Kitab Ar risalah dan Kelahiran Ushul Fiq
Makalah Sejarah Ushul Fiqh
KITAB AR-RISALAH DAN KELAHIRAN USHUL FIQH
Disusun oleh:
Maksalmina
25131840-2
Dosen Pembimbing:
Dr. Ridwan Nurdin, MCL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2014
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan
yang Maha Esa yang telah memberi nikmat pada penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak
pembimbing dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai. Penulis
mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaikan. Tidak
semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Penulis melakukannya semaksimal mungkin sebatas kemampuan yang penulis
miliki. Penulis memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, dan bersedia menerima
kritik juga saran yang membangun dari pembaca yang budiman, sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalah penulis di masa mendatang. Semoga
makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih
baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat
yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi
dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.
Banda Aceh, 14 Juni 2014
Penulis
Maksalmina
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB SATU : PENDAHULUAN........................................................................ 4
A.
B.
C.
BAB DUA
A.
B.
C.
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
4
6
7
: PEMBAHASAN...........................................................................
Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah
Isi Utama Kitab Ar-Risalah
Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul
Fiqh Saat Ini....................................................................................
3
3
12
17
BAB TIGA : PENUTUP..................................................................................... 19
A. Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
3
20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Alquran dan sunnah, ushul fiqh tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah saw dan
sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh, seperti ijtihad, qiyas,
nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah saw dan sahabat. Pada masa
Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk
kepada Rasulullah saw melalui penjelasan beliau mengenai alquran, atau melalui
sunnah beliau.
Pada masa tabi’in cara mengistibath hukum semakin berkembang. Diantara
mereka ada yang menempuh metode masalah atau metode qiyas di samping
berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai
tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konsekuensi logis dari
perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu.
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau
pada masa Al-a’immat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath
yang digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh
metode qiyas dan istihsan. Sementara imam Malik berpegang pada amalan mereka
lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad.
Adapun setelahnya yaitu imam Syafi’i. Imam Syafi’i adalah imam yang ketiga
menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadis dan
pembantu dalam agama(mujtahid) dalam abad kedua hijriah.1 Masa hidup imam
Syafi’i ialah semasa pemerintah abbasyiah, masa ini adalah suatu asal permulaan
1
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali, Cet. V, (Jakarta: Amzah, 2008), h. 139.
4
dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana telah diketahui, pada masa ini
juga penerjemah kitab mulai banyak. Ilmu filsafat juga dipindahkan, ilmu yang
disusun dan berbagai paham telah timbul dalam masyarakat Islam. Kerajaan Islam
mulai luas dan berdiri kota yang besar dan megah. Dibangun gedung-gedung besar
sebagai gudang ilmu pengetahuan seperti di kota Baghdad, Kuffah, Busrah, Damsyik,
Fusrat, Qartubah, Qairawan, dan lainnya.2
Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad Idrisibn Abbas
ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid bin Yazid ibn Hasyim ibn Abdi Al-Muthalib ibn Abd
Al-Manaf ibn Qushay al-Quraisyiy. Ia dilahirkan di Ghazza sebelah selatan dari
Palestina pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M). Menurut satu riwayat, pada tahun
itu juga wafat Abu Hanifah. Imam Syafi’i meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819
M).3 Kampung halamannya bukan Ghazza Palestina, melainkan di Mekkah (Hijaz).
Dahulunya ibu-bapak beliau datang ke Ghazza untuk suatu keperluan, dan tidak lama
kemudian beliau lahir.4
Imam Syafi’i lahir pada malam meninggalnya Abu Hanifah. 5 Ia mempunyai
dua prinsip yang dikenal dengan qaul qadim dan qaul jadid. Ia belajar kepada ulamaulama besar yang ada pada zamannya. Ada dua karangan imam Syafi’i yang cukup
terkenal yaitu kitab Al-Umm dan Ar-Risalah.6
Pada tahun 195 H imam Syafi’i kembali ke Baghdad setelah ia menguasai
semua ilmu bidang fiqh. Oleh sebab itu, banyak ulama dan orang-orang pandai juga
ahli fiqh datang menemuinya, dimasa itulah beliau mulai menyusun kitab Ar-Risalah
2
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141.
3
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, (Jakarta: Logos,
1997), h. 120.
4
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, (Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2006), h.19.
5
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141-142.
6
Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, (Semarang: Toha Putra, t.th), h. 20.
5
yang dimuatkan di dalamnya beberapa prinsip tentang ilmu ushul fiqh, 7karena kitab
inilah imam Syafi’i dianggap sebagai bapak ushul fiqh. Fakh al-din al-Razi
berpendapat bahwa nisbah Syafi’i terhadap ushul fiqh seperti nisbah aristoteles
terhadap ilmu mantiq, dan nisbah al-Khalil bin Ahmad terhadap ilmu urudh.8
Adapun sebab beliau menyusun kitab ini dikarenakan menerima tuntutan dari
penguasa pada masa itu, yaitu Abdurrahman bin Al-Mahdi. Khalifah ini sangat takjub
dengan kitab Ar-Risalah, ia berkata “Aku tidak menyangka bahwa Allah telah
menjadikan orang lain sepertinya (sangat alim)”.
Imam Syafi’i mengulangi penyusunan kitab Ar-Risalah ketika beliau
mengembara ke Negeri Mesir, pada tahun 199 H, adapaun yang mengatakan pada
tahun 200 H. Imam An-Nawawi membenarkan kedua pendapat tersebut serta beliau
menyatukan antara keduanya dengan kata, bahwa beliau mengembara pada akhir
tahun 199 H yang berarti permulaan tahun 200 H.9
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas bebeapa hal yang
menyangkut dengan kitab Ar-Risalah, yaitu:
1.
Bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah?
2.
Bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?
3.
Bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat
ini?
7
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Aqidah,
Politik, dan Fiqh, (Jakarta: Lentera, 2005), h. 256.
8
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 44.
9
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i....., h. 53.
6
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan ini yaitu:
1.
Untuk menjelaskan bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab ArRisalah?
2.
Untuk menjelaskan bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?
3.
Untuk menjelaskan
bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan
kitab ushul fiqh saat ini?
7
BAB DUA
PEMBAHASAN
Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah
A.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah-kaidah yang
menjelaskan mengenai cara-cara mengistinbathkan hukum dari dalil-dalinya. Melalui
ushul fiqhlah para mujtahid mampu mengistinbathkan hukum dari sumber aslinya,
yaitu alquran dan sunnah secara benar. Secara praktis ilmu ushul fiqh lahir bersamaan
dengan ilmu fiqh, meskipun penyusunan ilmu fiqh lebih duluan lahir daripada ushul
fiqh. Fiqh lahir sejak masa sahabat setelah Rasulullah saw wafat, sejak saat itu ushul
fiqh sudah mulai digunakan sahabat dalam mengistinbathkan hukum dan melahirkan
hukum. Pada masa itu ilmu ini belum dinamakan ilmu ushul fiqh.10 Pada masa awal
ushul
fiqh
belum
ditadwinkan,
hanya
dijadikan
sebagai
metode
untuk
mengistinbatkan hukum yang ada dalam alquran dan sunnah secara pemahaman saja.
Salah satu sahabat yang mulai menggunakan ushul fiqh yaitu Umar mengenai
harta ghanimah.11 Pada masa tabi’in ushul fiqh semakin berkembang dan sudah mulai
digunakan dalam banyak kesempatan, sehingga akhirnya pada masa imam Syafi’i
mulai dibukukan atas permintaan seorang raja yang berkuasa pada masa. Di samping
itu ada beberapa sebab lain dibukukan ushul fiqh, antara lain adalah:
1. Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz.
2. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat
interaksi dengan bangsa lain terutama Persia.
3. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan
memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad semakin
mendesak.12
10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2004), h. 4.
11
Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 12.
12
Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 13
8
Kitab ini ditulis dua kali oleh imam Syafi’i, yang pertama ditulis sebelum
beliau dating ke Mesir dan terkenal dengan sebutan ar-Risalah al-Qadimah (kitab
risalah lama). Yang kedua, ditulis di Mesir dan dinamakan dengan ar-Risalah alJadidah (kitab risalah baru). 13
Istilah qaul qadim dan qaul jadid ini muncul setelah era kehidupan intelektual
imam Syafi’i di Mesir, bagian akhir dalam perjalanan hidupnya, tepatnya setelah
peluncuran salah satu karya monumentalnya yang berjudul Al-Umm.
Perkembangan fiqh Imam Syafi’i sesungguhnya dapat dipetakan dalam empat
fase penting. Pertama, fase persiapan dan pembentukan. Kedua, fase peluncuran dan
pengenalan Madzhab qaul qadim. Ketiga, fase penyempurnaan dan pengukuhan
Madzhab qaul jadid. Keempat, fase verifikasi dan otentifikasi. Kesemuanya ini
berlangsung selama 25 tahun, tepatnya sejak wafatnya imam Malik, salah seorang
guru imam Syafi’i, hingga akhir hayat sang imam ini. Khusus fase ke-4, berlangsung
sesudah masa hidupnya, yakni masa kibar at-talamidz (para murid utama).
Sebagai kata, qaul artinya ucapan, perkataan, atau pendapat. Qadim artinya
yang lama, atau yang lalu. Sedangkan jadid lawan kata qadim, artinya yang baru, atau
yang terkini. Sebagai istilah, qaul qadim adalah buah-buah pemikiran Imam Syafi’i
yang disampaikannya dan dibukukannya sejak kunjungannya ke Baghdad yang kedua
pada tahun 195 H/811 M, sampai kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M.
Pembukuan pemikirannya di era Baghdad ini terlihat pada sejumlah karyanya,
seperti kitab Al-Hujjah dan Ar-Risalah. Kitab Ar-Risalah disusun di Baghdad atas
permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Makkah, yang mengusulkan kepada imam
Syafi’i untuk menulis sebuah kitab yang menerangkan al-quran, ijma’, nasikh
(penghapusan/pembatalan hukum syara’), mansukh (nash/hukum yang dibatalkan),
dan hadits. Itulah sebabnya ia dinamakan Ar-Risalah, yang artinya sepucuk surat.
Lantaran, sesudah selesainya didiktekan kepada murid-muridnya, kitab ini dikirim
seperti mengirim surat kepada Abdurrahman bin Mahdi di Makkah.
13
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi Imam Syafi’i, (Jakarta: Hikmah,
2008), h. 632.
9
Kedatangannya ke Baghdad yang kali kedua ini bukan sebagai pelajar atau
perantau, melainkan sebagai imam mujtahid yang membawa madzhab fiqh baru yang
belum pernah diajarkan ulama sebelumnya.
Karakteristik qaul qadim adalah pemaparan pandangan atau fatwa Imam
Syafi’i yang mengikuti alur corak pemikiran yang berkembang di Baghdad, yang
terkenal rasional. Di Baghdad, ia menuai ujian ilmiah yang memberi dampak sangat
besar sebagai proses asimilasi dan adaptasi keilmuan, yang menghasilkan fatwa-fatwa
yang disebut qaul qadim ini. Perdebatan ilmiahnya berlangsung dengan Muhammad
bin Al-Hasan Asy-Syaibani, murid utama Imam Nu’man bin Tsabit Al-Hanafi. Hal
ini mempertajam pemikiran-pemikirannya, yang kemudian disambut dengan antusias
oleh ulama-ulama Baghdad. Akibatnya, banyak ulama yang meninggalkan madzhab
lamanya, dan beralih mengikuti madzhab Syafi’i, seperti Imam Abu Tsaur, Imam
Ahmad bin Hanbal, Az-Za’farani, Al-Karabisi.14
Ibrahim Al-Harbi, salah seorang pengikut Syafi’i di Baghdad, berkata,
“Tatkala Syafi’i datang ke Baghdad, di Masjid Jami’ Al-Gharbi terdapat 20 forum
pengajian (halaqah) fiqh rasional. Tetapi ketika hari Jum’at Asy-Syafi’i menyampaikan pengajian fiqhnya, forum-forum tersebut menghilang dan hanya tersisa tiga
atau empat forum.”
Sedangkan qaul jadid, pendapat baru yang termaktub dalam karya-karya baru
Imam Syafi’i, terkemukakan selama sisa hidup Syafi’i, yaitu sejak kedatangannya ke
Mesir tahun 199 H/815 M sampai dengan akhir hayatnya pada tahun 204 H/819M.
Pandangan-pandangannya termaktub dalam karyanya yang berjudul Al-Umm.15
Fase bagi kelahiran pandangan-pandangan baru imam Syafi’i ini terhitung
cukup singkat, yakni empat sampai lima tahun saja. Namun fase ini termasuk fase
yang teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan fiqhnya. Bahkan
fase ini dianggap sebagai masa keberhasilan, kematangan, kegemilangan, dan
produktivitas yang tinggi, ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu, produk
14
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.
15
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.
10
hukum, dan penggalian hukum menurut Syafi’i. Juga diwarnai dengan banyaknya
karya dan buku-buku imam Syafi’i yang membuat nama besarnya menjadi lebih
harum lagi.
Di antara karya-karyanya yang memuat pandangan-pandangan barunya ini
ialah kitab Ar-Risalah al-Jadidah, Al-Amali, Al-Qiyas, Ibthal al-Istihsan, Al-Musnad.
Al-Qadhi Al-Marwazi, salah seorang murid Imam Syafi’i, berkata, “Imam Syafi’i,
guru kami, telah mengarang 113 kitab dalam ilmu ushul, tafsir, fiqh, hadis, dan
sebagainya.” Fase ini merupakan penyempurnaan bagi pandangan yang telah ada
sebelumnya. madzhab fiqh imam Syafi’i ini disebut sebagai madzhab fiqh yang pragmatis dan dinamis.
Perbandingan Dua Qaul
Penyebutan qaul qadim dan qaul jadid adalah berdasarkan periode saja,
karena sebenarnya Madzhab Syafi’i itu hanya satu, bukan dua. Madzhab ini berkembang secara alamiah sesuai dengan hukum kausalitas (sebab-akibat). Perlu
ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqh Syafi’i memiliki jumlah yang
sangat banyak, karena berkaitan dengan masalah furu’iyah (cabang agama), yang
umumnya disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri bersifat kondisional, tidak konstan.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah masalah yang dimenangkan qaul qadim terhadap qaul jadid. Intinya, pendapat qaul qadim lebih unggul
jumlahnya daripada qaul jadid, sehingga pendapat qaul qadim lebih layak untuk
difatwakan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Sejumlah pemuka Madzhab Syafi’i
mengecualikan 20 masalah, dan mereka berfatwa dengan qaul qadim. Mengenai
jumlah tepatnya, masih diperdebatkan.”16
Pendapat Imam Syafi’i dalam versi qaul jadid bukan berarti menganulir (menasakh) pendapat qaul qadim. Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide
dan perkembangan pemikiran yang sesuai dengan hukum sababiyah (kausalitas)
16
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi…., h. 635.
11
dalam pembentukan suatu madzhab. Karena pada saat Imam Syafi’i datang dan
tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalil-dalil fiqh yang sebelumnya tidak
terpikirkan olehnya dan baru ditemuinya di Mesir. Hal inilah yang mendorongnya
melakukan revisi dan perbaikan terhadap pendapat-pendapat lamanya.
Alhasil, apa yang dituangkan Imam Syafi’i dalam pendapat dan pemikirannya
itu sesuai dengan semangat yang dipegangnya, “Al-Muhafazhah ‘alal qadimish
shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, menjaga otentisitas pandangan lama yang baik
seraya mengambil pandangan baru yang lebih baik.17
B.
Isi Utama Kitab Ar-Risalah
Imam Syafi’i merupakan individu yang pertama memiliki gagasan dan idea
cemerlang berkenaan kaidah penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan
begitu sistematik ke dalam sebuah karyanya yang diberi judul “Al-Risalah”. Sebuah
kitab bidang ushul fiqh, dianggap sebagai kitab yang pertama disusun dalam
bidangnya. Usaha pembukuan ini bertepatan dengan pesatnya perkembangan ilmuilmu pengetahuan dalam dunia Islam, berlangsung di masa khalifah Harun Ar-Rasyid
(145-193 H), dan puncaknya adalah pada masa khalifah Al-Ma’mun (170-218H).18
Dengan lahirnya kitab ini, fase awal perkembangan ilmu ushul fiqh pun
bermula. Kitab ini menjadi suatu rujukan utama ushul fiqh pada masa-masa
seterusnya. Kitab Ar-Risalah juga merangkum gambaran metodologi imam Syafi’i
dalam mencari, menyusun dan mengubah hukum-hukum Islam secara sistematik.
Kitab ini sangat cocok dan baik digunakan sebagai rujukan utama bagi pelajar,
mahasiswa, peneliti, juga digunakan oleh ulama-ulama yang ada pada masa itu.
Imam Abu Sa’id, Abdul Rahman bin Mahdi (135-198H) berkata tentang kitab
Ar-Risalah “Ketika aku melihat kitab Ar-Risalah karya Syafi’i, aku tercengang
17
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 635.
18
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar....., h. 122.
12
karena aku sedang melihat susunan bahasa seorang yang bijak, fasih lagi penuh
dengan nasihat sehingga aku memperbanyakkan doa untuknya”.19
Imam Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya bin Ismail al-Mishri al-Muzani (246 H),
yaitu murid imam Syafi’i berkata: “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah karya
Syafi’i sebanyak 50 kali, setiap kali membacanya saya selalu mendapat faedah yang
berbeda-beda”.
Menurut imam Ahmad bin Hanbal “Kalau bukan karena Syafi’i saya tidak
akan mengetahui fiqh hadis”. Demikianlah para sahabat sekaligus murid imam Syafi’i
menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab pertama yang ditulis
imam Syafi’i. Imam Badruddin Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Bahr al-Muhith fi alUshul menyatakan:20
“Syafi’i adalah ulama pertama yang menyusun buku tentang ushul fiqh. Bagi
ushul fiqh ini, beliau menulis kitab Ar-Risalah, Ahkam alquran, Ikhtilaf al-Hadis,
Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm dan al-Qiyas. Melalui berbagai pembahagian bab-bab
pembahasan dalam kitab ini, beliau telah menjelaskan seluk-beluk penghujahan
dengan hadis ahad, membentangkan syarat-syarat kesahihan hadis, keadilan para
perawi hadis, penolakan khabar mursal dan munqathi, serta perkara-perkara lain yang
boleh diketahui dengan menyimak isi kandungannya.21
Kitab Ar-Risalah ini merupakan kitab perdana di bidang ushul fiqh, bahkan
dapat dikatakan kitab perdana dibidang ushul hadis. Imam Fakhrurrazi menyebutkan
“sebelum imam Syafi’i para ulama telah membicarakan masalah-masalah ushul fiqh,
mengajukan dalil dan kritik, tetapi mereka tidak memiliki aturan universal yang
menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat, serta kaedah perbandingan dan
tarjihnya. Syafi’i kemudian menemui ushul fiqh dan meletakkan sebuah aturan
19
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), h. 4.
20
http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yangterus-dikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html
21
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 13.
13
universal yang menjadi rujukan bagi umat untuk mengentahui berbagai tingkatan
dalil syariat. Dengan demikian, kedudukan Syafi’i terhadap ilmu syari’at sama seperti
kedudukan Aristoteles terhadap ilmu akal.”22
Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. Ahmad Muhammad bin Syakir,
penyunting kitab Ar-Risalah dalam pengantarnya mengungkapkan bahwa Imam
Syafi’i tidak menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-Kitab.
Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-nyebut kata Al-Kitab, apakah itu kata
kitabi, atau kitabuna. Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu
menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Al-Kitab.23
Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan Ar-Risalah
karena surat menyurat dengan Abdurrahman bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis ArRisalah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman meminta
Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang Alqur’an,
hal ihwal yang ada dalam alquran dan disertai juga dengan hadis Nabi.
Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan dikirim ke
Mekah. Itulah sebabnya kitab itu dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di
Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika
pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan
namanya sebagai intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu Ushul
Fiqh.24
Dalam muqaddimah kitab ini, imam Syafi’i menulis muqaddimah yang sangat
bernilai, yang menunjukkan manhaj dan aqidah beliau. Imam Syafi’i berkata:
“Segenap puji hanya milik Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi,
serta telah menciptakan kegelapan dan cahaya. Kemudian orang-orang yang kafir
kepada Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan (berpaling). Segala puji hanya
bagi Allah, yang untuk mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud,
22
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum....., h. 45.
23
Imam Syafi’i, Al-Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 253.
24
Imam Syafi’i, Al-Umm….., h. 254.
14
kecuali kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya. Menunaikan nikmatnikmat-Nya yang telah lalu akan memunculkan nikmat baru yang juga menunutut
rasa syukur kepada-Nya.25
Orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan mencapai hakikat keagunganNya. Hakikat keagungan-Nya itu sesuai dengan yang disifati-Nya sendiri dan
melebihi apa yang disifati oleh hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian yang
sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya. Aku memohon pertolongan
kepada Allah swt dengan permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya
dan kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon kepada Allah swt hidaya/
petunjuk yang barang siapa mendapatkannya, ia tidak akan sesat.
Aku memohon maghfirah dan ampunan-Nyaatas apa yang telah dan akan
perbuat dengan permohonan ampun orang yang mengakui penghambaan kepada-Nya.
Orang yang mengetahui bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap dosa dan
tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya, kecuali Dia. Aku bersaksi
bahwa tidak ada Illah, kecuali Allah. Tunggal tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”.
Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius menurut Syafi’i
diketahui. Ia menggunakan empat dasar dalam mengistinbathkan suatu hukum yaitu:
alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Syafi’i berkata: “Tidak boleh bagi seseorang
mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah
memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah alquran, sunnah,
ijma’ dan qiyas”.
Imam Syafi’i dalam karya yang didiktekan langsung kepada muridnya, AlRabi’ bin Sulaiman, telah menyamakan ijtihad dengan qiyas. Ia menyimpulkan
bahwa ijtihad adalah qiyas. Pada saat yang lain, beliau menolak dengan tegas metode
istihsan. Sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran
25
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 20.
15
bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i: “Istihsan
adalah pengambilan hukum yang selalu menuruti kesenangan semata”.26
Imam Syafi’i memang telah meninggalkan jejak pemikirang yang sangat luar
biasa. Buktinya syarat-syarat ijtihad yang dirumuskannya dalam Ar-Risalah sampai
saat ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtihad harus
memenuhi syarat-syarat ini. Diantaranya: wajib mengetahui bahasa Arab, materi
hukum alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan mengetahui teori nasakh.
Kemudian seorang ahli fiqh, menurut imam Syafi’i, harus menggunakan hadis dalam
menafsirkan ayat-ayat alquran yang jelas dan tegas. Ketika ia tidak menemukan
dalam hadis, maka ia harus mengetahui ijma yang menungkin menginformasikan
masalah-masalah yang ada. Terakhir, jelas imam Syafi’i, seorang ahli fiqh harus
dewasa, sehat, dan mampu sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya
untuk menyelesaikan masalah.27
Kriteria ini, kemudian hari menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir
setelah imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini terlalu ketat, sehingga ramai
ulama yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini dikarenakan kemunduran ilmu
fiqh sekitar abad ke-4 H hingga akhir abad ke-13 H. Ketika itu terkenal dengan
periode “taqlid” atau periode tertutupnya pintu ijtihad. Pengaruh tersebut begitu
dahsyat sampai sekarang ini.28
Melalui kitab ini, imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak
berpihak kepada salah satu kecenderungan besar sebuah pemikiran, apakah itu ahli
hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli ra’yu (para
pemikir muslim yang mengutamakan akal). Tidak aneh apabila para intelektual
modern sepakat bahwa imam Syafi’i sangat berjasa sebagai penggagas lmu ushul
fiqh, Ar-Risalah Syafi’i tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas
26
Imam Syafi’i, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 406-507.
27
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 30.
28
Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: N.V Bulan Bintang,
1965), h. 216.
16
materi tersebut. Sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para teoritis yang datang
kemudian guna mengikutinya. Pada akhirnya imam Syafi’i menutup karyanya ini
dengan bab ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa imam Syafi’i mencintai perbedaan
dan menghargai pendapat orang lain.29
C.
Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul Fiqh Saat Ini
Kitab-kitab ushul fiqh ialah kitab-kitab yang membahas berbagai teori yang
digunakan ulama ushul fiqh dalam mengistinbathkan (mengambil kesimpulan)
hukum dari nash (alquran atau sunnah), baik melalui pendekatan kebahasan maupun
melalui tujuan syar’i (Allah swt dan Rasul-Nya) dalam menetapkan hukum yang
dikandung nash.30
Berbagai kaidah dalam mengistinbathkan hukum Islam yang menjadi objek
ushul fiqh telah muncul sejak zaman Rasulullah saw telah wafat dan persoalan hukum
semakin sempurna, sejalan dengan meluasnya wilayah Islam. Penggunaan ijtihad
mulai berkembang ketika para sahabat tidak menemukan nash khusus yang
menjelaskan hukum suatu kasus yang sedang mereka hadapi. Para sahabat dan tabi’in
berupaya melakukan ijtihad melalui pendekatan kebahasaan dan melalui penelitian
terhadap tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.
Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mulai dibukukan pad abad ke-2 H. Kitab
ushul fiqh pertama adalah Ar-Risalah yang disusun oleh imam Syafi’i. Setelah itu
bermunculan kitab-kitab ushul fiqh, baik berupa syarah (penjelasan) terhadap kitab
ushul fiqh imam Syafi’i tersebut, maupun dalam bentuk tersendiri. Permasalahan
yang dibahas dalam kitab ushul fiqh ar-Risalah meliputi:
1. Bayan
2. Kitabullah
3. Otoritas Nabi saw
4. Nasikh dan Mansukh
29
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 34.
30
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005), h.16.
17
5. Kewajiban-kewajiban (faraidh)
6. Alasan-alasan dalam hadis
7. Sifat larangan Allah dan Rasul-Nya
8. Hadis ahad
9. Ijmak
10. Qiyas
11. Ijtihad
12. Istihsan
13. Perbedaan pendapat.31
Adapun permasalahan yang dibahas dalam kitab ushul fiqh kontemporer
meliputi:
1. Pengertian, ruang lingkup, dan tujuan ushul fiqh
2. Lafal-lafal yang digunakan syar’i dalam alquran dan sunnah, seperti lafal
hakikat, majas, umum, khusus, mutlak, muqayyad (terbatas), mujmal (samar),
mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang pasti), mutasyabih, dan takwi.
3. Masalah ijtihad, taklid, dan talfiq
4. Metode yang digunakan dalam berijtihad, seperti qiyas, istihsan, istislah,
istishab, dan saddaz-zari’ah
5. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan
6. Ada juga kajian ushul fiqh yang menambahkan uraian tentang makna huruf
(ma’ani al-huruf) seperti ‘ala, fi, man, min, qabl,kaif, la, laisa, kam, hal, la
siyyama, dan iza dalam kaitannya dengan penetapan hukum.32
BAB TIGA
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imam Syafi’i merupakan salah satu imam mazhab fiqh yang besar dan dikenal
oleh penjuru dunia Timur dan Barat. Selain ahli dalam ilmu fiqh, beliau juga dikenal
31
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 1.
32
Amir Syarifuddin, Ushul...., h. 19-21.
18
dalam ilmu ushul fiqh, sebagaimana yang beliau tuangkan dalamkitab Ar-Risalah.
Merupakan kitab ushul fiqh pertama yang dibukukan di dunia Islam. Dalam makalah
ini penulis membahas mengenai Ar-Risalah, secara ringkas penulis membahas
mengenai beberapa hal yang berkaitan sebagai berikut:
1. Keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah sudah mulai dikenal bahkan
ulama-ulama pada masa itu sudah menggunakan ushul fiqh sebagai dasar dalam
menetapkan sebuah hukum. Meskipun belum ada sebuah pedoman berupa kitab,
namun jika ada permasalah mereka sudah merujuknya. Seperti pada masa
Rasulullah, jika ada permasalahan mereka langsung menanyakannya kepada
Rasulullah, begitu juga pada masa sahabat.
2. Adapun isi pokok kitab Ar-Risalah adalah khusus membahas masalah ushul fiqh.
Dalam kitab ini sang imam membahas secara jelas cara-cara beristinbath,
mengambil hukum-hukum dari alquran dan sunnah, juga cara-cara orang
beristidlal dari ijjma’ dan qiyas.
3. Mengenai perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat ini jelas
tampak berbeda, pertama karena perbedaan zaman juga perbedaan penulisnya.
Kitab Ar-Risalah merupakan kitab ushul fiqh yang mebahas mengenai masalah
ushul seperti bayan, kitabullah, otoritas nabi saw, nasikh dan mansukh,
kewajiban-kewajiban (faraidh), alasan-alasan dalam hadis, sifat larangan allah
dan rasul-nya, hadis ahad, ijmak, qiyas, ijtihad, istihsan juga perbedaan pendapat.
Dalam kitab ushul fiqh saat ini pada dasarnya juga membahas tentang ini, namun
ditambahkan beberapa pembahasan, seperti: lafal-lafal yang digunakan syar’i
dalam alquran dan sunnah, seperti lafal hakikat, majas, umum, khusus, mutlak,
muqayyad (terbatas), mujmal (samar), mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang
pasti), mutasyabih, dan takwi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali, Cet. V, Jakarta: Amzah, 2008.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2004.
19
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, Jakarta: Logos,
1997.
Imam Syafi’i, Ar-Risalah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, Semarang: Toha Putra, t.th.
Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: N.V Bulan
Bintang, 1965.
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah
Aqidah, Politik, dan Fiqh, Jakarta: Lentera, 2005.
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005.
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2006.
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.
Situs Web:
http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yang-terusdikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html
20
KITAB AR-RISALAH DAN KELAHIRAN USHUL FIQH
Disusun oleh:
Maksalmina
25131840-2
Dosen Pembimbing:
Dr. Ridwan Nurdin, MCL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2014
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan
yang Maha Esa yang telah memberi nikmat pada penulis sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak
pembimbing dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai. Penulis
mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaikan. Tidak
semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Penulis melakukannya semaksimal mungkin sebatas kemampuan yang penulis
miliki. Penulis memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, dan bersedia menerima
kritik juga saran yang membangun dari pembaca yang budiman, sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki makalah penulis di masa mendatang. Semoga
makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih
baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat
yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi
dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.
Banda Aceh, 14 Juni 2014
Penulis
Maksalmina
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB SATU : PENDAHULUAN........................................................................ 4
A.
B.
C.
BAB DUA
A.
B.
C.
Latar Belakang Masalah
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
4
6
7
: PEMBAHASAN...........................................................................
Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah
Isi Utama Kitab Ar-Risalah
Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul
Fiqh Saat Ini....................................................................................
3
3
12
17
BAB TIGA : PENUTUP..................................................................................... 19
A. Kesimpulan
19
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
3
20
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan
berkembang dengan tetap berpijak pada Alquran dan sunnah, ushul fiqh tidak timbul
dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah saw dan
sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh, seperti ijtihad, qiyas,
nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah saw dan sahabat. Pada masa
Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam
memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk
kepada Rasulullah saw melalui penjelasan beliau mengenai alquran, atau melalui
sunnah beliau.
Pada masa tabi’in cara mengistibath hukum semakin berkembang. Diantara
mereka ada yang menempuh metode masalah atau metode qiyas di samping
berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai
tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konsekuensi logis dari
perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu.
Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau
pada masa Al-a’immat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath
yang digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh
metode qiyas dan istihsan. Sementara imam Malik berpegang pada amalan mereka
lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad.
Adapun setelahnya yaitu imam Syafi’i. Imam Syafi’i adalah imam yang ketiga
menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadis dan
pembantu dalam agama(mujtahid) dalam abad kedua hijriah.1 Masa hidup imam
Syafi’i ialah semasa pemerintah abbasyiah, masa ini adalah suatu asal permulaan
1
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali, Cet. V, (Jakarta: Amzah, 2008), h. 139.
4
dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana telah diketahui, pada masa ini
juga penerjemah kitab mulai banyak. Ilmu filsafat juga dipindahkan, ilmu yang
disusun dan berbagai paham telah timbul dalam masyarakat Islam. Kerajaan Islam
mulai luas dan berdiri kota yang besar dan megah. Dibangun gedung-gedung besar
sebagai gudang ilmu pengetahuan seperti di kota Baghdad, Kuffah, Busrah, Damsyik,
Fusrat, Qartubah, Qairawan, dan lainnya.2
Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad Idrisibn Abbas
ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid bin Yazid ibn Hasyim ibn Abdi Al-Muthalib ibn Abd
Al-Manaf ibn Qushay al-Quraisyiy. Ia dilahirkan di Ghazza sebelah selatan dari
Palestina pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M). Menurut satu riwayat, pada tahun
itu juga wafat Abu Hanifah. Imam Syafi’i meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819
M).3 Kampung halamannya bukan Ghazza Palestina, melainkan di Mekkah (Hijaz).
Dahulunya ibu-bapak beliau datang ke Ghazza untuk suatu keperluan, dan tidak lama
kemudian beliau lahir.4
Imam Syafi’i lahir pada malam meninggalnya Abu Hanifah. 5 Ia mempunyai
dua prinsip yang dikenal dengan qaul qadim dan qaul jadid. Ia belajar kepada ulamaulama besar yang ada pada zamannya. Ada dua karangan imam Syafi’i yang cukup
terkenal yaitu kitab Al-Umm dan Ar-Risalah.6
Pada tahun 195 H imam Syafi’i kembali ke Baghdad setelah ia menguasai
semua ilmu bidang fiqh. Oleh sebab itu, banyak ulama dan orang-orang pandai juga
ahli fiqh datang menemuinya, dimasa itulah beliau mulai menyusun kitab Ar-Risalah
2
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141.
3
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, (Jakarta: Logos,
1997), h. 120.
4
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, (Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2006), h.19.
5
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141-142.
6
Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, (Semarang: Toha Putra, t.th), h. 20.
5
yang dimuatkan di dalamnya beberapa prinsip tentang ilmu ushul fiqh, 7karena kitab
inilah imam Syafi’i dianggap sebagai bapak ushul fiqh. Fakh al-din al-Razi
berpendapat bahwa nisbah Syafi’i terhadap ushul fiqh seperti nisbah aristoteles
terhadap ilmu mantiq, dan nisbah al-Khalil bin Ahmad terhadap ilmu urudh.8
Adapun sebab beliau menyusun kitab ini dikarenakan menerima tuntutan dari
penguasa pada masa itu, yaitu Abdurrahman bin Al-Mahdi. Khalifah ini sangat takjub
dengan kitab Ar-Risalah, ia berkata “Aku tidak menyangka bahwa Allah telah
menjadikan orang lain sepertinya (sangat alim)”.
Imam Syafi’i mengulangi penyusunan kitab Ar-Risalah ketika beliau
mengembara ke Negeri Mesir, pada tahun 199 H, adapaun yang mengatakan pada
tahun 200 H. Imam An-Nawawi membenarkan kedua pendapat tersebut serta beliau
menyatukan antara keduanya dengan kata, bahwa beliau mengembara pada akhir
tahun 199 H yang berarti permulaan tahun 200 H.9
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas bebeapa hal yang
menyangkut dengan kitab Ar-Risalah, yaitu:
1.
Bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah?
2.
Bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?
3.
Bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat
ini?
7
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Aqidah,
Politik, dan Fiqh, (Jakarta: Lentera, 2005), h. 256.
8
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 44.
9
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i....., h. 53.
6
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembahasan ini yaitu:
1.
Untuk menjelaskan bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab ArRisalah?
2.
Untuk menjelaskan bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?
3.
Untuk menjelaskan
bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan
kitab ushul fiqh saat ini?
7
BAB DUA
PEMBAHASAN
Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah
A.
Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah-kaidah yang
menjelaskan mengenai cara-cara mengistinbathkan hukum dari dalil-dalinya. Melalui
ushul fiqhlah para mujtahid mampu mengistinbathkan hukum dari sumber aslinya,
yaitu alquran dan sunnah secara benar. Secara praktis ilmu ushul fiqh lahir bersamaan
dengan ilmu fiqh, meskipun penyusunan ilmu fiqh lebih duluan lahir daripada ushul
fiqh. Fiqh lahir sejak masa sahabat setelah Rasulullah saw wafat, sejak saat itu ushul
fiqh sudah mulai digunakan sahabat dalam mengistinbathkan hukum dan melahirkan
hukum. Pada masa itu ilmu ini belum dinamakan ilmu ushul fiqh.10 Pada masa awal
ushul
fiqh
belum
ditadwinkan,
hanya
dijadikan
sebagai
metode
untuk
mengistinbatkan hukum yang ada dalam alquran dan sunnah secara pemahaman saja.
Salah satu sahabat yang mulai menggunakan ushul fiqh yaitu Umar mengenai
harta ghanimah.11 Pada masa tabi’in ushul fiqh semakin berkembang dan sudah mulai
digunakan dalam banyak kesempatan, sehingga akhirnya pada masa imam Syafi’i
mulai dibukukan atas permintaan seorang raja yang berkuasa pada masa. Di samping
itu ada beberapa sebab lain dibukukan ushul fiqh, antara lain adalah:
1. Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz.
2. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat
interaksi dengan bangsa lain terutama Persia.
3. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan
memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad semakin
mendesak.12
10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2004), h. 4.
11
Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 12.
12
Amir Syarifuddin, Ushul....., h. 13
8
Kitab ini ditulis dua kali oleh imam Syafi’i, yang pertama ditulis sebelum
beliau dating ke Mesir dan terkenal dengan sebutan ar-Risalah al-Qadimah (kitab
risalah lama). Yang kedua, ditulis di Mesir dan dinamakan dengan ar-Risalah alJadidah (kitab risalah baru). 13
Istilah qaul qadim dan qaul jadid ini muncul setelah era kehidupan intelektual
imam Syafi’i di Mesir, bagian akhir dalam perjalanan hidupnya, tepatnya setelah
peluncuran salah satu karya monumentalnya yang berjudul Al-Umm.
Perkembangan fiqh Imam Syafi’i sesungguhnya dapat dipetakan dalam empat
fase penting. Pertama, fase persiapan dan pembentukan. Kedua, fase peluncuran dan
pengenalan Madzhab qaul qadim. Ketiga, fase penyempurnaan dan pengukuhan
Madzhab qaul jadid. Keempat, fase verifikasi dan otentifikasi. Kesemuanya ini
berlangsung selama 25 tahun, tepatnya sejak wafatnya imam Malik, salah seorang
guru imam Syafi’i, hingga akhir hayat sang imam ini. Khusus fase ke-4, berlangsung
sesudah masa hidupnya, yakni masa kibar at-talamidz (para murid utama).
Sebagai kata, qaul artinya ucapan, perkataan, atau pendapat. Qadim artinya
yang lama, atau yang lalu. Sedangkan jadid lawan kata qadim, artinya yang baru, atau
yang terkini. Sebagai istilah, qaul qadim adalah buah-buah pemikiran Imam Syafi’i
yang disampaikannya dan dibukukannya sejak kunjungannya ke Baghdad yang kedua
pada tahun 195 H/811 M, sampai kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M.
Pembukuan pemikirannya di era Baghdad ini terlihat pada sejumlah karyanya,
seperti kitab Al-Hujjah dan Ar-Risalah. Kitab Ar-Risalah disusun di Baghdad atas
permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Makkah, yang mengusulkan kepada imam
Syafi’i untuk menulis sebuah kitab yang menerangkan al-quran, ijma’, nasikh
(penghapusan/pembatalan hukum syara’), mansukh (nash/hukum yang dibatalkan),
dan hadits. Itulah sebabnya ia dinamakan Ar-Risalah, yang artinya sepucuk surat.
Lantaran, sesudah selesainya didiktekan kepada murid-muridnya, kitab ini dikirim
seperti mengirim surat kepada Abdurrahman bin Mahdi di Makkah.
13
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi Imam Syafi’i, (Jakarta: Hikmah,
2008), h. 632.
9
Kedatangannya ke Baghdad yang kali kedua ini bukan sebagai pelajar atau
perantau, melainkan sebagai imam mujtahid yang membawa madzhab fiqh baru yang
belum pernah diajarkan ulama sebelumnya.
Karakteristik qaul qadim adalah pemaparan pandangan atau fatwa Imam
Syafi’i yang mengikuti alur corak pemikiran yang berkembang di Baghdad, yang
terkenal rasional. Di Baghdad, ia menuai ujian ilmiah yang memberi dampak sangat
besar sebagai proses asimilasi dan adaptasi keilmuan, yang menghasilkan fatwa-fatwa
yang disebut qaul qadim ini. Perdebatan ilmiahnya berlangsung dengan Muhammad
bin Al-Hasan Asy-Syaibani, murid utama Imam Nu’man bin Tsabit Al-Hanafi. Hal
ini mempertajam pemikiran-pemikirannya, yang kemudian disambut dengan antusias
oleh ulama-ulama Baghdad. Akibatnya, banyak ulama yang meninggalkan madzhab
lamanya, dan beralih mengikuti madzhab Syafi’i, seperti Imam Abu Tsaur, Imam
Ahmad bin Hanbal, Az-Za’farani, Al-Karabisi.14
Ibrahim Al-Harbi, salah seorang pengikut Syafi’i di Baghdad, berkata,
“Tatkala Syafi’i datang ke Baghdad, di Masjid Jami’ Al-Gharbi terdapat 20 forum
pengajian (halaqah) fiqh rasional. Tetapi ketika hari Jum’at Asy-Syafi’i menyampaikan pengajian fiqhnya, forum-forum tersebut menghilang dan hanya tersisa tiga
atau empat forum.”
Sedangkan qaul jadid, pendapat baru yang termaktub dalam karya-karya baru
Imam Syafi’i, terkemukakan selama sisa hidup Syafi’i, yaitu sejak kedatangannya ke
Mesir tahun 199 H/815 M sampai dengan akhir hayatnya pada tahun 204 H/819M.
Pandangan-pandangannya termaktub dalam karyanya yang berjudul Al-Umm.15
Fase bagi kelahiran pandangan-pandangan baru imam Syafi’i ini terhitung
cukup singkat, yakni empat sampai lima tahun saja. Namun fase ini termasuk fase
yang teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan fiqhnya. Bahkan
fase ini dianggap sebagai masa keberhasilan, kematangan, kegemilangan, dan
produktivitas yang tinggi, ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu, produk
14
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.
15
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.
10
hukum, dan penggalian hukum menurut Syafi’i. Juga diwarnai dengan banyaknya
karya dan buku-buku imam Syafi’i yang membuat nama besarnya menjadi lebih
harum lagi.
Di antara karya-karyanya yang memuat pandangan-pandangan barunya ini
ialah kitab Ar-Risalah al-Jadidah, Al-Amali, Al-Qiyas, Ibthal al-Istihsan, Al-Musnad.
Al-Qadhi Al-Marwazi, salah seorang murid Imam Syafi’i, berkata, “Imam Syafi’i,
guru kami, telah mengarang 113 kitab dalam ilmu ushul, tafsir, fiqh, hadis, dan
sebagainya.” Fase ini merupakan penyempurnaan bagi pandangan yang telah ada
sebelumnya. madzhab fiqh imam Syafi’i ini disebut sebagai madzhab fiqh yang pragmatis dan dinamis.
Perbandingan Dua Qaul
Penyebutan qaul qadim dan qaul jadid adalah berdasarkan periode saja,
karena sebenarnya Madzhab Syafi’i itu hanya satu, bukan dua. Madzhab ini berkembang secara alamiah sesuai dengan hukum kausalitas (sebab-akibat). Perlu
ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqh Syafi’i memiliki jumlah yang
sangat banyak, karena berkaitan dengan masalah furu’iyah (cabang agama), yang
umumnya disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri bersifat kondisional, tidak konstan.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah masalah yang dimenangkan qaul qadim terhadap qaul jadid. Intinya, pendapat qaul qadim lebih unggul
jumlahnya daripada qaul jadid, sehingga pendapat qaul qadim lebih layak untuk
difatwakan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Sejumlah pemuka Madzhab Syafi’i
mengecualikan 20 masalah, dan mereka berfatwa dengan qaul qadim. Mengenai
jumlah tepatnya, masih diperdebatkan.”16
Pendapat Imam Syafi’i dalam versi qaul jadid bukan berarti menganulir (menasakh) pendapat qaul qadim. Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide
dan perkembangan pemikiran yang sesuai dengan hukum sababiyah (kausalitas)
16
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi…., h. 635.
11
dalam pembentukan suatu madzhab. Karena pada saat Imam Syafi’i datang dan
tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalil-dalil fiqh yang sebelumnya tidak
terpikirkan olehnya dan baru ditemuinya di Mesir. Hal inilah yang mendorongnya
melakukan revisi dan perbaikan terhadap pendapat-pendapat lamanya.
Alhasil, apa yang dituangkan Imam Syafi’i dalam pendapat dan pemikirannya
itu sesuai dengan semangat yang dipegangnya, “Al-Muhafazhah ‘alal qadimish
shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, menjaga otentisitas pandangan lama yang baik
seraya mengambil pandangan baru yang lebih baik.17
B.
Isi Utama Kitab Ar-Risalah
Imam Syafi’i merupakan individu yang pertama memiliki gagasan dan idea
cemerlang berkenaan kaidah penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan
begitu sistematik ke dalam sebuah karyanya yang diberi judul “Al-Risalah”. Sebuah
kitab bidang ushul fiqh, dianggap sebagai kitab yang pertama disusun dalam
bidangnya. Usaha pembukuan ini bertepatan dengan pesatnya perkembangan ilmuilmu pengetahuan dalam dunia Islam, berlangsung di masa khalifah Harun Ar-Rasyid
(145-193 H), dan puncaknya adalah pada masa khalifah Al-Ma’mun (170-218H).18
Dengan lahirnya kitab ini, fase awal perkembangan ilmu ushul fiqh pun
bermula. Kitab ini menjadi suatu rujukan utama ushul fiqh pada masa-masa
seterusnya. Kitab Ar-Risalah juga merangkum gambaran metodologi imam Syafi’i
dalam mencari, menyusun dan mengubah hukum-hukum Islam secara sistematik.
Kitab ini sangat cocok dan baik digunakan sebagai rujukan utama bagi pelajar,
mahasiswa, peneliti, juga digunakan oleh ulama-ulama yang ada pada masa itu.
Imam Abu Sa’id, Abdul Rahman bin Mahdi (135-198H) berkata tentang kitab
Ar-Risalah “Ketika aku melihat kitab Ar-Risalah karya Syafi’i, aku tercengang
17
Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 635.
18
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar....., h. 122.
12
karena aku sedang melihat susunan bahasa seorang yang bijak, fasih lagi penuh
dengan nasihat sehingga aku memperbanyakkan doa untuknya”.19
Imam Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya bin Ismail al-Mishri al-Muzani (246 H),
yaitu murid imam Syafi’i berkata: “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah karya
Syafi’i sebanyak 50 kali, setiap kali membacanya saya selalu mendapat faedah yang
berbeda-beda”.
Menurut imam Ahmad bin Hanbal “Kalau bukan karena Syafi’i saya tidak
akan mengetahui fiqh hadis”. Demikianlah para sahabat sekaligus murid imam Syafi’i
menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab pertama yang ditulis
imam Syafi’i. Imam Badruddin Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Bahr al-Muhith fi alUshul menyatakan:20
“Syafi’i adalah ulama pertama yang menyusun buku tentang ushul fiqh. Bagi
ushul fiqh ini, beliau menulis kitab Ar-Risalah, Ahkam alquran, Ikhtilaf al-Hadis,
Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm dan al-Qiyas. Melalui berbagai pembahagian bab-bab
pembahasan dalam kitab ini, beliau telah menjelaskan seluk-beluk penghujahan
dengan hadis ahad, membentangkan syarat-syarat kesahihan hadis, keadilan para
perawi hadis, penolakan khabar mursal dan munqathi, serta perkara-perkara lain yang
boleh diketahui dengan menyimak isi kandungannya.21
Kitab Ar-Risalah ini merupakan kitab perdana di bidang ushul fiqh, bahkan
dapat dikatakan kitab perdana dibidang ushul hadis. Imam Fakhrurrazi menyebutkan
“sebelum imam Syafi’i para ulama telah membicarakan masalah-masalah ushul fiqh,
mengajukan dalil dan kritik, tetapi mereka tidak memiliki aturan universal yang
menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat, serta kaedah perbandingan dan
tarjihnya. Syafi’i kemudian menemui ushul fiqh dan meletakkan sebuah aturan
19
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2008), h. 4.
20
http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yangterus-dikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html
21
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 13.
13
universal yang menjadi rujukan bagi umat untuk mengentahui berbagai tingkatan
dalil syariat. Dengan demikian, kedudukan Syafi’i terhadap ilmu syari’at sama seperti
kedudukan Aristoteles terhadap ilmu akal.”22
Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. Ahmad Muhammad bin Syakir,
penyunting kitab Ar-Risalah dalam pengantarnya mengungkapkan bahwa Imam
Syafi’i tidak menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-Kitab.
Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-nyebut kata Al-Kitab, apakah itu kata
kitabi, atau kitabuna. Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu
menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Al-Kitab.23
Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan Ar-Risalah
karena surat menyurat dengan Abdurrahman bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis ArRisalah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman meminta
Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang Alqur’an,
hal ihwal yang ada dalam alquran dan disertai juga dengan hadis Nabi.
Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan dikirim ke
Mekah. Itulah sebabnya kitab itu dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di
Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika
pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan
namanya sebagai intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu Ushul
Fiqh.24
Dalam muqaddimah kitab ini, imam Syafi’i menulis muqaddimah yang sangat
bernilai, yang menunjukkan manhaj dan aqidah beliau. Imam Syafi’i berkata:
“Segenap puji hanya milik Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi,
serta telah menciptakan kegelapan dan cahaya. Kemudian orang-orang yang kafir
kepada Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan (berpaling). Segala puji hanya
bagi Allah, yang untuk mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud,
22
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum....., h. 45.
23
Imam Syafi’i, Al-Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 253.
24
Imam Syafi’i, Al-Umm….., h. 254.
14
kecuali kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya. Menunaikan nikmatnikmat-Nya yang telah lalu akan memunculkan nikmat baru yang juga menunutut
rasa syukur kepada-Nya.25
Orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan mencapai hakikat keagunganNya. Hakikat keagungan-Nya itu sesuai dengan yang disifati-Nya sendiri dan
melebihi apa yang disifati oleh hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian yang
sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya. Aku memohon pertolongan
kepada Allah swt dengan permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya
dan kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon kepada Allah swt hidaya/
petunjuk yang barang siapa mendapatkannya, ia tidak akan sesat.
Aku memohon maghfirah dan ampunan-Nyaatas apa yang telah dan akan
perbuat dengan permohonan ampun orang yang mengakui penghambaan kepada-Nya.
Orang yang mengetahui bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap dosa dan
tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya, kecuali Dia. Aku bersaksi
bahwa tidak ada Illah, kecuali Allah. Tunggal tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”.
Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius menurut Syafi’i
diketahui. Ia menggunakan empat dasar dalam mengistinbathkan suatu hukum yaitu:
alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Syafi’i berkata: “Tidak boleh bagi seseorang
mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah
memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah alquran, sunnah,
ijma’ dan qiyas”.
Imam Syafi’i dalam karya yang didiktekan langsung kepada muridnya, AlRabi’ bin Sulaiman, telah menyamakan ijtihad dengan qiyas. Ia menyimpulkan
bahwa ijtihad adalah qiyas. Pada saat yang lain, beliau menolak dengan tegas metode
istihsan. Sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran
25
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 20.
15
bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i: “Istihsan
adalah pengambilan hukum yang selalu menuruti kesenangan semata”.26
Imam Syafi’i memang telah meninggalkan jejak pemikirang yang sangat luar
biasa. Buktinya syarat-syarat ijtihad yang dirumuskannya dalam Ar-Risalah sampai
saat ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtihad harus
memenuhi syarat-syarat ini. Diantaranya: wajib mengetahui bahasa Arab, materi
hukum alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan mengetahui teori nasakh.
Kemudian seorang ahli fiqh, menurut imam Syafi’i, harus menggunakan hadis dalam
menafsirkan ayat-ayat alquran yang jelas dan tegas. Ketika ia tidak menemukan
dalam hadis, maka ia harus mengetahui ijma yang menungkin menginformasikan
masalah-masalah yang ada. Terakhir, jelas imam Syafi’i, seorang ahli fiqh harus
dewasa, sehat, dan mampu sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya
untuk menyelesaikan masalah.27
Kriteria ini, kemudian hari menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir
setelah imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini terlalu ketat, sehingga ramai
ulama yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini dikarenakan kemunduran ilmu
fiqh sekitar abad ke-4 H hingga akhir abad ke-13 H. Ketika itu terkenal dengan
periode “taqlid” atau periode tertutupnya pintu ijtihad. Pengaruh tersebut begitu
dahsyat sampai sekarang ini.28
Melalui kitab ini, imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak
berpihak kepada salah satu kecenderungan besar sebuah pemikiran, apakah itu ahli
hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli ra’yu (para
pemikir muslim yang mengutamakan akal). Tidak aneh apabila para intelektual
modern sepakat bahwa imam Syafi’i sangat berjasa sebagai penggagas lmu ushul
fiqh, Ar-Risalah Syafi’i tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas
26
Imam Syafi’i, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 406-507.
27
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 30.
28
Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: N.V Bulan Bintang,
1965), h. 216.
16
materi tersebut. Sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para teoritis yang datang
kemudian guna mengikutinya. Pada akhirnya imam Syafi’i menutup karyanya ini
dengan bab ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa imam Syafi’i mencintai perbedaan
dan menghargai pendapat orang lain.29
C.
Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul Fiqh Saat Ini
Kitab-kitab ushul fiqh ialah kitab-kitab yang membahas berbagai teori yang
digunakan ulama ushul fiqh dalam mengistinbathkan (mengambil kesimpulan)
hukum dari nash (alquran atau sunnah), baik melalui pendekatan kebahasan maupun
melalui tujuan syar’i (Allah swt dan Rasul-Nya) dalam menetapkan hukum yang
dikandung nash.30
Berbagai kaidah dalam mengistinbathkan hukum Islam yang menjadi objek
ushul fiqh telah muncul sejak zaman Rasulullah saw telah wafat dan persoalan hukum
semakin sempurna, sejalan dengan meluasnya wilayah Islam. Penggunaan ijtihad
mulai berkembang ketika para sahabat tidak menemukan nash khusus yang
menjelaskan hukum suatu kasus yang sedang mereka hadapi. Para sahabat dan tabi’in
berupaya melakukan ijtihad melalui pendekatan kebahasaan dan melalui penelitian
terhadap tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.
Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mulai dibukukan pad abad ke-2 H. Kitab
ushul fiqh pertama adalah Ar-Risalah yang disusun oleh imam Syafi’i. Setelah itu
bermunculan kitab-kitab ushul fiqh, baik berupa syarah (penjelasan) terhadap kitab
ushul fiqh imam Syafi’i tersebut, maupun dalam bentuk tersendiri. Permasalahan
yang dibahas dalam kitab ushul fiqh ar-Risalah meliputi:
1. Bayan
2. Kitabullah
3. Otoritas Nabi saw
4. Nasikh dan Mansukh
29
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 34.
30
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005), h.16.
17
5. Kewajiban-kewajiban (faraidh)
6. Alasan-alasan dalam hadis
7. Sifat larangan Allah dan Rasul-Nya
8. Hadis ahad
9. Ijmak
10. Qiyas
11. Ijtihad
12. Istihsan
13. Perbedaan pendapat.31
Adapun permasalahan yang dibahas dalam kitab ushul fiqh kontemporer
meliputi:
1. Pengertian, ruang lingkup, dan tujuan ushul fiqh
2. Lafal-lafal yang digunakan syar’i dalam alquran dan sunnah, seperti lafal
hakikat, majas, umum, khusus, mutlak, muqayyad (terbatas), mujmal (samar),
mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang pasti), mutasyabih, dan takwi.
3. Masalah ijtihad, taklid, dan talfiq
4. Metode yang digunakan dalam berijtihad, seperti qiyas, istihsan, istislah,
istishab, dan saddaz-zari’ah
5. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan
6. Ada juga kajian ushul fiqh yang menambahkan uraian tentang makna huruf
(ma’ani al-huruf) seperti ‘ala, fi, man, min, qabl,kaif, la, laisa, kam, hal, la
siyyama, dan iza dalam kaitannya dengan penetapan hukum.32
BAB TIGA
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Imam Syafi’i merupakan salah satu imam mazhab fiqh yang besar dan dikenal
oleh penjuru dunia Timur dan Barat. Selain ahli dalam ilmu fiqh, beliau juga dikenal
31
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 1.
32
Amir Syarifuddin, Ushul...., h. 19-21.
18
dalam ilmu ushul fiqh, sebagaimana yang beliau tuangkan dalamkitab Ar-Risalah.
Merupakan kitab ushul fiqh pertama yang dibukukan di dunia Islam. Dalam makalah
ini penulis membahas mengenai Ar-Risalah, secara ringkas penulis membahas
mengenai beberapa hal yang berkaitan sebagai berikut:
1. Keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah sudah mulai dikenal bahkan
ulama-ulama pada masa itu sudah menggunakan ushul fiqh sebagai dasar dalam
menetapkan sebuah hukum. Meskipun belum ada sebuah pedoman berupa kitab,
namun jika ada permasalah mereka sudah merujuknya. Seperti pada masa
Rasulullah, jika ada permasalahan mereka langsung menanyakannya kepada
Rasulullah, begitu juga pada masa sahabat.
2. Adapun isi pokok kitab Ar-Risalah adalah khusus membahas masalah ushul fiqh.
Dalam kitab ini sang imam membahas secara jelas cara-cara beristinbath,
mengambil hukum-hukum dari alquran dan sunnah, juga cara-cara orang
beristidlal dari ijjma’ dan qiyas.
3. Mengenai perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat ini jelas
tampak berbeda, pertama karena perbedaan zaman juga perbedaan penulisnya.
Kitab Ar-Risalah merupakan kitab ushul fiqh yang mebahas mengenai masalah
ushul seperti bayan, kitabullah, otoritas nabi saw, nasikh dan mansukh,
kewajiban-kewajiban (faraidh), alasan-alasan dalam hadis, sifat larangan allah
dan rasul-nya, hadis ahad, ijmak, qiyas, ijtihad, istihsan juga perbedaan pendapat.
Dalam kitab ushul fiqh saat ini pada dasarnya juga membahas tentang ini, namun
ditambahkan beberapa pembahasan, seperti: lafal-lafal yang digunakan syar’i
dalam alquran dan sunnah, seperti lafal hakikat, majas, umum, khusus, mutlak,
muqayyad (terbatas), mujmal (samar), mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang
pasti), mutasyabih, dan takwi.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i,
Hanbali, Cet. V, Jakarta: Amzah, 2008.
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2004.
19
Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, Jakarta: Logos,
1997.
Imam Syafi’i, Ar-Risalah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, Semarang: Toha Putra, t.th.
Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: N.V Bulan
Bintang, 1965.
Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah
Aqidah, Politik, dan Fiqh, Jakarta: Lentera, 2005.
Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005.
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, Jakarta: Pustaka
Tarbiyah, 2006.
Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, Jakarta: Pustaka Azzam,
2008.
Situs Web:
http://www.sufiz.com/jejak-wali/imam-syafi’i-ar-risalah-dan-al-umm-dua-karya-agung-yang-terusdikaji-sampai-saat-ini-bagian-kelima-habis.html
20