TUGAS REVIEW BUKU SEJARAH dan TEORI SOSI

TUGAS REVIEW BUKU
SEJARAH dan TEORI SOSIAL Edisi Kedua
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Teori sosial dalam Penelitian Sejarah
Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Wasino, M.Hum

Disusun Oleh:
Gusti Garnis Sasmita
NIM. S861702007
PASCASARJANA PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
Judul Buku

: SEJARAH dan TEORI SOSIAL Edisi Kedua
1

Penerbit


: Buku Obor

Pengarang

: Peter Burke

Alih Bahasa

: Mestika, Zulf Ami, dan A. Sairozi

Pengantar Edisi pertama

: Mestika Zed

Tahun Terbit

: 2015

Tebal Buku


: 325 halaman

ISI BUKU
Perbedaan sikap terhadap teori sebagaimana hubungan sejarah dan
ilmu sosial berimplikasi pada terjadinya kesalahpahaman antara sejarah dan ilmu
sosial lainnya. Maka untuk memahami keadaan tersebut baiknya melihat disiplin
ilmu yang berbeda baik dalam kajian subbudaya, bahasa, nilai-nilai, mentalitas
atau pola pikier dan dan proses pelatihannya sendiri. Sosiologi dilatuh untuk
menkaji untuk mengambil pola-pola umum yang terjadi dimasyarakat dengan
mengabaikan keunikan, sebaliknya sejarah mencermati detail-detail, keunikan
sesuatu yang berbeda dari pola umum. Pada abad pencerahan, hubungan ilmu
sosial dan sejarah cukup baik. Tetapi pada abad 19 mulai terjadi ketimpangan
antara keduanya. Hal ini disinyalir ketika sejarawan barat, Leopold von Ranke
mulai menolak sejarah sosial. Penolakan ini didasarkan bahwa sejarah yang ditulis
harus disusun melalui sumber arsip atau dokumen. Maka jelas, pembabakan
penulisan sejarah zaman ini lebih mengarah ke sejarah politik. Karena arsip pasti
berhubungan dengan penguasa atau pemerintah sehingga ada kemungkinan
sejarah memang ditulis untuk kepentingan tertentu. Sebaliknya ilmu-ilmu sosial
mulai mengaburkan masa lalu. Yang dimaksud disini adalah bagaimana teoretisi

sosial mengakui adanya sejarah tetapi mengabaikannya dalam praktek keilmuan.
Baru setelah diterbitkannya jurnal Annales d’historie economique et sociale terjadi
kritik terhadap ejarah politik dan digantikannya dengan sejarah yang lebih
manusiawi, sejarah sosial yang pada masa itu kemudian mendapat perhatian
cukup lama di perancis dan amerika serikat. Beberapa cara pandang penting yang
dimunculkan pada masa ini diantaranya pendekatan Freyre yang mengkaji tentang
sejarah dalam lokalitas tertentu yang bertitik tolak pada keringnya sejarah
nasional, Braudel yang membuka wacana mengenai sejarah makanan,masa kanak-

2

kanak dan hubungan pemukiman dengan sejarah, Joseph Schumpeter yang
menulis tentang ekonomi bisnis yang bahannya bersumber dari sejarah, kombinasi
antropologi sosial yang memasukkan dimensi sejarah karya Cliffort Geertz dan
laiin sebagainya. Makin akrabnya hubungan sejarah dengan teori sosial
merupakan dampak dari cepatnya perubahan sosial yang menarik perhatian
sosiolog dan antropolog. Tentu saja dalam karya-karya tersebut ada yang
menerima atau justru menolak teori sosial. Sehingga sejarawan tidak terikat oleh
teori. Kendati demikian banyak pula terjadi persimpangan antara sejarah dan teori
sosial pada masa itu karena ketidakpuasan pengkajian beberapa ilmu sosial,

kemudian warna lain mulai bermunculan seperti sastra dan geografi yang ikut
dikolaborasikan dalam penulisan sejarah.
Studi komparasi berimplikasi terhadap penemuan hal-hal umum dan
khusus. Pada awalnya sejarawan menolak pendekatan komparatif tetapi setelah
PD II, studi komparatif menegnai revolusi atau sejarah politik mendapat perhatian
besar. Setelah itu studi komparatif juga digunakan sejarawan dalam menguji
penjelasan-penjelasan umum pada sejarah sosial, ekonomi, intelektual, budaya.
Titik sulit dari studi komparasi adalah ketika berkenaan dengan budaya. Karena
dibutuhkan konsep untuk melihat perbedaan budaya yang banyak memiliki
perbedaan satu sama lain. Model yang kerap digunakan dalam menganalisis
generalisasi ilmu sosial juga bergunna untuk sejarah karena dapat digunakan
dalam mengamati perubahan. Maka penggunaan model harus mengerti akan status
logika penggunaannya. Pada awalnya metode kuantitatif banyak digunakan
sejarawan untuk mengetahui cakupan studi analitis

yang lebih luas. Tetapi

kelemahan studi kuantitatif mulai tampak tatkala melihat sejarah dengan sumber
yang tidak seakurat asumsi sehingga kemudian banyak penolakan terhadapnya.
Sejarah sebenarnya memberikan sumbangan berharga terhadap ilmu-ilmu sosial

yakni sebagai mikroskop sosial yang mengkaji hal-hal mikro yang mungkin tidak
tampak dalam generalisasi ilmu sosial.
Beberapa konsep pokok ciptaan teoretisi sosial digunakan oleh sejarawan
antara lain sebagai berikut.
1. Seks dan gender merupakan konsep dimana studi feminis memberikan
sumbang silih terhadap penulisan sejarah perempuan. Penekanan feminis

3

terhadap konsep seks dan gender akan berkenaan konteks sosio kultural
yakni kontruksi budaya dan simbolisasi.
2. Peranan sosial yang menganalisis bagaimana aktor sejarah berperilaku
sesuai dengan peranan sosialnya, seperti kesan apakah sebenarnya yang
ditunjukkan.kepada masyarakat luas.
3. Keluarga dan kekerabatan yang digunakan sejarah dalam menganalisis
struktur, klasifikasi dan tipe.
4. Komunitas dan identitas yang berkenaan dengan identitas kolektif suatu
masyarakat.
5. Konsep kelas dan status berhubungan dengan kasta, stratifikasi sosial,
mobilitas sosial dan sebagainya. Maka kesesuaian antara pelaku dan model

adalah apa yang digunakan sejarawan.
6. Mobilitas yang masalah utamanya ialah perubahan laju mobilitas dan
perubahan modus mobilitas.
7. Konsumsi dan pertukaran. Berkaitan dengan konsumsi berlebih atau sikap
konsumsi sebagai simbol kebesaran. Maka konsumsi selain dinilai
berdasarkan kelas juga berdasarkan gender.
8. Modal sosial dan budaya, sebuah reproduksi budaya untuk menanamkan
nilai-nilai masalalu pada generasi muda.
9. Patronase, klien, dan korupsi, Patronase berkenaan dengan relasi vertikal.
Klien menawarkan bentuk dukungan politik pada patron dalam bentuk
simbolis yang mengarah pada korupsi sebagai relasi antara kekayaan dan
kekuasaan.
10. Hubungan antara kekuasaan dan budaya politik yang meluas menjadi
organisasi politik.
11. Masyarakat sipil dan ruang publik, dimana ruang publik masyarakat sangat
berkenaan dengan budaya, kelompok sosial dan grub sosial.
12. Pusat dan pinggiran, berhubungan dengan sentralisasi kekuasaan,
karakteristik psikologi, intelektual maupun budaya.
13. Hegemoni dan resistensi, bagaimana nilai yang dianut oleh penguasa
dilaksanakan pada kelompok dibawahnya dengan kesukarelaan atau

keterpaksaan.
14. Gerakan sosial yang kemudian mewadahi atau mendorong terjadinya
protes sosial,
15. Mentalitas,ideologi dan diiskursus berkenaan dengan aspek politik dan
budaya

4

16. Konsep Komunikasi dan penerimaan / resepsi. Baik komunikasi budaya,
politik dll.
17. Pascakolonial dan hibriditas budaya, memadukan ikatan teks sastra dengan
budaya kolonial, neokolonial, dan pasca kolonial.
18. Oralitas dan tekstualitas, komunikasi lisan dengan teks yang kemudian
berhubungan dengan sejarah lisan dan sejarah tertulis.
19. Mitos dan memori untuk menengaskan cerita yang tak benar dan memori
masalalu yang benar-benar terjadi
Fokus bab III adalah tiga pasang konflik intelektual. Pertama,
pertentangan antara ide tentang fungsi (atau struktur) di satu sisi dan ide tentang
peranan manusia (sang'aktor') di sisi lain. Kedua, ketegangan antara pandangan
yang melihat kebudayaan hanya sebagai 'suprastruktur' dan yang melihat

kebudayaan sebagai kekuatan aktif sejarah (apakah sebagai pendorong
perubahan atau kontinuitas). Ketiga, konflik antara pandangan bahwa
sejarawan, sosiologiwan, antropologiwan, dan lain-lain menyajikan 'fakta-fakta'
tentang masyarakat masa kini atau masa lampau dan pendapat bahwa hasil karya
mereka hanya sejenis fiksi.
Rasionalitas versus relativitisme adalah bagaimana melihat resionalitas
dari fakta sejarah yang ada, apakah kebenaran yang rasional itu tak terbatas dan
relatif tergantung konteksnya. Konsep budaya adalah bagaimana kebenaran terikat
oleh sebuah budaya sehingga pada masa lalu budaya irrasional seperti sihir
merupakan hal yang rasional bagi masyarakat kala itu. Konsensus versus konflik
ialah bagaimana konsensus dapat mengalihkan terjadinya kontradiksi sosial
budaya. Fakta versus fiksi adalah ketika fakta merupakan hasil interpretasi
menjadi berubah fiksi. Struktur versus agen ketika tindakan individu berhubungan
dengan struktur masyarakat yang ada.
Fungsionalis merupakan keutuhan sebuah struktur yang selalu dijaga
karena setiap komponen didalamnya saling mempengaruhi satu sama lain sesuai
dengan fungsi masing-masing. Konsep fungsionalisme menemui kendala karena
justru menimbulkan masalah. Karena keseimbangan yang dimunculkan selalu
dinamis, serta kesepakatan sosial merupakan kendali sosial yang cenderung
berbahaya dan menyesatkan.


5

Strukturalisme, memberikan kesan menyamaratakan struktur yang ada di
masyarakat. Tetapi sumbangsih strukturalis adalah dalam meningkatkan sebuah
pola analitis. Selain itu kembalinya sang aktor merupakan bagaimana kajian
sejarah selain menggunakan pendekatan antropolologis dan sosiologis juga
menggunakan psikologi untuk menganalisis perilaku aktor sejarah secara
mendalam. Hal ini membantu terutama pada proses kritik sumber.
Teori dan perubahan sosial yang menjadi fokus sejarawan adalah
ketertarikan atas keragaman dan perbedaan. Dimana model utama perubahan
sosial adalah model konflik dan model evolusi marx dan spencer. Model spencer
menekankan pada evolusi yang berkaitan dengan modernisasi sosio kultural. Yang
mana beberapa ahli sepihak baik pro maupun kontra kemudian mengarakan pada
aspek industrialisasi dari titik tolak masyarakat tradisional ke modern. Tentu saja
dengan fokus perubahan sosial dalam proses perubahasan struktur di masyarakat.
Sedangkan model marx mengarahkan tahap perkembangan masyarakat
yang bergantung pada sistem ekonomi dan mengandung konflik-konflik sosial
menyebabkan sebuah revolusi yang terputus-putus. Cakupan model max lebih
luas daripada paralelsasi model spencer karena menekankan hubungan perubahan

suatu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Dimana berfokus pada tansisi
feodalisme ke kapitalisme. Kritik ketiga dari kedua model tersebut kemudian
menfokuskan diri terhadap esai dalam sintetis, pola-pola populasi, dan pola-pola
budaya. Pertemuan dari analisis kemudian menitik beratkan perubahan sosial pada
masyarakat tertentu. Baik didorong oleh faktor eksternal maupun internal.
Kontribusi sejarawan terhadap teori sosial ialah pengenalan variasi contoh yang
lebih banyak. Seperti kajian penaklukan, pentingnya peristiwa tertentu dalam
proses perubahan sosial, dan juga managemen perubahan sosial itu sendiri.
Generasi mencerminkan pola fikir kekhasan pada zamannya. Sehingga
intelektualitas dan kecenderungan zaman sangat bervariatif dalam penulisan
sejarah.
Maka pada masa ini masyarakat kontemporer menggambarkan situasi
bukan lagi pasca kapitalis maupun industrialisasi tetapi pasca modern. Pasca
modernitas merupakan multi tafsir dari antitesis modernitas. Pada gejala awal
analisis pascamodernitas adalah terjadinya destabilisasi yakni pergeseran asumsi

6

dari keadaan modernitas yang ada. Sehingga kemudian konstruksi budaya
menangkap bahwa budaya tidaklah statis tetapi dinamis. Kemudian didalamnya

akan dikenal konstruksi sosial berkenaan dengan seks dan gender, fenomenologi
budaya, juga dekonstruksi budaya.
Destabilisasi kemudian mengarahkan sebuah perpindahan tafsir bukan lagi
melihat orang pertama tetapi juga orang kedua dan ketiga. Sehingga berbagai
sudut pandang yang digabungkan akan membentuk narasi sejarah yang baru.
Eurosentrisme juga menjadi pemahaman baru tatkala pada semualanya segala
pemikiran dan pandangan berakar dari titik tolak bangsa barat sebagai tolak ukur
kendali utama. Globalisasi turut menjadi perhatian sejarawan berkaitan dengan
hibridisasi budaya sehingga pola perbedaan banyak yang kehilangan arah akibat
perkembangan teknologi yang semakin cepat
Kesimpulan
Baik sejarah maupun teori sosial memiliki kelebihan, kekurangan dan pola
masing-masing. Tetapi dalam hal ini justru keduanya menjadi saling melengkapi
kajian terhadap masyarakat. Karena pola umum dan khusus dari masa kini pasti
juga berkaitan dengan masa lalu. Beberapa konsep teori sosial yang gunakan
sejarawan dalam menganalisiss suatu peristiwa sejarah akan menjadinya peristiwa
lebih berwarna agar memberikan penjelasan yang luas dengan warna yang
berbeda. Sehingga sejarah bukan lagi kumpulan fakta yang kering tetapi
multitafsir. Perkembangan masyarakat akan mempengaruhi perkembangan pula
dalam teori sosial. Maka dalam hal ini terjadi pula perkembangan dalam
penafsiran dan eksplanasi suatu narasi sejarah sesuai dengan perkembangan
zaman. Sehingga sejarah bukan lagi sebagai sesuatu yang selalu berhubungan
dengan masa lalu tetapi juga memiliki dimensi “aktual” untuk dapat ditarik pada
masa sekarang.

7