Tugas PHI Hukum Dagang dan Perkembangann

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala nikmat dan
kesempatan yang diberikan, kami dapat berkumpul dan mengerjakan makalah
yang berjudul “Hukum Dagang dan Perkembangannya” dengan tepat waktu dan
sebaik mungkin.
Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas Pengantar Hukum
Indonesia yang akan dikumpulkan dalam waktu dekat ini. Makalah ini juga
dikerjakan untuk memenuhi nilai tugas dan mendapatkan nilai seperti yang sebaik
mungkin seperti yang kami harapkan.
Terima kasih ditujukan kepada bapak H. Muhammad Arifin, SH., M.Hum
dan Indra Yakup, SH. selaku dosen Pengantar Hukum Indonesia atas waktu yang
diberikan kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kepada
teman-teman kelompok III yang sudah menyisihkan waktunya untuk mencari
bahan sebanyak mungkin dan bersama-sama mengerjakan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun masih merasa
banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, kami dengan senang
hati menerima saran dan kritik dari para pembaca. Kami berharap agar makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, Maret 2014


Kelompok 3

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. LATAR BELAKANG...................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A. SEJARAH HUKUM DAGANG INDONESIA............................................5
B. PERKEMBANGAN HUKUM DAGANG DI INDONESIA.....................13
1. TERPISAHNYA KEPAILITAN DARI KUHD...........................................13
2. PENGHAPUSAN BEBERAPA PASAL DALAM KUHD..........................17
3. PERKEMBANGAN MODEL-MODEL DAGANG..................................20
1. LISENSI..............................................................................................21
2. FRANCHISE.......................................................................................23
3. JOINT VENTURE...............................................................................25

4. EKSPOR DAN IMPOR.......................................................................28
5. MERGER DAN AKUISISI.................................................................29
BAB III PENUTUP..............................................................................................32
A. KESIMPULAN...........................................................................................32
B. SARAN.......................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34

Kelompok 3

2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada era globalisasi yang serba canggih ini, perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi masyarakat dunia mengalami perubahan yang sangat dahsyat.
Kebutuhan-kebutuhan hukum masyarakat yang melakukan kegiatan perniagaan
sejajar dengan perkembangan perniagaan itu sendiri.
Kegiatan perniagaan makin lama tidak dapat dipenuhi secara cukup lagi oleh

peraturan-peraturan hukum perdata umum yang sudah ada hingga dirasakan perlu
adanya hukum perikatan khusus yang berupa himpunan aturan yang hanya terdiri
dari masalah-masalah yang terkait dengan perniagaan dan pelayaran. 1 Penegakan
hukum (rule of law) merupakan tanggung jawab pemerintah yang harus
direalisasikan untuk memberikan pelayanan dan keadilan hukum bagi warganya
demi terciptanya ketertiban dan keselarasan dalam kehidupan.
Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, para pebisnis dan orangorang yang ingin terjun langsung di dunia bisnis hendaknya terlebih dahulu
mengetahui dan memahami hukum bisnis (dagang) secara detail agar bisnis yang
ditekuni berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi dirinya dan
menyejahterakan masyarakat pada umumnya.2
1 R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, PT Dian Rakyat, Jakarta, hlm. 3.
2 Nurin Dewi Arifiah, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta Perlindungan
Hukumnya Bagi Para Pihak (Studi Di Apotek K-24 Semarang), Tesis Mahasiswa Universitas
Diponegoro, Semarang, 2008, hlm. 18.

Kelompok 3

3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah hukum dagang di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan model-model dagang?

Kelompok 3

4

BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH HUKUM DAGANG INDONESIA
Sebelum berbicara mengenai bagaimana sejarah hukum dagang, ada baiknya
kita ketahui apa itu definisi hukum dagang. Hukum dagang dapat definisikan
dengan berbagai macam pengertian, yaitu antara lain:
-

Purwosutjipto
Mengartikan bahwa hukum dagang sebagai hukum perikatan yang timbul
dalam lapangan perusahaan.


-

C. S. T. Kansil
Kansil menyamakan hukum dagang dengan hukum perusahaan, sehingga
hukum perusahaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia
yang turut melakukan perdagangan dalam usahanya memperoleh
keuntungan. 3

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum dagang adalah
hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan.4
Hukum dagang di Indonesia terhimpun dalam suatu bentuk hukum tertulis
yang dikodifikasi (KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang)) dan yang
3 Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2012,
hlm. 107-108.
4 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid 1:
Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 5.

Kelompok 3

5


tidak dikodifikasi (seperti UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan UU No.
1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas).
KUHD yang hingga kini dipakai di Indonesia bukanlah kitab dagang hasil
karya murni bangsa Indonesia, melainkan hasil penyelarasan hukum dari Belanda,
dimana Belanda juga memiliki asal-usul tersendiri mengenai hukum yang mereka
pakai tersebut. Berikut ini adalah kilas balik yang menceritakan bagaimana
KUHD bisa sampai ke Indonesia:
1.

Romawi
Romawi merupakan negara pertama yang menghimpun segala aturan-

aturan hukum dalam suatu bentuk hukum tertulis. Pada abad ke-5 SM
disusunlah hukum tertulis tadi yang mengutamakan keadilan, kemanusiaan,
dan persamaan hak.5 Pada masa Kekaisaran Romawi Timur, di bawah
pemerintahan Justianus, Kaisar Bizantium, terciptalah kumpulan aturanaturan hukum yang paling sempurna pada saat itu yang disebut Corpus Juris
Civilis atau Codex Justianus.
Corpus Juris Civilis ditulis dalam bahasa latin dan terdiri dari 4 bagian,
yaitu:

1.

Institusionil (lembaga). Bagian ini memuat tentang lembaga-lembaga
yang ada pada masa kekaisaran Romawi, termasuk didalamnya
Consules Mercatorum (pengadilan untuk kaum pedagang).

5
Anonim,
Kepercayaan
Dan
Kebudayaan
Romawi
Kuno,
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/02/kepercayaan-dan-kebudayaan-romawikuno.html, diakses tanggal 8 Maret 2014, jam 21:43 WIB.

Kelompok 3

6

2.


Pandecta. Bagian ini memuat asas-asas dan adagium hukum, seperti
asas facta sun servanda (berjanji harus ditepati); asas partai otonom
(kebebasan berkontrak); unus testis nullus testis (satu saksi bukanlah
saksi), dan lain-lain.

3.

Codex. Memuat uraian pasal demi pasal yang tidak memisahkan
antara hukum perdata dan hukum dagang.

4.

Novelete. Berisi karangan/cerita.6

Corpus Juris Civilis dijadikan prinsip dasar dalam perumusan dan
kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan seperti Jerman, Belanda,
Perancis, Italia, Amerika Latin, dan Asia.7

2.


Perancis
Perancis mengikuti jejak Romawi untuk mengadakan kodifikasi hukum

untuk

memperoleh

kepastian

dan

kesatuan

hukum

serta

untuk


memepermudah dalam menemukan hukum. Perancis mengkodifikasikan
hukum dengan bercermin dari Corpus Juris Civilis yang dibuat oleh Romawi.
Raja Lodewijk XIV yang memerintah negara Perancis di tahun 16131715 menghasilkan kodifikasi hukum pertama di Perancis, yaitu8:

6 Anonim, Pengertian Dasar Hukum Dagang, Makalah Mahasiswa USU Medan, hlm. 9.
7 Anonim, Sistem Hukum (3) Eropa Kontinental (Civil Law),
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-4-eropa-kontinental-civil.html, diakses
tanggal 8 Maret 2014, jam 22:08 WIB.
8 C. S. T. Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam Ekonomi Bagian 1),
PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2001, hlm. 35.

Kelompok 3

7

1. Ordonnance du Commerce 1673, yang berisi tentang aturan-aturan
dagang, namun masih terbatas pada suatu daerah tertentu dan belum
sama aturan antara daerah yang satu dengan yang lain. Dengan kata
lain, kodifikasi hukum tentang aturan dagang ini belum diunifikasi
(diberlakukan secara menyeluruh)

2. Ordonnance de la Marine 1681, yang berisi tentang aturan-aturan
hukum perdagangan laut (untuk pedagang kota pelabuhan).
Semangat rasionalisme yang menyebabkan revolusi Perancis, membawa
Perancis sejak 21 Maret 1804 menjadi peletak tata hukum baru 9 melalui
penerbitan

kodifikasi

hukum

yang

disebut

Code

Napoleon

yang

diperkenalkan oleh kaisar Napoleon Bonaparte di Perancis dan diberlakukan
pada tahun 1808 yang merupakan perkembangan dari Ordonnance du
Commerce dan Ordonnance de la Marine tadi. Code Napoleon terdiri dari:
1. Code Civil, yang berisi tentang aturan-aturan perdata;
2. Code Penal, yang berisi tentang aturan-aturan pidana; dan
3. Code du Commerce, yang berisi tentang aturan-aturan dagang.

3.

Belanda
Belanda merupakan negara yang menjadi salah satu sasaran ekspansi

(perluasan wilayah dengan cara menjajah) negara Perancis. Sewaktu Prancis

9 Ahmad Syauqi, Sejarah Civil Law Dan Common Law System, Hubungannya Dalam
Perkembangan Hukum Di Indonesia, Makalah Mahasiswa Universitas Mataram, 2012, hlm. 6.

Kelompok 3

8

menguasai Belanda (1806-1813), Code Napoleon itu diberlakukan di Belanda
berdasarkan asas konkordansi (pemberlakuan hukum dari negara asal dengan
hukum negara yang dijajah) dan Belanda masih menggunakan hukum-hukum
tersebut hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Perancis di
tahun 1813.
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan kodifikasi
hukum Belanda yang dibuat oleh Mr. J. M. Kemper. Namun, sayangnya
Kemper meninggal dunia pada tahun 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya
dan dilanjutkan oleh Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi
Belgia. Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal 6 Juli 1880
dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada tanggal 1
Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia, yaitu:
1. Burgerlijk Wetboek (BW), yang merupakan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata Belanda.
2. Wetboek van Koophandel (WvK), yang merupakan Kitab UndangUndang Hukum Dagang Belanda.
Keduanya merupakan hasil penyempurnaan dari Code Civil dan Code du
Commerce yang diterjemahkan dari bahasa Perancis ke bahasa nasional
Belanda.10

10 Alam
S. Anggara,
Sejarah
Terbentuknya
Hukum
Perdata
(BW),
http://tentangasa.wordpress.com/2011/04/10/sejarah-terbentuknya-hukum-perdata-bw/,
diakses
tanggal 9 Maret 2014, jam 16:33 WIB.

Kelompok 3

9

4. Indonesia
Belanda mengikuti jejak Perancis untuk melakukan ekspansi. Namun,
Belanda hanya menjamah 2 negara, yaitu Papua Nugini dan Indonesia.
Indonesia pada saat itu masih disebut Nusantara dan masih berbentuk
kerajaan-kerajaan. Belanda kemudian mengubah nama Nusantara menjadi
Hindia Belanda.
Pada saat Belanda menjajah Indonesia, Ratu Belanda pada waktu itu
memerintahkan Scholten van Oudharlem untuk meneliti ke Indonesia dan
memastikan apakah hukum Belanda bisa diterapkan disana. Selama 2 tahun
Oudharlem meneliti, dia menyimpulkan bahwa:
1.

Aturan-aturan yang berlaku di Belanda dapat juga diberlakukan di
Hindia Belanda.

2.

Akan tetapi, aturan-aturan yang telah ada di Hindia Belanda tidak
boleh dihapus dan harus ditaati dengan tujuan agar hukum Belanda
tersebut dapat diterima oleh penduduk Hindia Belanda.

Melalui Staatblaad No. 23/1847, BW dan WvK Belanda yang telah
diberlakukan berdasarkan asas konkordansi kemudian dikodifikasikan oleh
Oudharlem, Meyer, dan Scheineither. Di tanggal 30 April 1847,
dikodifikasikanlah:
1.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
merupakan penyesuaian dari Burgerlijk Wetboek; dan

Kelompok 3

10

2.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang
merupakan penyesuaian dari Wetboek van Koophandel.

Keduanya mulai dianggap berlaku sejak tanggal 1 Mei 1848.
Pada KUHD terdapat perubahan yang terjadi berdasarkan Staatblaad
1938-276 yang mulai berlaku tanggal 17 Juli 1938. Perubahan ini memuat
dua hal, yakni:
1.

Penghapusan pasal 2 sampai dengan 5 pada Bab I,
Buku I KUHD;

2.

Memasukkan istilah “perusahaan” dalam hukum
dagang, yang tercantum dalam pasal 6, 16, 36, dan lain-lain.11

Terlepas dari perubahan-perubahan KUHD itu, Belanda yang ingin
menerapkan hukum-hukum tersebut di Hindia Belanda mengeluarkan pasal
163 IS (Indische Staatsregeling) di tahun 1926 yang membagi penduduk di
Hindia Belanda manjadi 3 golongan, yaitu:
1.

Golongan Eropa (Warga negara Belanda dan negara Eropa
lain yang berdiam di Hindia Belanda);

2.

Golongan Timur Asing (Tionghoa dan bukan Tionghoa);
dan

3.

Golongan Bumiputera.

11 H.M.N. Purwosutjipto, Loc. Cit., hlm. 14.

Kelompok 3

11

Kemudian dikeluarkan pasal 131 IS yang disebut dengan “penundukan
secara sukarela” yang menetapkan:
1.

Bagi orang-orang Eropa yang tinggal di Hindia
Belanda berlaku hukum perdata barat;

2.

Bagi golongan Timur Asing (Tionghoa dan bukan
Tionghoa) berlaku hukum adatnya masing-masing dan hukum
perdata barat;

3.

Sedangkan bagi golongan bumiputera berlaku
hukum adatnya masing-masing tetapi apabila ingin menundukkan
diri kepada aturan hukum perdata barat, diperbolehkan.

Melalui asas konkordansi dan pasal 131 IS, bangsa Indonesia memakai
KUHPerdata dan KUHD untuk menunjang kegiatan perdagangan. Setelah
Indonesia merdeka, dikeluarkan Pasal II Peralihan UUD 1945 yang berbunyi:
“Segala badan negara dan peraturan yang masih ada masih berlangsung
selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.”
Melalui pasal tersebut, Indonesia tetap memakai KUHPerdata dan KUHD
hingga sekarang.

Kelompok 3

12

B. PERKEMBANGAN HUKUM DAGANG DI INDONESIA
Hukum dagang di Indonesia tidak bergerak secara statis, melainkan terusmenerus

mengikuti

perkembangan

zaman.

Seiring

berjalannya

waktu,

perkembangan hukum dagang di Indonesia bergerak semakin pesat. Perubahanperubahan tersebut kebanyakan diakibatkan oleh masyarakat yang mulai berubah
cara atau sistem-sistemnya dalam berdagang ataupun dalam menerapkan hukum
dagang.
1.

TERPISAHNYA

KEPAILITAN

DARI

KUHD
a.

PENGERTIAN KEPAILITAN
Dalam kepustakaan Belanda (Eropa Continental) digunakan kata

“faillisement”, sedangkan kepustakaan common law dikenal istilah
“bankruptcy” yang masing-masing bermakna kepailitan. Pailit berasal
dan bahasa Perancis “faillete” yang berarti pemogokan atau kemacetan
pembayaran.12
Pengertian kepailitan secara definitif tidak ada pengaturannya atau
penyebutannya di dalam UU Kepailitan. Namun, secara umum,
kepailitan adalah suatu sitaan dan eksekusi atas seluruh kekayaan si
debitur (orang-orang yang berutang) untuk kepentingan semua kreditorkreditornya (orang-orang berpiutang).13

12 Ida Nadira, Hukum Dagang Indonesia, Ratu Jaya, Medan, 2014, hlm. 207.
13 Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hlm. 24.

Kelompok 3

13

b.

SEJARAH KEPAILITAN DI INDONESIA
- Sebelum tahun 1905
Adapun sistematika KUHD pada waktu itu (sebelum tahun
1905) adalah sebagai berikut:
1.

Buku I mengatur tentang

Dagang Pada Umumnya;
2.

Buku II mengatur tentang
Hak-Hak dan Kewajiban yang Terbit dari Pelayaran; dan

3.

Buku III mengatur tentang
Kepailitan.14

Untuk kasus kepailitan yang terjadi sebelum tahun 1905, diatur
dalam:

1.

Buku ketiga KUHD yang berjudul
De Voorzieningen in
Kooplieden
Pedagang),

(Peraturan
yang

Verordening

Geval van Onvermogen van
tentang

kemudian
ter

Ketidakmampuan

dicabut

Invoerting

oleh

Pasal

van

2
de

Faillissementsverordening (Stbl. 1906-348) yang hanya
2.

berlaku untuk pedagang saja; dan
Reglement op de Rechtsvordering
(Rv) (Stbl. 1847-52 jo. 1849-63) di buku ketiga, bab
ketujuh yang berjudul: Van den Staat van Kennelijk
Onvermoegen

(Tentang

14 Ida Nadira, Op. Cit., hlm. 196.

Kelompok 3

14

Keadaan

Nyata-Nyata

Tidak

Mampu) yang berlaku bagi yang bukan pedagang dan telah
dicabut oleh Stbl. 1906-348.15
Namun pelaksanaan kedua peraturan ini memiliki banyak
formalitas yang harus dilakukan hingga memakan waktu lama
sehingga timbul keinginan untuk membuat peraturan kepailitan yang
lebih sederhana lagi. Sehubungan dengan itu, pada tahun 1905
dibuatlah Faillisement Verordening op Het Faillisement en de
Surseance van Betaling voor de Eropeanen Nederlands Indie
(Peraturan untuk Kepailitan dan Penundaan Pembayaran untuk
orang-orang Eropa) atau sering disebut Faillisement Verordening
(FV) (Stbl. 1905-217), yang mulai berlaku pada tanggal 1 November
1906. Dengan berlakunya FV, maka peraturan yang ada sebelumnya
dihapuskan. Sistematika KUHD setelah adanya FV terdiri dari:
1.

Buku I mengatur tentang
Dagang Pada Umumnya; dan

2.

Buku II mengatur tentang
Hak-Hak dan Kewajiban yang Terbit dari Pelayaran.16

-

Setelah Indonesia Merdeka
Pada tahun 1945, digunakanlah aturan hukum kepailitan yang

masih berlaku berdasarkan Pasal II Peralihan UUD 1945. Namun, di
tahun 1947, pemerintah Belanda di Jakarta menerbitkan Peraturan
Darurat Kepailitan (Noodsregeling Faillissmenten) yang bertujuan
15 Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 1.
16 Ida Nadira, Op. Cit., hlm. 197.

Kelompok 3

15

untuk menghapus hukum kepailitan bekas asuhan Jepang. Oleh
karena tugas ini sudah lama selesai jadi peraturan itu sudah dianggap
tidak berlaku lagi atau tidak pernah ada.
Pada tahun 1947-1998, FV relatif sangat sedikit digunakan,
karena keberadaan peraturan itu kurang dikenal dan dipahami oleh
masyarakat. Akibatnya, FV tidak dirasakan sebagai suatu peraturan
yang menjadi milik masyarakat pribumi. FV juga memiliki beberapa
kelemahan seperti: tidak diberikan jangka waktu yang jelas untuk
menyelesaikan kasus kepailitan17 dan karena sebagian besar
pengusaha pribumi masih belum banyak yang melakukan transaksi
bisnis yang besar.18 Oleh karena itu, FV kemudian disempurnakan
menjadi Perpu No. 1 Tahun 1998 dan dikuatkan melalui UU No. 4
Tahun 1998 yang mengakibatkan FV yang sudah lama tidak
beroperasi, menjadi hidup kembali.
Dalam perkembangannya, UU No. 4 Tahun 1998 diganti dengan
UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang ini lahir karena
perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh
globalisasi yang melanda dunia usaha, kemudian juga mengingat
umumnya modal yang dimiliki oleh para pengusaha merupakan
pinjaman dari berbagai sumber, baik dari bank, penanaman modal,
penerbitan obligasi, maupun cara lain yang diperbolehkan, telah
menimbulkan banyak permasalahan penyelesaian utang-piutang.19
17 Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 2.
18 Ibid, hlm. 3.
19 Ibid, hlm. 8.

Kelompok 3

16

UU No. 37 Tahun 2004 inilah yang kemudian digunakan hingga
sekarang

dalam

peyelesaian

utang-piutang

dalam

lingkup

perekonomian dan perdagangan di Indonesia.
.

2. PENGHAPUSAN BEBERAPA PASAL DALAM KUHD
Saat ini, beberapa pasal dari Buku I KUHD tentang perdagangan pada
umumnya, sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan dalam
dunia perdagangan. Hal ini berkaitan dengan pencabutan pasal 2 s/d pasal 5
perihal pedagang dan perbuatan perniagaan.
Menurut pasal 2 KUHD (lama), pedagang adalah mereka yang
melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari. Perbuatan
perniagaan itu selanjutnya diperjelas oleh pasal 3 KUHD (lama), yaitu
perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual kembali. Berdasarkan
ketentuan pasal 3 KUHD (lama) tersebut, dapat dicatat bahwa:
a. Perbuatan perniagaan hanya perbuatan pembelian saja, sedangkan
perbuatan penjualan tidak termasuk didalamnya, karena penjualan
b.

adalah tujuan pembelian; dan
Pengertian barang di sini berarti barang bergerak. Tidak termasuk di
dalamnya barang tetap.20

Pasal 4 KUHD (lama) kemudian memerinci lagi beberapa kegiatan yang
termasuk dalam kategori perbuatan perniagaan, yang salah satunya adalah
perbuatan jual-beli perlengkapan kapal dan keperluan kapal. Dengan
demikian, bila mengacu pada pendapat Purwosutjipto di atas mengenai

20 H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit., hlm. 10.

Kelompok 3

17

ketentuan pasal 3 KUHD (lama), kelihatan bertentangan dengan pasal 4
KUHD (lama) yang menyebut jual-beli sebagai perbuatan perniagaan.
Sedangkan Pasal 5 KUHD (lama) hanya menambahkan kegiatankegiatan yang termasuk perbuatan perniagaan khususnya perbuatan-perbuatan
perniagaan di laut, seperti perbuatan yang timbul dari kewajiban–kewajiban
menjalankan kapal untuk melayari laut, kewajiban-kewajiban mengenai
tubrukan kapal, tolong-menolong dan menyimpan barang di laut, dan lainlain.21
Ada beberapa keberatan yang dapat dicatat berkaitan dengan prinsip
hukum dagang yang pada pokoknya diperuntukkan bagi kaum pedagang
(koopmanrecht):
1.

Perkataan “barang” dalam pasal 3 KUHD (lama) berarti barang
bergerak. Padahal dalam lalu lintas perniagaan sekarang, barang

2.

tetap juga merupakan obyek perniagaan.
Perbuatan “menjual” dalam pasal 3 KUHD (lama), tidak termasuk
dalam pengertian perbuatan perniagaan, tetapi bertolak belakang
dengan ketentuan pasal 4 KUHD (lama), yang menyebutkan
perbuatan menjual adalah termasuk dalam pengertian perbuatan
perniagaan. Jadi, ada pertentangan antara pasal 3 dan pasal 4 KUHD

3.

(lama).
Bila terjadi perselisihan antara pedagang dengan non-pedagang,
muncul beberapa pendapat mengenai pemberlakuan hukum dagang:

21 Anonim, Pengertian Dasar Hukum Dagang, Op. Cit., hlm. 2.

Kelompok 3

18

a.

Menurut H.R, hukum dagang baru berlaku bila bagi tergugat
perbuatan yang dipertentangkan adalah perbuatan perniagaan.
Ini artinya bila tergugat adalah pedagang, dan penggugat bukan
pedagang, maka disini akan berlaku hukum dagang. Akhirnya
hukum dagang juga diberlakukan bagi non-pedagang. Pendapat

b.

H.R ini telah melanggar prinsip hukum dagang bagi pedagang.
Pendapat kedua, menyatakan bahwa hukum dagang berlaku
kalau perbuatan yang disengketakan itu bagi kedua belah pihak
merupakan perbuatan perniagaan.22

Dari pendapat di atas terlihat dengan jelas bahwa prinsip Hukum Dagang
Bagi Pedagang (koopmanrecht) tidak bisa dipertahankan lagi dalam situasi
saat ini karena pedagang berpeluang melakukan sengketa dengan siapapun
termasuk yang bukan pedagang.
Oleh karena itu, sejak tanggal 17 Juli 1938, hukum dagang (KUHD)
mulai diberlakukan bagi semua orang, baik pedagang maupun bukan
pedagang. Melalui Staatblaad 1938/276, pasal 2 sampai dengan pasal 5
KUHD dihapuskan dan istilah perusahaan masuk ke dalam hukum dagang
dengan menggantikan istilah pedagang dan perbuatan perdagangan.
Perusahaan dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha yang
memiliki unsur-unsur, seperti terus-menerus, terang-terangan, dan memiliki
pembukuan, dimana perusahaan ini melakukan produksi dalam menghasilkan
barang-barang yang kemudian diperdagangkan dengan tujuan akhir yaitu
22 Ida Nadira, Op. Cit., hlm .13-14.

Kelompok 3

19

memperoleh laba (keuntungan). Istilah perusahaan ini dapat ditemukan dalam
KUHD di pasal 6, 16, 36, dan lain-lain.

3.

PERKEMBANGAN MODEL-MODEL DAGANG
Kebutuhan masyarakat yang semakin banyak menyebabkan perdagangan

semakin berkembang sehingga model-model dagang juga ikut mengalami
perkembangan yang cukup pesat, terutama di hal-hal yang berkaitan tentang
merek dagang yang kemudian dapat berkembang menjadi lisensi, usaha
franchise, joint venture, dan lain sebagainya.
- PENGERTIAN MEREK
Dalam Pasal 1 butir 1 UU Merek 1992 diberikan definisi tentang
merek yaitu: tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang
memiliki daya pembeda dan diguakan dalam kegiatan perdagangan barang
dan jasa.23
Sedangkan secara umum merek dapat disimpulkan sebagai suatu tanda
yang membedakan barang-barang yang sejenis yang dihasilkan atau
diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan
barang-barang yang sejenis yang dihasilkan orang lain, yang memiliki
daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan

23 Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm. 267.

Kelompok 3

20

dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.24 Contoh: Dunlop,
Sampoerna, Samsung, dan lain sebagainya.
Setelah mengetahui tentang pengertian merek dan bagaimana contoh
dari merek, maka selanjutnya akan dibahas tentang perkembangan modelmodel dagang, yang terdiri dari:

1.

LISENSI
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar

kepada seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau
sebagian atau jenis barang atau jasa yang didaftarkan.25
Pemberian lisensi kepada pihak lain harus dituangkan dalam bentuk
perjanjian lisensi, dan setiap pelepasan hak dengan perjanjian (termasuk
perjanjian lisensi) harus dituangkan dalam bentuk akta otentik, jadi tidak
boleh dilakukan secara lisan. Setiap perjanjian lisensi itu wajib dimintakan
pencatatan pada Kantor Merek dan dicatat dalam Daftar Umum Merek
serta diumumkan dalam Berita Resmi Merek untuk memberikan status
kepastian hukum yang kuat.26

24 Ibid, hlm. 270.
25 Ibid, hlm. 300.
26 Ibid, hlm. 301.

Kelompok 3

21

Perjanjian lisensi dilakukan secara ketat yang memuat aturan 27, antara
lain:
1. Hak dan kewajiban para pihak;
2. Persyaratan dan mekanisme alih teknologi kekayaan intelektual
serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan;
3. Pihak penerima alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil
kegiatan penelitian dan pengembangan;
4. Status perlindungan hukum; dan
5. Royalti atau imbalan.

27
Rais
Rozali,
Perjanjian
Lisensi/License Agreement,
http://zalirais.wordpress.com/2013/09/27/perjanjian-lisensi-license-agreement/, diakses tanggal 13
Maret 2014, jam 14:55 WIB.

Kelompok 3

22

2.

FRANCHISE
Franchise atau waralaba adalah sebuah kontrak hubungan kerjasama

antara pihak pemilik bisnis dan pihak investor, dimana pemilik bisnis
membolehkan investor untuk menggunakan merek dagang dan sistem
bisnisnya, serta memberikan pelatihan dan petunjuk bisnis dan melakukan
kontrol serta pengawasan keatasnya.
Franchise mempunyai karakteristik pelaksanaan sebagai berikut28:
1.

Unsur dasar
Ada 3 (tiga) unsur dasar yang harus selalu dipunyai, yaitu:
a. Pihak yang mempunyai bisnis franchise disebut sebagai
franchisor;
Hak-hak franchisor antara lain:
 Hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu;
 Hak untuk menggunakan identitas perusahaan;
 Hak untuk menguasai/monopoli keahlian (keterampilan)

b.

2.

3.
4.

operasional, manajemen pemasaran, dan lain-lain;
 Hak untuk menentukan wilayah lokasi usaha;
 Hak untuk menentukan jumlah perusahaan.29
Pihak yang mejalankan bisnis franchise yang disebut sebagai

franchisee; dan
c. Adanya bisnis franchise itu sendiri.
Konsep bisnis total.
Penekanan pada bidang pemasaran dengan konsep P4 yakni Product,
Price, Place serta Promotion.
Franchise memakai/menjual produk.
Franchisor menerima Fee dan Royalty.
 Franchise fee: Biaya pembelian hak waralaba yang dikeluarkan
oleh

pembeli

waralaba

(franchisee)

setelah

dinyatakan

memenuhi persyaratan sebagai franchisee sesuai kriteria
28 Nurin Dewi Arifiah, Op. Cit., hlm. 30-31.
29 Saidin, Op. Cit., hlm. 334.

Kelompok 3

23

franchisor. Umumnya franchise fee dibayarkan hanya satu kali
saja dan akan dikembalikan oleh franchisor kepada franchisee
dalam bentuk fasilitas pelatihan awal, dan dukungan set up awal


dari outlet pertama yang akan dibuka oleh franchisee.
Royalty: Pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak
franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak franchise oleh

5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

franchisee.
Adanya pelatihan manajemen dan skill khusus.
Pendaftaran Merek Dagang, Paten atau Hak Cipta.
Bantuan pendanaan dari pihak franchisor.
Pembelian produk langsung dari franchisor.
Bantuan promosi dan periklanan dari franchisor.
Pelayanan pemilihan lokasi oleh franchisor.
Daerah pemasaran yang ekslusif.
Pengendalian/penyeragaman mutu.
Mengandung unsur merek dan sistem bisnis.

3.

JOINT VENTURE
Joint Venture atau usaha patungan merupakan persetujuan diantara

dua pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama di dalam suatu proyek,
seringkali suatu joint venture dilakukan apabila perusahaan-perusahaan
dengan teknologi yang saling melengkapi ingin menciptakan barang atau
jasa yang akan saling memperkuat posisi masing-masing perusahaan.30
Unsur-unsur yang terdapat dalam joint venture ialah:
 Kerja sama antara pemilik modal asing dan nasional.
 Membentuk perusahaan baru antara pengusaha asing dan nasional.
30 Fikriyaah, Joint Venture Di Indonesia, http://fumarolla.wordpress.com/2009/11/22/joinventure-di-indonesia/, diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 15:15 WIB.

Kelompok 3

24

 Didasarkan pada kontraktual atau perjanjian.
Akan tetapi tidak semua usaha wajib didirikan joint venture antara
pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional. Jenis perjanjian joint
venture antara lain:
 Joint Venture Domestik, yang didirikan antara perusahaan yang
terdapat di dalam negeri.
 Joint Venture Internasional, yang didirikan di Indonesia oleh dua
perusahaan dimana salah satunya perusahaan asing.31
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan joint venture:
 Jumlah rincian tentang semua pihak yang tergabung dalam
kesepakatan perjanjian joint venture ini beserta nama-nama mereka
dan kontribusi masing masing. Seluruh data ini mesti diarsipkan
sebagai syarat administrasi dan mengandung kekuatan hukum.
Sebagai antisipasi atas kemungkinan terburuk dalam kelangsungan
kerja sama.
 Arsip mesti mencatat atas perjanjian penyertaan modal usaha ventura
ini, tentang tujuan diadakannya kerja sama tersebut serta poin-poin
persetujuan lainnya.
 Perjanjian yang membahas semua kontribusi dari pihak pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan kerja sama usaha.

31 Anonim, Joint Venture, http://goodaymo.blogspot.com/2012/10/joint-venture.html?m=1,
diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 15:25 WIB.

Kelompok 3

25

 Perjanjian joint venture harus membahas tentang kepemilikan modal
masing masing pihak dan kesepakatan pembagian hasil hingga
pembagian hasil yang dicapai bisa dilakukan dengan seadil-adilnya.
 Perjanjian joint venture harus membahas tentang manajemen usaha
tersebut serta peran dari masing-masing pihak dalam pelaksanaan
usaha.
 Hasil dari pembahasan tentang hak atas kekayaan intelektual juga
mesti dilampirkan dengan lengkap pada perjanjian joint venture ini.
 Ketentuan tentang tugas serta kedudukan setiap pihak dalam joint
venture ini juga mesti dibahas sebelumnya dengan detail dan
dicantumkan di dalam perjanjian joint venture. Hal ini bisa
mendukung pelaksanaan bisnis dengan baik dan terciptanya sistem
manajemen yang baik.
 Perjanjian joint venture harus membahas tentang penulisan laporan
pertanggung-jawaban masing-masing pihak yang terlibat.
 Perjanjian joint venture adalah serangkaian dokumentasi kesepakatan
bisnis yang harus dibuat berdasarkan kekuatan hukum. Dalam ruang
lingkup bisnis yang lebih besar dengan resiko yang lebih tinggi,
perjanjian penyertaan modal usaha ventura seharusnya dibuat dengan
kesaksian pihak notaris hingga legalitasnya bisa terjamin dan lebih
sistematis dan mengacu pada undang undang yang berlaku di
Indonesia.32

32
Dody
Tabrani,
Perjanjian
Joint
Venture
Modal
Usaha
http://www.ukmkecil.com/modal-usaha/perjanjian-joint-venture-modal-usaha-ventura,
tanggal 15 Maret 2014, jam 15:38 WIB.

Kelompok 3

26

Ventura,
diakses

4.

EKSPOR DAN IMPOR
EKSPOR
Pengertian ekspor menurut UU Kepabeanan adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang
dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pabean),
barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru.
Adapun tata cara pelaksanaan ekspor adalah sebagai berikut:
1.

Pembuatan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang
dapat dibuat dengan mengisi formulir atau dikirim melalui
media elektronik. Pejabat Bea dan Cukai akan membukukan
PEB ke dalam Buku Catatan Pabean dan memberi nomor dan

2.

tanggal pendaftaran; dan
Penelitian dokumen dan serangkaian pemeriksaan fisik barangbarang ekspor oleh petugas Bea dan Cukai.33

IMPOR
Pengertian impor menurut UU Kepabeanan adalah kegiatan
memasukkan barang ke dalam daerah pabean. Semua barang yang
dimaksudkan adalah semua atau seluruh barang dalam bentuk dan
jenis apa saja yang masuk ke dalam daerah pabean.34
33 Irwan Nurdiyanto, Prosedur Pelaksanaan Ekspor Impor, Makalah Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011, hlm. 4.
34 Anonim, Syarat Ekspor Impor, http://b4smi.wordpress.com/2010/11/21/syarat-eksporimpor/, diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 21:56 WIB.

Kelompok 3

27

Adapun tata cara pelaksanaan impor adalah sebagai berikut:
1.

Importir mempersiapkan dokumen Pemberitahuan Impor Barang

2.

(PIB); dan
Importir akan menghitung bea masuk dan pajak sendiri yag
wajib ia bayar atas barang yang diimpor.

5.

MERGER DAN AKUISISI
MERGER
Merger adalah adalah penggabungan dari dua perusahaan atau
lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu
perusahaan dan melikuidasi (membubarkan) perusahaan-perusahaan
lainnya.35
AKUISISI
Akuisisi berasal

dari

sebuah

kata

dalam bahasa

Inggris acquisition yang berarti pengambilalihan. Kata akuisisi aslinya
berasal dari bahasa Latin, acquisitio, dari kata kerja acquirere.
Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau
oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga
ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap
oleh pasar.36
35 Uchi Itachi, Merger dan Akuisisi, http://metrix-edu.blogspot.com/2012/04/merger-danakuisisi.html?m=1, diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 16:15 WIB.
36 Anonim, Merger dan Akuisisi, http://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, diakses
tanggal 15 Maret 2014, jam 16:11 WIB.

Kelompok 3

28

Contoh: Bank Danamon merupakan hasil pengambilalihan dibawah
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dari delapan bank,
yaitu PT. Bank Tamara Tbk, PT. Bank Tiara Asia Tbk, PT. Bank Rama
Tbk, PT JayaBank International, PT. Bank Risyad Salim International,
PT. Bank Duta Tbk., PT. Bank Pos Nusantara, dan PT. Bank Nusa
Nasional.
Persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut :37
1.

Salinan

akta

pendirian

dan

perubahan

masing-masing

perusahaan yang bergabung.
2.

Salinan Izin Usaha Tetap bagi perusahaan yang akan
meneruskan kegiatan usaha. Jika belum memiliki IUT, perlu
dilengkapi dengan BAP (berita pemeriksaan) oleh BKMD
setempat.

3.

Risalah RUPS (rapat umum pemegang saham) tentang
persetujuan untukbergabung dari masing-masing perusahaan
yang tergabung.

4.

Salinan LKPM (laporan keuangan penanaman modal) periode
terakhit untuk perusahaan PMA dan PMDN yang akan
meneruskan kegiatau usaha.

37

Kelompok 3

29

5.

Setelah persyaratan dilengkapi, perusahaan mengisi formulir di
kantor BKPM dengan lengkap dan melampirkan permohonan
merger. Persetujuan akan dikeluarkan oleh Menives atau kepala
BKPM dalam bentuk surat persetujuan. 38

38 Anonim, Merger dan Akuisisi Bank Nasional: Realitas dan Tantangan, Makalah
Mahasiswa HI, Jakarta, 2011, hlm. 7.

Kelompok 3

30

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHD) yang kini
digunakan di Indonesia tidak berasal dari buah karya pemuda-pemudi
Indonesia. KUHD merupakan penyelarasan dari hukum dari Belanda,
yaitu Wetboek van Koophandel (WvK). WvK sendiri juga merupakan
hasil penyelarasan, yaitu dari Code du Commerce negara Perancis, yaitu
negara yang sempat menjajah Belanda. Code du Commerce tadi dibuat
berdasarkan Corpus Juris Civilis negara Romawi yang merupakan aturan
hukum yang paling sempurna pada waktu itu. Jadi, dapat dikatakan
bahwa ada hubungan yang sangat erat antara hukum dagang yang pernah
berlaku di negara lain di zaman dahulu dengan hukum dagang yang

2.

berlaku di Indonesia hingga hari ini.
Di era modern ini,

perkembangan

model-model

perdagangan kini semakin luas yang dapat dilihat dari adanya aturanaturan hukum yang ditambahkan oleh pemerintah mengenai penyelesaian
kasus-kasus atau tata cara perdagangan tertentu, seperti: Franchise atau
waralaba, lisensi, joint venture, ekspor dan impor, serta merger dan
akuisisi.

Kelompok 3

31

B. SARAN
1.

Mengingat

bahwa

perdagangan

di

Indonesia

semakin pesat seiring dengan berjalannya waktu, kami berharap
pemerintah terus memantau bagaimana perkembangan perdagangan
tersebut dan berperan aktif dalam menciptakan hukum-hukum yang dapat
membantu mempermudah ataupun menyelesaikan segala permasalahan
perniagaan yang mungkin muncul akibat pesatnya pekembangan
2.

perniagaan di masa kini.
Saran kami bagi para pebisnis ataupun orang-orang
yang tertarik untuk berkecimpung di dunia bisnis (dagang) sebaiknya
memahami dengan baik berbagai aturan hukum dagang agar bisnis yang
ditekuni dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat bagi dirinya.

Kelompok 3

32

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku
Asikin, Z., 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Cet. 1, PT Rajagrafindo
Persada, Jakarta.
Kansil, C. S. T., 2001, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum Dalam
Ekonomi Bagian 1), Cet. 6, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Nadira, I., 2014, Hukum Dagang Indonesia, Cet. 2, Ratu Jaya, Medan.
Purwosutjipto, H.M.N., 2007, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jilid
1: Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Cet. 14, Djambatan, Jakarta.
Saidin, 1997, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Rights), Cet. 2, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Soekardono, R., 2012, Hukum Dagang Indonesia, Cet. 9, PT Dian Rakyat,
Jakarta.
Sutedi, A., 2009, Hukum Kepailitan, Cet. 1, Ghalia Indonesia, Bogor.

Kelompok 3

33

B. Website/Situs Internet

Alam

S. Anggara, “Sejarah Terbentuknya Hukum Perdata (BW)”,
http://tentangasa.wordpress.com/2011/04/10/sejarah-terbentuknya-hukumperdata-bw/, diakses tanggal 9 Maret 2014, jam 16:33 WIB.

Anonim,
“Joint
Venture”,
http://goodaymo.blogspot.com/2012/10/jointventure.html?m=1, diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 15:25 WIB.
Anonim,
“Kepercayaan
Dan
Kebudayaan
Romawi
Kuno”,
http://sejarahnasionaldandunia.blogspot.com/2013/02/kepercayaan-dankebudayaan-romawi-kuno.html, diakses tanggal 8 Maret 2014, jam 21:43
WIB.
Anonim,
“Merger
dan
Akuisisi”,
http://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi, diakses tanggal 15 Maret
2014, jam 16:11 WIB.
Anonim, “Sistem Hukum (3) Eropa Kontinental (Civil Law)”,
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/07/sistem-hukum-4-eropakontinental-civil.html, diakses tanggal 8 Maret 2014, jam 22:08 WIB.
Anonim, “Syarat Ekspor Impor”, http://b4smi.wordpress.com/2010/11/21/syaratekspor-impor/, diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 21:56 WIB.
Dody

Tabrani, “Perjanjian Joint Venture Modal Usaha Ventura”,
http://www.ukmkecil.com/modal-usaha/perjanjian-joint-venture-modalusaha-ventura, diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 15:38 WIB.

Fikriyaah,
“Joint
Venture
Di Indonesia”,
http://fumarolla.wordpress.com/2009/11/22/join-venture-di-indonesia/,
diakses tanggal 15 Maret 2014, jam 15:15 WIB.
Rais

Rozali,
“Perjanjian
Lisensi/License Agreement”,
http://zalirais.wordpress.com/2013/09/27/perjanjian-lisensi-licenseagreement/, diakses tanggal 13 Maret 2014, jam 14:55 WIB.

Kelompok 3

34

Uchi

Itachi,
“Merger
dan
Akuisisi”,
http://metrixedu.blogspot.com/2012/04/merger-dan-akuisisi.html?m=1, diakses tanggal
15 Maret 2014, jam 16:15 WIB.

C. Lain-lain
Ahmad Syauqi, Sejarah Civil Law Dan Common Law System, Hubungannya
Dalam Perkembangan Hukum Di Indonesia, Makalah Mahasiswa
Universitas Mataram, 2012.
Anonim, Merger dan Akuisisi Bank Nasional: Realitas dan Tantangan, Makalah
Mahasiswa HI, Jakarta, 2011.
Anonim, Pengertian Dasar Hukum Dagang, Makalah Mahasiswa USU Medan.
Irwan Nurdiyanto, Prosedur Pelaksanaan Ekspor Impor, Makalah Mahasiswa
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2011.
Nurin

Dewi Arifiah, Pelaksanaan Perjanjian Bisnis Waralaba Serta
Perlindungan Hukumnya Bagi Para Pihak (Studi Di Apotek K-24
Semarang), Tesis Mahasiswa Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.

Kelompok 3

35