Pengertian dan Aliran dan pemdidikan

A.

Pengertian Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan
dalam

dunia

pendidikan.

Pemikiran

tersebut

berlangsung

seperti

suatu

diskusi


berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikirn terdahulu selalu ditanggapi dengan pro dan kontra
oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru, dan demikian seterusnya.
Agar diskusi berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu aspek dari aliran-alira itu yang harus
dipahami. Oleh karena itu setiap calon tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis
aturan-aturan pendidikan. Dalam dunia pendidikan setidaknya terdapat 3 macam aliran
pendidikan, yaitu aliaran klasik, aliran modern dan aliran pendidikan pokok di Indonesia.
B.

Aliran-Aliran Klasik dalam Pendidikan
Menurut Tim dosen 2006, aliran-aliran klasik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1.

Aliran Empirisme
Aliran ini menganut paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan,
keterampilan dan sikap manusia dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman
(empiris) nyata melalui alat inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia
luarnya maupun melalui proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara
langsung (Joseph, 2006).
Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan ditentukan

oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman didapatkan dari lingkungan atau dunia luar
melalui indra, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang membentuk perkembangan
manusia atau anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang mempengaruhi perkembangan
anak.
John Locke (dalam Joseph: 2006) tak ada sesuatu dalam jiwa yang sebelumnya tak
ada dalam indera. Ini berarti apa yang terjadi, apa yang mempegaruhi apa yang membentuk
perkembangan jiwa anak didik adalahlingkungan melalui pintu gerbang inderanya yang
berarti tidak ada yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa melalui proses penginderaan.

2.

Aliran Nativisme.
Teori ini merupakan kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa anak
lahir sudah memiliki pembawaan baik dan buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan
oleh pembawaanya sendiri-sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi apalagi
membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi jahat, jika
pembawaanyan baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan yang diinginkan dalam
perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat-buat, yakni lingkungan yang
alami.


3.

Aliran Konvergensi.
Faktor pembawaan dan faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang
sangat penting, keduanya tidak dapat dipisahkan sebagaiman teori nativisme teori ini juga
mengakui bahwa pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembaeaan baik
dan pembawaan buruk. Pembawaan yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan bisa
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan
pembawaan tersebut.
William Stern (dalam Tim Dosen 2006: 79) mengatakan bahwa perkembangan
anak tergantung dari pembawaan dari lingkugan yang keduanya merupakan sebagaiman
dua garis yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi.
Dari beberapa uraian diatas, teori yang cocok dapat diterima sesuai dengan
kenyataan adalah teori konvergensi, yang tidak mengekstrimkan faktor pembawaan, faktor
lingkungann atau alamiah yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan
semuanya dari faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan anak.

4.

Aliran Naturalisme.

Aliran ini mempunyai kesamaan dengan teori nativisme bahkan kadang-kadang
disamakan. Padahal mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini
mengatakan bahwa anak sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat

minat, kemampuan, sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan
berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan lingkungna yang dibuat-buat. Dengan
kata lain jika pendidikan diartikan sebagai usahan sadar untuk mempengaruhi
perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan, menghasilkan
apalagi menjadikan anak kea rah tertentu, maka usaha tersebut hanyalah berpengaruh jelek
terhadapperkembangan anak. Tetapi jika pendidikan diartikan membiarkan anak
berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan yang tidak dibuat-buat (alami)
makan pendidikan yang dimaksud terakhir ini betrpengaruh positif terhadap perkembangan
anak.
C. Aliran pendidikan moderen di Indonesia
Menurut Mudyahardjo (2001: 142) macam-macam aliran pendidikan modern di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1.

Progresivisme
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan

pendidikan di sekolah berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap
pelaksanaan pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan
pelajaran (subject-centered). Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar
kelak dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak
dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan
sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah
kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang
diminati oleh setiap peserta didik (experience curriculum). Metode pendidikan
Progresivisme antara lain:
1. Metode belajar aktif.
2. Metode memonitor kegiatan belajar.
3. Metode penelitian ilmiah

Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak
merupakan

pusat

adari


keseluruhan

kegiatan-kegiatan

pendidikan.

Pendidikan

Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak
bukanlah orang dewasa dalam betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda dengan
orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak mempunyai alur
pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan-harapan dan
kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian, anak harus
diperlakukan berbeda dari orang dewasa.
2.

Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang
memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan
budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang tertanam dalam nilai budaya/sosial

adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui
kerja keras dan susah payah selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasangagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam
mempengaruhi dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas. Tujuan pendidikan dari aliran
ini adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang
telah terhimpun, yang telah bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adlah berharga
untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan,
sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial) dari sebuah
pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik yang tinggi,
pengembangan intelek atau kecerdasan. Metode pendidikan yang dilakukan adalah:
1. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered).
2. Peserta didik dipaksa untuk belajar.
3. Latihan mental
Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran
akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum pada

sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran matematika, ilmu
kealaman, serta bahasa dan sastra.

3.


Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai rekonstruksi pengalamanpengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah yang menjadi tempat utama
berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di
masyarakat. Tujuan pendidikan aliran ini adalah sekolah-sekolah rekonstruksionis
berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik
dalam masyarakat. Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran
para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia
dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Kurikulum dalam pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran
yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak
berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yng
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan programprogram perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.

4.

Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang mempertahankan bahwa nilai-nilai
universal itu ada, dan bahwa pendidikan hendaknya merupakan suatu pencarian dan

penanaman kebenaran-kebenaran dan nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan
dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut
perennialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka

kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip
pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan
memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan
penyelesaian masalahnya. Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini
merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh
zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, telah banyak memberikan
sumbangan kepada perkembangan zaman dulu. Kurikulum berpusat pada mata pelajaran
dan cenderung menitikberatkan pada sastra, matematika, bahasa dan sejarah.
5.

Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa.

Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak
di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera.
Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah
memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami seharihari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencargencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach)
secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru
tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu
muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam
dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru
jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.

Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan
campuran antara keduanya. Agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan

yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia,
mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan
idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena
dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain.
Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu
dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh
pengertian dan rasa saling menyayangi. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah
lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan
pengalamannya senantiasa aktual.
A. PENDIDIKAN PADA MASA KLASIK
Masuknya kebudayaan Hindu di beberapa daerah di pulau Jawa menjadi titik awal
zaman sejarah tulis menulis di Indonesia. Tulisan dengan huruf Pallawa yang berisi sastra,
agama, sejarah, etika menjadi sumber pendidikan golongan raja-raja dan bangsawan.
Pendidikan mengharuskan anak-anak, pemuda dan orang dewasa mempelajari huruf
Pallawa. Zaman pemerintahan Erlangga (990-1049) banyak buku-buku bahasa, sastra,
hukum, filsafat diterjemahkan ke bahasa Jawa kuno (Kawi) sehingga lahirlah guru-guru
profesional pada zamannya. Seorang guru profesional harus lahir dari kasta Brahmana
sedang muridnya bisa terdiri dari kasta Brahmana sendiri sandar 2 kasta di bawahnya,
sebab kasta sudra tidak diperkenankan menjadi murid.
Puncak pendidikan Budha dicapai pada zaman Sriwijaya. Guru terkenal pada
zaman Sriwijaya ialah Darmapala dari Nalanda. Tahun 685, I Tsing (seorang Budhis Cina)
yang pulang dari India singgah di Sriwijaya menerjemahkan 100 buku agama Budha ke

dalam bahasa Cina. Bermula dari hal ini, agama Budha banyak dipelajari orang-orang
sehingga akhirnya Budha berkembang di pulau Jawa.
Pada abad ke-13 Islam masuk ke Indonesia. Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah
Demak, di Aceh Samudra Pasai, di Sulawesi kerajaan Goa dengan Raja Goa Alaudin dan
di daerah Maluku Kesultanan Ternate. Dari kerajaan-kerajaan itulah menjadi pusat
penyebaran agama Islam sehingga Islam tersebar ke seluruh nusantara. Bermula dari
penyebaran Islam di dalamnya inklusif pendidikan bercorak Islam tradisional
dikembangkan. Sebagai pusat perkembangan Islam, para kiai mendirikan pondok
pesantren. Dalam pondok pesantren itu para kiai hidup bersama santri memperdalam
agama Islam.
Penyelenggaraan pendidikan agama Islam masih bersifat perorangan. Para kiai
membina umat Islam di daerahnya masing-masing dengan mendirikan pondok pesantren.
Terkenallah peran Walisanga di Jawa, para syeh Minangkabau dan pada akhirnya berdiri
kesultanan-kesultanan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran Islam.
Tujuan pendidikan Islam pada saat itu adalah mengabdi sepenuhnya kepada Allah
sesuai dengan tuntunan rasul Muhammad SAW ( Al Qur’an dan Sunah). Materi
pendidikan yang diberikan para kiai adalah keimanan, ketaqwaan, dan akhlaq. Untuk
memperdalam ilmu tauhid diberikan juga Arkanul Iman.
Untuk mencapai tujuan tersebut diberikan program belajar yang meliputi: (a)
membaca Al Qur’an; (b) ibadat (berwudlu, shalat); (c) keimanan; dan (d) akhlaq. Cara
belajar saat itu adalah dengan model sorogan dan klasikal. Model sorogan atau individual
dilakukan dengan anak santri duduk bersila berhadapan dengan guru gaji untuk membaca
Al Qur’an, secara bergantian satu persatu sesuai dengan kemajuannya masing-masing.
Demikian pula dalam hal belajar berwudlu, salat seorang santri dibimbing langsung oleh
guru. Pendidikan akhlaq diberikan secara klasikal, guru bercerita tentang tarikh nabi, Sabat
nabi, sifat-sifat terpuji atau yang tercela dengan materi para tokoh pada zamannya. Lama
belajar tidak ditentukan, sangat bergantung pada kemampuan, kerajinan dan kemauan
anak. Karena itu belajar tidak dipungut biaya. Hal ini berlangsung sampai masuknya
kebudayaan barat.

B. PENDIDIKAN PADA MASA KOLONIAL
1.

Masa Kolonial Belanda
Tahun 1596, di bawah pimpinan Cornelis Ed Houtman, Belanda pertama kalinya datang
ke Indonesia. Misi kedatangannya adalah berdagang. Dengan menyusuri pantai Jawa, Belanda
akhirnya mencapai daerah Timur (Ambon dan sekitarnya). Mereka kembali dengan membawa
rempah-rempah yang cukup banyak. Sejak saat itu pedagang Belanda yang datang ke Indonesia
semakin ramai. Untuk menghindari persaingan, tahun 1602 Belanda mendirikan VOC (Persatuan
Dagang Hindia Timur). Dengan dalih perdagangan inilah, VOC terus memperkuat
perdagangannya. Lewat politik yang dilakukannya dengan raja-raja Jawa, VOC sebagai
kepanjangan tangan Belanda akhirnya menjadikan Indonesia sebagai daerah jajahan (koloni).
Untuk lebih memperkuat kedudukan, Belanda mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak
Indonesia. Sekolah ini bertujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik untuk pegawai
negeri maupun pegawai swasta. Pembukaan sekolah itu didorong oleh kebutuhan praktis
berkaitan dengan pekerjaan di berbagai bidang dan kejuruan. Secara umum kecenderungan
penyelenggaraan pendidikan kolonial adalah sebagai berikut:

(1) Membiarkan terselenggaranya pendidikan Islam tradisional serta membantu mendirikan
beberapa madrasah Islamiah di Nusantara misalnya:
a.

Melanjutkan sistem lama dalam bentuk pengajian Al-qur’an dan Kitab Kuning.

b.

Mendirikan pondok pesantren modern misalnya di Jombang Ponpes Tebuireng, di Ponorogo
Ponpes Gontor.

c.

Mendirikan sekolah agama atau madrasah misalnya madrasah adabiah di Aceh, Madrasah
maktab Islamiah di Tapanuli medan.

(2) Mendirikan sekolah Zending (misionaris) yang bertujuan menyebarkan agama Kristen untuk
orang-orang Belanda dan buni putra. Beberapa sekolah yang didirikan Belanda misalnya:
a.

1607 mendirikan sekolah di Ambon dengan bahasa Melayu dan Belanda.

b.

1622 mendirikan sekolah di Kepulauan Banda lengkap dengan asrama

c.

1630 mendirikan sekolah Warga Masyarakat di Jakarta untuk tingkat sekolah dasar yang
mendidik budi pekerti.

d.

16422 mendirikan sekolah latin (tingkat SMP) di Jakarta.

e.

1745 mendirikan Seminari Theologika untuk mendidik calon pendeta

f.

1817 mendirikan sekolah dasar Eropa, untuk penduduk Eropa (semua orang Belanda, semua
orang yang asalnya dari Eropa, semua orang Jepang). Sekolah dasar ini terus berkembang, pada
tahun 1902 menjadi 173 buah.

g.

1860 mendirikan Gymnasium (sekolah lanjutan) Willem III, merupakan sekolah lanjutan
tingkat pertama untuk orang Eropa di Batavia.

h.

1848 atas keputusan Raja mendirikan 20 sekolah dasar Bumiputera di setiap Karesidenan Jawa.

i.

1892 sekolah dasar dibagti menjadi dua kategori, yaitu: sekolah dasar Kelas Pertama ( de
schoolen der eerste klasse) untuk golongan Bumiputera (bangsawan & penduduk yang kaya) dan
sekolah dasar Kelas Dua (de schoolen der tweede klasse) untuk Bumiputera umum.

j.

1856 mendirikan sekolah guru (kweeksschool) di Surakarta, 1874 di Ambon, 1875 di
Probolinggo, 1875 di Banjarmasin, 1876 di Makassar, 1879 di Padang Sidempuan.

k.

1851 mendirikan sekolah dokter Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun setelah sekolah rakyat 5
tahun.
Dari sekolah-sekolah yang didirikan Belanda dapat dilihat beberapa ciri khas, antara lain:
(a) dualistik diskriminatif, yaitu untuk membedakan pendidikan untuk orang Eropa dan
Bumiputera , (b) sentralistik yaitu pemerintah kolonial Belanda memiliki hak mengatur
pendidikan di daerah koloninya, dan (c) tujuannya untuk dapat menghasilkan tamatan yang
menjadi warga negara Belanda kelas dua.

2.

Masa Kolonial Jepang
Indonesia menjadi daerah koloni Jepang pada tahun 1942 s/d 1945. Masa itu berada pada
situasi Perang Dunia sehingga pemerintah Jepang bersifat militeristik. Pada awalnya, kedatangan
Jepang disambut gembira karena Jepang berhasil mengelabui masyarakat Indonesia dengan
taktik Jepang sebagai saudara tua bangsa Indonesia, walaupun pada akhir Jepang juga
menjadikan Indonesia sebagai jajahan.
Penyelenggaraan pendidikan zaman Jepang ditujukan untuk menghasilkan tentara yang
siap memenangkan perang bagi Jepang. Oleh karena itu banyak pemuda dilatih baris berbaris,
bela diri, menggunakan senjata sehingga lahir Keibodan (polisi pembantu), Heiho (tentara
pembantu), Fujinkai (sukarelawan wanita) yang semuanya bergabung dalam Peta (Pembala
Tanah Air). Disamping itu, bahasa Indonesia banyak digunakan di sekolah-sekolah, bahasa

Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang. Sistem dualistic deskriminatif
dihapus dan dirintis pengintegrasian jenis sekolah.
Sekolah yang didirikan Belanda dirombak, misalnya sekolah rendah (Lagere Onderwijs)
diganti Sekolah Rakyat (Kokumin Gakho) terbuka untuk semua penduduk dengan lama
pendidikan enam tahun. Perhatian Jepang pada pendidikan sangat besar, dibuktikan dengan
mendirikan Sekolah Guru dua tahun (Sato Sikan Gakho), Sekolah Guru empat tahun (Guto Sikan
Ghako) dan Sekolah Guru enam tahun (Koto Sikan Ghako). Pembinaan guru dilakukan dengan
indoktrinasi mental ideologis Hakko ichi-U untuk kemakmuran bersama Asia Raya, latihan
kemiliteran, olahraga dengan lagu-lagu Jepang (taiso), menyanyikan lagu kebangsaan Jepang
(Kimigayo), mengibarkan bendera Jepang (Hinimaru) dan menghormati kaisar Jepang (Tenno
Heka), kerja bakti di jalan raya, asrama militer, menanam pohon jarak dan lain-lain.
C.
1.
a.

PENDIDIKAN PADA ZAMAN KEMERDEKAAN
Penyelenggaraan Pendidikan Pada Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan perlunya
pembaharuan di bidang pendidikan. Usulan itu antara lain :

(1)

Pengajaran harus membimbing murid untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab.

(2)

Sesuai dengan sila keadilan sosial, pengajaran harus terbuka untuk setiap penduduk baik lakilaki maupun perempuan.

(3)

Untuk orang dewasa perlu diselenggarakan pemberantasan buta huruf.

(4)

Pendidikan agama hendaknya mendapat tempat yang teratur dan seksama. Ponpes dan
madrasah yang telah lama berdiri hendaknya mendapat bantuan dan perhatian yang nyata dari
pemerintah.

(5)
b.

`Pengajaran teknik dan perekonomian harus mendapat perhatian istimewa.
Atas usulan S. Mangunsarkoro akhirnya dibentuk pendidikan masyarakat yang bertujuan
membangun masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Untuk mencapai tujuan ini
sekolah harus menggunakan metode belajar (ceramah, tanya jawab, diskusi, partisipasi aktif) dan
metode kerja.

c.

Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran
yang dipimpin Ki Hajar Dewantoro dengan tugas: (1) mengadakan struktur pengajaran model
baru; (2) menetapkan bahan pengajaran dengan menimbang keperluan praktis; dan (3)
menyiapkan rencana pelajaran untuk setiap sekolah dan setiap kelas.

d.

Pemerintah harus menambah gedung sekolah karena gedung sekolah yang ada hancur akibat
perang. Usaha dilakukan antara lain: (1) mendirikan gedung baru; (2) menyewa rumah penduduk
untuk pelaksanaan pendidikan; (3) mengadakan sistem shift ( sekolah pagi dan sekolah sore
menempati sebuah gedung).

e.

Menetapkan kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan pengajaran nasional. Kurikulum
hendaknya berisi:

f.

(1)

Meningkatkan kesadaran bernegara dan bermasyarakat

(2)

Meningkatkan pendidikan jasmani

(3)

Meningkatkan pendidikan watak

Hasil pembaruan Kurikulum lahir Kurikulum SR 1947 yang membedakan tiga macam struktur
program, yaitu:
(1)

SR dengan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar pada kelas rendah.

(2)

SR dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sejak kelas satu.

(3)

SR yang diselenggarakan sore hari terbatas sampai dengan kelas IV, kelas V & kelas VI

harus masuk pagi.
g.

Kurikulum SR 1947 terdiri atas 15 mata pelajaran, yaitu:
(1)

Bahasa Indonesia

(2)

Bahasa Daerah

(3)

Berhitung

(4)

Ilmu Alam

(5)

Ilmu Hayat

(6)

Ilmu Bumi

(7)

Sejarah

(8)

Menggambar

(9)

Menulis

(10)

Seni Suara

(11)

Pekerjaan Tangan

(12)

Gerak Badan

(13)

Kebersihan dan Kesehatan

(14)

Budi Pekerti

(15)

Pendidikan Agama

2.

Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1950-1959 (Demokrasi Liberal)
Masa demokrasi liberal ditandai diberlakukannya UUDS 1950 sebagai dasar negara RI.
Pelaksanaan pendidikan diatur dengan UU No. 4 Th. 1950 dan mulai 18 Maret 1954 diperbarui
menjadi UU No. 12 Th. 1954, diberlakukan untuk seluruh Indonesia. Tujuan pendidikan dan
pengajaran menurut UU ini ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Pasal 5
menerangkan bahwa bahasa perasatuan (Indonesia) resmi menjadi bahasa pengantar di sekolahsekolah kecuali TK dan tiga kelas rendah di SD diperbolehkan menggunakan bahasa daerah
sebagai bahasa pengantar.

a.

Penyelenggaraan Pendidikan
Untuk penyelenggaraan pendidikan dikeluarkan PP No. 65 Th. 1951 tentang penyerahan
sebagian urusan pemerintah pusat ke provinsi termasuk urusan pendidikan pengajaran dan
kebudayaan. Dengan PP tersebut provinsi memiliki kewajiban:

(1)

Mendirikan sekolah rendah kecuali sekolah rakyat latihan

(2)

Memberikan subsidi kepada partikulir

(3)

Mata pelajaran agama diberikan menurut agamanya, dimulai kelas IV

(4)

Guru agama diangkat oleh Menteri Agama atas usulan instansi agama yang berkepentingan.
b. Partisipasi Pendidikan Swasta
Sejak 1951 sekolah-sekolah swasta yang bercirikan keagamaan banyak bermunculan.
MPPK (Majelis Pusat Pendidikan Kristen), Lembaga Pendidikan Katolik demikian juga sekolahsekolah Muhammadiyah yang semula hanya mengajarkan ilmu agama kemudian diperluas
mengajarkan ilmu umum. Di samping sekolah keagamaan seperti Madrasah Ibtidaiyah, Aliyah,
Tsanawiyah, Mualimin, Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah umum (SD, SMP, SMEP,
SMA, SGB) Taman Siswa, Nahdatul Ulama serta badan-badan yang netral bermunculan untuk
mendirikan sekolah-sekolah.

3.

Penyelenggaraan Pendidikan Tahun 1959-1969 (Demokrasi Terpimpin)
Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 diberlakukan lagi. Secara formal
pelaksanaan pendidikan menggunakan UU No. 12 Th. 1954 dimana tujuan pendidikan adalah:
“membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air”. Namun di dalam prakteknya,
Mudyahardjo (2001:401) mengatakan, UU No. 12/1954 ditinggalkan, dan menggunakan

Keputusan Presiden No. 145/1954, tujuan pendidikan di semua sekolah berubah menjadi: “agar
dapat melahirkan manusia sosialis yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat
sosialis Indonesia adil dan makmur baik spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila”.
Secara singkat penyelenggaraan pendidikan pada masa orde lama adalah sebagai berikut.
a.

Pendidikan Nasional Indonesia
Pendidikan Nasional Indonesia adalah pendidikan yang membina bangsa Indonesia yang
ber-Pancasila dan melaksanakan UUD ’45, sosialisme Indonesia, Demokrasi terpimpin,
Kepribadian Indonesia, dan merealisir ketiga kerangka tujuan revolusi Indonesia sesuai dengan
manipol, yaitu membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia berwilayah Sabang sampai
Marauke, menyelenggarakan suatu masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur lahir
batin, melenyapkan kolonialisme, mengusahakan susunan dunia baru tanpa penjajahan,
penindasan dan penghisapan, kearah perdamaian, persahabatan Internasional yang sejati dan
abadi.

b.
(1)

Konsep Struktur Persekolahan
Taman Kanak-kanak, terdiri dari TK bagian A (untuk anak berumur 4 tahun) dan TK bagian B
(untuk anak berumur 5 tahun). TK harus memperhatikan perkembangan anak, alam sekitar anak
dan lingkungan sosial anak.

(2)

Sekolah Dasar, fungsi SD ialah sebagai lembaga pendidikan yang memberikan dasar-dasar
pengetahuan dan kecakapan untuk melanjutkan pendidikan ke SMP, juga meletakkan dasar bagi
pembinaan warga negara sebagai makhluk sosialis, peletak dasar bagi pembangunan kehidupan
bangsa dengan menjadikan SD sebagai lembaga pendidikan yang lengkap, fungsional dan
ilmiah.

(3)

Sekolah Menengah Pertama, SMP disebut Sekolah Pemuda karena siswanya berumur 13-17
tahun. Di SMP belum ada spesialisasi namun agar dapat menghasilkan anak didik yang berdiri
sendiri maka di samping mata pelajaran umum diberikan diferensiasi, berupa mata pelajaran
keahlian. Murid harus memilih satu keahlian yang sesuai dengan bakatnya. Di sekolah ada kelas
kelompok perdagang, kelompok kesenian, kelompook keterampilan, dll. Setelah tamat di
samping memiliki ijazah mereka memiliki keterampilan untuk hidup.

(4)

Sekolah Menengah Atas, SMA sering disebut sekolah kejujuran (Mudyahardjo,2000) sebab
tujuannya membentuk kejujuran murid, bukan pembentukan umum. Lama pendidikan SMA 4

tahun, tamatannya diberi gelar sarjana muda. Tamatan dapat terjun kemasyarakat atau
meneruskan ke Universitas. Universitas harus bersifat akademik
(5)

Penyelenggaraan Pendidikan

(a)

Pancawardhana
Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan menetapkan lima pokok perkembanganPancawardhana, yaitu: (a) Perkembangan cinta bangsa & tanah air (Kebangsaan); (b)
Perkembangan kebudayaan; (c) Perkembangan kemanusiaan; (d) Perkembangan Kemerdekaan;
dan (e) kodrat alam.

(b)

POMG
Guna mewujudkan hubungan orang tua di sekolah, maka tiap sekolah dibentuk suatu
panitia pembantu pemeliharaan sekolah yang terdiri beberapa orang tua murid yang bertugas
memelihara sekolah.

(6)

Perguruan Tinggi (PT)
UU No. 22/1961 tentang PT menetapkan hal-hal sebagai berikut:

(a)

PT adalah lembaga ilmiah yang bertugas menyelenggarakan pendidikan & pengajaran di atas
perguruan menengah dan berdasarkan kebudayaan kebangsaan Indonesia.

(b)

Tujuan PT adalah membentuk manusia susila yang berjiwa Pancasila, bertanggung jawab akan
terwujudnya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil,
menyiapkan tenaga yang cakap untuk memangku jabatan , melakukan penelitian dan usaha
kemajuan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan kehidupan masyarakat.

(c)

Perguruan Tinggi terdiri atas Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan bentuk lain
yang ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.

·

Universitas tersusun atas dasar kesatuan beberapa ilmu pengetahuan, sekurang-kurangnya 4
fakultas yang meliputi keagamaan, ilmu budaya, ilmu sosial, ilmu eksakta dan teknik.

·

Institut, memberi pendidikan dan pengajaran tinggi dan melakukan penelitian dalam beberapa
cabang ilmu pengetahuan yang sejenis.

·

Sekolah Tinggi, memberi pendidikan dan pengajaran tinggi, melakukan penelitian dalam satu
cabang ilmu pengetahuan.

·
(d)

Akademi, memberi pendidikan dan pengajaran yang ditunjukkan kepada keahlian khusus.
Penyelenggaraan PT dilakukan oleh Pemerintah dan badan Hukum Swasta (PTS). Menurut
kedudukannya PT swasta terdiri atas, PTS terdaftar, PTS diakui dan PTS disamakan.

(e)

Pendidikan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang didirikan 1954 berdasarkan kesepakatan
Departemen PP dan K beserta Departemen PTIP masuk dalam Universitas FKIP (Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan). FKIP mendidik calon guru sekolah lanjutan, SGA mendidik
calon guru SD dan SGB dihapus. Karena FKIP tidak memuaskan DEP. PP & K, maka Menteri
PP & K (Prof. Priyono) mendirikan IPG (Institut Pendidikan Guru) dibawah naungan Dep PP &
K. Akibatnya terjadi konflik antara pendukung FKIP dengan IPG. Presiden memanggil BK Senat
Mahasiswa FKIP dan Pimpinan Pusat CGMI (pendukung IPG) dan Presidium GMNI untuk adu
argumentasi didepan Presiden. Akhirnya pada 3 Januari 1963 dengan Kepres No. 3/ 1963 FKIP
dan IPG dilebur berdirilah IKIP.

4.

Penyelenggaraan Pendidikan Masa Orde Baru

a. Tahun 1966-1969
Orde baru diawali setelah penumpasan G.30 S/PKI tahun 1965. Pemerintah berkeinginan
melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Oleh karena itu, dasar pendidikan adalah
falsafah negara, yakni Pancasila, sedangkan tujuan pendidikan adalah membenuk manusia
Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dikehendaki Pembukaan UUD 1945 dan
isi UUD 1945. Isi pendidikan adalah: (a) mempertinggi mental, moral, budi pekerti serta
memperbaiki keyakinan agama; (b) mempertinggi kecerdasan dan keterampilan; (c) membina
perkembangan fisik yang kuat dan sehat.
Langkah selanjutnya, Ketetapan Presiden No. 19/1965 akan ditinjau kembali karena tidak
sesuai dengan UUD 1945. UU No. 12/1954 dan UU No. 22/1961 masih diberlakukan dengan
diperbaiki melalui tap MPRS No. II/MPRS/1966, terutama tentang tujuan pendidikan.
(1) Penyelenggaraan Pendidikan
Keputusan presidium kabinet No. 75/U/II/1966 menetapkan:
(a)

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Pimpinan Dep. P & K

(b) Dalam melaksanakan tugasnya Man P & K dibantu oleh Sek Jend def P & K dan Biro
Pembinaan dan Pelayanan
(2) Pelaksana Utama Departemen P & K terdiri atas:
(a)

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar

(b) Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi
(c)

Direktorat Jenderal Olahraga

(d) Direktorat Jenderal Kebudayaan

(e)

Direktorat Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka

(3) Penyempurnaan Kurikulum
(a)

Kurikulum SD
Kurikulum SD 1964 diubah menjadi kurikulum SD tahun 1968. Dasar tujuan dan asas
pendidikan adalah Pancasila yang mencakup lima prinsip.

1.

Prinsip umum pendidikan nasional Pancasila ialah integritas, kontinuitas dan sinkronisasi.

2.

Landasan idiil meliputi
a.

Dasar pendididkan nasional pancasila

b.

Tujuan pendidikan membentuk manusia pancasila

c.

Isi pendidiakan nsional memprtinggi mental budi pekerti, memperkuat keyakinan agama,
memprtinggi kecerdasan dan keteranpilan

3.

Prinsip umum kurikulum ialah kriteria pemilihan isi kurikulum, prinsip didaktik methodik ,
system evaluasi yang kontinyu dan obyektif.

4.

Prinsip sekolah dasar ialah tujuan pendidikan sekolah dasar dan garis besar kurikulum SD yang
meliputi kelompok pembinaan jiwa pancasila , kelompok pembinaan pengetahuan dasar dan
kelompok pembinaan kecakapan khusus.

5.

Azas-azas didaktik methodic sekolah dasar mirip dengan yang tercantum dalam kurikulum SD
1964.

(b) Kurikulum SMP
Struktur kurikulum SMP 1967 sbb:
1.

Kelompok pembinaan jiwa pancasila, meliputi mata pembelajaran pendidikan agama,
Kewargaan Negara, Bahasa Indonesia, dan Olahraga

2.

Kelompok pembinaan pengetahuan dasar, Bahasa Indonesia, Bhs. Daerah, Bhs. Inggris, ilmu
aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Hayat,Ilmu Bumi, Sejarah, dan menggambar.

3.

Kelompok pembinaan kecakapan khusus meliputi Administrasi,Kesenian, Prakarya,
pendidikan kesejahteraan keluarga.

(c)

Kurikulum SMA
Kurikulum SMA 1964 disempurnakan menjadi kurikulum SMA 1968,diberlakukan mulai 1969.
Tujuannya adalah:

1.

Membentuk manusia pancasila sejati

2.

Mempersiapkan siswa untuk masuk ke PT

3.

Memberikan dasar keahlian umum sesuai dengan bakat minat
Susunan kurikulum SMA 1968

(a)

Kelompok

pembinaan

jiwa

pancasila,

meliputi

pendidikan

agama,

pendidikan

kewarganegaraan Negara, Bhs. Indonesia dan Olahraga
(b)
·

Kelompok pembinaan pengetahuan dasar.
Kelas I meliputi sejarah, geografi, ilmu pasti, fisika, kimia, biologi, ekomoni, dan koperasi,
menggambar, bhs. Inggris

·

Kelas II, III jurusan sastra social budaya meliputi bhs dan kesustraan Indonesia, menggarang,
sejarah, geografi, antropologi budaya, ekonomi koperasi, menggambar,bhs. Inggris ilmu
pengetahuan budaya. Untuk sastra budaya ditambah bhs. Kawi daerah, sejarah kebudayaan dan
kesenian, ilmu pasti. Untuk sastra social ditambah ilmu pasti, pengetahuan dagang dan tata buku.

·

Kelas II,III jurusan IPA meliputi, aljabar analit, ilmu ukur sudut,ilmu ukur ruang,fisika,
matematika,kimia, biologi, geografi, menggambar, bhs.Inggris.

(c)

Kelompok pembinaan kecakapan khusus meliputi PKK, prakarya pilihan (kesenian, bahasa,
keterampilan)

(d)
b.

Perkembangan lembaga pendidikan
Perkembangan pendidikan 1970-1994

(1) Dasar Tujuan
a.

Tap MPR-RI No.IV/MPR/1973. Membenruk manusia pembangun , ber-pancasila , sehat
jasmani rohani , berpengetahuan ,trampil , tanggung jawab, sikap demokrasi , kecerdasan tinggi ,
budi pekerti luhur ,mencintai bangsanya dan semua manusia seperti termaktub dalam UUD 1945.

b.

Tap MPR-RI No.II/MPR/1978. Meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhn YME,kecerdasan , &
keterampilan , mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian , mempertebal semangat
kebangsaan , cinta tanah air, yang mampu membangun dirinya sendiri dan tanggung jawab
terhadap pembangunan bangsa.

c.

Tap MPR-RI No.IV/MPR/1988. Meningkatkan ketaqkawaan terhadap Tuhan YME,
kecerdasan & keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memeprrkuat kepribadian, mempertebal
semangat kebangsaan, cinta tanah air, yang mampu membangunkan dirinya sendiri dan tanggung
jawab terhadap pembangunan bangsa.

a)

Pendidikan berlangsung seumur hidup, dilaksanakan dalam keluarga , sekolah dan masyarakat
, menjadi tanggung jawab bersama keluarga sekolah dan masyarakat.

b)

Untuk mengembangkan nilai 1945, dari TK s/d PT di laksanakan P4.

c)

Tap MPR-RI No.II/MPR/1988. Meningkatkan kualitas manusia Indonesia ,iman & taqwa,
budi pekerti luhur, berkepribadian, disiplin, bekerja keras, trampil, sehat jasmani rohani, cinta
tanah air, mempertebal semangat kebangsaan, kesetia kawanan sosial.
d)
Pendidikan

UU No.2/1989 tentang SISDIKNAS berlaku sejak 27 Maret 1989.
bertujuan

mencerdaskan

kehidupan

bangsa,mengembangkan

manusia

seutuhnya,iman dan taqwa, budi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , sehat
jasmani dan rohani, kepribadian mantap, mandiri, tanggung jawab, kemasyarakatan &
kebangsaan.
(2) Sistem Pendidikan dan Sistem Persekolahan
Sistem

pendidikan

nasional

berdasar

UU

No.

2/1989

System persekolahan
Menurut UU No.2/1989 sistem persekolahan terdiri dari tiga jenis yaitu:
a.

Jenjang pendidikan dasar, sekolah dasar dan SLTP

b.

Jenjang pendidiakan menengah, SMU dan SMK

c.

Jenjang pendidikan tinggi

c.

Perkembangan pendidikan 1995 – 1999

1.

Tujuan dan dasar pendidikan

a.

Seperti termuat dalam UU No. 2/1989, bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.

b.

Tujuan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya,
yaitu manusia yang beriman & bertakwa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, sehat jasmani rohani, kepribadian mantap, mandiri dan tanggung jawab.

2.

Penyelenggaraan Pendidikan

a.

Pembangunan pendidikan menekankan pada pengembangan SDM yang mampu menjawab
tantangan masa depan denga proritas :

1.

Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun

2.

Peningkatan mutu semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan

3.

Pelaksanaan link and match antara pendidikan dan industri

4.

Peningkatan kemampuan penguasaan iptek

b.

Perluasaan kesempatan belajar

Dalam rangka pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,proritas di letakkan pada
perluasan kesempatan belajar di SLTP,di harapkan 15 tahub ke depan semua lulus SD dapat di
tampung di SLTP. Demikian juga perluasan kesempatan di SLTP dan di PT.
c.

Prioritas peningkatan mutu pendidikan
Usaha yang dilakukan antara lain:

1)

Peningkatan jumlah dan mutu guru

2)

Peningkatan mutu pendidikan PBM

3)

Peningkatan kualitas lulusan

d.

Masa yang dihadapi

1)

Rendahnya pencarian nilai EBTANAS

2)

Berpariasinya angka DANEM propinis atau dengan lainya

3)

Rendahnya mutu guru

e.

Upaya mengatasi permasalahan

1)

Penyataran guru SD,guru SLTP,SMU, dosen PT

2)

Penataran guru

3)

Pengembangan sekolah unggul

4)

Pengembangan kurikulum dengan menekankan perbaikan metode mengajar dan kesejahteraan
guru
Maraknya gerakan reformasi menyebabkan tumbangnya kekuasaan Orde baru. Dengan
diberlakukan UU No 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, maka sistem pemerintahan berubah
dari sentral listrik menjadi desentralistrik. Dengan otonomi daerah maka sistem penyelengaraan
pendidkan berubah otonomi pendidikan. Pelaksanaan otonomi pendidikan banyak mengalami
perubahan-perubahan yang perlu dipahami dan dipelajari terus oleh para mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Jumali , M dkk. 2008. Landasan Pendidikan. Surakarta : Muhammadiyah University Press 2008
Tirtarahardja, Umar dan La Sula. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Redja Mudyaharjo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Joseph Mbulu, dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Malang: Laboratorium Teknologi Pendidikan