REDENOMINASI SEBAGAI BENTENG EKONOMI IND (1)

REDENOMINASI SEBAGAI BENTENG
EKONOMI INDONESIA
IND ONESIA DALAM
SERANGAN KRISIS
KRISIS MONETER
DUNIA

HASYIM ALI SHAHAB
SHAHA – FIRZA RAHMADYA SIHDIBA

SMA NEGERI 1 JEMBER

Abstraksi
Redenominasi adalah rencana program pemerintah yang gencar
diberitakan akhir-akhir ini. Pemerintah terus menekankan, bahwa redenominasi
berbeda dengan sanering. Redenominasi, hanya bertujuan untuk membuat
transaksi dan akuntansi lebih efisien dengan menghilangkan tiga digit angka nol
dibelakang tanpa mengurangi nilai tukarnya.
Selain

efisiensi


transaksi,

redenominasi

juga

bertujuan

untuk

meningkatkan kewibawaan rupiah di mata dunia. Hal itu karena saat
dibandingkan dengan valuta asing, nilai rupiah akan terlihat tidak terpaut jauh.
Ini menjadi manfaat ekonomis di dunia usaha, yaitu timbulnya kebangaan (pride).
Hal itu diharapkan akan menjadi stimulus peningkatan dunia usaha yang
bertujuan untuk menangkal imbas dari krisis moneter yang terjadi di seluruh
dunia saat ini. Redenominasi diharapkan menjadi benteng dari akibat yang akan
ditimbulkan, dan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi bangsa.
Selain itu, manfaat lain yang diharapkan dari redenominasi adalah
Indonesia dapat memanfaatkan keadaan ekonomi dunia saat ini, sebagai batu

loncatan menjadi negara yang dapat bertahan, bahkan mengembangkan
ekonominya

secara

pesat.

Sebelum kita mulai membahas ke topik utama, kita harus mengetahui arti
dari redenominasi terlebih dahulu. Redenominasi dapat diartikan sebagai upaya
pemerintah untuk mengurangi jumlah digit dari mata uang tanpa mengurangi nilai
dari mata uang tersebut. Pengertian ini hampir menyerupai sanering. Beda
keduanya terletak pada nilai dari mata uang yang juga ikut terpotong. Pada
intinya, pemberlakuan redenominasi hanya untuk mengefisienkan jumlah digit
mata uang, sedangkan sanering juga disertai pemotongan nilai tukarnya. Untuk
mempermudah, kami sediakan tabel perbedaan antara redenominasi dan
sanering.
PERBEDAAN
Pengertian
Dampak bagi masyarakat


Tujuan

Nilai terhadap barang

REDENOMINASI
Menyederhanakan
nominal uang
Tidak
ada
kerugian
karena
daya
beli
masyarakat tetap sama
Mengefisienkan transaksi
dan
mempersiapkan
kesetaraan
ekonomi
negara tersebut dalam

lingkup regional
Tidak berubah

Kondisi saat dilakukan

Makro ekonomi stabil
dan inflasi terkendali

Masa transisi

Perlahan
dengan
persiapan yang matang

Contoh (Harga Emas Rp Setelah redenominasi, Rp
535.000/gram)
535.000,- menjadi Rp
535,- dan tetap dapat
membeli 1 gram emas.


SANERING
Pemotongan nominal dan
nilai uang
Sangat dirugikan karena
daya beli masyarakat
turun drastis
Mengurangi jumlah uang
yang beredar karena
hiperinflasi.

Berubah menjadi lebih
kecil
Makro ekonomi tidak
sehat dan inflasi sangat
tinggi (hiperinflasi)
Tidak ada masa transisi
dan dilakukan secara
tiba-tiba
Setelah sanering, Rp
535.000,- menjadi Rp

535,- tetapi hanya akan
mendapat 1/1000 gram
emas.

Setelah mengetahui arti redenominasi dan perbedaannya dengan sanering
yang memiliki ciri kebijakan hampir sama, pembahasan berikutnya adalah
dampak redenominasi terhadap kekuatan rupiah di kancah dunia.
Saat ini walaupun perekonomian Indonesia stabil, tetapi keadaan rupiah
dalam pasar uang Internasional masih dianggap sebagai tiga teratas mata uang

sampah (garbage money) bersama dengan mata uang Zimbabwe dan Vietnam.
Hal ini dikarenakan angka nol yang tertera saat ditukar dollar AS masih terlalu
banyak. Nilai tukar rupiah terhadap satu dollar AS pada tanggal 10/10/2013
adalah Rp 11.494,2529. Nominal yang masih terlalu banyak itu menjadi penyebab
mata uang Indonesia dianggap rendah oleh dunia. Penggunaan mata uang dengan
nominal yang banyak atau mencapai ribuan masih dipersepsikan sebagai negara
berkembang dengan ekonomi yang terbelakang. Ini menyebabkan rupiah tidak
berwibawa dalam pasar uang Internasional sehingga tidak adanya kebanggaan
(pride).
Proyek redenominasi adalah salah satu jalan untuk meningkatkan

kewibawaan mata uang Indonesia dalam pasar uang internasional. Terkesan
berwibawa karena saat ditukar dengan dollar AS dan mata uang lain, jumlahnya
tidak terpaut jauh. Sebagai contoh, nilai tukar rupiah sebelum diredenominasi
terhadap satu dollar AS adalah Rp 11.494. Setelah diredenominasi, nilai tukar
rupiah terhadap satu dollar AS adalah Rp 11,4. Contoh dalam tabel dengan kurs
terbaru.
Redenominasi
Sebelum
Sesudah

Kurs Jual
11.820
11,8

Kurs Beli
10.910
10,9

Kurs USDIDR 12/10/2013


Meskipun dalam kondisi sesudah atau sebelum redenominasi nilainya
terhadap mata uang USD tidak berubah, hanya jumlah digitnya, tapi itulah yang
memberikan salah satu keuntungan ekonomis bagi masyarakat Indonesia yang
menggunakan rupiah, bahwa adanya kebanggan (pride).
Kebanggan (pride) sendiri bukan hal yang sepele dalam dunia ekonomi,
terutama saat melakukan kegiatan ekonomi di lingkup dunia. Kebanggan akan
mata uang dan perekenomian negara sangat dibutuhkan, terutama oleh para
pengusaha sebagai stimulus dan motivasi dalam melakukan kegiatan ekonomi
berskala dunia. Hal itu juga mendukung kepercayaan dunia terhadap mata uang
Indonesia dan tidak lagi dianggap sebagai mata uang sampah dari negara dengan
perekonomian terbelakang.

Sebelum redenominasi dapat berjalan dengan baik dan memberi manfaat
yang seharusnya, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh pemerintah.
Tahap pertama adalah melakukan sosialiasi kepada masyarakat. Sosialisasi
dilaksanakan pada tahun 2011 hingga 2012. Hal ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman

kepada


masyarakat

tentang

misi

pemerintah,

yaitu

redenominasi.Sosialisasi diperlukan agar masyarakat dapat benar-benar mengerti
tentang redenominasi dan tidak salah persepsi ataupun menganggapnya sama
seperti sanering.
Tahap kedua adalah masa transisi. Proses ini berlangsung mulai tahun
2013 sampai dengan 2015 nanti. Masa transisi bertujuan untuk membiasakan
masyarakat menggunakan uang dengan nominal baru. Pada masa ini, uang yang
beredar ada dua macam, yaitu uang lama (sebelum redenominasi) dan uang baru
(setelah redenominasi). Kedua uang yang beredar ini, dapat digunakan untuk
transaksi oleh masyarakat baik dengan harga baru dan harga lama. Pemerintah
juga membuat peraturan bagi para pedagang agar menampilkan harga rupiah baru

dan harga rupiah lama pada setiap kemasan barang yang dijual.
Tahap selanjutnya adalah penarikan uang rupiah lama. Pada tahap ini uang
rupiah lama mulai ditarik peredarannya di masyarakat, sehingga yang berlaku
hanya transaksi menggunakan uang rupiah baru yang telah diredenominasi. Masa
penarikan ini, juga akan difasilitasi oleh pemerintah, bank sentral, dan bank
swasta sebagai tempat untuk menukar rupiah lama dengan rupiah baru. Penarikan
uang rupiah lama ini direncanakan akan dimulai pada tahun 2016 hingga 2018.
Harapannya, pada akhir tahun 2018 uang rupiah yang lama telah sepenuhnya
ditarik dari peredaran, sehingga uang rupiah baru telah sepenuhnya menjadi alat
transaksi yang sah.
Tahap terakhir yaitu penghapusan tulisan “baru” pada rupiah yang telah
diredenominasi. Ketika pada masa transisi yang menggunakan dua tipe uang,
masing-masing akan diberi label rupiah baru dan rupiah lama sebagai penanda
mana yang diuji coba dan mana yang akan ditarik dari peredaran. Pada tahapan
ini, kata “baru” yang merupakan simbol dari percobaan dihapus, sehingga rupiah

yang telah diredenominasi tersebut, benar-benar selesai menjadi mata uang
utama Indonesia.
Kebijakan redenominasi ini selain membutuhkan proses dengan waktu
yang lama, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan bank

sentral agar kebijakan ini dapat terlaksana dengan lancar dan berhasil memberikan
manfaat terhadap perekonomian Indonesia. Hal-hal yang patut diperhatikan antara
lain tingkat inflasi harus teteap stabil dibawah 5% selama 4 tahun berturut-turut.
Selain itu, negara harus memiliki cadangan devisa kas minimal 100 sampai
dengan 200 miliyar rupiah.
Karena membutuhkan waktu cukup lama dan prosedur yang kompleks,
tentu saja pemerintah tidak semudah itu menerapkan kebijakan redenominasi.
Pasti ada tujuan yang ingin dicapai dan diharapkan berhasil setelahnya. Tujuan
pemerintah saat ini dalam melakukan redenominasi adalah memproteksi sistem
moneter Indonesia dari krisis ekonomi dunia.
Krisis ekonomi dunia adalah krisis keuangan yang dialami secara global
oleh negara di seluruh dunia. Liquiditas kering, banyak bank, perusahaan
sekuritas, dan investasi yang cukup besar mengalami kebangkrutan. Hal ini
semakin membuat panik keadaan pasar dan memperburuk krisis. Awal dari krisis
tersebut adalah Amerika mengalami over produksi (penawaran > permintaan)
kredit rumah. Sehingga tanpa adanya produk riil, ketika permintaan berada jauh di
bawah penawaran, terjadilah kerugian yang sangat besar.
Untuk mengetahui latar belakang krisis moneter dunia secara lengkap,
dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Pada skema diatas dapat dilihat, permasalahan krisis adalah gagalnya
perusahaan-perusahaan sekuritas dalam melakukan liquiditas. Selain itu, karena
terlalu banyaknya perusahaan yang terlibat, banyak juga yang mencari jalan
menghindar (Risk Aversion) dan memindahkan investasi ke aset yang lebih aman
(Flight to Quality). Hal ini menyebabkan kebangkrutan dan pemutusan hubungan
kerja besar-besaran dan faktor lain yang mengikuti sampai terjadinya krisis yang
berkepanjangan.
Hal tersebut mendasari para investor melarikan investasinya ke negaranegara di benua Eropa. Celakanya, di Eropa juga terjadi hal yang sama, banyak
bank yang tutup, liquiditas macet, sehingga krisis moneter juga terjadi pada
negara-negara di Eropa. Pasar menjadi semakin panik.
Dalam kondisi seperti ini, para investor mulai melihat asia sebagai lahan
yang tepat untuk mengamankan investasi mereka, termasuk juga Indonesia.
Mereka melihat Asia sebagai pasar yang sangat berpotensi. Hal itu dikarenakan
bahan baku yang tersedia cukup banyak, buruh dengan gaji kecil, dan masyarakat
yang konsumtif. Akhirnya, larilah uang mereka ke negara-negara di Asia,
sehingga perekonomian Asia, termasuk juga Indonesia, berkembang sangat pesat.

Banyaknya investasi asing di Indonesia, menyebabkan uang yang beredar
akan semakin banyak yang pada akhirnya meyebabkan inflasi dan menurunkan
nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Melihat keadaan ekonomi seperti ini,
pemerintah harus memahami berbagai solusi yang dapat dilakukan untuk
memapankan rupiah di mata dunia. Karena bila tidak ada tindakan, pereknomian
Indonesia juga akan terancam krisis moneter seperti negara-negara di benua
Eropa.
Krisis monter tersebut, jika tidak dapat diantisipasi, dapat berujung pada
collapsnya perekonomian Indonesia. Jika sudah terjadi kekacauan akibat imbas
krisis moneter global, harga-harga di pasaran akan melambung tinggi dan akan
terlambat untuk melakukan redenominasi karena perekonomian sudah tidak
stabil. Kondisi perekonomian Indonesia akan semakin sulit untuk bangkit jika
tidak memiliki solusi-solusi dalam mengahadapi masalah tersebut, terlebih untuk
dapat berkembang menyaingi negara-negara di regional asia tenggara ataupun
dunia.
Berdasarkan permasalahan tersebut, redenominasi dapat menjadi jalan
keluar untuk memapankan rupiah. Meskipun hanya berbentuk visual tanpa ada
perubahan nilai tukar, tetapi, redenominasi dapat memberikan stimulus positif
terhadap dunia usaha Indonesia sehingga dapat berkembang dengan pesat. Tetapi,
pemerintah juga harus bersiap dengan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.
Selain harus belajar dari negara-negara yang sukses dan gagal dalam melakukan
redenominasi, pemerintah juga harus memperhatikan aspek-aspek internal dalam
masyarakat. Beberapa diantaranya seperti reaksi masyarakat, modal yang
digunakan untuk proses redenominasi, serta distribusi uang baru yang harus
merata.
Selain itu, pemerintah juga harus pintar-pintar memaksimalkan peluang
bisnis yang terdapat di Indonesia. Sebab, di tengah kemerosotan ekonomi dunia,
hal tersebut dapat dijadikan batu loncatan bagi Indonesia untuk menyamai bahkan
menyaingi ekonomi negara-negara maju. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh
Indonesia. Diantaranya adalah memaksimalkan ekspor dan meminimalisir impor,
mendatangkan investor sehat untuk berinvestasi di Indonesia, mengadakan

hubungan kerjasama ekonomi dengan negara lain yang menguntungkan, dan harus
dapat memaksimalkan keempat sumber daya (alam, modal, tenaga kerja,
kewirausahaan).
Jika setelah redenominasi target diatas dapat benar-benar tercapai, maka,
yang pada awalnya hanya berbekal kebanggaan (pride) dalam melakukan
transaksi global, dengan kemudahan akuntansi yang mempermudahnya, serta
keefisienan transaksi sebagai tujuan, tidak menutup kemungkinan, nilai tukar
rupiah

dapat

benar-benar

kuat

sehingga,

nominal

rupiah

yang

telah

diredenominasi bukan hanya terpaut secara visual, tetapi juga diikuti oleh nilai
tukarnya. Saat semua itu telah selesai dilaksanakan dan berjalan dengan baik,
maka redenominasi telah benar-benar menjadi benteng ekonomi Indonesia dalam
menghadapai serangan krisis moneter dunia.