Thomas Kuhn dan Pemikirannya Filsafat Il
THOMAS KUHN DAN PEMIKIRANNYA
A. Biografi Singkat
Thomas Samuel Kuhn (18 Juli 1922 – 17 Juni 1996) lahir di Cincinnati, Ohio. Ia adalah
seorang Fisikawan Amerika dan filsuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu
pengetahuan dan mengembangkan gagasan beberapa penting dalam sosiologi dan filsafat
ilmu. Thomas Kuhn Thomas Kuhn memperoleh gelar BS dalam fisika di Universitas
Harvard tahun 1943. Kemudian ia menyelesaikan MS dan Ph.D. Jurusan Fisika pada tahun
1946 dan 1949. Sebagaimana ia menyatakan dalam beberapa halaman pertama dari kata
pendahuluan untuk edisi kedua dari The Structure of Scientific Revolutions, tiga tahun
mendapat bebas akademik sebagai Junior Fellow Harvard membuat dia untuk beralih dari
fisika ke dalam sejarah (dan filsafat) ilmu pengetahuan. Sejak tahun 1948 sampai 1956
atas saran presiden universitas James Conant, Dia kemudian mengajar kursus dalam
sejarah ilmu di Harvard. Kemudian setelah meninggalkan Harvard, Kuhn mengajar
di University of California, Berkeley , di departemen filsafat dan departemen sejarah,
sebagai Profesor Sejarah Ilmu Pengetahuan di 1961. Di Berkeley, ia menulis dan
menerbitkan (1962) karyanya paling dikenal dan paling berpengaruh: The Structure of
Scientific Revolutions .
Pada tahun 1964, ia bergabung Princeton University sebagai Profesor Taylor M.
Pyne Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan. Pada tahun 1979, ia bergabung
dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai Laurance Rockefeller
S. Profesor Filsafat, yang tersisa di sana sampai 1991. Kuhn diwawancarai dan direkam
fisikawan Denmark Niels Bohr hari sebelum kematian Bohr. Pada tahun 1994, Kuhn
didiagnosa menderita kanker dari tabung bronkial , di mana ia meninggal pada tahun 1996.
B. Proses Revolusi Sains
Revolusi sains dapat dianggap sebagai episode perkembangan non-komulatif yang di
dalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru
yang bertentangan. Paradigma baru ini lebih memungkinkan menyelesaikan anomalianomali yang dari paradigma lama. Pada proses revolusi sains ini, hampir seluruh kosa
kata, istilah-istilah, konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesaian persolan, cara berfikir,
cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya. Tentu perangkat yang lama yang
mungkin masih relevan untuk difungsikan tetap tidak dikesempingkan. Tetapi, jika cara
pemecahan persoalan model lama memang sama sekali tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan yang datang kemudian, maka secara otomatis dibutuhkan
1
seperangkat cara, rumusan dan wawasan yang sama sekali baru untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang baru , yang timbul akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, yang
berakibat pula pada perluasan wawasan dan pengalaman manusia itu sendiri. Seperti
contoh ketika geosentris berubah kepada heliosentris, dari flogiston kepada oksigen, atau
dari korpuskel kepada gelombang, ini merupakan sebuah tranfromasi konseptual dari
paradigma yang telah ditetapkan sebelumnya tidak kurang destruktif secara menentukan.
Kita malah akan memandang bahwa ini adalah sebuah contoh dari revolusioner dalam
sains.
Ia menggambarkan bermulanya revolusi sains secara jelas: “Sains normal…sering
menindas kebaruan-kebaruan fundamental karena mereka pasti bersifat subversif terhadap
komitmen dasarnya…(namun) ketika profesi tak bisa lagi mengelak dari anomali-anomali
yang merongrong tradisi praktek ilmiah yang sudah ada…”, maka dimulailah investigasi
yang berada di luar kelaziman. Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa dipecahkan
secara revolusi di mana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan paradigma
baru. Demikianlah “sains revolusioner” mengambil alih. Namun apa yang sebelumnya
pernah mengalami revolusioner itu juga dengan sendirinya akan mapan dan menjadi
ortodoksi baru, dalam arti sains normal yang baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu berkembang
melalui siklus-siklus: sains normal diikuti oleh revolusi yang diikuti lagi oleh sains normal
dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.
Dalam pemahamannya juga tidak ditemukan kriteria sains secara konkrit yang
digambarkannya. Mengingat kriteria masih menjadi bagian dari metodologi. Semua
persoalan dalam sains terletak pada paradigma seorang ilmuan, maka yang terpenting
menurutnya adalah mengkonstruksi paradigma ilmuan lebih penting dibandingkan
metodologi.
C. Problem Normal Science
Selain paradigma -seperti yang telah dijelaskan di atas- hal yang terpenting dalam gagasan
Thomas Kuhn adalah Revolusi Sains. Dalam bukunya The Structure of Scientific
Revolutions, pembahasan utama yaitu mengungkap paradigma yang terjadi dalam teori
dan praktik sains normal yang mengharuskan untuk dilakukan sebuah revolusi. Istilah
sains normal atau “normal science” bagi Kuhn dimaknai sebagai “penelitian yang
berdasarkan pada satu atau lebih temuan sains, yang untuk sementara waktu diakui oleh
suatu komunitas
ilmiah
sebagai
temuan yang menjadi
fondasi bagi praktik
selanjutnya.”Sains normal, kata Kuhn, berdasarkan pada paradigma bersama (shared
paradigm), yaitu yang “terikat oleh aturan dan standar yang sama demi praktik keilmuan.
2
Keterikatan atau kesepakatan tersebut adalah pra-syarat bagi normal science, yaitu sebagai
tolak ukur awal untuk keberlangsungan sebuah riset.Paradigma sebagai basis utama yang
akan mengarahkan sebuah riset dalam masa sains normal. Aktivitas ilmuan dalam sains
normal hanya fokus pada hal-hal yang praktis dan teoritis secara mendalam. Sehingga
sikap kritis ilmuan tidak ada pada wilayah sains normal ini, karena di sini para ilmuan
tidak membahas hal-hal yang mendasar. Makanya, sains normal bagi Kuhn hanyalah
sebuah paradigma dari ilmuan yang konservatif – dengan istilah lain ortodok atau
fundamentalis- sebab banyak orang yang mempertahankan kredo dan prinsip-prinsip
paradigmatiknya tidak peduli dengan apapun. Kuhn menjelaskan:
”No part of the aim of normal science is to call forth new sorts of phenomena, indeed
those that will not fit the box are often not seen at all. Nor do scientist normally aim to
invent new theories, and they are often intolerant of those invented by others.”
Selain itu, Kuhn juga menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah
berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip
para pemecah teka-teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah mapan. Ilmu
bukan merupakan upaya untuk menemukan obyektivitas dan kebenaran, melainkan lebih
menyerupai upaya pemecahan masalah di dalam pola-pola keyakinan yang telah berlaku.
Penelitian sains normal berdasarkan paradigma tertentu adalah praktik sains yang
menghabiskan banyak waktu kebanyakan para ilmuan. Selama melakukan penelitian
tersebut, para ilmuan terikat oleh beberapa hukum, teori, bahasa, hipotesa dari paradigma.
Karena itu, dalam penelitian ini memungkinkan muncul kejadian-kejadian yang tak
terduga, disebut anomali.Pada mulanya anomali-anomali itu diremehkan dan dianggap
sebagai kesalahan peneliti dalam memperaktekkan eksperimen ilmiahnya yang
memerlukan ketepatan. Namun, anomali-anomali tersebut muncul berulangkali yang
akhirnya mengiring paradigma ilmuan itu kepada krisis. Pemecahan terhadap kondisi
krisis ini adalah munculnya paradigm baru dan ditolaknya paradigm lama. Akhirnya,
kebanyakan komunitas sains mengalami konversi (perpindahan) kepada paradigma yang
baru yang mengantarkan kepada paradigm yang lain, seperti halnya orang yang berpindah
dari satu agama ke agama yang lain, yaitu suatu periode terbaru dari sains normal.
Kejadian ini yang kemudian diistilahkan oleh Kuhn sebagai revolusi sains atau “Saintific
Revolution.”
Maka di sini Kuhn mempertegas bahwa perkembangan sains terjadi karena adanya
paradigma yang lebih baru dan lebih maju dalam hal revolusi sains. Proses perkembangan
tersebut adalah revolusi dari permulaan yang asli – yaitu suatu proses di mana tingkatantingkatannya ditandai oleh pemahaman terhadap alam yang semakin detail dan canggih.
3
D. Contoh Revolusi Sains
Untuk memperjelas gambaran bagaimana proses revolusi sains atau dengan istilah lain
benturan paradigma secara ril berkembang dalam teori dan disiplin ilmu, baiknya cukup
mengambil beberapa contoh diantaranya:
1. Teori Copernicus dan Ptolemeus
Copernicus memiliki teori bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan saran
Ptolemeus bahwa Matahari (dan planet-planet lain dan bintang-bintang) berputar
mengelilingi bumi. Sebelum Copernicus ada set yang rumitepicycles (lingkaran di atas
lingkaran) yang digunakan untuk memprediksi pergerakan ‘benda langit’. Epicyclicasli
Ptolmey kombinasi itu, oleh Abad Pertengahan, menjadi terlihat kurang memadai, dan
‘memperbaiki’; oleh astronom kemudian dan lebih rumit. Copernicus menawarkan
kembali ke pandangan alternatif (disarankan oleh banyak orang di Antiquity), tetapi
dengan banyak data yang lebih baik untuk mendukungnya; account baru ini menurunkan
kompleksitas teori yang diperlukan untuk menjelaskan pengamatan yang tersedia. Tentu
saja, sekali oleh Copernicus ’teori ini diterima oleh para astronom lain, itu diantara masuk
periode baru’ sains normal ‘.
Menurut Kuhn, ilmu sebelum dan sesudah terjadi pergeseran paradigma begitu yakin
bahwa teori-teori mereka para ilmuan merasa tak tertandingi. Ketika terjadi pergeseran
paradigma maka secara simultan tidak hanya mengubah teori saja, hal itu akan mengubah
cara, kata-kata yang didefinisikan, cara para ilmuwan melihat subjek, dan mungkin yang
paling penting pertanyaan-pertanyaan yang dianggap sah, dan aturan-aturan yang
digunakan untuk menentukan kebenaran suatu teori tertentu.
2. Teori Newton
Dalam masalah gravitasi misalkan, yang diinterpretasikan sebagai tarikan yang
merupakan bawaan di antara setiap pasang partikel, adalah sifat ghaib dalam arti yang
sama dnegan “kecenderungan untuk jatuh” dari aliran scolastik sebelumnya. Oleh sebab
itu, sementara standar-standar korpuskularisme tetap berlaku, pencarian penjelasan
mekanis dari gravitasi merupakan salah satu masalah yang paling menantang bagi yang
menerima
Principia sebagai
paradigm.
Newton
mencurahkan
banyak
perhatian
kepadanya, demikian juga banyak penerusnya dari abag ke-18. Satu-satunya pilihan yang
tampak adalah menolak teori newton karena tidak berhasil menerangkan gravitasi, dan
alternative ini pun diterima secara luas. Namun, kedua padangan ini tidak ada yang
menang.
Karena
tidak
dapat
mempraktekkan
sains
tanpa Principia maupun
4
memberlakukannya sesuai dengan standar standar kospuskular dari abad ke-17, para
ilmuan lamban laun menerima pandangan bahwa gravitasi itu memang bawaan. Pada
sekitar pertengahan abad ke-18 interpretasi itu telah diterima secara hampir universal, dan
hasilnya adalah pengembalian yang tulus kepada standar skolastik. Tarikan dan tolakan
bawaan bergabung dengan ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat primer
materi yang secara fisikal tidak dapat direduksi.
Pandangan bahwa adanya anomali dalam teori gravitasi newton ternyata tidak
semestinya mampu dibuktikan dengan paradigm baru, akhirnya proses revolusi sains yaitu
mengikuti teori lama. Maka, sebenarnya tidak mudah membentuk sebuah konsep dan teori
baru ketika ditemukan adanya penyimpangan dalam teori lama. Gambaran di atas
menandakan revolusi memang membutuhkan kesiapan konsep, teori, dan hipotesis ilmiah
yang jelas sehingga revolusi sains dapat diraih.
Contoh lain dari pergeseran paradigma dalam ilmu alam yaitu beberapa “kasus-kasus
klasik” dari pergeseran paradigma Kuhn dalam ilmu pengetahuan di antaranya:
1. Penerimaan teori Biogenesis, bahwa semua kehidupan berasal dari kehidupan, yang
bertentangan dengan teori generasi spontan,yang dimulai pada abad ke-17 dan tidak
lengkap hingga abad ke-19 dengan Pasteur.
2. Penerimaan teori seleksi alam Charles Darwin
digantikan Lamarckism sebagai
mekanisme evolusi.
3. Transisi antara pandangan dunia fisika Newton dan pandangan dunia relativistik
Einstein.
Adapun contoh dalam bidang ilmu-ilmu sosial di antaranya tentang : The Keynesian
Revolution yang
biasanya
dipandang
sebagai
pergeseran
besar
dalam
makro-
ekonomi. Menurut John Kenneth Galbraith mengatakan, Hukum didominasi pemikiran
ekonomi sebelum Keynes selama lebih dari satu abad, dan peralihan ke Keynesianisme
sangat sulit. Ekonom yang bertentangan dengan hukum, yang disimpulkan bahwa
setengah pengangguran dan kurangnya investasi (ditambah dengan oversaving) adalah
tidak mungkin, berisiko kehilangan karier mereka. Dalam magnum opus, Keynes dikutip
salah seorang pendahulunya, JA Hobson, yang berulang-ulang menyangkal posisi di
universitas untuk teori sesat. Monetarists berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak
penting bagi stabilisasi ekonomi, berbeda dengan pandangan Keynes bahwa baik
kebijakan fiskal dan moneter merupakan yang penting.
Beberapa contoh tersebut memperlihatkan bagaimana proses pergeseran paradigm
atau revolusi sains itu terjadi. Hal ini tidak bisa dielakkan dalam wacana ilmu
pengetahuan. Teori yang mampu memberikan solusi terbaik dalam melihat setiap
keganjalan akan menjadi teori yang diunggulkan.
5
6
A. Biografi Singkat
Thomas Samuel Kuhn (18 Juli 1922 – 17 Juni 1996) lahir di Cincinnati, Ohio. Ia adalah
seorang Fisikawan Amerika dan filsuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu
pengetahuan dan mengembangkan gagasan beberapa penting dalam sosiologi dan filsafat
ilmu. Thomas Kuhn Thomas Kuhn memperoleh gelar BS dalam fisika di Universitas
Harvard tahun 1943. Kemudian ia menyelesaikan MS dan Ph.D. Jurusan Fisika pada tahun
1946 dan 1949. Sebagaimana ia menyatakan dalam beberapa halaman pertama dari kata
pendahuluan untuk edisi kedua dari The Structure of Scientific Revolutions, tiga tahun
mendapat bebas akademik sebagai Junior Fellow Harvard membuat dia untuk beralih dari
fisika ke dalam sejarah (dan filsafat) ilmu pengetahuan. Sejak tahun 1948 sampai 1956
atas saran presiden universitas James Conant, Dia kemudian mengajar kursus dalam
sejarah ilmu di Harvard. Kemudian setelah meninggalkan Harvard, Kuhn mengajar
di University of California, Berkeley , di departemen filsafat dan departemen sejarah,
sebagai Profesor Sejarah Ilmu Pengetahuan di 1961. Di Berkeley, ia menulis dan
menerbitkan (1962) karyanya paling dikenal dan paling berpengaruh: The Structure of
Scientific Revolutions .
Pada tahun 1964, ia bergabung Princeton University sebagai Profesor Taylor M.
Pyne Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan. Pada tahun 1979, ia bergabung
dengan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sebagai Laurance Rockefeller
S. Profesor Filsafat, yang tersisa di sana sampai 1991. Kuhn diwawancarai dan direkam
fisikawan Denmark Niels Bohr hari sebelum kematian Bohr. Pada tahun 1994, Kuhn
didiagnosa menderita kanker dari tabung bronkial , di mana ia meninggal pada tahun 1996.
B. Proses Revolusi Sains
Revolusi sains dapat dianggap sebagai episode perkembangan non-komulatif yang di
dalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau sebagian oleh paradigma baru
yang bertentangan. Paradigma baru ini lebih memungkinkan menyelesaikan anomalianomali yang dari paradigma lama. Pada proses revolusi sains ini, hampir seluruh kosa
kata, istilah-istilah, konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesaian persolan, cara berfikir,
cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya. Tentu perangkat yang lama yang
mungkin masih relevan untuk difungsikan tetap tidak dikesempingkan. Tetapi, jika cara
pemecahan persoalan model lama memang sama sekali tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan yang datang kemudian, maka secara otomatis dibutuhkan
1
seperangkat cara, rumusan dan wawasan yang sama sekali baru untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang baru , yang timbul akibat kemajuan ilmu dan tekhnologi, yang
berakibat pula pada perluasan wawasan dan pengalaman manusia itu sendiri. Seperti
contoh ketika geosentris berubah kepada heliosentris, dari flogiston kepada oksigen, atau
dari korpuskel kepada gelombang, ini merupakan sebuah tranfromasi konseptual dari
paradigma yang telah ditetapkan sebelumnya tidak kurang destruktif secara menentukan.
Kita malah akan memandang bahwa ini adalah sebuah contoh dari revolusioner dalam
sains.
Ia menggambarkan bermulanya revolusi sains secara jelas: “Sains normal…sering
menindas kebaruan-kebaruan fundamental karena mereka pasti bersifat subversif terhadap
komitmen dasarnya…(namun) ketika profesi tak bisa lagi mengelak dari anomali-anomali
yang merongrong tradisi praktek ilmiah yang sudah ada…”, maka dimulailah investigasi
yang berada di luar kelaziman. Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa dipecahkan
secara revolusi di mana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan paradigma
baru. Demikianlah “sains revolusioner” mengambil alih. Namun apa yang sebelumnya
pernah mengalami revolusioner itu juga dengan sendirinya akan mapan dan menjadi
ortodoksi baru, dalam arti sains normal yang baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu berkembang
melalui siklus-siklus: sains normal diikuti oleh revolusi yang diikuti lagi oleh sains normal
dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.
Dalam pemahamannya juga tidak ditemukan kriteria sains secara konkrit yang
digambarkannya. Mengingat kriteria masih menjadi bagian dari metodologi. Semua
persoalan dalam sains terletak pada paradigma seorang ilmuan, maka yang terpenting
menurutnya adalah mengkonstruksi paradigma ilmuan lebih penting dibandingkan
metodologi.
C. Problem Normal Science
Selain paradigma -seperti yang telah dijelaskan di atas- hal yang terpenting dalam gagasan
Thomas Kuhn adalah Revolusi Sains. Dalam bukunya The Structure of Scientific
Revolutions, pembahasan utama yaitu mengungkap paradigma yang terjadi dalam teori
dan praktik sains normal yang mengharuskan untuk dilakukan sebuah revolusi. Istilah
sains normal atau “normal science” bagi Kuhn dimaknai sebagai “penelitian yang
berdasarkan pada satu atau lebih temuan sains, yang untuk sementara waktu diakui oleh
suatu komunitas
ilmiah
sebagai
temuan yang menjadi
fondasi bagi praktik
selanjutnya.”Sains normal, kata Kuhn, berdasarkan pada paradigma bersama (shared
paradigm), yaitu yang “terikat oleh aturan dan standar yang sama demi praktik keilmuan.
2
Keterikatan atau kesepakatan tersebut adalah pra-syarat bagi normal science, yaitu sebagai
tolak ukur awal untuk keberlangsungan sebuah riset.Paradigma sebagai basis utama yang
akan mengarahkan sebuah riset dalam masa sains normal. Aktivitas ilmuan dalam sains
normal hanya fokus pada hal-hal yang praktis dan teoritis secara mendalam. Sehingga
sikap kritis ilmuan tidak ada pada wilayah sains normal ini, karena di sini para ilmuan
tidak membahas hal-hal yang mendasar. Makanya, sains normal bagi Kuhn hanyalah
sebuah paradigma dari ilmuan yang konservatif – dengan istilah lain ortodok atau
fundamentalis- sebab banyak orang yang mempertahankan kredo dan prinsip-prinsip
paradigmatiknya tidak peduli dengan apapun. Kuhn menjelaskan:
”No part of the aim of normal science is to call forth new sorts of phenomena, indeed
those that will not fit the box are often not seen at all. Nor do scientist normally aim to
invent new theories, and they are often intolerant of those invented by others.”
Selain itu, Kuhn juga menyatakan bahwa ilmuwan bukanlah para penjelajah
berwatak pemberani yang menemukan kebenaran-kebenaran baru. Mereka lebih mirip
para pemecah teka-teki yang bekerja didalam pandangan dunia yang sudah mapan. Ilmu
bukan merupakan upaya untuk menemukan obyektivitas dan kebenaran, melainkan lebih
menyerupai upaya pemecahan masalah di dalam pola-pola keyakinan yang telah berlaku.
Penelitian sains normal berdasarkan paradigma tertentu adalah praktik sains yang
menghabiskan banyak waktu kebanyakan para ilmuan. Selama melakukan penelitian
tersebut, para ilmuan terikat oleh beberapa hukum, teori, bahasa, hipotesa dari paradigma.
Karena itu, dalam penelitian ini memungkinkan muncul kejadian-kejadian yang tak
terduga, disebut anomali.Pada mulanya anomali-anomali itu diremehkan dan dianggap
sebagai kesalahan peneliti dalam memperaktekkan eksperimen ilmiahnya yang
memerlukan ketepatan. Namun, anomali-anomali tersebut muncul berulangkali yang
akhirnya mengiring paradigma ilmuan itu kepada krisis. Pemecahan terhadap kondisi
krisis ini adalah munculnya paradigm baru dan ditolaknya paradigm lama. Akhirnya,
kebanyakan komunitas sains mengalami konversi (perpindahan) kepada paradigma yang
baru yang mengantarkan kepada paradigm yang lain, seperti halnya orang yang berpindah
dari satu agama ke agama yang lain, yaitu suatu periode terbaru dari sains normal.
Kejadian ini yang kemudian diistilahkan oleh Kuhn sebagai revolusi sains atau “Saintific
Revolution.”
Maka di sini Kuhn mempertegas bahwa perkembangan sains terjadi karena adanya
paradigma yang lebih baru dan lebih maju dalam hal revolusi sains. Proses perkembangan
tersebut adalah revolusi dari permulaan yang asli – yaitu suatu proses di mana tingkatantingkatannya ditandai oleh pemahaman terhadap alam yang semakin detail dan canggih.
3
D. Contoh Revolusi Sains
Untuk memperjelas gambaran bagaimana proses revolusi sains atau dengan istilah lain
benturan paradigma secara ril berkembang dalam teori dan disiplin ilmu, baiknya cukup
mengambil beberapa contoh diantaranya:
1. Teori Copernicus dan Ptolemeus
Copernicus memiliki teori bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan saran
Ptolemeus bahwa Matahari (dan planet-planet lain dan bintang-bintang) berputar
mengelilingi bumi. Sebelum Copernicus ada set yang rumitepicycles (lingkaran di atas
lingkaran) yang digunakan untuk memprediksi pergerakan ‘benda langit’. Epicyclicasli
Ptolmey kombinasi itu, oleh Abad Pertengahan, menjadi terlihat kurang memadai, dan
‘memperbaiki’; oleh astronom kemudian dan lebih rumit. Copernicus menawarkan
kembali ke pandangan alternatif (disarankan oleh banyak orang di Antiquity), tetapi
dengan banyak data yang lebih baik untuk mendukungnya; account baru ini menurunkan
kompleksitas teori yang diperlukan untuk menjelaskan pengamatan yang tersedia. Tentu
saja, sekali oleh Copernicus ’teori ini diterima oleh para astronom lain, itu diantara masuk
periode baru’ sains normal ‘.
Menurut Kuhn, ilmu sebelum dan sesudah terjadi pergeseran paradigma begitu yakin
bahwa teori-teori mereka para ilmuan merasa tak tertandingi. Ketika terjadi pergeseran
paradigma maka secara simultan tidak hanya mengubah teori saja, hal itu akan mengubah
cara, kata-kata yang didefinisikan, cara para ilmuwan melihat subjek, dan mungkin yang
paling penting pertanyaan-pertanyaan yang dianggap sah, dan aturan-aturan yang
digunakan untuk menentukan kebenaran suatu teori tertentu.
2. Teori Newton
Dalam masalah gravitasi misalkan, yang diinterpretasikan sebagai tarikan yang
merupakan bawaan di antara setiap pasang partikel, adalah sifat ghaib dalam arti yang
sama dnegan “kecenderungan untuk jatuh” dari aliran scolastik sebelumnya. Oleh sebab
itu, sementara standar-standar korpuskularisme tetap berlaku, pencarian penjelasan
mekanis dari gravitasi merupakan salah satu masalah yang paling menantang bagi yang
menerima
Principia sebagai
paradigm.
Newton
mencurahkan
banyak
perhatian
kepadanya, demikian juga banyak penerusnya dari abag ke-18. Satu-satunya pilihan yang
tampak adalah menolak teori newton karena tidak berhasil menerangkan gravitasi, dan
alternative ini pun diterima secara luas. Namun, kedua padangan ini tidak ada yang
menang.
Karena
tidak
dapat
mempraktekkan
sains
tanpa Principia maupun
4
memberlakukannya sesuai dengan standar standar kospuskular dari abad ke-17, para
ilmuan lamban laun menerima pandangan bahwa gravitasi itu memang bawaan. Pada
sekitar pertengahan abad ke-18 interpretasi itu telah diterima secara hampir universal, dan
hasilnya adalah pengembalian yang tulus kepada standar skolastik. Tarikan dan tolakan
bawaan bergabung dengan ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat primer
materi yang secara fisikal tidak dapat direduksi.
Pandangan bahwa adanya anomali dalam teori gravitasi newton ternyata tidak
semestinya mampu dibuktikan dengan paradigm baru, akhirnya proses revolusi sains yaitu
mengikuti teori lama. Maka, sebenarnya tidak mudah membentuk sebuah konsep dan teori
baru ketika ditemukan adanya penyimpangan dalam teori lama. Gambaran di atas
menandakan revolusi memang membutuhkan kesiapan konsep, teori, dan hipotesis ilmiah
yang jelas sehingga revolusi sains dapat diraih.
Contoh lain dari pergeseran paradigma dalam ilmu alam yaitu beberapa “kasus-kasus
klasik” dari pergeseran paradigma Kuhn dalam ilmu pengetahuan di antaranya:
1. Penerimaan teori Biogenesis, bahwa semua kehidupan berasal dari kehidupan, yang
bertentangan dengan teori generasi spontan,yang dimulai pada abad ke-17 dan tidak
lengkap hingga abad ke-19 dengan Pasteur.
2. Penerimaan teori seleksi alam Charles Darwin
digantikan Lamarckism sebagai
mekanisme evolusi.
3. Transisi antara pandangan dunia fisika Newton dan pandangan dunia relativistik
Einstein.
Adapun contoh dalam bidang ilmu-ilmu sosial di antaranya tentang : The Keynesian
Revolution yang
biasanya
dipandang
sebagai
pergeseran
besar
dalam
makro-
ekonomi. Menurut John Kenneth Galbraith mengatakan, Hukum didominasi pemikiran
ekonomi sebelum Keynes selama lebih dari satu abad, dan peralihan ke Keynesianisme
sangat sulit. Ekonom yang bertentangan dengan hukum, yang disimpulkan bahwa
setengah pengangguran dan kurangnya investasi (ditambah dengan oversaving) adalah
tidak mungkin, berisiko kehilangan karier mereka. Dalam magnum opus, Keynes dikutip
salah seorang pendahulunya, JA Hobson, yang berulang-ulang menyangkal posisi di
universitas untuk teori sesat. Monetarists berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak
penting bagi stabilisasi ekonomi, berbeda dengan pandangan Keynes bahwa baik
kebijakan fiskal dan moneter merupakan yang penting.
Beberapa contoh tersebut memperlihatkan bagaimana proses pergeseran paradigm
atau revolusi sains itu terjadi. Hal ini tidak bisa dielakkan dalam wacana ilmu
pengetahuan. Teori yang mampu memberikan solusi terbaik dalam melihat setiap
keganjalan akan menjadi teori yang diunggulkan.
5
6