ILMI DINA PRIYANTI MAKALAH RULE OF LAW D

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
RULE OF LAW & HAM

Dosen pembimbing :
Drs. Anwar Aulia M.Pd
Disusun Oleh :
Ilmi dina Prianti

P27903117070
Kelas IB

Teknologi Laboratorium Medik
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Banten
2018

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Rule Of Law & HAM”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang Rule Of

Law dan HAM. Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya
sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif
sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Tangerang, 23 Maret 2018

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4

1.1

Latar Belakang ........................................................................................................................ 4

1.2

Rumusan Masalah ................................................................................................................... 4

1.3

Tujuan ..................................................................................................................................... 5

1.4

Manfaat ................................................................................................................................... 5

BAB II..................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6
2.1 Rule Of Law.................................................................................................................................. 6
2.2 Prinsip – Prinsip Rule Of Law ...................................................................................................... 6

2.3 Pengertian HAM ( Hak Asasi Manusia) ....................................................................................... 7
2.4 Sejarah HAM ................................................................................................................................ 8
3.5 Pengelompokan HAM ................................................................................................................ 10
2.6 HAM di Indonesia....................................................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 16
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 17

3

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the
rule of law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa
perlindungan HAM adalah salah satu elemen dari the rule of law, selain
hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule of law dari putusanputusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia

(HAM) Eropa dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk
mengetahui pembahasan antara the rule of law dan Hak Asasi Manusia.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk
“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus
mengandung ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara
Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.” UUD 1945 selanjutnya
menegaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak
berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui
secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat
dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’
karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok
manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar
belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya.
Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki
sesiapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan
bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena

dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak
sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa itu Rule Of Law ?
1.2.2 Bagaimanakah prinsip – prinsip yang terdapat dalam
Rule Of Law ?
1.2.3 Apa yang dimaksud dengan HAM?
1.2.4 Bagaimanakan Sejarah perkembangan HAM?
1.2.5 Apa saja pengelompokan dalam HAM?
1.2.6 Bagaimana HAM di Indonesia

4

1.3 Tujuan
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5

1.3.6
1.4 Manfaat
1.4.1
1.4.2
1.4.3
1.4.4
1.4.5
1.4.6

Untuk mengetahui mengenai Rule of Law
Untuk mengetahui prinsip – prinsip dalam Rule Of
Law
Untuk mengetahui pengertian dari HAM
Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM
Untuk mengetahui Pengelompokan dalam HAM
Untuk mengetahui Seperti apa HAM di indonesia

Mahasiswa dapat mengetahui mengenai Rule Of
Law
Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dalam Rule Of

Law
Mahasiswa dapat mengetahui apa itu HAM
Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan
HAM
Mahasiswa dapat mengetahui pengelompokan dalam
HAM
Mahasiswa dapat mengetahui Seperti apa HAM di
Indonesia

5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rule Of Law
Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal.
Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa
menegakkan Rule of Law. Rule of Law berdasarkan substansi atau isinya sangat
berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule
of Law dalam kehidupan kenegaraannya, meskipun negara tersebut adalah negara

otoriter.
Menurut Philipus M. Hadjon dalam Buku Pendidikan Kewarganegaraan
misalnya bahwa Negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda rechtsstaat
lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan Negara yang didasarkan pada suatu
peraturan perundang-undangan. ( Buku Pendidikan Kewarganegaraan) Dalam
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum bukan
negara kekuasaan. Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan
dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
UUD, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap
orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh setiap penguasa. Oleh
karena itu, Indonesia menganut prinsip “Rule of Law,and not of Man”.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pengertian Rule of Law tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian Negara hukum. Negara yang menganut sistem Rule
of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas.
2.2 Prinsip – Prinsip Rule Of Law
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan
(penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum) “the enforcement of

the rules of law” dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam
penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan
keberhasilan “the enforcement of the rules of law” bergantung pada kepribadian
nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan
bahwa rule of law merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis
yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat
legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak
memihak, tidak personal dan otonom.
Secara kuantitatif, peraturan perundang-undangan yang terkait rule of law
telah banyak dihasilkan di Indonesia, tetapi implementasinya belum mencapai

6

hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of
law belum dirasakan di masyarakat.
ü Negara yang menganut sistem Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip
yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi Rule of Law itu
sendiri.

ü Menurut Albert Venn Dicey dalam Introduction to the Law of The
Constitution, memperkenal istilah the Rule of Law yang secara sederhana
diartikan sebagai suatu keteraturan hukum.
ü Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam Rule of Law,
yaitu:
1) Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenangwenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang
melanggar hukum.
2) Kedudukan yang sama di muka hukum.
3) Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan
pengadilan.
2.3 Pengertian HAM ( Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No.
39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-asas dasar yang menyatakan “Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan
dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan
martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan.”
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang
dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.

Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi
tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak
dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal
itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai
kemanusiaan.Hak asasi mencangkup hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan
hak memiliki sesuatu. Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Contoh : hak kemerdekaan, hak menyatakan pendapat, hak memeluk agama.
b. Hak asasi politik (Political Rights) yaitu hak untuk diakui sebagai warga negara

7

Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja
dan
mendapatkan hidup yang layak.
d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun,

hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan Pemerintah
(Rights Of Legal Equality)
f. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.

2.4 Sejarah HAM
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara
lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja
yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi
dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka
umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai
bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja
melanggar

hukum

harus

diadili

dan

harus

mempertanggungjawabkan

kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum
bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun
kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan
raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya
monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang
lebih konkret, dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris pada tahun 1689. Pada
masa itu mulai timbul adagium yang intinya adalah bahwa manusia sama di muka

8

hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya
negara hukum dan demokrasi. kemudian berkembang lagi dengan lahirnya teori
Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat), Motesquieu dengan
Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani,
John Locke di Inggris dan Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar
kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham Roesseau dan
Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam
oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah The French Declaration, dimana
hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain
dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang
dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula presumption of innocence,
artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak
dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan freedom of
expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap
hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang
dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana,
p.654 tersebut di bawah ini :
"The first is freedom of speech and expression everywhere in the world. The
second is freedom of every person to worship God in his own way-every where in
the world. The third is freedom from want which, translated into world terms,
means economic understandings which will secure to every nation a healthy
peacetime life for its inhabitants-every where in the world. The fourth is freedom
from fear-which, translated into world terms, means a worldwide reduction of
armaments to such a point and in such a through fashion that no nation will be in a

9

position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in
the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan berjutajuta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang
bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan The Universal Declarationof
Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
3.5 Pengelompokan HAM
Alam dunia internasional, HAM diberdakan menjadi beberapa kelompok yang
bersifat kolektif maupun individual. Berikut ini adalah pengelompokan Hak Asasi
Manusia berdasarkan pengakuan secara internasional.
1. Hak sipil dan politik; hak yang dimaksud di sini adalah:







Hak setiap manusia untuk menentukan nasib hidupnya masing-masing
dengan tidak adanya intervensi dari negara kecuali dalam hal penguasaan.
Hak untuk hidup nyaman, aman, dan tenteram dengan adanya jaminan dari
pemimipin negara terhadap warga negaranya.
Hak untuk tidak dihukum mati; karena pada masa sebelum adanya
undang-undang tentang HAM banyak pemimpin sewenang-wenang
membunuh orang lain tanpa hukum yang jelas.
Hak untuk tidak disiksa.
Hak atas peradilan yang adil.

2. Hak ekonomi, sosial, dan budaya; hak yang dimaksud di sini adalah:




Hak untuk bekerja, karena setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Hak untuk mendapat upah yang sama; maksudnya bahwa tidak boleh ada
diskriminasi dalam pemberian upah yang sesuai kemampuan.
Hak atas kesehatan dan perumahan.

3. Hak pembangunan; hak yang dimaksud di sini adalah:




Hak untuk mendapatkan rumah yang layak
Hak untuk memperoleh lingkungan yang sehat
Hak untuk mendapat layanan kesehatan yang layak

2.6 HAM di Indonesia
a. Periode Tahun 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih menekankan pada hak
untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang

10

didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Pemikiran

HAM telah

mendapat

legitimasi

secara

formal

karena

telah

memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi), yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bersamaan dengan itu
prinsip kedaulatan rakyat dan negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagai sendi
bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka. Komitmen terhadap HAM pada
periode awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 1 November 1945 yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka
menyatakan: “…sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum sebagai bukti
bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman
penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat pemilihan itu
pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat
yang terbanyak. ”
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan
partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945 yang antara lain menyatakan sebagai berikut
1)

.

Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya

partai-partai politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham
yang

ada

dalam

masyarakat.

2) Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkannya
pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.
Hal yang sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi
sistem parlementer, sebagaimana tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14
November 1945, yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka. Isi
Maklumat

tersebut

adalah

sebagai

berikut.

“Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang ketat dengan
selamat, dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat
sekarang sudah tepat utnuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna
menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam
perubahanperubahan susunan kabinet baru itu ialah tanggung jawab ada di dalam tangan
menteri”.

11

b. Periode Tahun 1950 – 1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan
periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan
momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di
kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan dalam buku
“Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia menyatakan bahwa
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan
menikmati “bulan madu” kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata negara
ini ada 5 (lima) aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan
beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai salah satu pilar
demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar
lain dari demokrasi harus berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat sebagai representasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat
dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana
dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Dalam perdebatan di
Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang berbeda aliran dan ideologi sepakat
tentang substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD serta
menjadi bab tersendiri. Bahkan diusulkan oleh anggota Konstituante keberadaannya
mendahului

bab-bab

UUD.

c. Periode Tahun 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhadap sistem demokrasi parlementer.
Pada sistem ini (demokrasi terpimpin), kekuasaan terpusat dan berada di tangan
Presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin, Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional, baik pada tataran suprastruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur politik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi
manusia, yaitu hak sipil dan hak politik seperti hak untuk berserikat, berkumpul,
dan mengeluarkan pikiran dengan tulisan. Dengan kata lain, telah terjadi sikap restriktif
(pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap hak sipil dan hak politik warga negara.

12

d. Periode Tahun 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai
seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun
1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan
HAM, pembentukan komisi, dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya,
pada tahun 1968 diadakan Seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan
perlunya hak uji materiil (judicial review) guna melindungi HAM. Hak uji materiil
tidak lain diadakan dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS No. XIV/MPRS/1966.
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan
dalam Piagam tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga
Negara. Dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, Ketua MPRS, A.H. Nasution dalam
pidatonya

menyatakan

sebagai

berikut.

“Isi hakikat daripada Piagam tersebut adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia
sebagai ciptaan Tuhan yang dibekali dengan hak-hak asasi, yang berimbalan dengan
kewajiban-kewajiban. Dalam pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa
manusia melakukan hak-hak dan kewajibankewajibannya dalam hubungan yang
timbal balik: a. antarmanusia dengan manusia; b. antarmanusia dengan Bangsa, Negara
dan Tanah Air ;antarBangsa.
Konsepsi HAM ini sesuai dengan kepribadian Pancasila yang menghargai hak
individu dalam keselarasannya dengan kewajiban individu terhadap masyarakat”.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan
HAM di Indonesia mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati,
dilindungi dan ditegakkan. Pemikiran penguasa pada masa ini sangat diwarnai oleh
sikap penolakannya terhadap HAM sebagai produk Barat dan individualistik serta
bertentangan dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia. Pemerintah
pada masa ini bersifat mempertahankan produk hukum yang umumnya membangun
pelaksanaan HAM. Sikap pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah
produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa
yang tercermin dalam Pancasila. Selain itu, Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu
mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir lebih
dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal HAM. Selain itu, sikap pemerintah
ini didasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh negaranegara Barat untuk memojokkan negara yang sedang berkembang seperti halnya

13

Indonesia. Meskipun mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama di kalangan masyarakat yang dimotori
oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan akademisi yang fokus terhadap
penegakan

HAM.

Upaya masyarakat dilakukan melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional
terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Tanjung Priok, kasus
Kedung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampaknya memperoleh hasil
yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan
defensif ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan
HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM
adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
berdasarkan KEPRES Nomor 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini
bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
Selain itu, Komisi ini bertujuan untuk membantu pengembangan kondisi-kondisi yang
kondusif bagi pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (termasuk hasil amandemen UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), Piagam PBB, Deklarasi
Universal HAM, Piagam Madinah, Khutbah Wada’, Deklarasi Kairo, dan deklarasi
atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM.
e. Periode Tahun 1998 – Sekarang.
Pergantian pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar
pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang
berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya, dilakukan
penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM
dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Demikian pula
pengkajian

dan

ratifikasi

terhadap

instrumen

HAM

internasional semakin

ditingkatkan. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi
dari hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap, yaitu
tahap status penentuan (prescriptive status) dan tahap penataan aturan secara

14

konsisten (rule consistent behaviour). Pada tahap status penentuan (prescriptive status)
telah ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM, seperti
amandemen konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945), ketetapan MPR

(TAP

MPR),

Undang-Undang (UU), peraturan

pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Adapun, tahap penataan aturan
secara

konsisten

(rule

consistent

behaviour) mulai

dilakukan pada

masa

pemerintahan Presiden Habibie. Tahapl ini ditandai dengan penghormatan dan
pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang
HAM dan disahkannya (diratifikasi) sejumlah konvensi HAM, yaitu Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya dengan UU Nomor 5/1999;
Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk
Berorganisasi dengan keppres Nomor 83/1998; Konvensi ILO Nomor 105 tentang
Penghapusan Kerja Paksa dengan UU Nomor 19/1999; Konvensi ILO Nomor 111
tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dengan UU Nomor 21/1999;
Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja
dengan UU Nomor 20/1999. Selain itu, juga dicanangkan program “Rencana Aksi
Nasional HAM” pada tanggal 15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat hal sebagai
berikut.
1.

Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM.

2.

Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.

3.

Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.

4.

Pelaksanaan isi perangkat internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi

melalui perundang-undangan nasional.

15

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan
dilindungi oleh setiap individu.
Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan
raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan
perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan
perundang-undangan
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk
hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undangundang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam
Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti
peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan
tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang
adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.

Sebagai warga negara indonesia kita diwajibkan untuk mengetahui
prinsip-prinsip hukum yang ada dinegara kita.




mempunyai jiwa bela negara yang kuat
mematuhi peraturan hukum yang berlaku karena negara indonesia
merupakan negara hukum
sebagai makhluk tuhan kita mempunya hak asasi yang melekat dalam diri
kita sejak lahir maka dari itu hormati hak asasi yang dimiliki oleh orang
lain juga.

3.2 Saran
Kepada para pembaca agar mencari informasi lain mengenai Rule Of Law dan
HAM

16

DAFTAR PUSTAKA
F.S Catherine dkk.2010.The Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia. Universitas
Airlangga. Surabaya
Puspita, Imami Diyah. 2015. Makalah PKN Rule Of Law dan Hak Asasi
Manusia.Bangkalan
Sadega, Ega. 2015. Makalah HAM.

Malinda, Giovani. 2016. Pengelompokan Ham menurut UU HAM
Yusri, Fathul Wahid.2017. HAM di Indonesia

17