praktikum yoghurt dan kefir ragi tempe

I.

PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum
Yoghurt dan Kefir
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat membuat dan evaluasi yoghurt dan kefir yang baik.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses yang berlangsung selama fermentasi
menjadi yoghurt.
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses yang berlangsung selama fermentasi
menjadi kefir.
4. Mahasiswa dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi pembuatan
kefir dan yoghurt.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Susu merupakan cairan yang dihasilkan dari sekresi kelenjar susu hewan
mamalia betina yang digunakan sebagai sumber gizi bagi anaknya (Potter, 1976).

Susu terdiri dari zat-zat penting bagi manusia yang dibutuhkan oleh manusia
seperti karbohitrar (laktosa), protein, lemak, vitamin dan mineral (Safitri dan
Swarastuti, 2013). Komponen utama dari susu adalah air, lemak protein dan
laktosa. Sekitar 80-85% protein susu terdiri dari kasein. Air susu segar memiliki
pH 6,5-6,7 (Adams dan Moss, 1995).
Selain memiliki nilai gizi yang hampir sempurna, susu sangat peka
terhadap kerusakan susu sehingga daya simpannya rendah. Salah satu teknologi
yang di kembangkan dalam pengolahan susu adalah susu fermentasi. Susu
gfermentasi sendiri memiliki kelebihan dan manfaat bagi kesehatan manusia
(Safitri dan Swarastuti, 2013).
Kefir adalah produk susu fermentasi yang memiliki rasa spesifik yang
merupakan hasil fermentasi bakteri asam laktat dan khamir (ragi) yang dapat
hidup bersama dan saling menguntungkan. Kefir memiliki manfaat bagi tubuh,
yaitu bermanfaat bagi pencernaan karena mampu menghambat pertumbuhan dari
bakteri patogen. Suhu yang diperlukan dalam fermentasi susu adalah 23-30°C,
sehingga di Indonesia sendiri fermentasi kefir dapat dengan menggunakan suhu
ruang. Susu fermentasi (kefir) memiliki rasa yang didominasi oleh rasa asam
laktat yang dihasilaj pada proses fermentasi. Pada saat fermentasi, terjadi
perubahan pada karbohitrat, protein, lemak dan bahan organik lain melalui enzim
yang dikeluarkan oleh mikroorganisme (Zakaria, 2009). Kefir memiliki rasa asam

alkohol, konsistensi seperti krim dan sedikit berbuih (Bottazzi, 1983).
Biji (granula) kefir merupakan starter yang digunakan pada fermentasi
kefir (Pratiwi dkk., 2008). Starter kefir terdiri dari BAL yang berperan dalam
pembentukan cita rasa dan struktur kefir (Hidayat dkk., 2006). Khamir yang
digunakan pada proses fermentasi memiliki sifat fermentatif yang mampu
melakukan fermentasi karbohitrat menjadi alkohol dan CO2 (nions dan Eggins,

1981). Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) dapat
menghambat pertumbuahn BAL lebih lanjut sehingga akan dimanfaatkan oleh
khamir, dan H2O2 yang dihasilkan oleh BAL akan disingkirkan oleh khamir dan
khamir akan menstimulis pertumbuhan BAL (Surono, 2004).
Granula kefir memiliki bentuk seperti kembang kol berwarna putih atau
kekuning-kuningan (Kosikowski, 1982), tiap granulanya memiliki diameter antara 2-15
mm (Harper dan Hall, 1981) dengan berat beberapa gram (Bottazzi, 1983). Setelah proses
fermentasi selesai, granula kefir ini didapatkan kembali dengan penyaringan. Dari
metabolisme pentosa yang terjadi selama fermentasi, bakteri dari kelompok
homofermentatif akan menghasilkan asam laktat hampir 90% serta sedikit asam asetat
(Schlegel dan Schmidt, 1994). Sedangkan dari metabolisme heksosa yang terjadi selama
proses fermentasi, bakteri heterofermentatif akan memproduksi asam laktat, CO2 dan
etanol, dan menghasilkan komponen flavor susu fermentasi diasetil dan asetaldehid (Jay,

1978).

Menurut Tammime dan Robinson (1991), kualitas dari susu fermentasi
ditentukan oleh total solid yang terdapat pada susu, bahan baku, starter, tingginya
kadar protein dan rendahnya angka syinerisis. Adanya penambahan starter dan
persentase yang berbeda akan menghasilakan kualitas yang berbeda serta dapat
merubah nilai nutrisi dan sifat fisik.
Kefir mengandung 0,65-1,33 g/l CO2, 3,16-3,18% protein, 3,07-3,17%
lemak, 1,8- 3,8% laktosa 0,5 - 1,5% etanol dan 0,7-1,0% asam laktat, serta kefir
memiliki keasaman 0,85% - 1% (Ide, 2008). Selain itu kefir mengandung CO 2,
diasetil, asetaldehid, hidrogen peroksida, dan bakteriosin suatu protein yang
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri sejenis (Surono, 2004). Kefir
memiliki pH sebesar 4,6 serta kadar asam laktat sekitar 0,8-1,1% (Usmiati, 2007),
sedangkan menurut Oberman (1985), pH kefir memiliki pH yang berkisar antara 3,8-4,6.
Nilai kadar asam laktat tertitrasi selalu berbanding terbalik dengan nilai pH, bila pH
semakin tinggi maka kandungan asam dalam kefir semakin rendah (Rohim, 2001).

Yoghurt merupakan produk susu fermentasi yang didapatkan dari susu
segar dengan biakan campuran dari bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Stretococcus thermophilus (Heson dan Trout, 1964). Bakteri tersebut dapat

menguraikan laktosa menjadi asam laktat yang akan menyebabkan yoghurt

memiliki rasa asam. Yoghurt memiliki aroma spesifik yang terdiri dari
komponen-komponen karbonil dengan diacetil dan acetaldehid yang dominan
(Belitz dan Grosch, 1987).
Kualitas yoghurt ditentukan oleh kandungan senyawa gizi, sifat fisik serta
kenampakannya, sifat mikrobiologis. Keberadaan bakteri yang diinginkan
maupun tidak diinginkan akan mempengaruhi kualitas dari yoghurt (Helferich dan
Westhoff, 1980). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya
yoghurt, yaitu padatan, komposisi bahan, tipe kultur, keasaman dan perlakuan
panas pada bahan (Hirano dkk., 1998).
Starter merupakan sumber biakan yang telah dikondisikan sehingga sama
dengan medium produksi. (Shah, 1997). Starter pada yoghurt ini berfungsi intuk
mempercepat fase adaptasi bakeri dalam media yang digunakan, menyeragamkan
umur bakteri, mencegah kematian bakteri karena shock lingkungan serta
mencegah kematian bakteri akibat keracunan terhadap medium produksi (Ferdiaz,
1992). Menurut Ferdiaz (1992), syarat starter yang baik anatara lain :
1. Jumlahnya cukup antara 106 -107 sel/ g atau ml
2. Tidak terkontaminasi
3. Mampu menghasilkan dan memproduksi asam laktat

4. Tidak bersifat patogen
Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat yang umumnya
digunakan sebagai starter yoghurt, bakteri ini termasuk dalam golongan Gram
positif, berbentuk batang, berukuran 0,5 – 0,8 x 2,9 µm, bakteri fakultatif anaerob
dan tidak berspora (Holt dkk., 1944). Asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri ini
mampu meningkatkan titik isoelektrik protein. Pada titik ini akan terjadi
perubahan dari kelarutan (solibility) protein menjadi tidak larut (insolubility)
melalui tahap proteolitik pada air susu sapi. Bakteri ini juga menghasilkan enzim
yang mengubah glukosa atau laktosa yang mampu membentuk asam laktat selain
itu aktivitas dari enzim proteolitiknya lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bakteri asam laktat lainnya. Oleh karena itu produk yang dihasilkan dari
fermentasi oleh bakteri ini memiliki cita rasa dan nilai gizi yang tinggi

(Soeharsono, 2010). Pada yoghurt, bakteri ini berperan dalam pembentukan aroma
(Jay, 1992).
Streptococcus thermophillus merupakan bakteri asam laktat dan starter
pada pembuatan yoghurt, berbantuk bulat (kokus) dan membentuk rantai. Bakteri
ini tergolong homofermentatif yaitu bakteri yang pada proses fermentasinya
menghasilkan lebih dari 85% asam laktat, memiliki suhu optimum pertumbuhan
37 - 42°C, pH optimum 6,5 dan tidak tumbuh pada 10°C serta tidak tahan pada

konsentrasi garam. Pada bakteri ini, pembentukan asam laktat yang berasal dari
laktosa digunakan sebagai sumber energi serta karbon selama pertumbuhan
bakteri dalam proses fermentasi yang menyebabkan turunnya pH. Adanya
penurunan pH ini akan menyebabkan kasein tidak stabil dan terkoagulasi
(Helferich dan Westhoff, 1980). Pada yoghurt, bakteri ini berperan dalam
pembentukan cita rasa khas yoghurt (Jay, 1992).
Menurut Surajudin dkk. (2006), berdasarkan kandungan lemaknya,
yoghurt dibedakan menjadi :
1. Kadar lemak tinggi (4,5 – 10%)
2. Kadar lemak sedang (3 – 4%)
3. Kadar lemak sangat rendah (