Sejarah Kelahiran dan Perkembangan dan Manfaat Filsafat ilmu

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah
berlangsung secara mendadak, melainkan melalui proses bertahap dan evolusi.
Oleh karena itu, untuk memahami sejarah perkembangan ilmu pengetahuan harus
melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik. Setiap periode sejarah
pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Kelahiran atau
sejarah suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Filsafat secara umum
mempunyai arti upaya manusia untuk memahami segala sesuatu secara sistematis,
radikal, dan kritis. Dalam hal ini lebih difokuskan terhadap proses dan bukan
terhadap produk atau hasil. Maka proses yang dilakukan adalah berpikir kritis
yaitu usaha secara aktif, sistematis, dan mengikuti prinsip-prinsip logika untuk
mengerti dan mengevaluasi suatu informasi dengan tujuan menentukan apakah
informasi itu diterima atau ditolak (Takwin, 2001:45).
Filsafat ilmu adalah dasar yang menjiwai dinamika proses kegiatan
memperoleh pengetahuan secara ilmiah. Artinya setiap ilmu pengetahuan yang
ada sekarang ini merupakan proses dari perkembangan filsafat ilmu yang pada
akhirnya menghasilkan sebuah kebenaran dari sebuah ilmu pengetahuan baru
yang diakui secara ilmiah. Proses perkembangan tersebut berawal dari sebuah

sejarah kelahiran filsafat ilmu, di mana manusia sebagai makhluk yang berakal
pada dasarnya mempunyai hasrat untuk mempertanyakan sesuatu hal yang sudah
ada. Kegiatan berfilsafat pada manusia pada dasarnya berawal dari rasa heran,
kesangsian dan kesadaran akan keterbasan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat ilmu sangat membantu kita
untuk dapat lebih mengenal dan memahami filsafat ilmu itu sendiri, sebab
pengetahuan tentang sejarah perkembangan suatu aspek ilmu pengetahuan akan
sangat membantu dalam memahami hal tersebut. Filsafat Ilmu menurut
Soemargono (1990:1) merupakan penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan
ilmiah dan cara-cara memperolehnya telah berkembang seiring perkembangan
berbagai bidang ilmu pengetahuan. Di dalam perkembangan-perkembangan

tersebut telah banyak mengalami perubahan baik mengenai penemuan tentang
sesuatu yang baru maupun mengubah dan menepis suatu teori yang sudah ada
(pembaruan).
Kajian tentang sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat ilmu ini
merupakan sesuatu yang penting, sebab diharapkan dapat mengarahkan kita
terhadap penerapkan penyelidikan kefilsafatan dengan kegiatan ilmiah dan dapat
mengarahkan metode-metode penyelidikan ilmiah kejuruan kepada
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan ilmiah. Filsafat ilmu sebagai bagian integral

dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari
sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Dalam menulis
karya sejarah atau perkembangan dari filsafat ilmu, hal yang utama adalah dengan
membagi peristiwa sejarah itu sendiri ke dalam suatu fase atau pembabakan.
Kemudian dalam penulisannya dilakukan dengan cara periodeisasi atau secara
urut didasarkan pada suatu peristiwa besar yang ada dalam sejarah filsafat ilmu.
Dalam makalah ini penulis membagi sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat
ilmu secara pembabakan yang didasarkan pada ciri khas pada setiap fase
perkembangan yang terdiri dari; zaman kuno, zaman pertengahan, zaman
rennaisance, zaman modern, dan zaman kontemporer.
Dewasa ini manusia dituntut untuk mampu mengembangkan segala ilmu
pengetahuannya baik melalui proses kegiatan ilmiah maupun non ilmiah, oleh
karena itu filsafat ilmu dalam hal ini sebagai batang tubuh dari segala ilmu
pengetahuan mampu untuk menjawab tantangan atau tuntutan sosial yang
diemban oleh manusia. Filsafat ilmu sangat penting peranannya terhadap
penalaran manusia untuk membangun suatu ilmu. Sebab, dalam filsafat ilmu
terdapat kegiatan menyelidiki, menggali, dan menelusuri mendalam, sejauh, dan
seluas mungkin semua tentang hakikat ilmu. Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan
gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan akar dari semua ilmu dan pengetahuan.
Dengan kata lain mempelajari filsafat ilmu dapat memberikan pengaruh yang

besar terhadap keberlangsungan suatu ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh
manusia.

B. Rumusan Masalah
Pemecahan masalah yang dirumuskan dalam kegiatan penulisan sangat
diperlukan untuk memfokuskan kita pada masalah-masalah yang akan diangkat
dalam penulisan karya tulis. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan
maka rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat ilmu?
2. Manfaat apa saja yang diperoleh dalam mempelajari filsafat ilmu?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan pembuatan makalah ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan sejarah kelahiran dan perkembangan filsafat ilmu!
2. Untuk menjelaskan manfaat apa saja yang diperoleh dalam mempelajari filsafat
ilmu!

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kelahiran dan Perkembangan Filsafat Ilmu

Dari segi asal usul kata (etimologi) filsafat berasal dari bahasa Yunani
philosophos yang berarti philos = pecinta atau pencari, dan sophia = hikmat,
kebijaksanaan atau pengetahuan. Artinya filsafat merupakan suatu ilmu yang
mempelajari seluruh realitas sampai sebab-sebab yang paling dalam (Zahir,
2015:1). Sedangkan filsafat ilmu merupakan paparan dugaan dan kecenderungan
yang tidak terlepas dari pemikiran para ilmuwan yang menelitinya. Filsafat ilmu
dapat dimaknai sebagai suatu disiplin, konsep, dan teori tentang ilmu yang sudah
dianalisis serta diklasifikasikan. Filsafat ilmu adalah perumusan pandangan
tentang ilmu berdasarkan penelitian secara ilmiah. Dapat disimpulkan bahwa
filsafat ilmu berkaitan dengan kebenaran, fakta, logika, konfirmasi.
Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti: Objek apa yang ditelaah
ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan
antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan? Bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah
kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu

dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidahkaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihanpilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral atau profesional?
(Suriasumantri, 2003:35).
Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang pertama
adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah ontologi. Kedua,
masuk dalam wilayah kajian epistemologi. Sedangkan yang ketiga adalah problem
aksiologi. Ontologi yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai

ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal
ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan
terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang
dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Dengan lain perkataan, tidak menggarap halhal yang gaib seperti soal surga atau neraka yang menjadi garapan ilmu
keagamaan.
Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika, yang juga disebut
dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan.
Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat,
substansi dan aksiden, yang tetap dan yang berubah, eksistensi dan esensi,
keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan ketidakmungkinan, realita,
malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa (Jalaluddin, 2007:126-127).

Kedua epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan
perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan
teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah,
meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir
yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya.
Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi, yang sebagaimana telah disinggung di atas
terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Sejarah kelahiran filsafat ilmu menurut Utama (2013:4) berawal dari
proses manusia dalam rangka mencari kebenaran, proses sekularisari alam, sarana
berfikir ilmiah ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Sedangkan proses dari
perkembangan filsafat ilmu hingga kini merupakan kegiatan yang mempunyai
kurun waktu yang sangat panjang, oleh karena itu diklasifikasikan berdasarkan
pada ciri khas yang terdapat pada setiap fase perkembangan tersebut. Berikut
merupakan perkembangan-perkembangan dari filsafat ilmu hingga kini:
1. Filsafat Ilmu Zaman Kuno (600 SM sampai 500 M)
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal
manusia pada masa Zaman Kuno. Pada zaman Zaman Kuno filsafat dan ilmu
merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan. Keduanya termasuk dalam
pengertian episteme yang sepadan dengan kata philosophia. Pemikiran tentang


episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagai an organized body of rational
konwledge with its proper object. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai
pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan
rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike
(pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike
(pengetahuan teoritis) (Gie, 1997:1-2).
Pemikiran dan pandangan Aritoteles seperti tersebut di atas memberikan
gambaran kepada kita bahwa nampaknya ilmu pengetahuan pada masa itu harus
didasarkan pada pengertian dan akibatnya hanya dapat dilaksanakan bagi aspekaspek realitas yang terjangkau pikiran. Lalu masuk akal saja kalau orang
berpendapat bahwa kegiatan ilmiah tidak lain daripada menyusun dan mengaitkan
pengertian-pengertian itu secara logis, yang akhirnya menimbulkan kesana bahwa
setiap ilmu pengetahuan mengikuti metode yang hampir sama yaitu mencari
pengertian tentang prima principia, lalu mengadakan deduksi-deduksi logis
(Bertens, 1992:14).
Pemikirannya hal tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang
bahwa Aristoteles-lah sebagai peletak dasar filsafat ilmu. Selama ribuan tahun
sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di
Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa
pemikiran deduktif (logika formal atau sillogistik) dan wahyu sebagai sumber
pengetahuan. Aristoteles adalah peletak dasar “doktrin sillogisme” yang sangat

berpengaruh terhadap perkembangan pemimiran di Eropa sampai dengan
munculnya Era Renaisance. Sillogisme adalah argumentasi dan cara penalaran
yang terdiri dari tiga buah pernya-taan, yaitu sebagai premis mayor, premis minor
dan konklusi.
Tokoh-tokoh filsafat ilmu pada Zaman Kuno adalah sebagai berikut;
Thales (625-545 SM), Anaximandros (611-545 SM), Anaximenes (588-524 SM),
Pythagoras (580-500 SM), Xenophanes (570-480 SM), Heracleitos (540-475 SM),
Parmenides dan Melissus, Zeno, Empedocles, Leucippus, Democritos (460-370
SM), Socrates (470-399 SM), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM).

2. Filsafat Ilmu Zaman Pertengahan (467-1492 M)
Filsafat Abad Pertengahan adalah suatu arah pemikiran yang berbeda
sekali dengan arah pemikiran filsafat Zaman Kuno. Filsafat Abad Pertengahan
menggambarkan suatu zaman yang baru sekali di tengah-tengah suatu rumpun
bangsa yang baru, yaitu bangsa Eropa Barat. Filsafat yang baru ini disebut
Skolistik. Sebutan Skolistik mengungkapkan, bahwa ilmu pengetahuan abad
pertengahan diusahakan oleh sekolah-sekolah, dan bahwa ilmu itu terkait pada
tuntutan pengajaran di sekola-sekolah itu.
Filsafat Barat Abad Pertengahan juga dapat dikatakan sebagai “abad
gelap”. Pendapat ini disarankan pada pendekatan sejarah gereja, yang memang

pada saat itu tindakan gereja sangat membelenggu kehidupan manusia sehingga
manusia tidak lagi memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya. Para ahli pikir yang ada pada saat itu pun tidak memiliki
kebebasan berfikir. Apabila terdapat pemikiran-pemikiran yang bertentangan
dengan ajaran gereja, orang yang mengemukakan akan mendapatkan hukuman
berat. Pihak gereja melarang diadakannya penyelidikan-penyelidikan berdasarkan
rasio terhadap agama. Karena itu, kajian tentang agama/teologi yang tidak
berdasarkan ketentuan gereja akan mendapatkan larangan yang ketat, yang berhak
mengadakan penyelidikan terhadap agama hanyalah gereja. Walaupun demikian,
ada juga yang melanggar larangan tersebut dan mereka dianggap orang murtad
dan kemudian diadakan pengejaran (inkusisi).
Masa Abad Pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang
penuh dengan upaya mengiringi manusia ke dalam kehidupan sistem kepercayaan
yang picik dan fanatik,dengan menerima ajaran gereja secara membabi buta. Oleh
karena itu perkembangan ilmu pengetahuan pada masa ini terhambat. Masa ini
penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat ke arah
hidup yang saleh. Namun, di sisi lain, dominisi gereja ini tanpa memikirkan
martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan,
dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri.
Zaman Pertengahan ditandai dengan tampilnya para teolog di lapangan

ilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para teolog,
sehingga aktivitas ilmiah lebih terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan

yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah ancilla theologia atau abdi agama.
Namun demikian harus diakui bahwa banyak juga temuan bidang ilmu yang
terjadi pada masa ini. Periode abad pertengahan mempunyai perbadaan yang
mencolok dengan abad sebelumnya, perbedaan itu terutama terletak pada
dominasi agama. Agama Kristen menjadi problem kefilsafatan karena
mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran yang sejati. Hal
ini berbeda dengan pandangan Zaman Kuno yang mengatakan bahwa kebenaran
dapat dicapai oleh kemampuan akal (Achmadi, 2007:134).
Filsafat pada Abad Pertengahan mengalami 2 periode, yaitu:
a. Periode patriktis terdiri dari 2 tahap:
1) Permulaan agama kristen
2) Filsafat Agustinus; yang terkenal pada masa patristik
b. Periode skolastik terbagi menjadi 3 tahap yakni:
1) Periode awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena
hubungan yang rapat antara agama dan filsafat.
2) Periode puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi oleh aristoteles
akibat kedatangan ahli filsafat arab dan yahudi.

3) Periode akhir, ditandai dengan pemikiran kefilsafatan yang berkembang
kearah nominalisme.
Tokoh-tokoh yang hidup pada Zaman Pertengahan ini yaitu; Justinus
Martin, Klemes Tertullianus, Augustinus, Peter Abaelardus, J.S Eriugena,
Anselmus, Albertus Mangunus, Thomas Aquinas, William Ockham, dan Nicolas
Cusasus (1401-1464 M).
3. Filsafat Ilmu Zaman Rennaisance (1400-1600 M)
Rennaisance merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan
perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang
menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan
supremasi gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme.
Pada masa ini otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru
terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh
sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-

1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta
metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII pembicaraan tentang filsafat ilmu, ditandai
dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya
Zaman Modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Bacon menilai
bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat
kontemplatif, Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat
kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu
berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia
hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan mansia; human knowledge adalah
human power (Achmadi, 2007:147).
Kehadiran Bacon memberi corak baru bagi perkembangan Filsafat Ilmu,
khususnya tentang metode ilmiah. Menurut Bacon, jiwa manusia yang berakal
mempunyai kemamapuan triganda, yaitu ingatan (memoria), daya khayal
(imaginatio) dan akal (ratio). Ketiga aspek tersebut merupakan dasar segala
pengetahuan. Ingatan menyangkut apa yang sudah diperiksa dan diselidiki
(historia), daya khayal menyangkut keindahan dan akal menyangkut filsafat
(philosophia) sebagai hasil kerja akal. Sebagai pelopor perkembangan filsafat
ilmu pengetahuan, Roger Bacon juga menguraikan tentang logika. Bacon
menyusun logika meliputi empat macam keterampilan (ars) yaitu bidang
penemuan (ars inveniendi), bidang perumusan kesimpulan secara tepat (ars
iudicandi), bidang mempertahankan apa yang sudah dimengerti (ars retinendi),
dan bidang pengajaran (ars tradendi) (Bertens, 1992:45). Tokoh-tokoh yang hidup
pada zaman ini yaitu; Roger Bacon (1564-1542), Copernicus (1473-1543),,
Johannes Keppler, Galileo Galilei, Fransisco de Victoria (1492-1546) Thomas
Aquino, Niccolo Machiavelli (1469-1527).
4. Filsafat Ilmu Zaman Modern (1700-1900 M)
Pada zaman modern paham-paham yang muncul dalam garis besarnya
adalah rasionalisme, idealisme, dan empirisme. Paham rasionalisme mengajarkan
bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan.
Paham idealisme mengajarkan bahwa hakikat fisik adalah jiwa, spirit. Ide ini
merupakan ide Plato yang memberikan jalan untuk mempelajari paham idealisme

zaman modern. Paham empirisme dinyatakan bahwa tidak ada sesuatu dalam
pikiran kita selain didahului oleh pengalaman.
Pada masa abad modern ini berhasil menempatkan manusia pada tempat
yang sentral dalam pandanan kehidupan sehingga corak pemikirannya
antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal fikir dan
pengalaman. Rene Descartes (1596-1650) sebagai bapak filsafat modern yang
berhasil memadukan antara metode ilmu alam dengan ilmu pasti kedalam
pemikiran filsafat.
Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal
dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para penguasa, tetapi dari diri
manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada beda pendapat.
Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio
kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi.
Lalu muncul aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat
berbeda itu.
Pelopor aliran pemikiran pada zaman modern yaitu: Rene Descartes
(1596-1650) yang desebut sebagai bapak filsafat modern, Spinoza (1632-1677),
John Locke (1632-1704), J.G Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854),
G.W.T. Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860), William James (18421910), August Comte (1798-1857), John S. Mill (1806-1873), Herbert Spencer
(1820-1903), Julien de Lamettrie (1709-1751), Ludwig Feueurbach (1804-1872),
dan Karl Marx (1818-1883).
5. Filsafat Ilmu Zaman Kontemporer (1900-sekarang)
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ini ditandai dengan munculnya
filosof-filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu
sampai sekarang. Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya
menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang
kemudian di sebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan
Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang
mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran
Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu,

Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh
Thomas Samuel Kuhn (Haryono, 1991:158-161).
Filsafat kontemporer memiliki ciri khas pemikiran filsafat desentralisasi
manusia. Dalam bidang bahasa terdapat pokok-pokok masalah, yaitu arti kata-kata
dan arti pernyataan-pernyataan. Filsafat kontemporer yang di awali pada awal
abad ke-20, ditandai oleh variasi pemikiran filsafat yang sangat beragam dan
kaya. Mulai dari analisis bahasa, kebudayaan (postmodernisme), kritik sosial,
metodologi (fenomenologi, hermeneutika, strukturalisme), filsafat hidup
(Eksistensialisme), filsafat ilmu, sampai filsafat tentang perempuan (Feminisme).
Tema-tema filsafat yang banyak dibahas oleh para filsuf dari periode ini antara
lain tentang manusia dan bahasa manusia, ilmu pengetahuan, kesetaraan gender,
kuasa dan struktur yang mengungkung hidup manusia, dan isu-isu actual yang
berkaitan dengan budaya, sosial, politik, ekonomi, teknologi, moral, ilmu
pengetahuan, dan hak asasi manusia (Anshar, 2012:1)
Ciri lainnya adalah filsafat dewasa ini ditandai oleh profesionalisasi
disiplin filsafat. Maksudnya, para filsuf bukan hanya professional di bidang
masing-masing, tetapi juga mereka telah membentuk komunitas-komunitas dan
asosiasi-asosiasi professional dibidang-bidang tertentu berdasarkan pada minat
dan keahlian mereka masing-masing (Zaenal, 2011:124). Tokoh-tokoh filsafat
ilmu yang ada pada zaman ini yaitu, Jean Paul Sartre, Edmund Husserl (18591939), Jean Francois Lyotard (1924-1998), Jacques Derrida (1930-2004), dll.

B. Manfaat Belajar Filsasat Ilmu
Manfaat belajar filsafat ilmu bagi kita akan dijelaskan di bawah berikut
ini:
1. Filsafat memungkinkan orang berfikir secara komprehensif, memberi peran
yang wajar kepada konsep, mendasar/radikal, konsisten/runtut, koheren/logis,
sistematis, bebas, dan bertanggungjawab.

2. Filsafat memperluas pandangan melampauidisiplin ilmu tertentu. Filsafat
membantu seseorang untuk menempatkan bidang ilmunya dalam perspektif
lebih luas dan mendasar.
3. Filsafat memberikan pendasaran rasional tentang hakekat eksistensi,
pengetahuan, nilai-nilai, dan masyarakat. Filsafat juga memberikan pendasaran
tentang hakekat ilmu (epistimologi), menjadi orang berfikir lurus (logika),
memberikan kritik terhadap ilmu-ilmu, memberikan keterangan tentang dasar
dalam realitas, memberikan argumentasi rasional bagi konsep-konsep teologi
(teologi metafisik), membahas secara mendalam tentang manusia (antropologi
filsafat), memberikan penjelasan mendasar tentang hakikat manusia dan jagad
raya (kosmologi), membimbing manusia dalam kegiatannya sebagai manusia
(etika), memberikan dasar apresiasi bagi keindahan (estetika), dan mendorong
orang untuk mengukur segalanya berdasarkan perspektif sejarah (sejarah
filsafat)
4. Bagi orang yang beragama, filsafat memberikan pendasaran rasional bagi
kepercayaannya.
5. Filsafat merupakan kritik ideologi.
6. Filsafat dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah etis yang disebabkan
oleh perkembangan pesat ilmu pengetahuan.
7. Filsafat akan mengajarkan untuk melihat segala sesuatu secara multi dimensi:
Ilmu ini akan membantu kita untuk menilai dan memahami segala sesuatu
tidak hanya dari permukaannya saja, dan tidak hanya dari sesuatu yang terlihat
oleh mata saja, tapi jauh lebih dalam dan lebih luas.
8. Filsafat mengajarkan kepada kita untuk mengerti tentang diri sendiri dan dunia:
Manfaat belajar filsafat akan membantu memahami diri dan sekeliling dengan
pertanyaan-pertanyaan mendasar.
9. Filsafat mengasah hati dan pikiran untuk lebih kritis terhadap fenomena yang
berkembang: Hal ini akan membuat kita tidak begitu saja menerima segala
sesuatu tanpa terlebih dahulu mengetahui maksud dari pemberian yang kita
terima.
10. Filsafat dapat mengasah kemampuan kita dalam melakukan penalaran:
Penalaran ini akan membedakan argumen, menyampaikan pendapat baik lisan

maupun tertulis, melihat segala sesuatu dengan sudut pandang yang lebih luas
dan berbeda.
11. Belajar dari para filsuf lewat karya-karya besar mereka: Kita akan semakin
tahu betapa besarnya filsafat dalam mempengaruhi perkembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, karya seni, pemerintahan, serta bidangbidang yang lain.
12. Filsafat akan membuka cakrawala berpikir yang baru: Ide-ide yang lebih
kreatif dalam memecahkan setiap persoalan, lewat penalaran secara logis,
tindakan dan pemikiran yang koheren, juga penilaian argumen dan asumsi
secara kritis.
13. Filsafat membantu kita untuk dapat berpikir dengan lebih rasional:
Membangun cara berpikir yang luas dan mendalam, dengan integral dan
koheren, serta dengan sistematis, metodis, kritis, analitis, dan logis.
14. Filsafat akan mengkondisikan akal untuk berpikir secara radikal: Membuat kita
berpikir hingga mendasar, sehingga kita akan lebih sadar terhadap keberadaan
diri kita.
15. Filsafat membawa keterlibatan dalam memecahkan berbagai macam persoalan:
Persoalan baik yang terjadi pada diri sendiri maupun orang lain, akan
membuat kehidupan kita tidak dangkal, namun kaya akan warna.
16. Memiliki pandangan yang luas: Manfaat belajar filsafat dalam hal ini, akan
mengurangi kecenderungan sifat egoisme dan egosentrisme.
17. Filsafat membantu menjadi diri sendiri: Lewat cara berpikir yang sistematis,
holistik dan radikal yang diajarkan tanpa terpengaruh oleh pendapat dan
pandangan umum.
18. Filsafat akan membangun landasan berpiki: Komponen utama baik bagi
kehidupan pribadi terutama dalam hal etika, maupun bagi berbagai macam
ilmu pengetahuan yang kita pelajari.
19. Filsafat dengan sifatnya sebagai pembebas: Manfaat belajar filsafat akan
mendobrak pola pikir yang terbelenggu tradisi, mistis, dan dogma yang
menjadi penjara bagi pikiran manusia.
20. Filsafat akan membuat kita dapat membedakan persoalan: Terutama berbagai
persoalan ilmiah dengan persoalan yang tidak ilmiah.

21. Filsafat dapat menjadi landasan historis-filosofis: Dalam hal ini, berasal dari
berbagai macam kajian disiplin ilmu yang kita tekuni.
22. Filsafat dapat memberikan nilai dan orientasi pada semua disiplin ilmu: Filsafat
memberikan petunjuk lewat penelitian penalaran serta metode pemikiran
reflektif, sehingga kita dapat menyelaraskan antara pengalaman, rasio, agama
serta logika.
23. Filsafat dapat dijadikan alat untuk mencari kebenaran: Memberikan pandangan
serta pengertian mengenai hidup
24. Filsafat dapat dijadikan sebagai pedoman: Berguna sebagai sumber inspirasi
bagi kehidupan.
25. Filsafat mengajarkan kepada kita tentang etika dan moral: Pembelajaran moral
dan etika ini, dapat diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan.
26. Filsafat dapat membangun semangat toleransi, menjaga keharmonisan hidup di
tengah perbedaan pandangan atau pluralitas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

Daftar Rujukan
Achmadi, Asmoro. 2007. Filsafat Umum. Jakarta: Raja Grafindo Penada
Anshar. 2012. Filsafat Kontemporer. (Online). http://ansharmtk.blogspot.co.id/2012/10/filsafat-kontemporer.html. Diakses
07.10.2015
Bertens, K. 1992. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Cet. II. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Gie, Liang 1997. Pengantar Filsafat Ilmu, Cet. III. Yogyakarta: Liberty
Haryono, Imam. 1991. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja IlmuIlmu, Cet. II; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Jalaluddin, dan Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan
Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Soemargono, Soejono. 1989. Pengantar Filsafat, Cet. IV. Yogyakarta: Tiara
Wacana
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Total Grafika Indonesia
Takwin, Bagus. 2001. Filsafat Timur. Yogyakarta: Jalasutra
Zahir, Abdul. 2015. Tradisi Pemikiran Ilmiah: Yunani Kuno, Abad Pertengahan,
Masa Kekhilafahan, Renaissance dan Aufklaerung, Zaman Modern,
dan Zaman Kontemporer. (Online).
https://hepimakassar.wordpress.com/tag/dan-zaman-kontemporer/.
Diakses 07.08.2015