 14 berbunyi “Presiden memberi

  

8

grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi.

  Menurut Jhon Locke hak prerogatif adalah kekuasaan untuk bertindak menentukan keputusan sendiri (diskresi) untuk kebaikan public , tanpa memastikan kepastian hukum, kadang-kadang bahkan berlawanaan dengan

  5 6 Bagir Manan, Op.Cit. h. 191.

  A.V.Dicy, Introducitianto the study of the law of the Constitution, terjemahan Nurhadi,

pengantar studi hukum konstitusi , (On-Line), tersedia di

https://ibnufatih.waorpress.com/2009/08/Introducitianto-the-study-of-the-law-of-the-Constitution ,

(diakses 25 Desember 2016), dapat dipertanggungjawakan secara ilmiah. 7 Dicey menyebutkan, setiap tindakan yang sah (legal dilakukan oleh pemerintah eksekutif

tanpa berdasrkan undang-undang yang telah dibentuk oleh parlemen itu dilakukan dengan hak

perogagtif ini. A.V. Dicey, Ibid., h. 457. 8

  9

  hukum tersebut. Dia berpendapat bahwa undang-undang yang ada tidaklah mampu manampung banyaknya permasalahan yang ada.

  Dibidang politik hak prerogatif kepala negara adalah dengan mengatas namakan negara agar dapat mengeluarkan dekrit atau maklumat. Contohnya negara dalam keadaan darurat menyiratkan satu hal bahwa negara atau wilayah

  10 tertentu harus ditangani secara khusus (darurat).

  Menurut Mahfud MD berpendapat bahwa hak perogatif presiden adalah hak istimewa yang dimiiki oleh presiden untuk melakukan sesuatu tanpa meminta

  11

  persetujuan lembaga lain. Dia juga berpendapat bahwa ada atau tidak adanya hak prerogatif dalam konstitusi tidak menjadi masalah, tergantung memaknai hak prerogatif itu. Sebab hak prerogatif itu ada jika presiden berhak melakukan

  12 sesuatu tanpa meminta persetujuan dari lembaga lain.

  Penegasan yang diberikan oleh Bagir Manan, menyebutkan beberapa karakter dalam kekuasaan prerogatif yaitu:

  1. Residual power Merupakan kekuasaan diskresi.

  2. Tidak ada dalam hukum tertulis.

  3. Pengunaan akan dibatasi.

  9 Jhon Locke, “two treatises of government, from the works of jhon locke. A new edition”,

(On-Line), Tersedia di: http://www.efm.bris.ac.uk/het/locke/government.pdf . (diakses 10 Desember

2016), dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 10 Oksep Adahayanto, Eksistensi Hak Perogatif Presiden Pasca Amademen Undang-undang Dasar 1945 , Jurnal Fisip Umrah volume II, nomor II, (Januari 2017), h.160. 11 12 Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), h. 256.

  Mahfud MD ,Politik Ketatanegaraan Indonesia, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas

  4. Akan hilang apabila telah diatur didalam undang-undang atau undang-undang

  13 dasar.

  Dalam peraktiknnya kekuasaan presiden Republik Indonesia sebagai kepala negara sering disebut dengan istilah “hak prerogatif presiden” dan diartikan sebagai kekuasaan mutlak presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain.

  Secara teoritis, hak pergatif diterjemahkan sebagai hak istimewa yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tertentu yang bersifat mandiri dan mutlak. Dalam artian tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga negara yang lain, dalam sistem pemerintahan yang moderen, hak ini dimiliki oleh kepala negara baik raja ataupun presiden dan kepala pemerintahan dalam bidang-bidang tertentu yang dinyatakan dalam konstitusi. Hak ini juga dipandang dengan kewenangan penuh yang diberikan oleh konstitusi kepada lembaga eksekutif dalam ruang lingkup kekuasaan pemerintahan nya (terutama bagi sistem yang menganut pemisahan kekuasaan secara tegas) seperti membuat kebijakan-kebijakan politik dan

  14 ekonomi.

  Sistem pemerintahan negara-negara modern berusaha mendapatkan segala model kekuasaan dalam segala kerangka pertanggung jawaban public. Dengan demikian, kekuasaan yang tidak dpat dikontrol, digugat dan dipertanggung jawabkan, dalam prakteknya sulit mendapat tempat. Sehinga, dalam peraktek ketatanegaraan negara-negara modern, hak prerogatif ini tidak lagi bersifat 13 14 Bagir Manan, Undang-undang Dasar 1945 tak mengenal Hak Prerogatif, Op. Cit., h. 8.

  Muhammad Ridwan Indra, Satya Arinanto, Kekuasaan Presiden Dalam Undang-undang mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka

  15 penyelengaraan pemerintahan.

  Padmo Whjono menyatakan bahwa hak prerogatif presiden adalah hak administratif presiden yang merupakan pelaksana peraturan perundang-undagan dan tidak berarti lepas dari control lembaga negara lain.