Implementasi MEC Maritime Economic Cultu

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan dengan wilayah sepanjang 3.000 mil laut
berupa hamparan laut luas dari Sabang sampai Merauke yang memiliki jumlah
pulau lebih dari 17.500 dengan ini menjadikan Indonesia sebagai Negara
Kepulauan terbesar di dunia. Dalam UU RI No 17 tahun 1985 Indonesia telah
resmi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengelola, mengatur, dan
memanfaatkan kekayaan laut nasional untuk kepentingan rakyatnya dan
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Untuk mewujudkan

Indonesia sebagai poros maritim dunia, salah satu aktor yang penting adalah
masyarakat pesisir, karena mereka yang mampu menangkap, mengelola, dan
menjaga kelautan suatu negara, namun dalam hal ini potensi sumber daya alam
yang melimpah di kawasan pesisir belum digarap secara optimal. Sebab, sumber
daya manusia yang ada masih rendah dan kurangnya modal menjadi masalah
serius.
Sebagai perbandingan, Thailand memiliki sekitar 30.000 kapal ikan yang
resmi dan sekitar 20.000 yang tidak terdaftar. Di Taiwan, usaha perikanan dapat

memberikan penghidupan yang layak tidak kurang dari 300.000 keluarga.
Sedangkan di Indonesia, diperkirakan masih membutuhkan sekitar 22.000 kapal
ikan dan terdapat 8.090 desa pesisir di 300 kabupaten dan kota dimana bermukim
sekitar 16,42 juta warga yang bermata pencaharian sebagai nelayan, pembudidaya
ikan, pengolah, pemasar, dan pedagang hasil perikanan. Dari jumlah tersebut,
32% masuk kategori miskin. Adapun jumlah nelayan kecil secara magnitute tetap
bertambah, seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi Rumah Tangga Perikanan Berdasarkan Skala Usaha

1

Selain itu, kontribusi seluruh sektor kelautan terhadap PDB hanya sekitar
20%. Padahal, negara-negara dengan potensi kekayaan laut yang lebih kecil
dibandingkan Indonesia, seperti Islandia, Norwegia, Spanyol, Jepang, Korea
Selatan, RRC, Selandia Baru, dan Thailand memiliki kontribusi bidang kelautan
rata-rata sudah diatas 30% PDB. Sementara itu, gejala overfishing, kerusakan
ekosistem pesisir, dan pencemaran melanda sekitar 40% wilayah pesisir dan laut,
menjadikan kekuatan ekonomi, transportasi, dan hankam di laut Indonesia
menjadi lemah. Hal ini disebabkan karena tidak diterapkannya suatu pilar atau
acuan dalam hal maritim sehingga masyarakat Indonesia acuh tak acuh dalam

memperkuat ekonomi maritim Indonesia.
Dalam usaha untuk menyejahterakan masyarakat pesisir di Indonesia,
pemerintah sudah melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir melalui
kelembagaan, pendampingan, dan dana usaha produktif bergulir. Akan tetapi,
program tersebut dirasa belum membuahkan hasil yang optimal karena masih
bersifat statis dan pasif, kurangnya terobosan-terobosan baru terhadap
pemberdayaan masyarakat pesisir menjadi alasan dibutuhkannya suatu inovasi
dalam

pengembangan

program

pemberdayaan

masyarakat

pesisir

guna


memperkuat ekonomi maritim Indonesia agar mampu bersaing di kancah
internasional. Oleh karena itu, kami menciptakan sebuah pengembangan program
pemberdayaan masyarakat pesisir yang kami beri nama MEC (Maritim Economic
Culture) atau Budaya Ekonomi Maritim. MEC adalah hal yang dapat
diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir agar
bisa menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam hal ini, MEC
memiliki peran penting untuk memperkuat ekonomi maritim Indonesia seiring
melimpahnya hasil laut di Indonesia dan kesempatan Indonesia menjadi ‘Poros
Maritim Dunia’. Dengan MEC berbasis ekonomi kelautan yang memiliki 5 unit
yaitu UPM (Unit Pemberdayaan Manusia), UPS (Unit Pengelolaan SDA), UPU
(Unit Peningkatan Usaha), UPL (Unit Pemeliharaan Lingkungan), dan UPP (Unit
Peran Pemerintah) yang memiliki peran masing-masing, akan menciptakan rasa
bertanggung jawab terhadap kelautan Indonesia, meningkatkan daya saing, dan
dapat menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor hasil laut terbesar di dunia
sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun di atas maka dapat ditarik
beberapa permasalahan yang timbul, antara lain :
1. Mengapa MEC perlu diimplementasikan dalam program pemberdayaan
masyarakat pesisir di Indonesia?
2. Bagaimana MEC dapat diimplementasikan dan dibudayakan secara baik
dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia?
3. Apakah MEC mampu bersaing dengan negara lain dalam hal kemaritiman
guna menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah :
1. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di kawasan pesisir demi
kesejahteraan masyarakat pesisir Indonesia.
2. Menciptakan inovasi terhadap pengembangan atau peningkatan program
pemberdayaan masyarakat pesisir di Indonesia melalui berbagai terobosan
baru dalam implementasinya.
3. Menjelaskan dan mendeskripsikan bahwa Indonesia mampu bersaing
dengan negara lain dalam hal kemaritiman guna menjadikan Indonesia
sebagai poros maritim dunia.
1.4 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penyusunan karya tulis ini adalah :

1. Menciptakan kawasan mandiri bagi masyarakat pesisir sehingga mereka
mampu mengelola, menjaga, dan memanfaatkan sumber daya alam
kelautan Indonesia secara lebih optimal.
2. Mendukung peningkatan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan melalui
implementasi MEC dalam program pemberdayaan masyarakat pesisir.
3. Meningkatkan dan memperkuat daya saing ekonomi maritim Indonesia di
kancah internasional.

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pemberdayaan
Pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan
dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya,
pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Secara
konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata
power (kekuasaan atau keberdayaan). Karena ide utama pemberdayaan
bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan yang sering dikaitkan dengan
kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan,

terlepas dari keinginan dan minat mereka.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan seseorang, khususnya kelompok
rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam:
1. Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom), dalam arti bebas dari kelaparan, kebodohan, kesakitan, dan lainlain.
2. Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat
meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang maupun jasajasa yang mereka perlukan.
3. Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai sebuah proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu
yang mengalami masalah kemiskinan. Sedangkan sebagai sebuah tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi
dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam tugas-tugas kehidupannya.


4

2.2 Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir (coastal community) diartikan dengan ciri-ciri utama
tidak memproduksi barang ataupun jasa tertentu, mengandalkan penghidupan dari
sumber daya laut, dan jika ada alat produksi biasanya berupa perahu, dengan
sistem ekonomi yang hierarkis seperti ada juragan kapal, tengkulak, buruh, dan
nelayan tradisional.
Batasan wilayah pesisir tidak hanya didasarkan atas pendekatan geografis
saja, akan tetapi batas wilayah pesisir mencakup pada mata pencaharian penduduk
yang masih ada kaitannya dengan produksi laut, batasan ini akan menjadi luas lagi
apabila dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di
wilayah pesisir. Adapun kekayaan pesisir dan kelautan tidak terbatas pada ikan,
melainkan meliputi budidaya, kerajinan, pariwisata, energi gelombang, energi
angin, energi surya, minyak dan gas serta berbagai potensi lainnya.
2.3 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Pengelolaan laut dan perikanan (pesisir) yang telah dilakukan negara belum
sepenuhnya mampu melindungi laut dan perikanan (pesisir) dari eksploitasi
manusia, baik dari segi pengusaha maupun masyarakat itu sendiri. Bersamaan
dengan itu, partisipasi masyarakat belum secara penuh terlibat dalam pengelolaan

laut dan perikanan (pesisir). Adapun kondisi masyarakat pesisir saat ini banyak
yang mengalami kemiskinan karena kebijakan pemerintah dalam pembangunan
lebih banyak mengarah pada daratan dibandingkan kelautan. Sehingga perhatian
pemerintah terhadap masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup
mereka menjadi terabaikan. Maka dari itu, dibutuhkan adanya strategi-strategi
dalam pemberdayaan masyarakat pesisir agar kesejahteraan mereka dapat
terjamin.
Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan setelah mengkaji
permasalahan di atas diantaranya :
1. Memberdayakan para nelayan agar tidak bergantung pada hasil melaut saja,
melainkan juga pada mata pencaharian lain, misalnya dengan pembudidayaan
perikanan maupun non perikanan.

5

2. Mendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di
sektor kelautan dan perikanan yang digalakkan oleh pemerintah. Dengan
adanya program ini diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan
masyarakat pesisir di Indonesia.
3. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir yang

buta huruf, minimal dapat membaca atau lulus dalam paket A atau B.
Sehingga ke depannya akses perkembangan teknologi kebaharian dan
peningkatan ekonomi lebih mudah dilakukan.
4. Mendukung Program Mitra Bahari (PMB) yang merupakan program
kemitraan antara pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan
mendukung implementasi pengelolaan sumber daya kelautan, pesisir, dan laut.
5. Adanya modal bantuan dari pemerintah untuk membantu masyarakat pesisir,
khususnya dalam perbaikan infrastruktur yang digunakan untuk melaut.

2.4 Poros Maritim
Sejak terpilihnya Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia
dalam Pilpres 9 Juli 2014, Jokowi bertekad menjadikan Indonesia sebagai negara
maritim yang maju, kuat, sejahtera, dan berdaulat. Sehingga dapat menjadi poros
maritim dunia yang mampu menebarkan kesejahteraan, keadilan, dan kedamaian
secara berkelanjutan, bukan saja bagi bangsa Indonesia tetapi juga bagi seluruh
warga dunia.
Untuk mewujudkan cita-cita luhur tersebut, kita harus membangun kelautan
berbasis inovasi yang inklusif dan ramah lingkungan, mensinergikan pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan hankam (security and
defence approach), dan mengembangkan kerjasama regional dan internasional

yang saling menguntungkan. Pembangunan kelautan ke depan harus mampu
menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (rata-rata di atas 7% per tahun),
inklusif

dan

berkualitas

(menciptakan

banyak

lapangan

kerja

yang

menyejahterakan rakyat secara berkeadilan), dan ramah lingkungan serta
berkelanjutan.


6

Semua usaha ekonomi dan pembangunan di sektor ekonomi kelautan, baik
yang sudah ada maupun yang baru akan dikembangkan harus menerapkan 5
prinsip berikut:
1. Setiap unit bisnis kelautan diupayakan memenuhi skala ekonominya supaya
keuntungan yang diperoleh dapat menyejahterakan pelaku usaha.
2. Menggunakan integrated supply chain management system dari hulu
(produksi) sampai ke hilir (pasar).
3. Menggunakan inovasi teknologi dalam setiap mata rantai, sistem bisnis
kelautan.
4. Penguatan dan pengembangan industri hulu dan hilir, terutama untuk sektor
perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri bioteknologi kelautan, dan
ESDM.
5. Mengaplikasikan kaidah pembangunan ekonomi ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Dengan menerapkan kelima prinsip pembangunan tersebut, segenap usaha
individual dan kawasan industri kelautan yang ada perlu direvitalisasi. Pada saat
yang sama, klaster-klaster industri terpadu berbasis kelautan, industri manufaktur,
industri TI, industri kreatif, atau industri baru lainnya dengan pola KEK
(Kawasan Ekonomi Khusus) atau pola lainnya yang sesuai harus dikembangkan
di wilayah pesisir dan pulau kecil di sepanjang ALKI dan wilayah perbatasan.
Dengan peta jalan pembangunan kelautan seperti di atas, Indonesia tidak
hanya akan menjadi negara maritim yang besar, kuat, maju, makmur, dan
berdaulat, tetapi juga akan menjadi poros maritim dunia dalam waktu tidak terlalu
lama yaitu tahun 2025.
2.5 Solusi yang Pernah Ditawarkan: Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP)
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) adalah salah
satu program unggulan Departemen Perikanan dan Kelautan dalam rangka
pengembangan dan pemanfaatan potensi ekonomi di daerah secara optimal.
Program ini ditujukan untuk mengembangkan masyarakat pesisir yang mata

7

pencahariannya bersumber dari eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya pesisir
dan kelautan.
Program PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan tidak hanya
meliputi aspek ekonomi (lapangan kerja dan pendapatan) tetapi juga meliputi
aspek sosial (pendidikan, kesehatan, dan agama), lingkungan sumber daya
perikanan dan laut serta pemukiman dan infrastruktur. Keberhasilan dalam
peningkatan pendapatan (ekonomi) akan dipengaruhi oleh kegiatan usaha yang
bisa dikembangkan dan permodalan yang dapat disediakan serta kondisi pasar
yang mendukungnya. Kerangka konsepsi pendekatan pemberdayaan masyarakat
pesisir dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Konsepsi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir

Pengembangan kegiatan usaha yang memanfaatkan sumber daya pesisir dan
laut memerlukan perencanaan yang matang agar dalam pelaksanaannya tidak
menyebabkan kerusakan sumber daya yang bersangkutan. Oleh karena itu,
kegiatan tersebut harus dimulai dengan identifikasi potensi dan permasalahan
wilayah pesisir dan laut yang disesuaikan dengan kebutuhan, keinginan dan
kemampuan masyarakat serta kebijakan pemerintah dan infrastrukturnya.
Sepanjang program PEMP ini dijalankan, ternyata terdapat beberapa
kelemahan yang dapat dilihat pada implementasi program tersebut di lapangan,
antara lain:

8

1. Pelaksanaan sosialisasi hanya dilakukan kepada masyarakat tanpa melibatkan
kalangan usahawan dan pedagang yang merupakan agen-agen perantara
masyarakat pada dunia luar. Seharusnya ada upaya untuk menarik kalangan
usaha dan pedagang sehingga mereka ikut terlibat dalam lembaga kemitraan
yang terbentuk.
2. Program pelatihan yang diberikan kepada masyarakat, hanya sebatas pada
ceramah/teori yang sulit dimengerti oleh masyarakat. Seharusnya, dengan
tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah, tentunya dibutuhkan
pelatihan langsung dalam bentuk praktek sehingga masyarakat dapat lebih
cepat menyerap pengetahuan tersebut.
3. Tidak adanya pembagian-pembagian kerja atau kelompok peminatan kerja
sesuai keinginan dan keahlian masyarakat pesisir dalam menjalankan suatu
usaha, menyebabkan program tidak berjalan secara baik dan optimal.
2.6 Kebijakan Poros Maritim Dunia di Tengah Dinamika Asia Pasifik Saat
Ini
Di tengah dinamika politik dan ekonomi internasional yang terjadi saat ini
di kawasan Asia Pasifik, pemerintah dalam forum diplomasi tingkat tinggi seperti
KTT APEC di Beijing dan KTT G20 di Sidney, mengumumkan perlunya
investasi besar-besaran untuk mendukung program ‘Poros Maritim Dunia’. Untuk
mendukung pernyataan tersebut, terdapat sekurang-kurangnya dua pendapat yang
dapat digunakan sebagai dasar pemikiran.
Pertama adalah, Indonesia terletak di kawasan Asia Tenggara. Perairan di
kawasan Asia Tenggara diketahui memiliki posisi yang penting bagi negaranegara di dunia terutama negara-negara di Asia Pasifik dan negara-negara besar
pemilik kepentingan di kawasan tersebut sebagai kawasan perairan kompetensi
bagi jalur komunikasi laut (Sea Lanes Of Communication/SLOC) dan jalur
perdagangan laut (Sea Lanes Of Trade/SLOT) yang vital bagi perdagangan
internasional.
Pendapat yang kedua yaitu, sebagai negara kepulauan (archipelagic state)
yang terletak dalam posisi silang diantara dua samudera yaitu samudera Pasifik
dan samudera India, serta diantara dua benua yaitu benua Asia dan benua

9

Australia, Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis terutama jika dilihat
melalui sudut pandang kemaritiman.
Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat dilihat bahwa pergeseran
perkembangan ekonomi dunia ke arah timur ini menciptakan peluang yang baik
dan momentum yang tepat, yang dapat membawa manfaat bagi bangsa Indonesia,
hanya jika Indonesia (dalam hal ini diwakili oleh pemerintah) dapat
memposisikan dirinya secara strategis dan tepat sebagai pemain utama dan
stabilisator kawasan. Hal tersebut dapat dicapai tentunya tanpa mengorbankan
kepentingan nasional dan didukung dengan kebijakan yang tepat baik di dalam
maupun di luar negeri. Oleh sebab itu, konsep ‘Poros Maritim Dunia’ adalah
konsep yang membutuhkan kesiapan yang matang di dalam negeri sebelum bisa
diproyeksikan sebagai sebuah kepentingan nasional baik di kawasan ASEAN
dalam lingkup terkecil maupun Asia Pasifik dalam lingkup yang lebih besar.
Dengan posisi yang strategis sebagai sebuah negara dengan kepulauan
terbesar, alur kepulauan yang dimiliki Indonesia beserta SLOT dan SLOC sebagai
aset bangsa, dan dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim
Dunia’, maka penerapan politik luar negeri bebas aktif yang tidak memihak pada
kepentingan manapun selain kepentingan nasional adalah suatu keharusan. Politik
luar negeri adalah cerminan dari kepentingan nasional suatu negara, bukan
cerminan kepentingan seorang pemimpin semata atau pun golongan tertentu.
Jika Indonesia mampu menjalankan politik luar negeri yang bebas aktif
dalam mengawal pelaksanaan kebijakan ‘Poros Maritim Dunia’ di kawasan, dan
tidak terjebak dalam keberpihakan kepada suatu kepentingan negara besar, maka
Indonesia dapat menjadi kekuatan maritim baru, stabilisator di kawasan,
diperhitungkan dan mendapatkan pengakuan dari negara-negara di kawasan.
Adapun keikutsertaan Indonesia dalam forum internasional yaitu APEC, G20,
dan ASEAN harus didasarkan pada politik luar negeri Indonesia yang bebas dan
aktif sesuai dengan konstelasi global saat ini, sehingga tidak terjebak untuk
beralih dari satelit Amerika Serikat dan Uni Eropa, lantas kemudian berpindah
masuk orbit pengaruh Cina. Maka dari itu, pemerintah juga harus kritis dalam
menyikapi tawaran bantuan Cina untuk pembangunan infrastruktur maritim.

10

BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penelitian dan Jenis Data
Pada dasarnya, jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis
penelitian deskriptif analitik, yaitu penelitian yang membahas gambaran tentang
implementasi MEC dalam pemberdayaan masyarakat pesisir guna menjadikan
Indonesia sebagai poros maritim dunia. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari hasil interpretasi
data primer baik berupa buku sebagai data utama, maupun jurnal, dan akses
media elektronik sebagai data pendukung.
3.2 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan metode telaah pustaka (library research). Dalam
pembuatan karya tulis ini, penulis berusaha untuk mengkaji sejumlah literatur
serta referensi baik nasional maupun internasional yang berhubungan dan
memiliki relevansi dengan topik yang dibahas dalam karya tulis ini, yang
bersumberkan dari buku-buku literatur dan media internet.
3.3 Teknik Pengolahan/Analisis Data
Teknik pengolahan/analisis data dalam penelitian ini adalah teknik content
analysis, yaitu menganalisa sumber-sumber pustaka yang telah diperoleh terkait
dengan judul karya tulis ini untuk menghasilkan deskripsi yang objektif dan
sistematik melalui data kualitatif dan data kuantitatif.
3.4 Pengambilan Kesimpulan dan Perumusan Saran
Setelah melakukan analisis dan interpretasi terhadap data yang diperoleh,
selanjutnya penulis membuat generalisasi (kesimpulan umum) berdasarkan
batasan-batasan penelitian yang ada dan merumuskan saran agar selanjutnya karya

11

tulis ini dapat ditindaklanjuti dengan menggunakan asumsi-asumsi yang lain
sehingga dapat dihasilkan suatu scientific law yang berlaku umum.
BAB IV
ANALISA PEMBAHASAN
4.1 Maritime Economic Culture (MEC)
Maritime Economic Culture (MEC) atau Budaya Ekonomi Maritim
merupakan sebuah pengembangan program pemberdayaan masyarakat pesisir
dalam rangka mendukung perkembangan ekonomi maritim yang berkelanjutan
melalui berbagai kegiatan yang menunjang peningkatan kualitas dan kuantitas
sumber daya alam kelautan serta sumber daya manusia yang potensial. Dikatakan
sebagai budaya ekonomi maritim, karena diharapkan MEC ini mampu
diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir di
Indonesia. MEC terdiri dari 5 unit yaitu:
1. UPM (Unit Pemberdayaan Manusia)
Merupakan unit yang bergerak di bidang pemberdayaan dan
pembangunan dimana masyarakat pesisir dapat berinisiatif untuk memulai
proses kegiatan dalam memperbaiki situasi dan kondisi dirinya sendiri
melalui proses pembekalan atau pembelajaran dan praktek langsung agar
masyarakat pesisir mampu memahami atau menyerap teori-teori, prosedur,
teknik, dan berbagai hal yang diberikan oleh para ahli atau tenaga pendidik.
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai pemberdayaan apabila kelompok
komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal
juga sebagai subjek. Sehingga diharapkan partisipasi masyarakat pesisir
secara aktif dapat mendukung realisasi program melalui UPM ini agar subjek
(masyarakat pesisir) menjadi motor penggerak dan bukan hanya sebagai
penerima manfaat (objek) saja.
Bentuk realisasi program melalui UPM ini adalah dengan membangun
TPS (Training Program Skills) bagi masyarakat pesisir maupun para
wisatawan yang datang. Training Program Skills merupakan sebuah program
pelatihan skills atau keahlian dalam melakukan berbagai usaha melalui
pembelajaran dan praktek langsung untuk menghasilkan suatu barang maupun

12

jasa. Adapun TPS sendiri terdiri lagi dari beberapa bidang sesuai dengan
minat dan bakat dari masyarakat pesisir maupun para wisatawan. Bidangbidang tersebut meliputi:
a. Bidang OKP (Olah Kreasi Pangan)
Bidang OKP adalah bidang yang berfokus pada pembelajaran
tentang bagaimana cara mengolah kreasi pangan dari hasil laut agar
dapat dijadikan produk yang memiliki daya tarik dan nilai jual yang
tinggi. Bagi masyarakat pesisir maupun wisatawan yang memiliki
minat dan bakat dalam mengolah kreasi pangan hasil laut, maka
akan diajarkan bagaimana cara berinovasi untuk menciptakan kreasi
baru dari olahan makanan laut melalui proses pembelajaran secara
teori dan praktek langsung. Contoh hasil olahan kreasi pangan dari
hasil laut adalah Dodol Rumput Laut, Aneka Kerupuk dari Kerang
dan Kulit Ikan, Rendang Ikan Laut, Abon Ikan, Bakso Udang, dan
berbagai macam kreasi pangan lainnya. Usaha pada bidang ini tentu
membutuhkan fasilitas berupa teknologi yang memadai agar kualitas
pangan dapat bersaing dengan wilayah atau negara lain.
b. Bidang OKK (Olah Kreasi Kerajinan)
Bidang OKK adalah bidang yang berfokus pada pembelajaran
tentang bagaimana cara mengolah kreasi kerajinan dari limbah hasil
laut sehingga didapatkan produk yang memiliki nilai jual tinggi
dengan keunikannya. Mereka yang memiliki minat dan bakat pada
bidang ini, akan diajarkan bagaimana cara berkreativitas dengan
mengolah limbah hasil laut menjadi berbagai macam kerajinan
tangan yang unik dan bernilai ekonomis. Contohnya seperti tempat
tisu, bingkai foto, bros, dan lain sebagainya yang diolah dari
cangkang kerang.
c. Bidang MEP (Maritime Education Program)
Bidang MEP ini berbeda dengan bidang OKP dan OKK. MEP
adalah bidang yang lebih berfokus pada pembelajaran bagi
masyarakat pesisir untuk selanjutnya dilatih agar mampu dan handal
menjadi seorang tenaga pendidik, relawan, maupun peneliti dalam

13

bidang kemaritiman. Mereka yang memiliki minat pada bidang ini,
akan diberi bekal pembelajaran yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, budaya, politik, keamanan, dan pertahanan dalam hal
kemaritiman. Melalui MEP ini, diharapkan masyarakat pesisir
memiliki kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar untuk
selalu menjaga kelautan Indonesia agar tidak dieksploitasi, dijajah,
dicuri hasil lautnya, dan berbagai tindakan yang dapat melemahkan
ekonomi

maritim

Indonesia.

Sehingga

melalui

MEP

pula,

masyarakat pesisir mampu memberikan sosialisasi dan pembelajaran
kepada masyarakat luas untuk menyadarkan bahwa harus ada
kerjasama antar pihak untuk selalu beriringan dalam melaksanakan
berbagai tugas yang bertujuan memperkuat ekonomi maritim
Indonesia yang saat ini terancam lemah akibat kurangnya daya saing
Indonesia dengan negara lain di bidang kemaritiman.
d. Bidang FBT (Fisherman Based Technology)
Bidang FBT adalah bidang yang lebih spesifik dibandingkan
bidang-bidang lain, karena sasaran utamanya adalah para nelayan.
Melalui FBT ini, para nelayan diajarkan mengenai teknologi terapan
yang ramah lingkungan berhubungan dengan kegiatan nelayan
dalam bekerja seperti menangkap, mengelola, dan mengolah hasil
laut. Contohnya adalah dengan mengajarkan para nelayan untuk
menggunakan Cold Storage Energi Surya, Motor Kapal Tenaga
Gelombang Laut, Alat Pemecah Ombak Ramah Lingkungan, dan
Teknologi Biofloc dan Bus Matick untuk budidaya ikan dan udang,
serta berbagai macam teknologi lainnya, sehingga para nelayan juga
mampu menguasai teknologi masa kini dengan tetap menjaga
kelautan Indonesia agar terjaga kualitas lingkungannya.
2. UPS (Unit Pengelolaan SDA/Sumber Daya Alam)
Merupakan unit yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya alam
kelautan yang mempraktekkan kearifan lokal. Secara ekologi, fungsi kearifan
lokal yaitu dapat mengkonservasi sumber daya alam kelautan, seperti
terjaganya terumbu karang, ikan laut, penyu, dan lain-lain. Sistem

14

kepercayaan masyarakat baik bersumber dari ajaran agama, maupun tradisi
leluhur menjadi sumber nilai dalam pengelolaan sumber daya alam kelautan
agar tetap lestari. Adapun bentuk realisasi dari program MEC melalui UPS ini
adalah dengan mendirikan FFC (Flora and Fauna Conservation). FFC adalah
cabang program dari UPS yang berfokus pada pengelolaan atau konservasi
flora dan fauna laut melalui teknik penangkaran dan budidaya. Kegiatankegiatan dalam FFC ini meliputi :
a. PENGIKAT (Penangkaran Benih Ikan Laut)
Merupakan upaya perbanyakan melalui pengembangbiakan
dan

pembesaran

benih-benih

ikan

laut

dengan

tetap

mempertahankan kemurnian jenisnya. Tujuan didirikan PENGIKAT
adalah untuk kepentingan pemanfaatan sehingga mengurangi
tekanan langsung terhadap populasi alam. Karena maraknya
kegiatan overfishing oleh para nelayan menyebabkan jumlah
populasi ikan laut baik yang langka maupun tidak semakin
berkurang jumlahnya. Sehingga diharapkan melalui PENGIKAT ini,
ketersediaan populasi ikan laut di alam akan terus terjaga dan
akhirnya dicapailah suatu keseimbangan dalam memanfaatkan hasil
laut.
b. KONSER HABIP (Konservasi Habitat Penyu)
Merupakan upaya pelestarian atau perlindungan habitat alami
penyu dengan tetap memperhatikan manfaat yang dapat diperoleh
untuk masa depan dan keberadaan setiap komponen lingkungan
untuk

menunjang

kehidupan

penyu

di

habitatnya.

Secara

internasional, penyu masuk ke dalam red list di IUCN dan Appendix
I CITES yang berarti bahwa keberadaannya di alam telah terancam
punah sehingga upaya ini dirasa penting untuk melindungi dan
menyelamatkan populasi penyu di Indonesia yang masih tersisa 6
dari 7 spesies penyu yang ada saat ini. Beberapa teknik pengelolaan
konservasi penyu yang diterapkan dalam program ini meliputi teknis
pemantauan penyu bertelur dan penetasan telur secara alami, teknis
penangkaran (mulai dari kegiatan pemindahan telur hingga

15

pelepasan tukik), teknik monitoring, teknik penandaan/tagging,
teknik penyelamatan penyu di daerah migrasi, teknik patroli penyu,
teknik pembinaan habitat, dan teknik pengelolaan wisata berbasis
penyu.
c. Budidaya TKRL (Terumbu Karang dan Rumput Laut)
Merupakan kegiatan terencana pemeliharaan sumber daya
hayati berupa terumbu karang dan rumput laut yang dilakukan pada
suatu areal untuk diambil manfaatnya. Terumbu karang dan rumput
laut merupakan salah satu kekayaan alam laut yang harus
dilestarikan karena bisa menjadi komoditas bisnis yang baik bagi
masyarakat pesisir. Untuk proses dan teknik budidaya terumbu
karang yang diterapkan dalam program ini yaitu dengan melakukan
teknologi transplantasi terumbu karang (terumbu karang ditanam
atau dicangkok dengan menggunakan media-media tertentu seperti
pipa, semen, dan botol bekas), sedangkan untuk proses dan teknik
budidaya rumput laut, menggunakan metode dasar (bottom method)
di dalam tambak dengan menebarkan bibit pada dasar tambak dan
metode lepas dasar (off bottom method) yaitu dengan cara mengikat
bibit pada tali ris (ropeline) kemudian diikatkan pada patok-patok
atau pada rakit.
d. PHM (Pengelolaan Hutan Mangrove)
Merupakan upaya untuk mempertahankan atau bahkan
meningkatkan kualitas dan kuantitas hutan mangrove secara
berkelanjutan dengan memperhatikan sumber daya yang tersedia
serta kemauan dan kemampuan masyarakat pesisir. Program ini
didasarkan pada kondisi hutan mangrove di Indonesia saat ini yang
terus mengalami kerusakan dan pengurangan luas lahan dengan
kecepatan kerusakan mencapai 530.000 ha/tahun. Padahal ekosistem
hutan mangrove memiliki beberapa fungsi yakni fungsi ekologis,
ekonomis, dan sosial yang penting dalam pembangunan terutama di
wilayah pesisir. Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai upaya
untuk memulihkan kembali hutan mangrove yang rusak agar dapat

16

kembali

memberikan

fungsinya bagi kesejahteraan manusia

khususnya masyarakat pesisir untuk mendukung pembangunan
wilayah pesisir. Salah satu bentuk upaya dalam PHM ini adalah
melalui sertifikasi pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan.
3. UPU (Unit Peningkatan Usaha)
Merupakan unit yang bergerak di bidang peningkatan usaha dengan
menyediakan atau memfasilitasi segala bentuk kegiatan yang ada pada unitunit lain. Bentuk realisasi program melalui UPU meliputi :
a. KMP (Koperasi Masyarakat Pesisir)
KMP adalah badan usaha yang beranggotakan masyarakat
pesisir yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi
ekonomi guna menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi
memajukan kesejahteraan anggota. KMP juga merupakan fasilitas
dari hasil cabang program pada UPM yaitu bidang OKP dan bidang
OKK. Hasil olahan kreasi pangan dan kerajinan dari UPM,
disalurkan untuk dijual di dalam KMP. Sehingga para wisatawan
yang datang ke daerah pesisir, dapat membeli hasil olahan kreasi
pangan dan kerajinan khas masyarakat pesisir melalui KMP ini.
b. LEC (Library Education Center)
LEC merupakan perpanjangan tangan dari cabang program
MEP dan FBT. Didalam LEC ini, tersedia berbagai macam buku,
artikel, jurnal, dan fasilitas-fasilitas perpustakaan pada umumnya
bagi masyarakat pesisir yang memiliki minat pada cabang program
MEP dan FBT. Dengan adanya LEC, memudahkan masyarakat
pesisir untuk mempelajari lebih dalam kajian tentang ilmu yang
mereka pelajari di dalam cabang program MEP dan FBT yang
mereka ikuti.
c. FCC (Fisherman Culinary Center)
FCC adalah bentuk usaha di bidang kuliner yang mana
ditangani langsung oleh masyarakat pesisir dengan memanfaatkan
hasil laut dari para nelayan. FCC juga merupakan fasilitas atau
bentuk aplikasi dari hasil cabang program pada UPS yaitu

17

PENGIKAT, KONSER HABIP, dan Budidaya TKRL. Karena
sebagian dari hasil penangkaran, konservasi, dan budidaya
dimanfaatkan sebagai bahan “Stock Segar” untuk kegiatan yang ada
pada FCC. Para wisatawan yang datang ke daerah pesisir dapat
menikmati hasil olahan makanan dan minuman khas masyarakat
pesisir melalui program FCC ini.
d. PUSKESMAP (Pusat Kesehatan Masyarakat Pesisir)
Dalam membangun kawasan mandiri bagi masyarakat pesisir,
maka ketersediaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pesisir
dirasa penting untuk direalisasikan. Salah satu bentuknya dengan
mendirikan PUSKESMAP di kawasan pesisir. Pelayanan kesehatan
yang tidak terjangkau sampai ke daerah pesisir menjadi dasar
pemikiran

dibentuk

PUSKESMAP

ini.

Diharapkan

dengan

dibangunnya PUSKESMAP, dapat meningkatkan kinerja dan
menjamin hak kesehatan bagi masyarakat pesisir.
4. UPL (Unit Pemeliharaan Lingkungan)
Merupakan unit yang bergerak di bidang pemeliharaan lingkungan di
kawasan pesisir. UPL dilatarbelakangi dari adanya kerusakan lingkungan
pesisir yang terjadi sebagai ulah akibat tangan-tangan manusia yang tidak
bertanggung jawab dalam memanfaatkan sumber daya yang terkandung di
alam. Jika proses perusakan unsur-unsur lingkungan hidup tersebut terus
menerus dibiarkan berlangsung, kualitas lingkungan hidup daerah pesisir akan
semakin parah. Oleh karena itu, manusia khususnya masyarakat pesisir yang
paling berperan dalam menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan
hidup di kawasan pesisir. Bentuk realisasi program UPL sebagai upaya untuk
mengembalikan keseimbangan lingkungan agar kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya di kawasan pesisir dapat berkelanjutan yaitu:
a. PPL (Peningkatan Pariwisata Laut)
PPL merupakan suatu bentuk usaha pemeliharaan lingkungan
hidup di kawasan pesisir melalui peningkatan pariwisata laut atau
pariwisata bahari. Pemanfaatan dan pengembangan potensi wisata
bahari dengan menjamin kelestarian lingkungan hidup serta kearifan

18

budaya masyarakat setempat, memiliki tujuan diantaranya, menjaga
tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung sistem
kehidupan, melindungi keanekaragaman hayati, dan menjamin
kelestarian serta pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Realisasi
dari cabang program PPL ini adalah dengan menyediakan poskoposko bagi petugas kebersihan di kawasan pesisir, membangun
fasilitas penunjang bagi para wisatawan (seperti gazebo, arena
permainan dan olahraga air, tempat bersantai, jasa pariwisata dan
lain-lain), dan mendukung program-program dari unit-unit lain
dengan mengadakan “Aksi Cinta Lingkungan” (menanam bibit
mangrove, pelepasan benih ikan dan tukik, dan lain-lain).
b. KKN (Konstitusi Kelautan Nasional)
KKN merupakan bentuk usaha pemeliharaan lingkungan yang
lebih mengarah kepada penetapan kebijakan dan peraturan bagi
masyarakat di kawasan pesisir, termasuk para wisatawan yang
datang. Realisasi dari cabang program KKN ini lebih kepada bentuk
tulisan dan himbauan kepada masyarakat di kawasan pesisir apabila
didapati pelanggaran-pelanggaran terhadap upaya pemeliharaan
lingkungan. “Green Police” sebagai pemantau akan bekerja disekitar
kawasan pesisir untuk memantau segala kegiatan yang ada di
kawasan pesisir dan laut lepas. Sehingga diharapkan dengan adanya
KKN ini, segala bentuk kegiatan dapat terorganisir secara baik dan
lancar.
5. UPP (Unit Peran Pemerintah)
Merupakan unit yang bergerak di bidang kelembagaan yang mengatur
dan menjadi kontrol terhadap unit-unit lain serta menampung aspirasi berupa
saran maupun kritik dari masyarakat pesisir kepada pemerintah melalui UPP.
Peran pemerintah dalam unit ini, sebagai pengontrol jalannya sistem MEC.
Masyarakat pesisir yang bekerja di bidang ini dapat berhubungan langsung
kepada pemerintah, sehingga ketika ada keluhan-keluhan dari masyarakat di
kawasan pesisir, unit ini akan menjadi perantara antara masyarakat pesisir
dengan pemerintah. Pemerintah ikut memfasilitasi setiap program yang ada

19

pada unit-unit lain sehingga seluruh unit dapat berjalan dengan baik dan
mampu menunjang kehidupan masyarakat pesisir, adapun modal untuk
menjalankan setiap program berasal dari bantuan pemerintah yang telah
dianggarkan pada APBN dan setiap pendanaan diawasi oleh pemerintah agar
lebih transparansi. Pemerintah dalam hal ini sebagai pengontrol jalannya
MEC juga dapat mempromosikan kawasan pesisir Indonesia ke kancah
internasional sehingga Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dapat
menunjukkan keseriusan

dalam meningkatkan bidang kemaritiman serta

menjadikan maritim sebagai ciri khas Indonesia.
Peran pemerintah juga akan membentuk tim khusus dalam menjalankan
MEC, tim khusus yang telah di bentuk adalah orang-orang yang dipercaya
atau ditunjuk oleh pemerintah serta ahli dalam bidang kemaritiman, tim
khusus yang dibentuk akan menjadi instruktur untuk mengarahkan
masyarakat pesisir dalam menjalankan MEC sehingga masyarakat dapat
mengerti dan mampu untuk menerapkannya, tim khusus akan berkoordinasi
dengan pemerintah pusat terkait MEC yang ingin diterapkan sehingga
pemerintah akan mengetahui perkembangan setiap unit yang ada pada progam
MEC.
Secara sederhana, sistem MEC dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Bagan Sistem MEC

UPM
-Bidang OKP
-Bidang OKK
-Bidang MEP

UPS
-PENGIKAT
-KONSER
HABIP
BUDIDAYATKR
L
-PHM

UPU

MEC

UPL
-PPL
-KKN

UPU
-KMP
-LEC
-FCC
-Puskesmap

20

4.2 Konsep MEC Berbasis Ekonomi Kelautan
Sebenarnya, MEC merupakan salah satu bentuk dari Program Pengelolaan
Wilayah Pesisir secara Terpadu (PWPT). Hal ini didasarkan pada upayanya untuk
menyatukan antara pemerintah dengan komunitas pesisir, ilmu pengetahuan
dengan manajemen, dan antara kepentingan sektoral dengan kepentingan
masyarakat dalam mempersiapkan dan melaksanakan perencanaan terpadu bagi
perlindungan dan pengembangan ekosistem pesisir dan sumberdayanya.
Adapun konsep MEC yang kami rancang, harus mampu menjadi solusi
dalam memperkuat ekonomi maritim Indonesia di kancah internasional, sekaligus
menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Oleh karena itu, konsep MEC
ini harus berbasis ekonomi kelautan sehingga selaras dengan tujuan implementasi
MEC itu sendiri.
Mengutip pemikiran Kildowetall dan Colgan, ekonomi kelautan mencakup
enam kategori. Pertama adalah konstruksi yang berkaitan dengan bangunan
kelautan seperti pelabuhan laut, penahan gelombang, dan jetty. Kedua, sumber
daya hayati kelautan meliputi pembenihan dan budidaya perikanan penangkapan
ikan, pemprosesan, dan pemasaran hasil laut. Ketiga adalah mineral yang
meliputi batu gamping, pasir laut dan kerikil, produksi hingga eksplorasi minyak
dan gas lepas pantai. Keempat yaitu pembangunan kapal dan perahu yang terdiri
atas galangan kapal untuk memperbaiki dan membangun kapal/perahu. Kelima
adalah jasa pariwisata bahari dan rekreasi, terdiri atas jasa hiburan, dan rekreasi
laut seperti banana boat, dan ski. Keenam adalah transportasi laut mencakup
transportasi laut dalam (deep sea), kapal penumpang, dan lain-lain. Kategorisasi
ini merujuk pada Amerika Serikat berbentuk dokumen National Oceans
Economics Program (NOEP).
Selaras dengan visi Jokowi-JK untuk mewujudkan Indonesia sebagai ‘Poros
Maritim Dunia’, maka implementasi MEC dalam pemberdayaan masyarakat
pesisir dirasa tepat menjawab tantangan untuk memperkuat ekonomi maritim
sesuai dengan konsep MEC berbasis ekonomi kelautan. Hal ini dapat dilihat pada
setiap unit dalam MEC yang memiliki peran tersendiri sesuai dengan enam
kategori ekonomi kelautan yang telah dijelaskan. Sehingga jika MEC dapat

21

diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir
secara baik, maka Indonesia akhirnya memiliki cetak biru tersendiri dan tidak
harus mencontoh Amerika Serikat, namun menyesuaikan dengan geopolitik,
geoekonomi, dan geokultural Indonesia.
4.3 Siklus Penerapan MEC dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Proses

perencanaan

suatu

program

pengelolaan

serta

kemudian

implementasi dari apa yang direncanakan tersebut (seperti MEC) merupakan satu
siklus yang berkesinambungan (Gambar 3).
Gambar 3. Langkah-langkah dalam Siklus Kebijakan
Proses

berkembangnya satu program dapat digambarkan sebagai satu lingkaran yang
diawali dengan identifikasi dan analisis terhadap isu-isu lokal wilayah pesisir
tersebut (Langkah Pertama). Langkah tersebut kemudian diikuti oleh penetapan
tujuan dan persiapan rencana kebijakan dan program-program aksi. Setelah itu,
langkah ketiga menitikberatkan pada formalisasi perencanaan melalui jalur
hukum, peraturan, kerjasama antar institusi dan mengalokasikan dana untuk
pelaksanaanya. Berikutnya adalah tahap implementasi dari perencanaan tersebut.
Adapun langkah terakhir yang sering terlewatkan adalah melakukan evaluasi.
Siklus seperti ini menempatkan banyak kegiatan dari suatu program dalam satu
sekuen yang logis dan membantu untuk menguraikan keterkaitan yang rumit dari
unsur-unsur yang terdapat dalam pengelolaan wilayah pesisir seperti MEC.
Dalam konteks tersebut, “siklus program” ini dapat dianggap sebagai peta atau
alat bantu navigasi dalam menelusuri proses yang kompleks, dinamis, dan
bersifat adaptif.

22

4.4 Peran MEC sebagai Solusi Baru Atas Kegagalan Program Pengelolaan
Wilayah Pesisir yang Pernah Dijalankan di Indonesia
Di Indonesia, walaupun sudah cukup banyak proyek/program yang terkait
dengan permasalahan di lingkungan pesisir, tapi hanya sebagian kecil saja yang
benar-benar dirancang untuk menjalankan pengelolaan secara terpadu. Proyek
pengelolaan wilayah pesisir di Segara Anakan, Cilacap, pada tahun 1986-1992
merupakan yang pertama kali berupaya untuk mencari cara mengelola satu
wilayah pesisir secara terpadu. Setelah itu menyusul berbagai inisiatif yang
dilakukan baik oleh berbagai donor asing maupun oleh pemerintah sendiri dan
pihak-pihak non pemerintah lainnya. Namun sayangnya pendekatan yang
dilakukan ataupun pemahaman konsep yang diambil seringkali kurang sesuai.
Terkadang diatas kertas pendekatan dan konsep sudah tepat, tetapi pemahaman
pelaksana proyek yang tidak sesuai. Sehingga yang sering terjadi adalah tidak
jelasnya tujuan akhir dari proyek-proyek tersebut dan bagaimana tolak ukur
keberhasilannya. Akibat tidak terjadinya pembelajaran (lesson learned) antar
proyek, alih pengetahuan maupun replikasi dari pelaksanaan/inisiatif yang
berhasil karena setiap proyek cenderung untuk selalu mengulang kembali dari
awal pelaksanaan proyek-proyek baru (reinventing the wheel).
Diharapkan dengan adanya MEC mampu menjadi solusi baru menggantikan
beberapa program sebelumnya yang dianggap gagal dan diharapkan MEC dapat
diimplementasikan secara baik. Sesuai namanya, Maritime Economic Culture
(Budaya Ekonomi Maritim), maka hendaknya MEC dapat dibudayakan dalam
setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat pesisir di setiap provinsi di Indonesia.
Sehingga dampak positifnya dapat menyebar secara luas, dengan begitu,
memudahkan Indonesia untuk bisa mewujudkan cita-cita luhur bangsa yaitu
menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’ dan mampu memperkuat
ekonomi maritim Indonesia di kancah internasional. Tentu, kerjasama berbagai
pihak sangat dibutuhkan seperti pemerintah, LSM, peneliti, akademisi, tenaga
ahli, dan masyarakat luas pada umumnya untuk merealisasikan MEC ini.
Adapun

mengenai

estimasi

pendanaan

yang

diperkirakan

untuk

merealisasikan program MEC ini dijelaskan dalam Tabel 2. berikut:

23

Tabel 2. Estimasi Dana untuk Realisasi MEC
Dari data yang diambil pada kemenkeu.go.id bagian Nota Keuangan dan
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015
pemerintah menganggarkan sebesar Rp 6.368,7 miliar sebagai kebijakan dan
anggaran belanja pemerintah pusat RAPBN pada tahun 2015. Dari jumlah
tersebut diatas, implementasi Maritime Economic Culture diestimasikan
memerlukan dana sebesar 30% dari anggaran pemerintah terhadap Kementerian
Kelautan dan Perikanan.
30% x Rp 6.368,7 miliar= Rp 1.910.610.000.000
30% dari dana tersebut akan didistribusikan kepada 32% dari total masyarakat
miskin di wilayah pesisir sehingga implementasi MEC dapat tepat sasaran.
Selanjutnya jumlah dana yang didistribusikan pada implementasi MEC akan
dialokasikan pada masing-masing unit MEC yang terdiri dari UPM, UPS, UPU,
UPL, dan UPP. Presentase alokasi dana yaitu sebesar 25% pada UPM, 25% pada
UPS, 20% pada UPU, 20% pada UPL, dan 10% pada UPP. Disamping itu
masing-masing presentase besaran dana yang diterima setiap unit akan
dialokasikan lagi menurut bidang-bidang pada unit-unit yang ada. Data tersebut
disajikan pada tabel dibawah ini:

Distribusi APBN
(25% dari alokasi
pada MEC)

Distribusi APBN
(25% dari alokasi
pada MEC)

71.647.875.000

UPM
Bidang MEP (35%)
167.178.375.00
71.647.875.000
0

PENGIKAT
(25%)
119.413.125.00
0

KONSER HABIP
(25%)
119.413.125.00
0

Bidang OKP (15%)

Bidang OKK (15%)

UPS
BUDIDAYA TKRL
(25%)
119.413.125.00
0

Bidang FBT (35%)
167.178.375.000
PHM

(25%)

119.413.125.000

UPU
LEC (25%)

FCC (25%)

Puskesmap
(35%)

95.530.500.000

95.530.500.000

133.742.700.000

Distribusi APBN
(20% dari alokasi
pada MEC)

57.318.300.000

Distribusi APBN
(20% dari alokasi
pada MEC)

UPL
PPL (85%)
KKN (15%)
324.803.700.00
0
57.318.300.000

Distribusi APBN
(10% dari alokasi
pada MEC

KMP

(15%)

UPP
191.061.000.00
0

24

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari karya tulis ini adalah :
1. Maritime Economic Culture (MEC) berpotensi sebagai upaya untuk
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia demi kesejahteraan masyarakat
pesisir Indonesia.
2. MEC berbasis ekonomi kelautan, memiliki terobosan-terobosan baru dalam
implementasinya sebagai bentuk inovasi terhadap pengembangan program
pemberdayaan masyarakat pesisir melalui 5 unit utama, yaitu UPM (Unit
Pemberdayaan Manusia), UPS (Unit Pengelolaan SDA), UPU (Unit
Peningkatan Usaha), UPL (Unit Pemeliharaan Lingkungan), dan UPP (Unit
Peran Pemerintah).
3. Untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’, MEC dirasa
mampu bersaing dengan negara lain, mengingat Indonesia berada di kawasan
Asia Tenggara yang memiliki posisi penting bagi negara-negara di dunia dan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki posisi strategis terutama
jika dilihat melalui sudut pandang kemaritiman.
5.2 Saran
Beberapa penelitian tentang upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir sudah banyak dilakukan, tetapi belum ada yang mengarah ke
konsep MEC berbasis ekonomi kelautan yang memiliki inovasi dalam
implementasinya, sehingga untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim
Dunia’, penulis menyarankan perlu ada penelitian lanjutan sebagai langkah
strategis selanjutnya yang bisa menguji keberhasilan MEC untuk bisa
diimplementasikan dan dibudayakan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir di
Indonesia.

25

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku:
Aliadi, A., Kismadi, B.C., & Munggoro, D.W. 2000. Berbagi Pengalaman:
Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat. Pustaka Latin:
Bogor.
Cicin-Sain, B. & Knecht, R. 1998. Integrated Ocean and Coastal Management.
Island Press: Washington DC.
Dahuri, R., Rais, J. Ginting, S.P., Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita: Jakarta.
Meltzer, E. 1998. International Review of Integrated Coastal Zone Management.
Canada Department of Fisheries and Ocean: Ottawa.
Rahardjo Adisasmita, Prof., Dr., M.Ec. 2013. Pembangunan Ekonomi Maritim.
Grahailmu: Yogyakarta.
Subekti, Sasanti Sih, & Soemarno. 2010. Pemberdayaan Masyarakat: Model
Pesisir. PPSUB: Malang.

Sumber Jurnal:
Didik Trisbiantoro, Sri Oetami Madyowati, & Ninis Trisyani. 2013. Model
Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Pesisir Kecamatan Watulimo,
Kabupaten Trenggalek. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis,
Volume 4, Nomor 1.
Ivan Razali. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut. Jurnal
Pemberdayaan Komunitas, Volume 3, Nomor 2.

26

Katinawati. 2013. Peran ASEAN MARITIME FORUM (AMF) Dalam Keamanan
Perairan di Asia Tenggara. Jurnal Ilmu Hubungan Internasional, Volume
1, Nomor 3.
Tumpal Manik, M.Si, & Inge Lengga Sari M, SE., Ak., M. Si. 2014. Analisis
Pengaruh Industri Maritim Melalui Transportasi Perhubungan Laut,
Pariwisata Bahari, Perikanan Tangkap Terhadap Pendapatan Asli Daerah
dan Pertumbuhan Aset (Studi di Propinsi KEPRI melalui Pendekatan
Analisis Jalur. Jurnal Ekonomi Maritim Indonesia (JEMI), Volume 5,
Nomor 2.

Sumber Internet:
http://jurnalmaritim.com/2014/11/melayarkan-ekonomi-maritim/ (diakses tanggal
14 Januari 2015)
http://bapemas.jatimprov.go.id/index.php/program/kegiatan-sda-ttg/288pemberdayaan-masyarakat-pesisir-pantai (diakses tanggal 17 Januari 2015)
http://www.bakosurtanal.go.id/berita-surta/show/mewujudkan-indonesia-sebagaiporos-maritim-dunia-yang-maju-dan-mandiri (diakses tanggal 23 Januari
2015)
http://perencanaankota.blogspot.com/2014/06/program-pemberdayaan-eonomimasyarakat.html (diakses tanggal 27 Januari 2015)
http://www.kemenkeu.go.id (diakses tanggal 5 Februari 2015)

27

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ketua Kelompok
Nama

: Fathurrahman

NIM

: 1402045164

Tempat, tanggal lahir

: Makassar, 6 Maret 1995

Alamat

: Jl. A.M. Sangaji Gg.17 Rt.11, Samarinda

No. Hp

: 087810664942

E-mail

: fathurlikejazz@yahoo.com

Prodi/Fakultas

: Ilmu Hubungan Internasional/FISIPOL

Perguruan Tinggi

: Universitas Mulawarman

Pengalaman Organisasi

:

HIMA-HI

dan

Mulawarman

Debating

Society
Karya Tulis yang Pernah Dibuat
-

:

Pembuatan “Green AC” untuk Meminimalisir Pencemaran Chloro Fluoro
Carbon (CFC) di Lingkungan

-

Penerapan Teknologi MFC (Microbial Fuel Cell) untuk Mendukung
Daerah Amuntai yang Mandiri Energi Berbasis Sumber Daya Lokal

-

Teknologi GRALID (Generator Listrik Hybrid) Berbasis Solar Cell dan
Termoelektrik Berpendingin Air sebagai Energi Alternatif yang Ramah
Lingkungan

-

DOUBTOR : Double Reactor Penghasil Biogas dan Bioetanol dari Eceng
Gondok

-

Implementasi Konsep CB-HRM (Competency Based-Human Resources
Management) Guna Meningkatkan Kualitas SDM Pada Sektor Konstruksi
di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

-

Eco Electric Aerator: Inovasi Penyuplai Oksigen dan Listrik Guna
Meningkatkan Produksi Tambak

28

-

Sosialisasi dan Pelatihan Keterampilan Membuat Tepung Cacing Tanah
Sebagai Antibiotik Alami Kepada Masyarakat Miskin dalam Mengatasi
Permasalahan Kesehatan dan Sosial di Indonesia

-

Implementasi

Teknologi

MFC

Pada

Kawasan

SISKA

untuk

Pengembangan Konsep Peternakan Modern yang Mandiri Energi
Prestas