Ujian mata kuliah kewarganegaraan negara

UJIAN AKHIR SEMESTER
WAR 130
KEWARGANEGARAAN - H
APLIKASI KONSEP NEGARA HUKUM DEMOKRATIS
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

Angela Nadhia Gracyta
2014-012-374
UNIKA Atma Jaya Jakarta
2015

1

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan karena telah menyertai selama proses penyusunan karya
ilmiah ini berlangsung hingga selesai sebagaimana mestinya.
Karya ilmiah ini disusun sebagai bentuk Ujian Akhir Semester dari mata kuliah
Kewarganegaraan dengan judul “ Aplikasi Konsep Negara Hukum Demokratis dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia ”.
Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Drs. Mukka Pasaribu , M.M. selaku dosen
mata kuliah Kewarganegaraan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi

lancarnya terselesaikan karya ilmiah ini.
Demikianlah karya ilmiah ini saya susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi
Ujian Akhir Semester mata kuliah Kewarganegaraan, dan saya berharap semoga dapat
bermanfaat bagi semua pihak. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif dan membangun
sangat penulis harapkan guna peningkatan kualitas pada karya ilmiah yang lain pada waktu
yang akan datang.
Jakarta, 2 Desember 2015
Angela Nadhia Gracyta

2

DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................2
Daftar Isi............................................................................................................................3
Bab I : Pendahuluan...........................................................................................................4
Bab II : Isi..........................................................................................................................5
Bab III : Penutup..............................................................................................................13
Daftar Pustaka..................................................................................................................14


3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara mengenai konsep Negara hukum, ada satu hal yang tidak boleh
ditinggalkan, yaitu demokrasi. Negara yang demokratis akan melahirkan hukum yang
demokratis pula, sedangkan Negara yang otoriter tentunya akan melahirkan hukum yang
tidak demokratis. Begitu eratnya tali-menali antara paham negara hukum dan kerakyatan,
sehingga ada sebutan negara hukum yang demokratis atau democratische rechtsstaat. Dengan
terlibatnya masyarakat dalam penentuan kebijakan publik merupakan pencerminan suatu
negara merupakan negara yang mensinerjikan antara hukum dan demokrasi. Dengan
demikian, Negara sebagai organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan ideal yang ingin
dicapai tidak akan mengesempingkan perananan rakyat dalam merumuskan dan
mengimplementasikan tujuan bersama tersebut. Oleh karena itu, hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan secara sepihak oleh dan atau hanya
untuk kepentingan penguasa.
Beranjak dari paparan di atas, jika diamati kondisi Negara Hukum dalam konteks
Indonesia, dewasa ini sangat memprihatinkan. Hukum diperlukan agar kebijakan-kebijakan
kenegaraan dan pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan

dapat dipaksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik kita perlukan dalam
rangka pembuatan kebijakan (policy making) yang diperlukan merekayasa, mendinamisasi,
mendorong, dan bahkan mengarahkan guna mencapai tujuan hidup bersama dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Di
samping itu, hukum juga harus difungsikan sebagai sarana pengendali dan sebagai sumber
rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda pemerintahan dan kegiatan
penyelenggaraan negara.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep negara hukum demokratis di Indonesia?
b. Bagaimana aplikasi konsep negara hukum demokratis dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Memahami konsep negara hukum demokratis di Indonesia.
4

b. Memahami aplikasi konsep negara hukum demokratis dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia.

BAB II
ISI

2.1 Konsep Negara Hukum Demokratis
Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi dan
peraturan perundang-undangan, dengan kedaulatan rakyat, yang dijalankan melalui sistem
demokrasi konstitusional, sebagaimana disebutkan diatas. Dalam sistem demokrasi,
penyelenggaraan negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan kepentingan rakyat.
Implementasi negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. Hubungan antara
negara hukum dan demokrasi tidak dapat dipisahkan. Demokrasi tanpa pengaturan hukum
akan kehilangan bentuk dan arah, sedangkan hukum tanpa demokrasi akan kehilangan
makna. Menurut Magnis Suseno, demokrasi yang bukan hukum bukan demokrasi dalam arti
sesungguhnya. Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas
negara hukum. Dengan demikian, negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi
dapat disebut sebagai negara hukum demokratis (democratische rechtsstaat) sebagai
perkembangan lebih lanjut dari demokrasi konstitusional. Disebut negara hukum karena
didalamnya mengakomodasi prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip negara
demokrasi.
2.1.1 Negara Hukum Pancasila
Negara hukum adalah negara yang menempatkan hukum pada tempat yang tertinggi,
yang meliputi perlindungan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan, setiap
tindakan pemerintah didasarkan pada peraturan perundang-undangan, dan adanya peradilan
yang berdiri sendiri. Negara hukum didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai

kekuasaan tertinggi. Secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam
berbagai model, antara lain Nomokrasi Islam, Rechstaat, Rule of Law, Socialist Legality, dan
Negara Hukum Pancasila. Penyebutan Indonesia sebagai negara hukum dapat dilihat dalam
Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar dan Negara Indonesia adalah negara
hukum.
5

Pada dasarnya, Pancasila dapat ditemukan dalam rumusan pembukaan UUD 1945
alinea keempat, di sana terkandung patokan-patokan dasar terpenting dalam merumuskan
norma-norma hukum positif, antara lain;
a. Ketuhanan yang Maha Esa bermakna bahwa setiap warga negara Indonesia secara
positif memeluk ajaran agama. Negara tidaklah berpihak pada agama tertentu, dengan
demikian tidak dikenal agama resmi negara. Untuk itu maka aturan-aturan hukum
baik berbentuk Undang-undang hingga putusan Pengadilan tidak mengutamakan
kepentingan agama tertentu di Indonesia;
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung makna bahwa pembentukan hukum
harus menunjukkan karakter dan ciri-ciri hukum dari manusia yang beradab. Hukum
baik Undang-undang maupun setiap putusan hukum tidak boleh melampaui standar
nilai-nilai kemanusiaan;

c. Persatuan Indonesia mengandung pemahaman hukum bahwa setiap peraturan hukum
mulai Undang-undang hingga putusan pengadilan harus mengacu pada terciptanya
sebuah persatuan di antara warga bangsa; dan
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan mengandung makna bahwa musyawarah menjadi hal yang utama.
Musyawarah adalah cara utama dalam pengambilan setiap keputusan, dan adanya
sistem perwakilan dalam proses demokratisasi di Indonesia. Pengutamaan
musyawarah dalam setiap pengambilan keputusan berawal dari ide pemikiran
kegotong-royongan warga adat Indonesia;
e. Serta dasar untuk mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
mengandung nilai-nilai bahwa setiap peraturan hukum baik Undang-undang maupun
Putusan Pengadilan mencerminkan semangat keadilan. Keadilan yang dimaksudkan
adalah semangat keadilan sosial bukan keadilan yang berpusat pada semangat
individu.
Rumusan Pancasila ini dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara dan
sekaligus dasar dari cita hukum negara Indonesia. Sebagai cita negara, ia dirumuskan
berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat, yakni masyarakat mengembangkan citanya
sendiri, yang berisi cita-cita, harapan, keinginan, norma, dan bentuk ideal masyarakat yang
dicita-citakannya. Sebagai suatu cita hukum, Pancasila mengandung norma-norma paling
mendasar yang berfungsi sebagai pembimbing rumusan norma-norma hukum yang lebih


6

rendah di dalam negara. Oleh sebab itu, Pancasila sering disebut sebagai “sumber dari segala
sumber hukum”.
Latar belakang lahirnya Negara Hukum Pancasila didasari oleh semangat
kebersamaan untuk bebas dari penjajahan dengan cita-cita terbentuknya Indonesia merdeka
yang bersatu, berdaulat, adil, dan makmur dengan pengakuan tegas adanya kekuasaan Tuhan.
Karena itu, prinsip ketuhanan adalah elemen paling utama dari elemen negara hukum
Indonesia. Dalam negara hukum Pancasila terdapat anggapan bahwa manusia dilahirkan
dalam hubungannya atau keberadaannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu negara
tidak terbentuk karena perjanjian melainkan “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas”.
Dengan demkian posisi agama dalam negara hukum Pancasila tidak bisa dipisahkan dengan
negara dan pemerintahan. Negara hukum Indonesia tidak memberikan kemungkinan untuk
adanya kebebasan untuk tidak beragama, kebebasan untuk promosi anti agama serta tidak
memungkinkan untuk menghina atau mengotori ajaran agama atau kitab-kitab yang menjadi
sumber kepercayaan agama ataupun mengotori nama Tuhan. Elemen inilah yang merupakan
salah satu elemen yang menandakan perbedaan pokok antara negara hukum Indonesia dengan
hukum Barat, sehingga dalam pelaksanaan pemerintahan negara, pembentukan hukum,

pelaksanaan pemerintahan serta peradilan, dasar ketuhanan dan ajaran serta nilai-nilai agama
menjadi alat ukur untuk menentukan hukum yang baik atau hukum buruk bahkan untuk
menentukan hukum yang konstitusional atau hukum yang tidak konstitusional.
Unsur lain dari negara hukum Pancasila ini adalah adanya prinsip musyawarah,
keadilan sosial, serta hukum yang tuntuk pada kepentingan nasional dan persatuan Indonesia
yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Prinsip musyawarah dan keadilan sosial
nampak sederhana, tetapi mengandung makna yang dalam bagi elemen negara hukum
Indonesia. Prinsip musyawarah merupakan salah satu dasar yang pokok bagi hukum tata
negara Indonesia sehingga merupakan salah satu elemen negara hukum Indonesia. Apa yang
nampak dalam praktik dan budaya politik ketatanegaraan Indonesia dalam hubungan antara
lembaga-lembaga negara terlihat jelas bagaimana prinsip musyawarah ini dihormati. Prinsip
keadilan sosial menjadi elemen penting berikutnya dari negara hukum Indonesia. Prinsip
keadilan sosial didasari oleh pandangan tentang kesejahteraan sosial dan sifat kekeluargaan
serta gotong royong dari masyarakat Indonesia.

7

Unsur berikutnya dari negara hukum Pancasila adalah adanya sistem konstitusi.
Konstitusionalisme merupakan faham pembatasan kekuasaan negara dalam tingkat yang
lebih nyata dan operasional. Pasal undang-undang dasar mengatur lebih jelas mengenai

jaminan untuk tidak terjadinya monopoli satu lembaga kekuasaan negara atas lembaga
kekuasaan negara yang lainnya, kewenangan masing masing lembaga negara, mekanisme
pengisian jabatan-jabatan bagi lembaga negara, hubungan antar lembaga negara serta
hubungan antara negara dengan warga negara yang mengandung jaminan kebebasan dasar
manusia yang harus dihormati dan dilindungi oleh negara. Konstitusi dimaksudkan untuk
mengatur tiga hal penting yaitu: menentukan pembatasan kekuasaan organ negara, mengatur
hubungan antara lembaga-lembaga yang satu dengan yang lain, serta mengatur hubungan
kekuasaan antara lembaga-lembaga negara dengan warga negara.
Unsur terakhir dari negara hukum Pancasila ini adalah Peradilan bebas dan tidak
memihak (independent and impartial judiciary). Dalam menjalankan tugas yudisialnya,
hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik)
maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak
diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim,
baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan
masyarakat dan media massa. Namun demikian, hakim harus tetap terbuka dalam
pemeriksaan perkara dan menghayati nilai-nilai keadilan dalam menjatuhkan putusan.
Ciri-ciri khusus yang membedakan negara hukum pancasila dengan faham negara
hukum lainnya dapat terlihat dari hal-hal sebagai berikut:
a. Negara hukum Pancasila bertitik pangkal dari asas kekeluargaan dan kerukunan;
b. Tidak mengenal sekulerisme mutlak;

c. Kebebasan beragama dalam arti positif, setiap orang diharuskan beragama;
d. HAM bukanlah titik sentral, tapi keserasian hubungan antara pemerintah & rakyat
lebih diutamakan.
e. Demokrasi disusun dalam bingkai permusyawaratan perwakilan.
Pada dasarnya, konsep negara hukum yang diadopsi oleh negara hukum Pancasila
(Indonesia) adalah negara kesejahteraan (welfare state). Ajaran negara hukum inilah yang
kini dianut oleh sebagian besar negara-negara didunia. Konsep negara hukum muncul sebagai
reaksi atas konsep negara legal state atau konsep negara penjaga malam (nachtwakerstaats).
Konsep negara ini memberikan batasan turut campurnya negara dalam bidang politik,
8

ekonomi dan sosial, sehingga oleh karenanya pemerintah atau administrasi negara menjadi
pasif dalam menjalankan fungsi pemerintahannya (executive functions). Berkenaan dengan
kewajiban tersebut pemerintah memiliki kewenangan yang relatif besar untuk memasuki
hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Beranekaragamnya masalah dan tantangan yang
dihadapi oleh pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi warganya memberikan
suatu kewenangan khusus yang hanya dimiliki oleh pemerintah, yaitu Freies Ermessen atau
Discretionaire. Freies Ermessen adalah wewenang yang diberikan kepada pemerintah untuk
mengambil tindakan guna menyelesaikan masalah penting yang mendesak yang datang
secara tiba-tiba dimana belum ada peraturannya.


2.1.2 Demokrasi
Menurut Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat, bahwa Demokrasi adalah
pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (democracy is government of the
people, by the people and for the people). Bagi negara demokrasi dikenal demokrasi lansung
dan demokrasi tidak langsung. Dalam demokrasi langsung, berarti rakyat ikut serta langsung
dalam menentukan policy pemerintah. Hal ini terjadi pada tipe negara-negara kota waktu
zaman Yunani kuno, rakyat berkumpul pada tempat tertentu untuk membicarakan berbagai
masalah kenegaraan. Pada masa modern ini cara yang demikian itu tentu tidak mungkin lagi,
karena selain negaranya, urusanurusan kenegaraannya pun semakin kompleks. Maka dari itu
rakyat tidak lagi ikut dalam urusan pemerintahan secara langsung melainkan melalui wakilwakilnya yang ditentukan dalam suatu pemilihan umum, hal ini disebut demokrasi tidak
langsung.
Selain itu perbedaan demokrasi menurut terbentuknya atau method of decision
making dan menurut isinya atau contents of decision made. Pengertian dari segi bentuknya,
demokrasi itu adalah pemerintahan yang dilakukan oleh orang banyak, sebaiknya dari segi
isinya demokrasi adalah pemerintahan yang dilakukan untuk kepentingan orang banyak ini
disebut demokrasi material, sedangkan dari sudut bentuknya disebut demokrasi formal.
Untuk kriteria yang digunakan dalam klasifikasi jenis-jenis demokrasi antara lain berdasarkan
hubungan antara badan legislatif dengan badan eksekutif sesuai dengan ajaran Montesquie
yang kemudian dikenal dengan istilah Trias Politica.
Ajaran Trias Politica membedakan adanya tiga jenis kekuasaan dalam negara, yaitu :
9

a. Kekuasaan yang bersifat mengatur atau menentukan peraturan;
b. Kekuasaan yang bersifat melaksanakan peraturan;
c. Kekuasaan yang bersifat mengawasi pelaksanaan peraturan tersebut.
Yang oleh Sunaryati Hartono, ketiga unsur diatas ditambah dengan unsur negara yang
bertanggungjawab. Bahwa pemegang kekuasaan dalam menjalankan kewenangannya harus
berdasarkan peraturan perundangan dan dapat mempertanggungjawabkan tugasnya.
Maka sesuai dengan gagasan Locke dan Montesquie yang kemudian dikembangkan
oleh Immanuel Kant, Stahl, Dicey, dll, dimana rakyat melalui wakil-wakil yang dipilihnya
yang brhak membentuk undang-undang maka pada perkembangannya, demokrasi ini
menciptakan negara hukum (supremasi hukum) dan berkembang pula secara bersamaan,
maka nama demokrasi selalu dikaitkan dengan konstitusi yaitu demokrasi konstitusional atau
negara hukum yang demokratis menurut paham anglo saxon maupun menurut paham Eropa
Kontinental yang di bawah pengaruh keduanya.
Menurut paham Anglo Saxon, untuk dapat disebut negara di bawah Rule of Law,
maka negara itu harus :
a. Tunduk pada Supremacy of Law;
b. Equality before the law;
c. Menjamin dan melindungi HAM.
Menurut faham Eropa Kontinental, untuk dapat disebut negara hukum yang
demokratis, negara itu harus :
a. Membagi atau memisahkan kekuasaan negara;
b. Menjamin dan melindungi HAM;
c. Mendasarkan tindakannya pada undang-undang;
d. Diselenggarakannya undang-undang itu;
e. Diselenggarakan suatu peradilan administrasi.
Karena hampir semua negara dewasa ini menyebut dirinya negara demokrasi tetapi
diantaranya ada yang tetap bertindak sebagai negara kekuasaan (authoritarian) maka untuk
membedakan negara demokrasi konstitusional dengan negara-negara authoritarian (istilah
Kranenburg sebagai authoritarian modern) maka perlu diberikan garis pemisah diantara
keduanya.
10

2.2 Aplikasi dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Indonesia, sebagai negara yang terlahir pada abad modern melalui Proklamasi 17
Agustus 1945 juga mengklaim sebagai negara hukum. Hal ini diindikasikan dari adanya suatu
ciri negara hukum yang prinsip-prinsipnya dapat dilihat pada Konstitusi Negara Republik
Indonesia, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh (non pasal-pasal tentang
HAM), dan penjelasan UUD 1945 dengan rincian sebagai berikut:
a. Pembukaan UUD 1945, memuat dalam alinea pertama kata “perikeadilan”, dalam
alinea kedua “adil”, serta dalam alinea keempat terdapat perkataan “keadilan sosial”,
dan “kemanusiaan yang adil”. Semua istilah itu berindikasi kepada pengertian negara
hukum, karena tujuan hukum adalah mencapai negara keadilan. Kemudian pada
alinea keempat juga ditegaskan “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.
b. Batang Tubuh UUD 1945, menyatakan bahwa “Presiden RI memegang kekuasaan
pemerintahan menurut UUD (pasal 14). Ketentuan ini menunjukkan bahwa presiden
dalam menjalankan tugasnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang sudah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar. Dipertegas lagi oleh Pasal 27 UUD 1945
yang menetapkan bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini selain menjamin
prinsip equality before the law, hak demokrasi yang fundamental, juga menegaskan
kewajiban warga negara untuk menjunjung tinggi hukum suatu prasyarat langgengnya
negara hukum.
c. Penjelasan UUD 1945, merupakan penjelasan autentik dan menurut Hukum Tata
Negara Indonesia, penjelasan UUD 1945 mengandung nilai yuridis, dengan
menyatakan “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Ketentuan yang terakhir
11

menjelaskan apa yang tersirat dan tersurat telah dinyatakan dalam Batang Tubuh
UUD 1945.
Setelah UUD 1945 dilakukan perubahan, rumusan negara hukum Indonesia yang
semula hanya dimuat secara implisit baik dalam Pembukaan maupun Batang Tubuh UUD
1945, dan secara eksplisit dimuat dalam Penjelasan UUD 1945, penempatan rumusan negara
hukum di Indonesia telah bergeser ke dalam Batang Tubuh UUD 1945 yang secara tegas
dinyatakan di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: Negara Indonesia adalah
Negara Hukum. Jika dikaitkan dengan unsur-unsur negara hukum sebagaimana uraian pada
pembahasan di atas, maka dapat ditemukan pengaturan unsur-unsur negara hukum dalam
Batang Tubuh UUD 1945 sebagai berikut:
a. Perlindungan terhadap HAM;
b. Pemisahan/pembagian kekuasaan;
c. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang; dan
d. Peradilan administrasi yang berdiri sendiri.
Dengan demikian, dalam sistem konstitusi Negara Indonesia, citra negara hukum itu
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perkembangan gagasan kenegaraan Indonesia sejak
kemerdekaan. Meskipun dalam pasal-pasal UUD 1945 sebelum perubahan, ide negara hukum
itu tidak dirumuskan secara eksplisit, tetapi dalam penjelasannya ditegaskan bahwa Indonesia
menganut ide rechtsstaat, bukan machtsstaat. Sementara dalam Konstitusi RIS tahun 1949,
ide negara hukum itu bahkan tegas dicantumkan, demikian pula dalam UUDS 1950, kembali
rumusan bahwa Indonesia adalah negara hukum dicantumkan dengan tegas. Bahkan dalam
perubahan ketiga pada tahun 2001 terhadap UUD Negara RI tahun 1945, ketentuan mengenai
negara hukum ini kembali dicantumkan secara tegas dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi:
“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”.

12

BAB III
PENUTUP
c.1 Kesimpulan
Negara hukum harus ditopang dengan sistem demokrasi karena terdapat korelasi yang
jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang
dijalankan melalui sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat merupakan
esensi dari sistem ini. Akan tetapi, demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan
bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna. Negara hukum
yang demokratis, hukum dibangun dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi.
Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan “tangan besi”
berdasarkan kekuasaan semata. Sebaliknya, demokrasi haruslah diatur berdasarkan hukum
karena perwujudan gagasan demokrasi memerlukan instrumen hukum untuk mencegah
munculnya mobokrasi, yang mengancam pelaksanaan demokrasi itu sendiri. Jika dikaitkan
dengan konteks negara hukum secara teoritis, gagasan kenegaraan Indonesia telah memenuhi
persyaratan sebagai negara hukum secara teoritis, gagasan kenegaraan Indonesia telah
memenuhi persyaratan sebagai negara hukum modern, yaitu negara hukum yang demokratis.
c.2 Saran
Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.Penyusun banyak berharap para pembaca yang budiman dapat memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penyusun demi sempurnanya makalah ini dan

13

penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna
bagi penyusun pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

____. 2007. Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet. XXX. Jakarta: Gramedia.
Dahl, Robert A. 1985. Dilema Demokrasi Pluralis: Antara Otonomi dan Kontrol, alih
bahasa oleh Sahat Simamora. Jakarta: Rajawali Press.
HR, Ridwan. 2011. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
http://auliaakbar90.blogspot.com/2011/04/negara-hukum-dan-demokrasi.html,
diakses tanggal 15 November 2015.
Suseno, Frans Magnis. 1997. Mencari Sosok Demokrasi: Sebuah Telaah Filosofis.
Jakarta: Gramedia.

14