Makalah PAI Puasa Sunnah 6 Hari Bulan Sy

Makalah Tugas Pendidikan Agama Islam
Tradisi Syawalan Pasca Idul Fitri yang Berada di Masyarakat Jawa

Adrian Adhya Hermanu
S1 Antropologi Budaya | 15/379767/SA/17863

Daftar Isi
1.
2.
3.
4.
5.

Kata Pengantar …………………………………………………………………3
Pembahasan …………………………………………………………………….6
Penutup………………………………………………………………………….9
Daftar Pustaka …………………………………………………………………10

P a g e 2 | 10

Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Tradisi Syawalan Pasca Idul Fitri yang
Berada di Masyarakat Jawa”. Makalah ini berisikan tentang informasi Budaya yang terjadi
pasca Idul Fitri atau yang lebih khususnya budaya Syawalan .
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

P a g e 3 | 10

Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Bulan Ramadhan, bulan yang dijalani umat muslim setiap hari diawali dengan sahur
sebelum waktu subuh, lalu berpuasa, dan diakhiri pada waktu maghrib dengan berbuka puasa.

Selama 30 hari, umat Muslim menjalaninya. Di akhir bulan, umat muslim merayakan Idul
Fitri dengan melaksanakan sholat Ied. Waktu yang ada beberapa hari setelah Sholat Ied ini,
disebut Lebaran. Lebaran merupakan waktu dimana masyarakat Islam Jawa melakukan
pulang kampung, bertemu, berkumpul lagi bersama keluarga mereka.Banyak dari masyarakat
jawa yang pergi keluar dari kampung mereka untuk mencari nafkah, mencari pekerjaan yang
layak dan berpenghasilan besar. Pada saat Lebaran, semua masyarakat akan berkumpul
kembali bersama keluarga mereka, dan bisa bersilaturahmi.
Kesibukan masyarakat yang merayakan Lebaran boleh berlalu. Namun, tradisi
Syawalan yang datang setiap tujuh hari setelah hari raya Idul Fitri masih mejadi hari yang
istimewa bagi sebagian masyarakat Jawa Tengah (Jateng). Ada yang menyebut Syawalan ini
dengan Lebaran Ketupat. Pasalnya, banyak masyarakat yang menandai datangnya hari
istimewa ini dengan memotong ketupat. Tak kalah hiruk pikuknya dengan Lebaran, perayaan
Syawalan juga dijadikan sebagai wahana rekreasi keluarga.Istilah syawalan atau sering
disebut halal bihalal, memang berasal dari bahasa Arab. Uniknya, istilah itu tidak dikenal
oleh masyarakat Arab, karena memang tidak terdapat dalam tradisi dan kebudayaan mereka.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, syawalan memiliki arti “acara maaf-memaafkan”
pada hari Lebaran. Sementara, istilah halal bihalal merupakan kata majemuk yang terdiri atas
pengulangan kata bahasa Arab halal (baik atau diperbolehkan) yang diapit satu kata
penghubung ba.
Syawalan sendiri merupakan tradisi hasil akulturasi budaya Islam dengan budaya

Jawa. Saat syawalan, kita saling memaaf maafkan satu sama lain, dengan dilanjutkan dengan
berbagi makan, dan sesekali, dengan tradisi sungkeman. Kata syawalan sendiri muncul
karena tradisi ini dilakukan pada 7 hari pertama atau minggu pertama pada bulan Syawal di
Kalender Islam, dengan tambahan –an, Syawalan dapat diterjemahkan secara kasar yang
berarti “Melakukan Syawal”.

P a g e 4 | 10

1.2 Rumusan Masalah
a.
b.
c.
d.
e.

Bagaimana budaya syawalan ini tetap bertahan melewati zaman sampai sekarang?
Dimana saja kah terjadinya budaya Syawalan?
Bagaimana awal asal usul budaya Syawalan?
Masyarakat mana yang melaksanakan budaya Syawalan?
Apa perbedaan budaya Syawalan dan Silaturahmi?


1.3 Tujuan Penelitian
a. Memahami factor factor yang mempengaruhi bertahannya tradisi Syawalan hingga
sekarang
b. Mengetahui asal mula tradisi Syawalan di pulau Jawa khususnya di Daerah Istimewa
Yogyakarta
c. Lebih memahami tradisi Syawalan lebih dalam

P a g e 5 | 10

Bab 2. Pembahasan
2.1 Isi
Budaya syawalan ini berada di beberapa daerah di Pulau Jawa, khususnya daerah
daerah di Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan sekitarnya. Tetapi terdapat 3 daerah yang
terkenal dengan tradisi Syawalannya, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, Pekalongan, dan
Kendal. Asal mula Syawalan ini berbeda beda menurut daerah daerahnya sendiri, seperti di
Pekalongan Tradisi ini terkenal dengan pemotongan “Lopis Raksasa” di kelurahan Krapyak
Kidul dan Krapyak Lor kecamatan Pekalongan Utara. Masyarakat Krapyak dan sekitarnya
merupakan masyarakat yang taat beragama dan memegang kultur kebermasyarakatan yang
baik. Salah satu tradisi yang hingga sekarang ini dipelihara dengan baik adalah tradisi

“Syawalan Krapyak”. Tradisi syawalan dilaksanakan seminggu setelah lebaran yang diawali
dengan pemotongan lopis raksasa. Di Kendal, upacara syawalan ini seperti yang disebutkan
oleh Koentjaraningrat dalam Kebudayaan Jawa (1984: 328) yaitu bahwa salah satu tradisi dan
budaya Islam Jawa yang masih hidup adalah adanya penghormatan kepada makam-makam
orang suci, baik ulama atau kyai. Jika kaum santri datang ke makam untuk mendoakan orang
yang telah meninggal agar diampuni dosanya oleh Allah SWT, maka kaum Islam abangan
yang berada di Kendal mendatangi makam sebagai tempat Pepundhen. Yaitu menjadikan
makam sebagai sesembahan, yang dipui-puji, diberi sesaji, dan dimintai pertolongan.
Tetapi apa yang di fokuskan di makalah ini, apa yang dibahas adalah bagaimana
prosesi syawalan ini terjadi di kota jogja, mulai dari asal mulanya, masyarakat dari mana saja
yang melakukannya, bagaimana prosesnya sehingga masih bisa bertahan melewati perubahan
zaman yang sangat pesat ini, dan mengapa prosesi syawalan ini masih di lakukan oleh
beberapa jenis masyarakat di kota jogja.
Siapa yang mula-mula mengenalkan tradisi syawalan, belum diketahui secara pasti.
Menurut Ibnu Djarir (2007), tradisi syawalan dirintis oleh KGPAA Mangkunegara I, yang
terkenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa. Dalam rangka menghemat waktu, tenaga,
pikiran, dan biaya, maka setelah salat Idul Fitri diadakan pertemuan antara Raja dengan para
punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana. Semua punggawa dan prajurit, dengan
tertib dan teratur melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri. Tradisi sungkem yang
merupakan inti kegiatan syawalan, mengalami perluasan seiring dengan perkembangan

zaman. Sungkeman saat ini dilakukan kepada semua orang tua. Makna sungkeman itu,

P a g e 6 | 10

sejatinya sangat mulia dan terpuji. Sebagai lambang penghormatan kepada yang lebih tua,
dan permohonan maaf.
Di Jogjakarta sendiri, budaya syawalan masih bertahan melewati kerasnya perubahan
zaman, sampai sekarang. Keraton maupun Pakualaman, keduanya masih tetap melaksanakan
budaya syawalan keluarga besar tepat setelah sholat Ied dilaksanakan. Biasanya, syawalan
dilakukan di Pendopo Besar/ Joglo Besar kerajaan. Prosesi syawalan ini dilaksanakan oleh
kelaurga besar Keraton maupun Pakualaman, meskipun dilaksanakan sendiri sendiri di
tempat Raja masing masing.
Contohnya, masyarakat yang merupakan keturunan Kerajaan Pakualaman, masih
tetap melakukan tradisi Syawalan ini setiap tahun tepat setelah Sholat Ied berlangsung.
Proses Syawalan ini biasanya diadakan di Puro Pakualam, tepatnya di Pendopo Utama nya.
Proses Syawalan ini diawali dengan duduk bersama di pendopo utama, sambil menunggu
datangnya Sang Pakualam, para kerabat/tamu diberi makanan dan minuman ringan. Setelah
Pakualam memasuki ruangan pendopo, semua orang diharapkan berdiri lalu memberikan
hormat dengan cara membungkuk kepada Sang Pakualam. Setelah Pakualam memasuki
ruangan dan selesai penghormatan, para kerabat diberi makanan utama, dan saat makanan

utama disajikan biasanya terdapat beberapa pertunjukan sekaligus penghormatan kepada
Sang Pakualam, seperti Tari Jawa, adanya Tumpeng besar yang dibawakan oleh Prajurit
Pakualam dipimpin oleh Pangeran, turunan pertama dari generasi terakhir, dan beberapa
pertunjukan lain. Setelah pertunjukan selesai, masuklah pada acara utama yaitu syawalan,
berjabat tangan dan dengan maksud bermaaf maafan. Diawali dengan berbaris dengan rapi,
pelan pelan mengikuti alur dan berjabat tangan satu satu dengan Sang Pakualam dan keluarga
inti dari Pakualam, dengan bermaafan, sekaligus mengakhiri proses Syawalan ini.
Meskipun proses yang dilakukan oleh Pakualam dan keturunan nya ini merupakan
proses Syawalan yang termasuk rumit, bukan berarti semua proses tradisi Syawalan selalu
rumit dan susah, dan bukan berarti juga hanya kalangan kerajaan yang melakukannya.
Sampai saat ini hampir semua masyarakat islam jawa selalu melakukan syawalan selepas
melaksanakan ibadah Sholat Ied, proses syawalan ini sama sekali tidak rumit. Biasanya
keluarga mendatangi kediaman keluarga kerabat lainnya, lalu bersalam salaman dengan
maksud bermaaf maafan, lalu makan bersama dan bercengkerama bersama. Bahkan dalam
kondisi tertentu banyak keluarga Jawa yang meskipun tidak semua nya Islam dalam satu
keluarga, tetapi tetap melakukan syawalan dengan anggota keluarga yag lain, Kenapa?
P a g e 7 | 10

Mungkin karena budaya syawalan ini lebih mengarah kepada “Jawa” daripada “Islam”.
Seperti yang tadi saya sebutkan, di Arab sendiri tidak ada budaya seperti ini, jadi jelas bahwa

syawalan ini hanya ada di Indonesia, dan khususnya di Jawa.
Apa perbedaan Antara syawalan dan silaturahmi? Syawalan Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Syawalan memiliki arti “Acara Maaf-memaafkan” pada hari Lebaran.
Sementara, istilah halal bihalal merupakan kata majemuk yang terdiri atas pengulangan kata
bahasa Arab halal (baik atau diperbolehkan) yang diapit satu kata peng-hubung ba (Quraish
Shihab, 1992). Sedangkan silaturahmi sendiri memiliki arti (shilah ar-rahim dibentuk dari
kata shilah dan ar-rahim. Kata shilah berasal dari washala-yashilu-wasl(an)wa shilat(an),
artinya adalah hubungan. Adapun ar-rahim atau ar-rahm, jamaknya arhâm, yakni rahim atau
kerabat. Asalnya dari ar-rahmah (kasih sayang); ia digunakan untuk menyebut rahim atau
kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan
itu. Di dalam al-Quran, kata al-arhâm terdapat dalam tujuh ayat, semuanya bermakna rahim
atau kerabat. Dengan demikian, secara bahasa shilah ar-rahim (silaturahmi) artinya adalah
hubungan kekerabatan.
Dari sini dapat kita artikan bahwa Syawalan berarti meminta maaf, memaafkan, dan
bermaaf maafan dengan kerabat, dengan maksud berdamai dan tetap membawa keselarasan.
Sedangkan silaturahmi itu proses mengenal lebih dalam lingkungan social keluarga.
Silaturahmi mempererat tali persaudaraaan Antara individu satu dengan individu lain di
dalam lingkungan keluarga, mendekatkan kekerabatan.

P a g e 8 | 10


Bab 3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Budaya syawalan ini masih bertahan sampai sekarang berdasarkan beberapa bahasan
yang saya kemukakan sebelumnya. Budaya yang rumit ini mengikuti perubahan zaman
sehingga pada zaman ini budaya Syawalan lebih simple dan tidak rumit. Hanya hal hal
penting saja yang dilakukan dalam syawalan, yaitu berjabat tangan, bermaaf maafan dengan
maksud damai kepada satu sama lain. Meskipun begitu, masih banyak juga beberapa
golongan masyarakat yang melakukan proses Syawalan dengan rumit, tertata, dan berisi
beberapa ritual wajib, seperti golongan keluarga kerajaan.
Meskipun asal usul budaya Syawalan ini berbeda beda tergantung di mana tempat
terjadinya, tetapi pada dasarnya apa makna dari budaya Syawalan ini tetap sama, yaitu
meminta maaf dan memaafkan dengan maksud berdamai. Perbedaan ini lah yang menjadi
bukti bahwa perbedaan akulturasi geografis pun mempengaruhi tradisi Syawalan ini seiring
berjalannya waktu. Masyarakat yang menjalankan pun mulai menyebar tidak hanya yang ber
agama islam, tidak hanya yang etnis Jawa yang melakukan syawalan, tetapi hampir semua
masyarakat di Indonesia melakukannya setelah melaksanakan ibadah sholat Ied.
Dapat disimpulkan bahwa tradisi Syawalan ini tetap bertahan melewati zaman karena
perubahan perubahan tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada tradisinya,
perubahan perubahan yang membuatnya menjadi lebih mudah dan tidak rumit. Tetap

bertahan karena lambat laun pun diterima dan di praktek kan oleh masyarakat Indonesia yang
bukan islam maupun yang bukan Jawa, dan karena pada daerah daerah tertentu tradisi ini
masih dilakukan oleh Kepala Kerajaan nya sehingga masyarkat pun mengikuti nya dengan
sedikit perubahan.

P a g e 9 | 10

Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.

https://sites.google.com/site/sauputra/makna-dan-arti-silaturahmi
http://rismadabtp.blogspot.co.id/2011/09/judul.html
http://sorotjogja.com/category/humaniora/budaya/page/5/
http://tradisionalseni.blogspot.co.id/2012/09/makna-tradisi-syawalan.html
https://mazguru.wordpress.com/2009/01/25/kesalehan-kultural-tradisi-syawalan-dijogjakarta-pekalongan-dan-kendal/


P a g e 10 | 10