Makalah Tanaman Transgenik India. doc

MAKALAH BIOTEKNOLOGI MOLEKULER

APLIKASI BIOTEKNOLOGI MOLEKULER DALAM BIDANG PERTANIAN
“PERAKITAN TANAMAN TAHAN SERANGGA MELALUI REKAYASA
GENETIK”

NAMA

: AMALYAH FEBRYANTI

NIM

: H311 10 265

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

ABSTRAK


Pertumbuhan penduduk di Indonesia dan Negara-negara berkembang lainnya
mengalami peningkatan secara signifikan. Hal ini terlihat meningkatnya permintaan
pangan terutama bahan pokok yang saat ini pasokannya mulai menipis. Krisis pangan
menyebabkan peneliti berupaya untuk mengatasi masalah ini melalui pendekatan
bioteknologi molekuler dengan memproduksi tanaman transgenik dalam hal ini
tanaman yang resisten terhadap hama atau virus.

DAFTAR ISI

Sampul…………………………………………………………………………

1

Abastrak……………………………………………………………………….

2

Daftar isi……………………………………………………………………….


3

BAB I Pendahuluan
Latar Belakang…………………………………………………………………

4

Rumusan Masalah……………………………………………………………...

5

BAB II Tinjauan Pustaka
Tinjauan Umum Bioteknologi Molekuler………….…………………………..
Rekayasa Genetika…………………………………………………………..…
Tanaman Transgenik…………………………………………………………...
Gen Ketahanan terhadap Serangga Hama……………………………………...
BAB III Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk dunia khususnya di Negara maju seperti, Jerman,
Jepang, dan Italia menunjukkan angka yang sangat rendah. Disisi lain, Negara-negara
yang sedang berkembang tingkat pertumbuhan penduduknya relatif tinggi bahkan
diperkirakan mencapai lebih setengah milyar manusia Cina pada tahun 2030.
Demikian juga di Negara-negara seperti Pakistan dan India mnyumbangkan jumlah
penduduk yang cukup tinggi. Sementara Indonesia diproyeksikan mempunyai jumlah
penduduk sekitar 307 juta. Gambaran tersebut tentunya akan menjadi perhatian yang
serius bagi kita semua jika penduduk tersebut mengkonsumsi bahan pangan padipadian.
Pada tahun 1950-an hampir semua Negara di dunia baik kala itu berstatus
sebagai Negara masih belum maju dan maju hampir boleh dikatakan tidak mempunyai
masalah tentang pangan mereka. Bahkan Indonesia pada tahun 1984-an Negara kita
swasembada pangan. Demikian juga pada tahun 1990-an ada beberapa Negara
mengalami kekurangan pangan walaupun nampaknya kekurangan pangan tersebut
terkonsentrasi di Negara-negara Asia (Misal; India,China,Banglades) dan Negaranegara Afrika. Kelanjutan akan difisit pangan dunia tersebut, nampaknya akan tetap
berlanjut pada tahun 2030, sehingga antisipasi tentang hal itu harus sedini mungkin
diantisipasi secara positif. Hal ini tidak boleh hanya menyangkut departemen

pertanian yang harus bertanggungjawab. Karena usaha peningkatan produksi padipadian tidak akan berarti apa-apa manakala laju pertumbuhan penduduk tidak dapat

dikendalikan (diatur) dengan baik. Ini berarti jumlah penduduk harus tumbuh, tetapi
dalam presentase (%) yang tidak mengkhawatirkan.
Dengan demikian usaha-usaha nyata untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia dari sisi pendidikan dan kesehatan juga harus dilakukan secara bersamasama dengan sektor atau bidang-bidang yang lain.Untuk mengatasi kemungkinan
terjadinya krisis pangan dikarenakan jumlah penduduk yang akan meningkat dimasa
datang, maka keluarga berencana akan menjadi salah satu alternatif yang cukup
menjanjikan untuk membantu mengatasinya. Tetapi apabila usaha peningkatan
kuantitas dan kualitas produk padi-padian mengalami kendala misalnya timbul
penyakit yang sulit di basmi, seperti virus, maka kita sebaiknya tidak alergi untuk
turut serta menerapkan penerapan bioteknologi modern/ molekuler, disamping caracara klasik juga perlu terus dikembngkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi bioteknologi molekuler?
2. Bagaimana definisi rekayasa genetik dan tanaman transgenik?
3. Bagaimana teknik rekayasa genetik untuk menghasilkan tanaman transgenik?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Bioteknologi Molekuler
Pada tahun 1981, Federasi Bioteknologi Eropa mendefinisikan bioteknologi
sebagai berikut, bioteknologi adalah aplikasi terpadu biokimia,mikrobiologi, dan
rekayasa kimiadengan tujuan untuk mendapatkan aplikasi teknologi dengan kapasutas
biakan mikroba, sel, atau jaringan di bidang industri, kesehatan, dan pertanian.
Sedangkan menurut Sardjoko (1991), boteknologi didefinisikan sebagai proses-proses
biologi oleh mikroorganisme yang dimanfaatkan oleh dan untuk kepentingan manusia.
Definisi bioteknologi yang lebih luas dinyatakan oleh Bul,et,al, (1982), yaitu
penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa pengolahan bahan oleh agen-agen
biologi seperti mokroorganisme, sel tumbuhan, sel hewan, manusia, dan enzim untuk
menghasilkan barang dan jasa. Pada tahun 1981, Federasi Bioteknologi Eropa
mendefinisikan bioteknologi sebagai berikut, bioteknologi adalah aplikasi terpadu
biokimia,mikrobiologi, dan rekayasa kimiadengan tujuan untuk mendapatkan aplikasi
teknologi dengan kapasutas biakan mikroba, sel, atau jaringan di bidang industri,
kesehatan, dan pertanian. Sedangkan menurut Sardjoko (1991), boteknologi
didefinisikan sebagai proses-proses biologi oleh mikroorganisme yang dimanfaatkan
oleh dan untuk kepentingan manusia.
Definisi bioteknologi yang lebih luas dinyatakan oleh Bul,et,al, (1982), yaitu
penerapan prinsip-prinsip ilmiah dan rekayasa pengolahan bahan oleh agen-agen

biologi seperti mokroorganisme, sel tumbuhan, sel hewan, manusia, dan enzim untuk
menghasilkan barang dan jasa.

Pada tahun 1953 ditemukan struktur DNA oleh Watson dan Crick dan tahun
1966 dipecahkannya kode-kode genetik, oleh Rossenberg serta telah diketahuinya
proses transkripsi dan translasi. Sedangkan pada tahun 1970 ditemukan enzim restriksi
endonuklease (enzim pemotong gen), enzim ligase (enzim penyambung gen) dan
disusul pada tahun 1973 ditemukan metode DNA rekombinan atau rekayasa genetika
mengawali babak baru bioteknologi modern. Bioteknologi modern dikembangkan
dengan teknologhi rekayasa genetika pada agen-agen biologi tingkat molekuler. Yang
menjadi sasaran bioteknologi modern dengan teknologi rekayasa genetika adalah
seluruh aspek kehidupan mulai dari makanan, kedokteran, pertanian, peternakan,
pertambangan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.
2.2 Rekayasa Genetik
Rekayasa genetika adalah suatu proses manipulasi gen yang bertujuan untuk
mendapatkan organisme yang unggul. Manipulasi gen dapat dilakukan dengan teknik
invitro dan invivo. Di Inggris manipulasi gen diartikan sebagai pembentukan
kombinasi baru materi yang dapat diturunkan dengan penyisipan (insertion) molekulmolekul asam nukleat, yang dihasilkan dengan cara apapun diluar sel, ke dalam suatu
virus, plasmid bakteri atau sistem pembawa lainnya yang memungkinkan terjadinya
penggabungan


ke

dalam

organisme

inang

selanjutnya

mampu

melakukan

penggandaan lagi. Teknik-teknik manipulasi gen secara invitro adalah tranformasi
Escchercia coli, pemotongan dan penggabungana molekul-molekul DNA, serta
pemotongan reaksi-reaksi pemotongan dan penggabungan.
Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara,
yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri

selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk

kromosom rekombinan. Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel
donor) ke dalam sel bakteri lainnya (sel resepien) melalui kontak fisik antara kedua
sel. Sel donor memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel resepien. Transfer DNA
ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel donor. Sel resepien tidak memiliki pili seks.
DNA dari sel resepie berpindah ke sel resipien secara replikatif sehingga setelah
proses ini selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Ke dua sel tidak mengalami
peningkatan jumlah sel dan tidak dihasilkan sel anak. Oleh karena itu, proses
konjugasi disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak reproduktif.

Gambar 1. Proses konjugasi

Gambar 2. Proses konjugasi yang menyebabkan resistensi pada plasmid

Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di
sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan
DNA atau fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain atau organisme yang
lain. Masuknya DNA dari lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara
alami. Pada tahun 1928 ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat berubah

sifatnya menjadi virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen dicampur dengan
sel-sel bakteri strain virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944 ditemukan bahwa
perubahan sifat atau transformasi dari bakteri yang tidak virulen menjadi virulen
disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri strain virulen yang masuk ke dalam
bakteri strain yang tidak virulen.

Gambar 3. Proses transformasi

Gambar 4. Proses transformasi pada bakteri

Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya
melalui perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel
bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag atau fage.
Ketika virus menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri.
DNA tersebut kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan
kromosom baketri. DNA fage yang dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan
membawa sebagian DNA bakteri yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage
tersebut menginfeksi bakteri yang lain, maka fage akan memasukkan DNAnya yang
sebagian mengandung DNA sel inang sebelumnya. Jadi,
secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang lain.

Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui
perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel bakteri.
Virus-virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag atau fage. Ketika
virus menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri. DNA
tersebut kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan
kromosom baketri. DNA fage yang dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan
membawa sebagian DNA bakteri yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage
tersebut menginfeksi bakteri yang lain, maka fage akan memasukkan DNAnya yang
sebagian mengandung DNA sel inang sebelumnya. Jadi, secara alami fage
memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang lain.

Gambar 5. Proses transduksi pada bakteri

Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya
enzim restriksi untuk memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA dan
vektor untuk menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup, transposon
sebagai alat untuk melakukan mutagenesis dan untuk menyisipkan penanda, pustaka
genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, enzim
transkripsi balik untuk membuat DNA berdasarkan RNA, pelacak DNA atau RNA
untuk mendeteksi gen atau fragmen DNA yang diinginkan atau untuk mendeteksi klon

yang benar. Vektor yang sering digunakan diantarnya plasmid, kosmid dan
bakteriofag.

Gambar 6. Plasmid bakteri sebagai vektor
Enzim restriksi digunakan untuk memotong DNA. Enzim mengenal dan
memotong DNA pada sekuens spesifik yang panjangnya empat sampai enam pasang
basa. Enzim tersebut dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi. Berikut ini
adalah macam-macam enzim endonuklease restriksi.
Tabel 1. Enzim restriksi yang sering digunakan pada proses rekombinasi DNA
Enzyme

Source

EcoRI

Escherichia coli

Recognition
Sequence
5'GAATTC
3'CTTAAG

Cut
5'---G AATTC---3'
3'---CTTAA G---5'

EcoRII

Escherichia coli

BamHI

Bacillus
Amyloliquefaciens
Haemophilus
Influenza
Thermus
aquaticusThermus
aquaticus
Nocardia otitidis

HindIII
TaqI
NotI

HinfI

PovII*

Haemophilus
Influenza
Staphylococcus
aureus
Proteus vulgaris

SmaI*

Serratia marcescens

HaeIII*

AluI*

Haemophilus
Aegyptius
Haemophilus
Gallinarum
Arthrobacter luteus

EcoRV*

Escherichia coli

EcoP15I

Escherichia coli

KpnI[34]

Klebsiella
pneumonia
Providencia stuartii

Sau3A

HgaI[33]

PstI[34]
SacI[34]
SalI[34]
ScaI[34]
SpeI
SphI[34]

Streptomyces
Achromogenes
Streptomyces albus
Streptomyces
Caespitosus
Sphaerotilus natans
Streptomyces
Phaeochromogenes

5'CCWGG
3'GGWCC
5'GGATCC
3'CCTAGG
5'AAGCTT
3'TTCGAA
5'TCGA
3'AGCT
5'GCGGCCGC
3'CGCCGGCG

5'--- CCWGG---3'
3'---GGWCC ---5'
5'---G GATCC--- 3'
3'---CCTAG G--- 5'
5'---A AGCTT---3'
3'---TTCGA A---5'
5'---T CGA---3'
3'---AGC T---5'

5'---GC GGCCGC--3'
3'---CGCCGG CG--5'
5'GGCC
5'---GG CC---3'
3'CCGG
3'---CC GG---5'
5'GATC
5'--- GATC---3'
3'CTAG
3'---CTAG ---5'
5'CAGCTG
5'---CAG CTG---3'
3'GTCGAC
3'---GTC GAC---5'
5'CCCGGG
5'---CCC GGG---3'
3'GGGCCC
3'---GGG CCC---5'
5'GGCC
5'---GG CC---3'
3'CCGG
3'---CC GG---5'
5'GACGC
5'---NN NN---3'
3'CTGCG
3'---NN NN---5'
5'AGCT
5'---AG CT---3'
3'TCGA
3'---TC GA---5'
5'GATATC
5'---GAT ATC---3'
3'CTATAG
3'---CTA TAG---5'
5'CAGCAGN25NN 5'--3'GTCGTCN25NN CAGCAGN25NN --3'
3'---GTCGTCN25
5'GGTACC
5'---GGTAC C---3'
3'CCATGG
3'---C CATGG---5'
5'CTGCAG
5'---CTGCA G---3'
3'GACGTC
3'---G ACGTC---5'
5'GAGCTC
5'---GAGCT C---3'
3'CTCGAG
3'---C TCGAG---5'
5'GTCGAC
5'---G TCGAC---3'
3'CAGCTG
3'---CAGCT G---5'
5'AGTACT
5'---AGT ACT---3'
3'TCATGA
3'---TCA TGA---5'
5'ACTAGT
5'---A CTAGT---3'
3'TGATCA
3'---TGATC A---5'
5'GCATGC
5'---G CATGC---3'
3'CGTACG
3'---CGTAC G---5'

StuI[35][36]
XbaI[34]

Streptomyces
Tubercidicus
Xanthomonas badrii

5'AGGCCT
3'TCCGGA
5'TCTAGA
3'AGATCT

5'---AGG CCT---3'
3'---TCC GGA---5'
5'---T CTAGA---3'
3'---AGATC T---5'

Ada beberapa bagian terpenting yang selalu digunakan dalam rekayasa genetika.Yang
pertama adalah enzim seluler dan yang kedua adalah vektor. Hal tersebut akan dibahas
sebagai berikut:
Enzim seluler
Enzim yang dipakai oleh orang-orang bioteknologi dalam memanipulasi DNA
diantaranya adalah enzim Endonuklease, yaitu enzim yang mengenali batas-batas
sekuen nukleotida spesifik dan berfungsi dalam proses restriction atau pemotongan
bahan-bahan genetik. Penggunaan enzim ini yang paling umum antara lain pada
sekuen palindromik. Enzim ini dibentuk dari bakteri yang dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat menahan penyusupan DNA, seperti genom bacteriophage.Ada juga
DNA polimerisasi, yaitu enzim yang biasa dipakai untuk meng-copy DNA. Enzim ini
mengsintesis DNA dari sel induknya dan membentuk DNA yang sama persis ke sel
induk barunya. Enzim ini juga bisa didapatkan dari berbagai jenis organisme, yang
tidak mengherankan, karena semua organisme pasti harus meng-copy DNA mereka.
Selain DNA polimerisasi, ada juga enzim RNA polimerisasi yang berfungsi untuk
’membaca’ sekuen DNA dan mengsintesis molekul RNA komplementer.
Seperti halnya DNA polimerisasi, RNA polimerisasi juga banyak ditemukan
banyak organisme karena semua organisme harus ’merekam’ gennya.Selanjutnya yang
akan dibahas adalah enzim DNA ligase. Enzim DNA ligase merupakan suatu enzim
yang berfungsi untuk menyambungkan suatu bahan genetik dengan bahan genetik
yang lain. Contohnya saja, enzim DNA ligase ini dapat bergabung dengan DNA (atau
RNA) dan membentuk ikatan phosphodiester baru antara DNA (atau RNA) yang satu

dengan lainnya.Kemudian, ada pula enzim reverse transcriptases yang berfungsi
membentuk blue-print dari molekul RNA membentuk cDNA (DNA komplementer).
Enzim ini dibuat dari virus RNA yang mengubah genom RNA virus menjadi DNA
ketika virus menginfeksi inangnya. Enzim ini biasa dipakai ketika bertemu dengan gen
eukariotik yang biasanya terpisah-pisah menjadi potongan kecil dan dipisahkan oleh
introns dalam kromosom.
Vektor Natural
Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan dalam
bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok
dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Sekali lagi, alam telah memberikan solusi
dari masalah ini. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang membawa DNA ke
dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika dianggap
berhasil, di dalam vektor, DNA hasil rekombinan seharusnya benar-benar hanya
dibawa setelah sebelumnya DNA rekombinan digabungkan dengan DNA vektor
melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA rekombinan tidak termutasi lagi
membentuk DNA dengan sifat baru. Contoh dari vektor natural dari alam adalah
plasmid dan virus atau bacteriophage.
Manfaat teknologi rekombinan DNA
Aplikasi teknik DNA rekombinan dalam bioteknologi diantaranya adalah produksi
vaksin, insulin, antibodi dan sebagainya. Misalkan saja insulin yang digunakan untuk
mengatasi diabetes diproduksi dengan menggunakan teknik DNA rekombinan. Gen
insulin yang berasal dari sapi kemudian ditentukan urutan

DNA-nya setelah itu

direkombinasikan di dalam suatu vektor misal plasmid kemu dian dimasukan dalam
sel bakteri. Selanjutnya bakteri ini mengalami transformasi dan bisa menghasilkan

insulin. Ini adalah salah satu contoh aplikasi teknik DNA rekombinan dalam
bioteknologi. Beberapa produk DNA rekombinan yang digunakan dalam terapi
manusia, diantaranya :









Insulin untuk penderita diabetes
Faktor VIII untuk laki-laki menderita hemofilia a
Faktor IX untuk hemofilia b
Hormon pertumbuhan manusia (hgh)
Erythropoietin (epo) untuk mengobati anemia
Beberapa jenis interferon
Beberapa interleukin
Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (gm-csf) untuk menstimulasi



sumsum tulang setelah transplantasi sumsum tulang
Granulocyte koloni-stimulating factor (g-csf) untuk merangsang neutrofil
produksi, misalnya, setelah kemoterapi dan untuk memobilisasi sel induk




hematopoietik dari sumsum tulang ke dalam darah.
Aktivator plasminogen jaringan (tpa) untuk melarutkan gumpalan darah
Adenosin deaminase (ada) untuk mengobati beberapa bentuk severe combined






immunodeficiency (scid)
Hormon paratiroid
Beberapa antibodi monoclonal
Antigen permukaan hepatitis B untuk vaksinasi terhadap virus hepatitis B
C1 inhibitor (c1inh) digunakan untuk mengobati edema angioneurotic turuntemurun. severe combined immunodeficiency (scid)

2.3 Tanaman Transgenik
Tanaman transgenik adalah merupakan aplikasi bioteknologi pada tanaman
yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA
binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu. Organisme transgenik
adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari organisme lain.

Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri, virus,
hewan, atau tanaman lain. Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama
dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat
yang diinginkan). Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan,
cendawan, atau bakteri. Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan
perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen. Pada tahapan kloning gen,
DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA),
contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor
kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring
dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah
diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing
tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah
bagian daun.
Teknologi transfer gen dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak
langsung (Herman, 1996). Contoh transfer gen secara langsung adalah penembakan
eksplan gen dengan gene gun atau divortex dengan silicon carbide (karbid silikon) dan
perlakuan pada protoplas tanaman dengan elektroporasi atau dengan polyethylene
glycol (PEG). Sedangkan transfer gen secara tidak langsung adalah melalui vector
Agrobacterium.
Transfer gen secara langsung
Penembakan Partikel
Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi.Untuk melakukannya,
digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke
dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk

ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan
aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan
berlangsung. Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan
metode penembakan partikel atau gene gun. Metode transfer gen ini dioperasikan
secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan
tanaman (Klein et al., 1988). Dengan cara demikian, partikel dan DNA yang
ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan
tersebar dalam sel secara independen. Telah didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif
untuk mentransfer gen pada bermacam-macam eksplan. Penggunaan penembakan
partikel membuka peluang dan kemungkinan lebih mudah dalam memproduksi
tanaman transgenik dari berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi
dengan Agrobacterium, khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan
turfgrass.

Tahap Metode Penembakan
Karbid silikon

Metode transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman
tetapi telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung dan turfgraas adalah
penggunaan karbid silikon. Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur
dengan serat karbid silikon dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan
ke dalam tabung Eppendorf kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan
vortex (Kaeppler et al., 1990). Serat silicon carbide berfungsi sebagai jarum injeksi
mikro (microinjection) untuk memudahkan transfer DNA ke dalam sel tanaman.
Elektroporasi
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah
elektroporasi dari protoplas, perlakuan poly-ethylene glycol (PEG) pada protoplas dan
kombinasi antara dua perlakuan tersebut (Joersbo dan Brunstedt, 1991). PEG
memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga
melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuclease (Mass dan Werr,
1989). Sedangkan elektroporasi dengan perlakuan listrik voltase tinggi menyebabkan
permiabilitas tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori
sehingga DNA mudah penetrasi ke dalam protoplas. Integritas membran kembali
membaik seperti semula dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan
listrik. Jagung dan padi telah berhasil ditransformasi melalui elektroporasi dengan
efisiensi antara 0,1-1%. Kelemahan penggunaan protoplas sebagai explant untuk
transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan ekstra komplikasi, serta
variasi somaklonal akibat panjangnya periode kultur.
Tahap elektroporasi berikutnya, yaitu dikejutkan dengan listrik tegangan tinggi
melalui larutan yang mengandung protoplas. Kejutan listrik ini menyebabkan
membran untuk sementara tidak stabil dengan membentuk pori-pori kecil. Melalui

pori-pori sementara ini, DNA gen donor dapat disuntikkan. DNA diinjeksikan dalam
bentuk transfer plasmid yang dipindahkan ke kromosom dan menjadi satu dalam DNA
tanaman. Tidak lama setelah pemberian kejutan listrik dan injeksi, sel membran
terbentuk kembali. Dinding sel juga terbentuk kembali melalui proses pembalikan.
Sel-sel yang baru saja diubah tersebut kemudian dikultur untuk menghasilkan jenis sel
yang unik yang membentuk organisme. Sel-sel yang dihasilkan kemudian dipindahkan
ke dalam lingkungan pertumbuhan biasa di mana gen baru akan diekspresikan.
Pada proses elektroporasi ini, dimana enzim khusus pendenaturasi dinding
sel melepaskan dinding sel dari selnya. Kemudian sel-sel akan menjadi protoplas,
yaitu sel-sel tumbuhan yang dilucut dinding selnya tetapi masih dilapisi membran
selular.
Transfer gen secara tidak langsung
Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor
Agrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk mentransformasi tanaman
dikotil. A. tumefaciens mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui
eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari jaringan
tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi beregenerasi tinggi (Hinchee et al.,
1988; Mullins et al., 1990). Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor
inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut DNA T (transfer DNA) yang
berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi ke dalam genom tanaman.
Karena A. tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai
vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid
Ti yang dilucuti virulen-sinya (disarmed), sehingga sel ta-naman yang ditransformasi
oleh Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman

sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman tersebut akan menurunkan DNA T yang
disarmed dan gen asing (dari sifat yang diinginkan) ke keturunannya. Teknik
transformasi melalui media vector Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil
tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Meskipun
demikian, beberapa peneliti melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium
berhasil mentransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi.
Ti Plasmid adalah vektor alamiah yang digunakan untuk mentransfer DNA ke
dalam sel tanaman. Bakteri yang membawa plasmid Ti (contohnya Agrobacterium
tumefaciens) dapat menyebabkan tumor pada tanaman yang disebut crown gall,
terutama tanaman dikotil. Pada sebagian besar plasmid Ti, terdapat lima kompleks
gen, yaitu T-DNA (bagian yang ditransfer dan menyatu dengan genom tanaman), gen
virulen (vir) yang terdiri dari 50 kilo basa untuk mengatur proses transfer T-DNA ke
dalam DNA tanaman, gen tra/trb yang mengatur perpindahan plasmid Ti antarbakteri,
bagian yang mengatur sistem replikasi plasmid, dan bagian gen yang menyandikan
molekul opin. Molekul opin ini akan dihasilkan oleh jaringan tanaman yang terinfeksi
bakteri pembawa Ti plasmid . Ti Plasmid dapat digunakan dalam pembuatan Tanaman
Transgenik berikut ini tahapan pembuatan tanaman transgenik :

Proses transfer gen secara lengkap :

1) Melakukan skuensing pada DNA untuk gen yang akan diubah diidentifikasi
dan diperoleh dari organisme donor (bakteri). Skuensing ini dapat
dilakukan dengan mengacu pada informasi yang diketahui berkaitan dengan
urutan dari gen yang akan dipilih. Selanjutnya diikuti dengan pemindahan gen
dari organisme donor. Gen yang diinginkan dikeluarkan dari organisme donor
melalui penggunaan enzim spesifik yang dikenal sebagai enzim restriksi.
2) Gen yang diinginkan kemudian dipolimer melalaui polimerase chain
reaction (PCR), yaitu metode untuk memperkuat DNA dan menghasilkan
sejumlah gen yang bisa diterapkan.
3) Setelah diperoleh, ada beberapa cara untuk mentransfer gen donor ke dalam sel
organisme target. Pada beras, digunakan proses yang lebih canggih.

Metode Transfer Gen melalui Bakteri
1. Ekstraksi
teknik PCR

DNA dari plasmid Agrobacterium tumafaciens menggunakan
(polymerase

chain

reaction).

Pemotongan

dan

penggabungan/penyisipan DNA yang dipilih melibatkan enzim restriksi dan
ligase.

2. Pengklonan gen oleh bacteria vektor sehingga dihasilkan
diharapkan

kemudian

klon

gen

Agrobacterium

DNA yang
tumafaciens

diintroduksi/ditransformasi ke dalam kultur sel tumbuhan.
3. Multifikasi dan regenerasi bagian-bagian tumbuhan sehingga terbentuk
tumbuhan dengan sifat yang baru berikut gambar lain yang bisa mendukung
pemahaman tahapan pembentukan tanaman transgenik.

Bakteri dan Proses Perakitan Tanaman Transgenik secara Lengkap
2.4 Gen Ketahanan terhadap Serangga Hama
Gen ketahanan terhadap serangga hama dan sumbernya disajikan pada Tabel 1.
Sebagian dari gen tersebut akan diuraikan dalam makalah ini dengan fokus uraian ke
gen Bt. Sebagian besar penelitian transformasi untuk memproduksi tanaman tahan
serangga difokus-kan pada protein yang mengan-dung kode gen tunggal, seperti Bt
endotoxins (Cheng et al., 1992), proteinase inhibitor (Hilder et al., 1993; Johnson et
al., 1989; Ryan, 1990), cowpea trypsin inhibitor (Hoffman et al., 1993), pea seed

lectin (Gatehouse et al., 1991), snow drop lectin (Rao et al., 1999), amylose inhibitor
(Ishimoto et al., 1996 Schroeder et al., 1995; Shade et al., 1994). Protein dengan kode
gen tunggal lebih mudah diintroduksi ke dalam tanaman.
Gen Bt
Gen Bt adalah hasil isolasi bakteri tanah B. thuringiensis dan telah digunakan oleh
petani di Negara maju sebagai pestisida hayati yang aman sejak puluhan tahun yang
lalu (Shadduck, 1983; McClintock et al., 1995). Istilah populer cry (Held et al., 1982)
merupakan singkatan dari crystal sebagai representasi gen dari strain Bt yang
memproduksi protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal
protein) yang dapat mematikan serangga hama (MacIntosh et al., 1990). Sampai saat
ini, telah diisolasi gen Bt yang dimasukkan ke dalam 8 kelompo atau kelas Cry
(Rajamohan dan Dean, 1995; Krattiger, 1997; Crickmore et al., 1998). Kelas cry
tersebut dikelompokkan berdasarkan virulensinya yang spesifik terhadap kelompok
serangga sasaran. Sebagai contoh cryI, cryIX, dan cryX mematikan serangga golongan
Lepidoptera, cryV bisa mematikan golongan Lepidoptera dan Coleoptera.
Tabel 1. Gen ketahanan terhadap Serangga Hama

Semua gen yang menyandi 130-140 kDa protoxin dan aktif terhadap larva Lepidoptera
digolongkan ke dalam klas cryI yang selanjutnya dibagi dalam beberapa subklas A
sampai G. Berdasarkan pada identitas asam aminonya (>80%), sub-klas gen cryIA
dibagi menjadi IA(a), IA(b), dan IA(c). Tipe gen subklas cryII yang memproduksi 66

kDa protoxin aktif pada Lepidoptera (cryIIB) saja atau pada larva Lepi-doptera dan
Diptera (cryIIA). Gen cryIII menghasilkan 73 kDa protein aktif terhadap larva
Coleoptera. Gen tipe cryIV telah diisolasi dari subspesies israelensis dan
menghasilkan 135, 128, 74, dan 72 kDa protein aktif terhadap larva Diptera. Gen baru
telah diisolasi dari B. thuringiensis subsp. thompsoni dan diberi nama cryV. Gen
tersebut menghasilkan toxin 80 kDa dan aktif terhadap Lepidoptera dan Coleoptera.
Gen yang aktif terhadap nematode dimasukkan ke dalam klas cryVI. Dari penelitian
yang ada, umumnya tanaman tahan serangga yang berhasil ditransformasi berasal dari
gen cryBt yang bersifat meracuni hama serangga dari kelompok Coleoptera atau
Lepidoptera (Barton et al., 1987; Cheng et al., 1992; Delannay et al., 1989; Perlak et
al., 1990; Warren et al., 1992; Wilson et al., 1992). Racun Bt akan melekat pada
epithelial glycopro-tein dalam usus serangga, khusus-nya pada usus tengah. Keadaan
tersebut akan menyebabkan bocornya usus sehingga cairan yang ada akan merembes
ke luar ke daerah antara usus dan hemocoel dan mengakibatkan matinya serangga
(Hilder et al., 1993). Ada beberapa gen cry yang ditransformasikan ke kapas
transgenik, yaitu cryIA(a), cryIA(b), cryIA(c), cryIF, dan cryIIA(b) (Benedict dan
Altman, 2001; James, 2002). Akhir-akhir ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa gen
cryBt tipe liar (wild type) yang ditransformasi ke tanaman ternyata berekspresikan
ketahanan yang rendah terhadap serangga (Cheng et al., 1992). Hal tersebut
dihipotesiskan bahwa penggunaan codon dari gen cryBt (yang diisolasi dari bakteri)
dikelabui oleh keharusan untuk mengekspresi dalam sel bakteri sehingga tidak
optimum untuk diekspresikan dalam sel tanaman (Cheng et al., 1992). Cara yang
dilakukan dalam pemecahan kendala tersebut adalah dengan mensintesis urutan
(sequence) gen secara kimiawi untuk menghilangkan banyaknya motif urutan adenin

thymine (AT) rich. Banyaknya urutan (AT) inilah yang menyebabkan tidak stabilnya
mRNA dari tanaman transgenik. Hasil percobaan tanaman transgenik dengan gen Bt
sintetis menunjukkan peningkatan ekspresi keefektifan ketahanan terhadap serangga
antara 10-100 kali (Perlak et al., 1991).
Gen dari Kelompok Inhibitor
Kelompok yang lain dari gen tahan serangga adalah proteinase inhibitor. Protein
penghambat akan mengganggu sistem pencernaan makanan serangga, dengan
menghasilkan senyawa antinutrisi yang menghambat kerja enzim proteinase. Supaya
fungsi dari gen penghambat (inhibitor) tersebut efektif, harus diekspresikan di
jaringan tanaman pada bagian yang diserang. Gen proteinase inhibitor II (dari
kentang) yang diintroduksikan ke tembakau telah meningkatkan ketahanan tanaman
transgenik terhadap serangga Manduca sexta (Johnson et al., 1989). Gen lain yang
ditransformasikan pada tembakau untuk memperoleh ketahanan terhadap Helicoverpa
zea adalah cowpea trypsin inhibitor (Hoffman et al., 1993). Azuki bean transgenik
yang dimasuki gen α-amylase inhibitor yang diperoleh dari common bean, telah
menunjukkan ketahanan terhadap hama kumbang Bruchus (Ishimoto et al., 1996).
Penelitian lain oleh Schroeder et al. (1995) dan Shade et al. (1994) gen α-amylase
inhibitor dari common bean berhasil ditransformasikan ke kacang pea (Pisum sativum
L.) dan menunjukkan ketahanan terhadap kumbang Bruchus (Bruchus pisorum). Hasil
penelitian Powel et al. (1993) tentang bioasai dengan menggunakan makanan buatan
dari lectin, tanaman menunjukkan bahwa lectin beracun terhadap wereng coklat dan
wereng hijau. Dibandingkan dengan lectin tanaman yang lain, snowdrop lectin dari
Galanthus nivalis agglutinin (GNA) menunjukkan hasil paling beracun terhadap
serangga hama, dengan menurunkan tingkat hidup wereng coklat sampai 50% pada

konsentrasi 6 µm (Gatehouse, 1998). Padi transgenik yang mengandung gen GNA
telah dihasilkan melalui sistem transformasi particle bombardment dari embrio muda
dan elektropora-si dari protoplas (Rao et al., 1999). Dalam uji bioasai, padi transgenik
tersebut dapat menurunkan tingkat hidup, keperidian, dan memper-lambat
pertumbuhan wereng coklat (Rao et al., 1999).
PERKEMBANGAN TANAMAN TRANSGENIK SECARA GLOBAL
Tahun 2001 merupakan tahun yang pertama di mana luas area pertanaman
transgenik di dunia melebihi 50 juta ha, yaitu 52,6 juta ha (James, 2001b). Luasan ini
adalah kenaikan 8,4 juta atau 19 % dari luasan tahun 2000 dan merupakan kenaikan
hampir dua kali lipat peningkatan luas dari tahun 1999 ke tahun 2000 seluas 4,3 juta
ha (Tabel 2). Selama periode tujuh tahun dari 1996 sampai 2002, telah terjadi
peningkatan luas area pertanaman yang begitu tajam, yaitu luas yang hanya 1,7 juta ha
pada tahun 1996 menjadi 58,7 juta ha pada tahun 2002. Peningkatan luas tersebut
melebihi dari 30 kali lipat (Tabel 2). Pada tahun 2001, distribusi luas pertanaman
tanaman transgenik 26 % atau 13,5 juta ha berada di negara berkembang (Tabel 3).
Luasan tersebut meningkat 2,8 % dari tahun 2000 yang 10,7 juta ha (Tabel 3). Di
negara berkembang, telah terjadi peningkatan luas area tanaman transgenik yang
konsisten sejak tahun 1997, yaitu 14 %, 16 % pada 1998, 18 % pada 1999, 23 % pada
2000, dan 26 % pada 2001 (James, 2001b). Dibandingkan dengan negara berkembang
(2,8 juta ha), pertumbuhan tanaman transgenic di negara industri (5,6 juta ha) dua kali
lipat lebih tinggi dari tahun 2000 ke tahun 2001 (James, 2001b). Meskipun demikian,
persentase peningkatan luas pertanaman lebih tinggi di Negara berkembang (26 %)
dibandingkan negara industri (17%) (Tabel 3). Dari 16 negara yang menanam tanaman

transgenik, sejak tahun 1997 hanya 3 negara yang mendominasi luasan area
penanaman, yaitu AS, Argentina, dan Kanada,

jagung Bt (Teng, 2001). Pengurangan aplikasi insektisida menimbulkan dampak
positif baik ke lingkungan maupun kesehatan manusia. Sedangkan dampak ke
lingkungan berupa pengurangan kemungkinan pengaruh berbahaya dari insektisida,
pengaruh yang mengakibatkan serangga hama menjadi resisten terhadap insektisida
dan terjadinya resurgensi, pengaruh mematikan terhadap serangga berguna seperti
predator dan parasit sehingga populasi musuh alami tersebut tetap terpelihara yang
nantinya akan meningkatkan pengendalian hayati secara alami. Dilaporkan bahwa
telah terjadi peningkatan populasi burung-burung langka di daerah peladangan
tanaman transgenik tahan serangga hama. Hal ini diduga diakibatkan oleh
pengurangan aplikasi insektisida yang cukup besar. Jagung transgenik yang
mengandung gen Bt bisa menghasilkan pengaruh lain yang positif. Hasil penelitian

lapang di Iowa State University, Amerika Serikat pada jagung Bt menunjukkan bahwa
jagung nontransgenik terserang parah oleh penyakit busuk tongkol yang disebabkan
oleh jamur Fusarium dibandingkan jagung Bt. (Fuller, 1999). Dari pengujian tingkat
ontaminasi mycotoxin menunjukkan bahwa jagung nontransgeik mengandung
fumonisin 14,5 ppm dibandingkan hanya 1,5 ppm pada jagung Bt (Fuller, 1999).
Selain manfaat dan keuntungan dari jagung Bt, dikhawatirkan bahwa jagung tersebut
akan berdampak negatif terhadap organisme bukan sasaran seperti predator, parasit,
lebah madu, dan hewan ternak. Selain penelitian laboratorium, selama tiga musim
tanam 1993-1995 telah dilakukan pada studi lapang tentang pengaruh penanaman
jagung Bt terhadap serangga berguna di Nebraska dan Iowa, AS. Studi lapang yang
sama juga dilakukan di Perancis pada tahun 1995. Data hasil penelitian menunjukkan
bahwa jagung Bt tidak berpengaruh terhadap serangga berguna seperti laba-laba,
coccinellid, chrysopid, dan nabid McLean dan MacKenzie (2001).
Di Indonesia juga telah dilakukan pengamatan populasi serangga berguna pada
tanaman transgenik dan dan nontransgenik baik di Fasilitas Uji Terbatas (FUT)
maupun Lapangan Uji Terbatas (LUT) (TTKH, 1999; TTKHKP, 2000). Hasil
pengamatan di Fasilitas Uji Terbatas menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh jagung
Bt terhadap lebah madu tanaman transgenik (TTKHKP, 2000). Demikian pula
pengamatan di Lapangan Uji Terbatas (TTKH, 1999), menunjukkan bahwa jagung Bt
yang diuji tidak berpengaruh terhadap predator (kumbang Coccinella, larva dan
imagonya; kepik, green lacewing, laba-laba, bela-lang, semut merah), dan parasitoid
(Trichogramma). Mengenai pengujian di Fasilitas Uji Terbatas dan Lapangan Uji
Terbatas akan dijelas-kan di penjelasan tentang pengaturan pemanfaatan tanaman
transgenik. Feeding study dilakukan untuk melihat kesepadanan (equivalence) dalam

hal feed performance, kenaikan berat badan, produksi susu, dan komposisi susu antara
hewan ternak dan ikan yang diberi makanan dari tanaman transgenic dibandingkan
dengan nontransgenik. Folmer et al. (2000b) meneliti pengaruh pemberian makanan
dari jagung Bt dan nonBt pada sapi perah dengan hasil tidak adanya perbedaan dalam
hal feed performance, kenaikan berat badan, produksi susu, dan komposisi susu.
Feeding study lain dilakukan oleh Folmer et al (2000a) dan Russell et al (2000),
terhadap sapi potong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam
hal feed performance dan kenaikan berat badan sapi potong yang diberi makan jagung
Bt dan nonBt (Folmer et al., 2000a; Russell et al., 2000). Sanders et al. (1998) dan
McLean dan MacKenzie (2001) melaporkan bahwa gen cryIAb yang dikandung dalam
jagung Bt aman terhadap burung puyuh Northern Bobwhite. Gen-gen Bt atau cry yang
digunakan dalam perakitan tanaman transgenik tahan serangga hama telah
mendapatkan izin dari Environmental Protection Agency (EPA), AS. Sebagai contoh,
cryIA(b) (EPA, 1997; 1998a) dan cryIA(c) (EPA, 1998b) yang digunakan dalam
jagung Bt, cryIA(c) dalam kapas Bt (EPA, 1995a), dan cryIIIA dalam kentang (EPA,
1995b) telah diteliti dan dizinkan oleh EPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di
dalam tanaman, ketiga cry tersebut terkandung dalam konsentrasi rendah. Selain itu,
ketiga cry tersebut labil dan tidak tahan didegradasi dengan pemanasan (suhu >65 oC),
perlakuan asam (pH