Ruang Lingkup Subjek Hukum Internasional

Ruang Lingkup Subjek Hukum Internasional Palang Merah
Internasional dalam Hukum Internasional

Disusun Oleh :
Dhanny Saraswati

(8111416129)

Zaeda Zulfa

(8111416243)

Rombel 05 Hukum Internasional

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017

Kata Pengantar
1


Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat rahmat
dan karunianya. Dalam rangka memenuhi tugas makalah hukum lingkungan
oleh Bapak Ridwan Arifin, S.H., LL.M. program studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum, Universitas Negeri Semarang, sehingga makalah yang berjudul
“Ruang

Lingkup

Subjek

Hukum

Internasional

Palang

Merah

Internasional dalam Hukum Internasional” ini dapat terselesaikan. Kami

selaku tim penyusun makalah ingin menyajikan

studi kasus, putusan dan

aspek Ruang Lingkup Subjek Hukum Internasional dalam Hukum Internasional.
Dalam pembahasan makalah ini meliputi sejarah berdirinya Palang Merah
Internasional, Ruang Lingkup kerja dari Palang Merah Internasional itu sendiri
dan Peran serta Palang Merah Internasional dalam menangani permasalahanpermasalahan kemanusiaan yang terjadi di beragam negara.
Makalah ini disajiakan mulai dari Bab I Pendahuluan yang meliputi: Latar
Belakang, Rumusan Masalah, dan Metode Penulisan. Bab II menguraikan
tentang Sub Pembahasan I, II

dan III, Bab III mengememukakan tentang

kesimpulan dan daftar isi.
Kami selaku tim penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, dengan kata lain masih banyak kekurangan data baik dari segi data
yang diperoleh dari berbagai sumber yang sudah tidak relevan lagi maupun
dari tata cara dan tata bahasa penyusunan buku ini. Untuk itu dengan segala
kerendahan


hati

kami

mengundang

kepada

para

pembaca

untuk

menyampaikan kritik dan saran kepada kami agar kiranya makalah ini menjadi
lebih baik dan berkualitas. Demikian harapan kami, semoga makalah ini dapat
memberikan sumbanga pemkiran kepada para pemuda.
Semarang, 13 Oktober 2017


Penulis

2

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................1
KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................4
1.1.Latar Belakang...........................................................................4
1.2.Rumusan Masalah......................................................................5
1.3. Metode Penulisan......................................................................6
BAB II PEMBAHASAN................................................................................8
2.1.Rumusan Masalah Pertama........................................................8
2.2.Rumusan Masalah Kedua...........................................................9
2.3. Rumusan Masalah Ketiga.........................................................13
BAB III KESIMPULAN................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................18


3

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seperti telah dikatakan walaupun kenyataan menunjukkan bahwa negara
merupakan subjek hukum Internasional yang terutama, negara dewasa ini
tidak merupakan satu-satunya subjek Hukum Internasional. Keadaan ini tidak
lain disebabkan oleh berbagai perubahan yang telah terjadi dalam masyarakat
Internasional dari abad ke abad yang merupakan pencerminan masyarakat
Internasional dewasa ini. Anggapan bahwa negara adalah satu-satunya subjek
hukum Internasional merupakan suatu anggapan yang wajar sekali dalam
keadaan

bahwa

hubungan

antar


negara

identik

dengan

hubungan

internasional. Istilah hukum antarnegara yang hingga kini kadang-kadang
masih dipergunakan orang, merupakan bukti bahwa anggapan ini masih ada
penganutnya. Seperti juga persoalan hukum internasional lain yang telah kita
bicarakan sebelumnya, persoalan ini bisa kita tinjau secara teoritis, tetapi bisa
pula kita tinjau secara praktis. Secara teoritis dapat dikemukakan bahwa subjek
hukum sebenaranya, hanyalah negara. Dan, pada dasarnya negara adalah
subjek hukum yang paling utama, terpenting dan memiliki kewenangan
terbesar sebagai subjek hukum Internasional1Perjanjian internasional seperti
misalnya Konvensi-Konvensi Palang Merah Tahun 1949 memberikan hak dan
kewajiban tertentu2. Hak dan kewajiban itu diberikan konvensi secara tidak
langsung kepada orang perorangan (individu) melalui negara-(nya) yang
menjadi peserta konvensi itu. Melalui konstruksi demikian, banyak keadaan

atau peristiwa individu menjadi subjek hukum Internasional berdasarkan suatu
konvensi dapat dikembalikan pada negara-(nya) yang menjadi peserta
konvensi demikian ialah Covention on the Settlement of Investment Disputes
between States and Natinals of Other States and The European Covention on
Human Rights. Pendirian yang mengatakan bahwa perjanjian Internasional
hanya berlaku dalam wilayah suatu negara yang menjadi pesertannya setelah
1Sefriani, 2009, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, Hlm. 103.

2Mochtar Kusumaatmadja, 2002, Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949, Mengenai
Perlindungan KorbanPerang, cet. Ke-5, Pusat Studi Wawasan Nusantara, Penerbit Alumni,
Bandung, hlm. 101.

4

diundangkannya undang-undang pelaksanaanya (implementing legislation)
yang lazim dikenal dengan teori transformasi merupakan perwujudan lain dari
teori transformasi merupakan perwujudan lain dari teori bahwa hanya negara
merupakan subjek hukum internasional dan sejalan dengan jalan pikiran apa
yang diuraikan di atas. Berlawanan dengan teori di atas ada teori lain yang
menyatakan kebalikannya secara sangat ekstrim yaitu bahwa sebenarnya

individu

merupakan

subjek

hukum

yang

sesungguhnya

dari

hukum

internasional, karena dalam analisis terakhir individulah yang merupakan
subjek segala hukum nasional maupun internasional. Menurut teori ini yang
dikemukakan oleh Hans Kelsen dalam bukunnya Principles Of InternasionalLaw
dengan logika dan analisis yang sukar dibantah, apa yang dinamakan hak dan

kewajiban negara sebenarnya adalah hak dan kewajiban semua manusia yang
merupakan anggota masyarakat yang mengorganisasir dirinya dalam negara
itu. Dalam pandangan teori Kelsen ini negara tidak lain dari suatu konstruksi
yuridis yang tidak akan mungkin tanpa manusia-manusia anggota masyarakat
negara itu. Yang penting dan harus menjadi pangkal tolak bagi pembahasan
yang realistis soal subjek hukum internasional itu adalah pengertian subjek
hukum internasional itu sendiri. Dalam arti yang sebenarnya subjek hukum
internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban menurut hukum
internasional. Kalau mau subjek hukum internasional demikian dapat kita sebut
subjek

hukum

internasional

penuh.

Negara

merupakan


subjek

hukum

internasional dalam arti ini. Bagi pengamatan secara hukum positif tidak
menjadi soal apa yang menjadi sumber hukum dari hak dan kewajiban itu.
Apabila kita melihat persoalan secara demikian hukum internasional mengenai
subjek hukum internasional salah satunya ialah Palang Merah Internasional.
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat
tersendiri (unik) dalam sejarah hukum Internasional. Boleh dikatakan bahwa
organisasi ini sebagai suatu subjek hukum (yang terbatas) lahir karena sejarah
walaupun kemudian kedudukannya (status) diperkuat dalam perjanjian dan
kemudian konvensi-konvensi Palang Merah (sekarang Konvensi Jenewa tahun
1949

tentang

Perlindungan


Korban

Perang).

Sekarang

Palang

Merah

Internasional secara umum diakui sebagai organisasi Internasional walaupun
dengan ruang lingkup yang sangat terbatas 3 Palang Merah Internasional atau
3Boer Mauna, 2001, Hukum Internasional; Pengertian, Peranan & Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Penerbit Alumni, Bandung, hlm 55.

5

ICRC (International Committee on The Red Cross)merupakan organisasi non
pemerintah yang anggotannya palang merah-palang merah Nasional negaranegara dan berkedudukan di Swiss. Kedudukan Non Government Organization
ini sebagai subjek hukum internasional tidak lepas dari perannya yang besar
dalam memberikan pertolongan pada korban perang khususnya di Perang
Dunia I dan II. Di samping itu, Non Government Organization ini memberi
kontribusi yang besar pada pembentukan Konvensi-Konvensi 1949 yang
mengatur tentang hukum perang atau hukum humaniter internasional 4
Meskipun mendapat status sebagai subjek hukum internasional, tetapi dalam
ruang lingkup yang sangat terbatas. ICRC hanya bergerak di bidang
kemanusiaan, memberikan perlindungan terhadap korban perang baik skala
domestik maupun internasional. Rumusan masalah dalam makalah ini akan
membahas tentang Ruang Lingkup Subjek Hukum Internasional Palang Merah
Internasional dalam Hukum Internasional.
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimanakah sejarah keberadaan Palang Merah Internasional?
2.Apa sajakah ruang lingkup Subjek Hukum Palang Merah Internasional dalam
Hukum Internasional?
3.Bagaimanakah peran serta Palang Merah Internasional dalam menangani
permasalahan di suatu negara?
C.Metode Penulisan
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis kali ini adalah metode
penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian ini adalah library research
(penelitian

kepustakaan),

yaitu

penelitian

yang

dilaksanakan

dengan

menggunakan literatur (kepustakaan), baik berupa Buku, Jurnal Nasional, Jurnal
Internasional, dan Artikel Jurnal yang bersumber dari Unnes Law Journal.
Penelitian kepustakaan atau library research mungkin sudah sangat familiar
bagi mahasiswa akhir yang menggunakan metode penelitian kualitatif. Bahkan
ada yang beranggapan bahwa kualitatif tidak lepas dari kepustakaan yang
hanya berhubungan dengan tumpukan referensi buku saja. Padahal library
research hanya salah satu jenis metode penelitian kualitatif. Dalam makalah
kali ini kita akan membahas apa sebenarnya riset pustaka? Riset pustaka
4Mochtar Kusumaatmadja, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Alumni, Bandung,
hlm 101.

6

memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya.
Tegasnya riset pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan
koleksi perpustakaan saja tanpa melakukan riset lapangan. Riset pustaka tidak
hanya sekedar urusan membaca dan mencatat literatur atau buku sebanyakbanyaknya sebagaimana yang sering dipahami banyak orang selama ini. Apa
yang disebut riset pustaka atau sering juga disebut studi pustaka,ialah
rangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.

Gambar 1. Gambaran Umum Metode Library Research
Ciri ciri metode kepustakaan atau library research antara lain yang pertama
adalah Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan
bukan

dengan

pengetahuan

langsung

dari

lapangan

atau

saksi

mata

(eyewitness) berupa kejadian,orang atau benda-benda lainnya. Yang kedua
adalah Data pustaka bersifat ‘siap pakai’ (ready made). Artinya peneliti tidak
pergi kemana mana, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan
sumber yang sudah tersedia di perpustakaan. Yang ketiga yaitu Data pustaka
umumnya adalah sumber sekunder, dalam arti bahwa peneliti memperoleh
bahan dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama di
lapangan. Dan yang keempat adalah Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh
ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik,tetap. Dalam
penulisan metode library research persoalan penelitian tersebut hanya bisa
dijawab lewat penelitian pustaka dan sebaliknya tidak mungkin mengharapkan
datanya dari riset lapangan. Studi sejarah umumnya menggunakan metode
library

research,

selain

itu

penelitian

studi

agama

dan

sastra

juga

menggunakan metode ini.Studi pustaka diperlukan sebagai salah satu tahap
tersendiri, yaitu studi pendahuluan (prelinmary research) untuk memahami
lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang di lapangan atau dalam
7

masyarakat. Ahli kedokteran atau biologi, misalnya, terpaksa melakukan riset
pustaka untuk mengetahui sifat dan jenis-jenis virus atau bakteri penyakit yang
belum

dikenal.Data

pustaka

tetap

andal

untuk

menjawab

persoalan

penelitiannya. Bukankah perpustakaan merupakan tambang emas yang sangat
kaya untuk riset ilmiyah. Informasi atau data empiric yang telah dikumpulkan
orang lain, berupa laporan hasil penelitian atau laporan-laporan resmi, bukubuku yang tersimpan dalam perpustakaan tetap dapat digunakan oleh periset
kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari suatu penelitian. Teori-teori yang mendasari masalah dan
bidang

yang

akan

diteliti

dapat

ditemukan

dengan

melakukan

studi

kepustakaan. Selain itu seorang peneliti dapat memperoleh informasi tentang
penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitiannya.
Dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dengan melakukan
studi

kepustakaan

peneliti

dapat

memanfaatkan

semua

informasi

dan

pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya.Seorang peneliti
hendaknya mengenal atau tidak merasa asing dilingkungan perpustakaan
sebab dengan mengenal situasi perpustakaan, peneliti akan dengan mudah
menemukan apa yang diperlukan. Untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan peneliti mengetahui sumber-sumber informasi tersebut, misalnya
kartu katalog, referensi umum dan khusus, buku-buku pedoman, buku
petunjuk, laporan-laporan penelitian, tesis, disertasi, jurnal, ensiklopedi, dan
bahan-bahan khusus lain. Dengan demikian peneliti akan memperoleh
informasi

dan

sumber

yang

tepat

dalam

waktu

yang

singkat

dan

mempermudah penyusunan karya tulis.
Metode kepustakaan akan sangat berguna karena dapat menampung banyak
sumber literasi.

BAB II
PEMBAHASAN
A.Sejarah Keberadaan Palang Merah Internasional
International Committee of The Red Cross (ICRC atau Palang Merah
Internasional merupakan gerakan kemanusiaan internasional yang mempunyai
misi untuk melindungi dan membantu korban konflik bersenjata dan situasi
8

gangguan

dalam

ketidakberpihakan

negeri

baik

sipil

(impartiality),

maupun

kenetralan

militer

dengan

(neutrality),

prinsip

kemandirian

(independence) sebagai pedoman dalam implementasi gerakan 5 Saat sebuah
wilayah dari suatu negara berdaulat dinyatakan tidak ada korban dari konflik
bersenjata maka ICRC mem-perluas misi gerakan dengan memberikan bantuan
kepada korban kekerasan yang disebabkan oleh situasi yang lain.Misi itu
diselaras-kan dengan perkembangan dunia dan kebutuhan para korban dalam
situasi dan kondisi yang semakin rentan akibat kekerasan yang semakin
variatif. Penerapan prinsip kemanusian ICRC yang konsisten, membangun
kepercayaan dengan pihak berwenang terkait dan melaksanakan kegiatan
secara profesional sehingga banyak negara yang menerima ICRC dengan
melanjutkan dan memperluas kegiatannya di luar fase-fase krisis akut. Aktifitas
ICRC adalah mengunjugi tawanan perang dan tahanan sipil; mencari orang
hilang; me-nyampaikan berita antara anggota keluarga yang terpisah karena
konflik;

mem-pertemukan

kembali

keluarga

yang

terpisah;

memberikan

makanan, air, dan bantuan medis kepada orang sipil yang tak punya akses
kebutuhan dasar tersebut; menyebarluaskan pengetahuan tentang Hukum
Humanitarian Internasional (HHI); memantau kepatuhan terhadap HHI; dan
mengarahkan perhatian kepada kasus-kasus pelanggaran HHI dan membantu
pengembangan HHI. Pembentukan Perhipunan Nasional Palang Merah atau
Bulan Sabit Merah di setiap negara merupaan tanggung jawab tambahan untuk
mengupayakan

perkembang-an

mitranya

di

level

nasional.

Keberadaan

perhimpunan nasional memberi manfaat ICRC yaitu dapat memobilisir jaringan
kemanusiaan skala dunia sesuai dengan prinsip kemanusiaan universal.
Perkembangan ICRC di seluruh dunia, tidak dapat dilepaskan dari Henry Dunant
(1828-1910). Perkembangan ICRC di seluruh dunia, tidak dapat dilepaskan dari
Henry

Dunant

(1828-1910).

Gagasan

pembentukan

ICRC

berawal

dari

keprihatinan Henry Dunant yang menyaksikan kejadian korban perang di
Solferino (nama dari satu kota di dataran rendah Propinsi Lambordi, paling
utara Italia, kurang lebih 9 Km di selatan Danau Garda) pada tanggal 24 Juni
1859 antara Perancis dan Austria memperebutkan wilayah Sardinia sehingga
diperkirakan sebanyak 40.000 korban tewas dan terluka. Perancis membantu
5Abd Latif Bustami, “Palang Merah Di Negeri Bulan Bintang: Sebuah Kajian tentang Strategi
KebudayaanInternational Comittee of The Red Cross (ICRC) di Indonesia”, Jurnal Sejarah dan
Budaya, Vol.1 No.1, Juni 2014, hlm 41-53.

9

Sardinia dengan sejumlah konsesi, yaitu wilayah Savoya dan Nizza diserahkan
ke Perancis sesuai dengan Perjanjian Rahasia di Flombieres. Perang ini berakhir
dengan perdamaian di Zurich tahun 1859 dengan ketentuan Napoleon III
menerima Lombard dari Austria yang langsung diserahkan kepada Sardinia
oleh Napoleon sedangkan Savoya dan Nizza di serahkan oleh Sardinia kepada
Perancis. Dunant sebagai pebisnis dan berperan sebagai pelayan umat
menyaksikan kejadian itu meminta bantuan masyarakat setempat untuk
membantu merawat korban dari kedua belah pihak yang harus diberi
perawatan yang setara. Pengalaman terhadap kejadian itu di dokumentasikan
oleh Dunant dalam buku dengan judul Un Souvenir De Solferino atau dalam
edisi Inggrisnya A Memory of Solferino yang isinya merupakan implementasi
gagasan pada masa damai, yaitu pentingnya mendirikan perhimpunanperhimpunan bantuan kemanusiaan yang memiliki juru rawat yang siap untuk
merawat korban luka pada waktu terjadi perang dan para relawan yang
bertugas membantu dinas medis, angkatan bersenjata, dan perhimpunan itu
diberi pengakuan dan perlindungan melalui sebuah perjanjian internasional.
Gagasan itu berkembang luas dan mendapatkan simpati publik. Gustave
Moynier, seorang pengacara dan Ketua dari The Geneva Public Welfare Society
(GPWS)

atau

Perhimpunan

Jenewa

untuk

Kesejahteraan

Masyarakat

menyatakan tertarik dan berniat untuk mengimplementasi-kannya serta
meminta Dunant untuk me-nyatakan gagasannya di pertemuan GPWS pada
tanggal 9 Februari 1863 di Gedung Cacino Saint-Pierre. Ternyata 160 dari 180
anggota GPWS yang hadir itu mendukung Dunant dan disepakati dukungan itu
dalam suatu kegiatan yang dinamakan Proyek Mounier-Dunant. Proyek itu
dibentuk pengurus terdiri atas Gustave Moynier (Ketua GPWS), dr. Louis Appia,
dr. Theodore Maunoir, Jenderal Guillame-Henri Dufour (ketiganya Anggota
GPWS). Dunant tidak dilibatkan dalam proyek tersebut karena bukan anggota
GPWS.
B. Ruang lingkup Subjek Hukum Palang Merah Internasional dalam
Hukum Internasional
6

Subjek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau

kesatuan – kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memilki
6Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005,
hal 78

10

kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum
Internasional. Munculnya organisasi –organisasi Internasional baik yang bersifat
bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar
belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai
subjek hukum internasional. 7Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada
umumnya diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum.
8

Sedangkan menurut Mochtar Kusumaatmadja pengertian subjek hukum

internasional adalah:
a. Pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional.
subjek hukum semacam ini disebut subjek hukum internasional penuh,
misalnya negara.
b. Mencakup pula keadaan-keadaan dimana yang dimilikinya itu hanya
hakhak dan kewajiban-kewajiban terbatas, misalnya kewenangan
untuk mengadakan penuntutan hak yang diberikan oleh hukum
internasional

di

muka

pengadilan

berdasarkan

suatu

konvensi,

misalnya individu.
c. Subyek hukum internasional memperoleh kedudukan berdasarkan
hukum kebiasaan internasional karena perkembangan sejarah
Dengan kemampuan sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti
adanya kemampuan untuk mengadakan hubungan hukum yang melahirkan
hak –hak dan kewajiban. Secara umum yang dipandang sebagai subjek hukum
adalah:
1. Individu atau orang perorangan atau disebut pribadi alam dan
2. Badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk suatu maksud dan
tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan coraknya yang sedemikian
rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek hukum.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa subjek hukum menurut hukum
internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban menurut
hukum internasional adalah Subjek Hukum Internasional.
Ada beberapa subjek Hukum Internasional yaitu:
1. Negara

7I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990,
hal. 58.
8 Rudi T May, 2001, Hukum Internasional I, Refika Aditama, Bandung, hal 44.

11

Negara sebagai subyek utama hukum internasional terbentuk dari unsurunsur konstitutif : penduduk yang tetap, wilayah tertentu, pemerintah
dan kedaulatan9
2. Tahta Suci (vatikan)
3. Palang Merah Indonesia
4. Organisasi Internasional
Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum merupakan organisasi
dalam ruang lingkup nasional yaitu Swiss yang didirikan oleh lima orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Hendry Dunat dan bergerak
dibidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang
Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas dibanyak negara, yang
kemudian membentuk palang Merah Nasional di masing –masing wilayahnya.
Palang Merah Nasional dari negara –negara itu kemudian dihimpun menjadi
Palang Merah Internasional (International Commite of the Red Cross/ICRC).
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai
tempat tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Organisasi ini sebagai
suatu subjek hukum lahir karena sejarah walaupun kemudian kedudukannya
diperkuat dalam perjanjian dan kemudian konvensi – konvensi Palang Merah
(sekarang Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang perlindungan korban perang).
Palang

Merah

Internasional

secara

umum

diakui

sebagai

organisasi

internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hkum internasional
walaupun dengan ruang yang sangat terbatas. kedudukan sebagai subjek
hukum

internasional

walaupun

dengan

ruang

terbatas.Sedangkan Bowett tampaknya menolak

lingkup

yang

sangat

anggapan bahwa ICRC

termasuk organisasi internasional. Hal ini terlihat dari pendapat beliau yang
menggolongkan ICRC sebagai private international union, sedangkan yang
dianggap awal perkembangan organisasi internasional menurut beliau adalah
public international union. Sepanjang sebagian besar sejarahnya, Komite
Palang Merah Internasional (ICRC) secara khusus menahan diri untuk tidak
menerapkan undang-undang hak asasi manusia internasional, karena alasan
politisasi yang diajukan oleh undang-undang ini 10 Namun, karakter konflik
9 Marlina, “Perlindungan Hak Buruh Migram Oleh Negara Dalam Kedudukannya Sebagai Subjek
Hukum Internasional”, Jurnal Pandecta, Vol.8 No.2, Juli 2013, hlm 182-195.
10 Sergey Sarapin, “The International Committee of the Red Cross and International Human
Rights Law ”, Oxford Journal Of Human Rights Law Review, Vol.9 No.1, Januari 2009,
doi.org/10.1093/hrlr/ngn044, hlm 95-126.

12

bersenjata yang berubah dan situasi kekerasan lainnya dimana ICRC saat ini
beroperasi telah mendorongnya untuk menetapkan kerangka kerja untuk
memanfaatkan secara terbatas hak asasi manusia yang dipilih dan yang
berlaku,

untuk

tujuan

memperkuat

perlindungan

dan

bantuan

yang

diberikannya. Artikel ini membahas bagaimana ICRC dapat menggunakan hak
asasi manusia dengan cara ini selama konflik bersenjata, melalui prisma
hukum humaniter internasional, serta persyaratan untuk doa mereka sesuai
dengan doktrin ICRC yang relevan.
Dalam Pasal 1 Statuta ICRC disebutkan bahwa ICRC adalah “an independent
humanitarian organization”. Selain itu, Oppenheim, Goodspeed, dan umumnya
pendapat para sarjana lain yang secara tegas menyatakan bahwa keanggotaan
organisasi internasional adalah negara-negara, tentunya akan menolak untuk
menggolongkan ICRC terdiri dari individu, walaupun memang harus diakui
bahwa ICRC memenuhi sebagian besar kriteria sebagai suatu organisasi
internasional, misalnya :
a.Memiliki organisasi yang tetap untuk menjalankan fungsi-fungsinya, berupa
organ-organ

khusus

yang akan menjalankan

fungsi ICRC

sebagaimana

tercantum dalam Statuta ICRC, Statuta Gerakan, dan Konvensi Jenewa.
b.Memiliki instrument dasar berupa Statuta ICRC yang diadopsi tanggal 21 Juni
1973, dimana di dalamnya dicantumkan struktur organisasi ICRC (pasal 8-10),
metode operasi berupa “Rules of Procedur” (pasal 13), baik untuk ICRC sendiri
maupun dalam kapasitasnya sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah Internasional.
c.Memiliki lembaga konsultatif berupa Konferensi Internasional Palang Merah
yang diadakan setiap 4 tahun sekali. Pada konferensi ini dihasilkan berbagai
resolusi yang akan menjadi pedoman kerja bagi seluruh unsure Gerakan.
Konferensi ini dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional, serta negaranegara penandatanganan Konvensi Jenewa. Selain itu ada pula lembaga
Council of Delegates yang terdiri dari wakil-wakil ICRC, Federasi dan
Perhimpunan Nasional yang bertemu 2 tahun sekali untuk memberikan
pendapat atas kebijakan dan masalah umum bagi semua unsur Gerakan.
d.Memiliki sekrettariat tetap yang berpusat di Jenewa yang menjalankan
fungsi-fungsi administratif, riset, dan informasi secara terus menerus. Palang

13

Merah Internasional pada dasarnya juga memiliki runag lingkup atau cakupan
dalam menjalankan kegiatannya, ruang lingkup tersebut terangkum dalam
prinsip-prinsip dasar Palang Merah. Prinsip dasar Palang Merah dikenal dengan
7 Prinsip Palang Merah yang disahkan di Wina ( Austria ) oleh Konferensi
International Palang Merah dan Bulan Sabit Merah XX tahun 1965. Terdiri atas :
1)

Kemanusiaan ( Humanity )

Bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah didirikan berdasarkan
keinginan untuk memberikan pertolongan tanpa membedakan korban dalam
pertempuran,

berusaha

mencegah

dan

mengatasi

penderitaan

sesama

manusia.
2)

Kesamaan ( Importiality )

Bahwa gerakan ini tidak membedakan bangsa, suku, agama dan politik,
tujuannya semata-mata untuk mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan
kebutuhannya dan mendahulukan yang paling parah.
3)

Kenetralan ( Neutrality )

Bahwa

gerakan ini

tidak

boleh

memihak

pertentangan Politik, agama, suku,

atau melibatkan diri

dalam

atau ideologi agar senantiasa mendapat

kepercayaan dari semua pihak.
4)

Kemandirian ( Independence )

Bahwa gerakan ini bersifat mandiri, tugasnya membantu pemerintah dalam
bidang kemanusiaan, harus mentaati peraturan negaranya dan harus menjaga
otonomi negaranya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip pelang
merah.
5)

Kesukarelaan ( Voluntari Service )

Gerakan ini memberi bantuan secara sukarela bukan keinginan mencari
keuntungan.
6)

Kesatuan ( Unity )

Gerakan ini dalam suatu negara hanya terdapat satu perhimpunan palng
merah atau bulan sabit merah

yang terbuka untuk semua orang dan

melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7)

Kesemestaan ( Universality )

Bahwa gerakan ini bersifat semesta dimana setiap perhimpunan mempunyai
hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama.

14

C.

Peran

serta

Palang

Merah

Internasional

dalam

menangani

permasalahan di suatu negara?
Untuk memaparkan Peran Serta Palang Merah Internasional dalam membantu
menangani permaslahan keamanusiaan yang terjadi di suatu negara, makalah
ini akan memberikan dari contoh penelusuran yang telah ada dalam penelitian
berjudul “Peran International Of The Red Cross (ICRC) Dalam Mengatasi
Masalah Kemanusiaan di Aceh Tahun 2004-2006”. Khusus dalam pemaparan ini
memfokuskan mengenai peran sebuah organisasi non-permerintah dalam
mengatasi masalah kemanusiaan pada situasi konflik bersenjata dan bencana
alam, organisasi yang dimaksud adalah palang merah internasional atau yang
disebut dengan International Committee of The Red Cross (ICRC). Organisasi ini
berbasis di Jenewa Swiss pada tanggal 24 Juni 1863 yang didirikan oleh Henry
Dunant dan awalnya bernama ―Komisi Lima‖ dengan empat tokoh terkemuka
lainnya dari keluarga terkenal Geneva, sebagai sebuah komisi penyelidikan dari
Masyarakat Jenewa untuk kesejahteraan masyarakat.2Misi resmi ICRC adalah
sebagai organisasi kemanusiaan yang tidak memihak, netral dan mandiri yang
misinya semata-mata bersifat kemanusiaan yaitu untuk melindungi kehidupan
dan martabat para korban konflik bersenjata, perang, dan situasi-situasi
kekerasan lain dan memberikan mereka pertolongan dan bantuan. ICRC
melaksanakan tugas yang bersumber pada Konvensi Jenewa 1949 dan Statuta
Gerakan, dimana bahwa tugas ICRC adalah:
1. Memantau kepatuhan para pihak yang bertikai pada konvensi Jenewa
2. Mengorganisir perawatan terhadap korban luka di medan perang
3. Mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang dan melakukan intervensi
yang

bersifat

konfidensial

dengan

pihak

berwenang

yang

melakukan

perlawanan.
4. Membantu mencarikan orang hilang dalam konflik bersenjata
5. Mengorganisir perlindungan dan perawatan penduduk sipil
6. Bertindak sebagai perantara netral antara pihak yang berperang
Misi umum ICRC adalah untuk melindungi dan membantu korban konflik
bersenjata dan situasi gangguan dalam negeri, sipil maupun militer, secara
netral dan tidak memihak. Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan operasional
untuk melindungi dan membantu para korban konflik bersenjata ICRC juga

15

mempunyai misi untuk mempromosikan hukum humaniter internasional 11CRC
telah menjalankan misinya dilebih dari 80 negara di dunia, tersebar di 27
negara di Afrika, 14 negara di Asia, 27 negara di Eropa dan Amerika, serta 12
negara di Timur Tengah dan Africa Utara. Misi-Misi ICRC mencakup hal hal
sebagai berikut ; Memberikan Perlindungan , Kegiatan perlindungan mencakup
kunjungan ketempat-tempat penahanan dan pemulihan kembali hubungan
keluarga. ICRC tidak membeda-bedakan korban dan konsisten dengan sikap
netralnya dengan rutin melakukan kunjungan bagi tahanan-tahanan dan
melakukan dialog rahasia dan konstruktif dengan pihak berwenang dan
bertanggungjawab mengenai kondisi material dan pengobatan. Memberikan
Bantuan, Krisis kemanusiaan sering kali terjadi seiringan dengan krisis-krisis
lainnya seperti kelaparan, wabah penyakit, dan kekacauan ekonomi. Sehinggan
dalam kondisi ini ICRC siap siaga berusaha menyediakan kebutuhan para
korban

berupa

bantuan

makanan

dan

obat-obatan

serta

pembuatan

penyediaan air atau sarana medis. Bekerjasama dengan Perhimpunan Nasional
Negara , ICRC selalu menjalin kerjasama dengan perhimpunan negara
manapun

tempat

pergerakan
nasional
pelayanan

dan

dalam

beroperasi,
meningkatkan

memenuhi

kemanusian

di

tujuannya

adalah

kemampuan

tanggungjawab
negaranya

untuk

mempermudah

perhimpunan-perhimpunan

mereka

dalam

masing-masing.

memberikan

Kerjasama

yang

dilakukan adalah seperti memberikan pelatihan kepada staf kesehatan utama,
ahli beda, dan teknisi lainnya. Aceh memang dikaruniai dengan berbagai
macam keistimewaan dan kekayaan alam—yang tragisnya juga mengundang
pertikaian. Teristimewa adalah posisi geografisnya yang strategis, terletak di
persimpangan jalan laut yang ramai, yang menghubungkan Lautan Hindia dan
Laut Cina Selatan. Tepat di persimpangan dua budaya besar dunia, India dan
China. Potensial sebagai tempat rendezvous bagi para pelayar, sekaligus
strategis sebagai sarang perompak untuk menghadang kapal-kapal kaya.
Mengingat posisi Aceh yang berada di ujung barat nusantara, negeri ini juga
menjadi gerbang pertama yang harus dilalui jamaah haji ketika berangkat ke
tanah suci melalui jalur laut. Maka negeri ini pun sempat memiliki julukan yang
terkenal sebagai Serambi Mekah. Tsunami merupakan perstiwa bencana alam
11 Hany Farika, “Peran International Committee Of The Red Cross (ICRC) Dalam Mengatasi
Masalah Kemanusiaan Di Aceh Tahun 2004-2006”, Jurnal FISIP, Vol.2 No.2, Oktober 2015, hlm 17.

16

terparah yang tak akan dilupakan masyarakat Aceh maupun dunia. Tsunami
berasal dari bahasa Jepang yang secara harfiah berarti ombak besar di
pelabuhan. Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh
perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan
permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat
dibawah laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat
merambat kesegala arah. Tenaga yang dikandung alam gelombang tsunami
adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam,
gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam.
Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut
dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian laju gelombang tidak terasa
oleh kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai,
kecepatan gelombang tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun
ketinggiannya sudah meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman
gelombang tsunami bisa masuk hingga puluhan kilometer dari bibir pantai.
Kerusakan dan korban jiwa yang terjadi karena tsunami bisa diakibatkan
karena hantaman air maupun material yang terbawa oleh aliran gelombang
tsunami. Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja
yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa
manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian,
tanah dan ait bersih. Peran ICRC Membantu Aceh dan PMI Mengatasi Tsunami
yakni selama tiga minggu setelah terjadinya Tsunami, staf ICRC melakukan
asesmen ke lebih dari 90 lokasi penampungan di Banda Aceh, Kabupaten Aceh
Besar, Kabupaten Pidie, Bireuen dan Lhokseumawe. Mereka dengan cepat
melakukan asesmen, yang langsung dilanjutkan dengan distribusi makanan
dan bantuan kemanusiaan non-makanan yang terdiri dari perlengkapan
kebersihan, pakaian dan bahan dasar rumah tangga serta bahan-bahan
penampungan lainnya. Atas kerjasama ICRC dan PMI, 122.310 pengungsi
(24.462 Rumah Tangga) telah menerima non-pangan dalam bentuk kebutuhan
dasar kebersihan, pakaian, pakaian dalam, peralatan memasak, tenda, terpal,
tikar, selimut dan perlengkapan untuk bayi (perlengkapan keluarga).Antara
tanggal 6 dan 13 Januari 2004, ICRC bekerjasama dengan PMI mendistribusikan
makanan untuk kebutuhan selama satu minggu (beras, mie, minyak goreng,
ikan kaleng, garam, gula, susu bubuk, dan biskuit) kepada total 50.266
17

pengungsi (11’086 Rumah Tangga).500 perlengkapan kebersihan dirakit dan
didistribusikan di 90 lokasi penampungan.ICRC memastikan bahwa bantuan
yang telah diberikan telah sesuai dengan kebutuhan para pengungsi, seperti
pemulihan diri, kebersihan dan peralatan untuk mata pencaharian. Segera
setelah tsunami, ICRC menyediakan bahan, logistik dan dukungan keuangan
untuk kegiatan PMI. Awalnya, PMI terfokus pada mengevakuasi barang bantuan
mati dan mendistribusikan. Komponen lain dari Gerakan juga telah beroperasi
di provinsi Aceh sejak tsunami. Ini termasuk Federasi Internasional Palang
Merah dan banyak Nasional dan Bulan Sabit Merah.Sampai saat ini, lebih dari
90 proyek yang bertujuan mendukung upaya rehabilitasi dan rekonstruksi PMI
telah disetujui dalam Kerangka Koordinasi Gerakan. Beberapa 25 Palang Merah
Nasional dan Bulan Sabit Merah serta Federasi Internasional, ICRC dan PMI
telah

memberikan

merehabilitasi
mengembalikan

kontribusi

layanan

terhadap

ambulans

pasokan

PMI;

pelaksanaan
mengatur

air;merekonstruksi

program,

dukungan

rumah,

sekolah

misalnya,
psikososial;
dan

pusat

kesehatan; dan merehabilitasi infrastruktur PMI dan meningkatkan kapasitas
tanggap darurat.PMI, Federasi dan ICRC telah ditandatangani, atas nama
seluruh Gerakan, perjanjian dengan yang baru terbentuk badan pelaksana
pemerintah untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh dan Nias. Perjanjian
tersebut menegaskan komitmen Gerakan untuk memberi masyarakat Aceh
dengan nilai $ 600,000,000 'dukungan dalam berbagai sektor. Hal ini dilihat
sebagai langkah penting dalam posisi Gerakan sebagai pemain kunci dalam
pemulihan dan rehabilitasi tahap operasi tsunami.
BAB III
KESIMPULAN
Palang Merah Internasional atau ICRC adalah lembaga kemanusiaan swasta
yang berbasis di Jenewa, Swiss. Negara-negara peserta (penanda tangan)
keempat Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 dan 2005, telah
memberi

ICRC

mandat

untuk

melindungi

korban

konflik

bersenjata

internasional dan non-internasional. Termasuk di dalamnya adalah korban luka
dalam perang, tawanan, pengungsi, warga sipil, dan non-kombatan lainnya.
ICRC adalah salah satu dari tiga komponen, sekaligus cikal bakal, Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Selain ICRC, komponen
Gerakan antara lain Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
18

(IFRC) dan 186 Perhimpunan Nasional. Perhimpunan Nasional di Indonesia
bernama Palang Merah Indonesia (PMI). ICRC adalah organisasi tertua dan
dihormati dalam Gerakan, dan merupakan salah satu organisasi yang paling
banyak diakui di seluruh dunia. Salah satu contoh pengakuan dunia, ICRC telah
tiga kali menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1917, 1944, dan
1963. Pernyataan misi resmi ICRC berbunyi: Komite Internasional Palang Merah
(ICRC) adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan mandiri, yang
misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan
dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lain
dan memberi mereka bantuan. ICRC mengarahkan dan mengkoordinasi
kegiatan

bantuan

kemanusiaan

dan

berupaya

mempromosikan

dan

memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Tugas utama ICRC bersumber pada Konvensi Jenewa dan Statuta Gerakan,
dimana dikatakan bahwa tugas ICRC antara lain:


memantau kepatuhan para pihak yang bertikai kepada Konvensi Jenewa



mengorganisir perawatan terhadap korban luka di medan perang



mengawasi perlakuan terhadap tawanan perang (Prisoners of War – POW)
dan melakukan intervensi yang bersifat konfidensial dengan pihak
berwenang yang melakukan penahanan.



membantu pencarian orang hilang dalam konflik bersenjata (layanan
pencarian)



mengorganisir perlindungan dan perawatan penduduk sipil bertindak
sebagai perantara netral antara para pihak yang berperang

Meskipun landasan hukum baik dalam lingkup internasional maupun nasional
mengenai perlindungan kemanusiaan telah dibuat, namun dalam realitasnya,
berbagai peraturan hukum tentang kemanusiaan tersebut masih belum
diimplementasikan sebagaimana mestinya. Terkait isu kemanusiaan yang
dipaparkan sebelumnya, respon yang diberikan oleh Pemerintah Republik
Indonesia sudah sepantasnya untuk dilakukan (sudah tepat). Namun, untuk
beberapa tahap penyelesaian, pemerintah Republik Indonesia masih lebih
cenderung menggunakan tindakan di jalur militer yang sebenarnya menurut
pandangan penulis merupakan tahap yang paling akhir untuk ditempuh. ICRC
sebagai organisasi internasional yang independen di bidang kemanusiaan telah
menunjukkan

berbagai

perannya

dalam

memajukan

dan

meningkatkan
19

penghormatan HAM baik dalam kondisi perang, konflik, bencana, maupun
dalam kondisi normal. Berbagai tindakan riil yang telah diambil yaitu dengan
melakukan berbagai seminar, workshop, diskusi, peluncuran buku, dan
berbagai kegiatan kemanusiaan lainnya (operasi katarak, kunjungan ke
berbagai tahanan, dan lain-lain) demi memajukan dan menyebarluaskan
penghormatan HAM,

khususnya

dalam Hukum Humaniter

Internasional.

Kegiatan ICRC tentu saja tidak dapat dilaksanakan tanpa kerja sama dengan
berbagai Perhimpunan Nasional, pemerintah, LSM, dan komunitas-komunitas
lain. Selain itu, kegiatan ICRC tidak hanya ditujukan ke angkatan bersenjata,
tapi juga ke pelajar, bahkan masyarakat umum. Selain bekerja sama dengan
pihak berwenang di Indonesia, ICRC juga melakukan berbagai kegiatan lainnya
dengan Perhimpunan Nasional Indonesia (dikenal dengan Palang merah
Indonesia/PMI). Berbagai bantuan kemanusiaan telah dilakukan dan diberikan
oleh ICRC melalui kordinasi dengan PMI. Bantuan kemanusiaan operasi
Pembebasan Sandera di Aceh dalam konflik bersama GAM, memberikan
bantuan dan pertolongan kepada korban konflik baik secara materi maupun
jasa, menjadi mediator yang netral, penanggulangan bencana tsunami di Aceh
melalui program yang disebut Restoring Family Links, dan lain-lain juga turut
dilaksanakan oleh ICRC bekerja sama dengan PMI. Selain kunjungan ke
tahanan, memeriksa kesehatan lingkungan penjara, sanitasi, makanan, dan
kesehatan tubuh tahanan. Bantuan lain yang juga diberikan oleh ICRC juga
berupa seminar, workshop, diskusi, lomba debat, International Humanitarian
Law Moot Court Competition (IHL MCC), dan berbagai kegiatan lainnya untuk
mempromosikan HHI baik kepada pasukan TNI, POLRI, mahasiswa, maupun
masyarakat umum. Dalam kaitannya untuk melindungi manusia dalam situasi
konflik, atau kekerasan bersenjata, misi ICRC ialah untuk memperoleh
penghormatan. sepenuhnya terhadap isi dan jiwa HHI. ICRC berupaya untuk:
i. Memperkecil bahaya yang mengancam orang-orang dalam situasi semacam
itu.
ii. Mencegah dan menghentikan perlakuan semena-mena terhadap mereka.
iii. Mengupayakan agar hak-hak mereka diperhatikan dan suara mereka
didengar.
iv. Memberi mereka bantuan.
DAFTAR PUSTAKA
20

A.Buku
Haryomataram. 2005. Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
I Wayan Parthiana. 1990. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Penerbit
Mandar Maju
Kusumaatmadja,Moctar.2002.Konvensi-Konvensi Palang Merah 1949,Mengenai
Perlindungan
Korban Perang. Bandung : Penerbit Alumni.
Kusumaatmadja,Mochtar.2003.Pengantar

Hukum

Internasional.

Bandung:Penerbit Alumni.
Mauna, Boer. 2001. Hukum Internasional; Pengertian, Peranan&Fungsi Dalam
Era Dinamika
Global. Bandung : Penerbit Alumni.
May, Rudi T.2001. Hukum Internasional I. Bandung : Refika Aditama.
Sefriani. 2009. Hukum Internasional Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.
B.Jurnal
Abd Latif Bustami. 2014.Palang Merah Di Negeri Bulan Bintang: Sebuah Kajian
tentang
Strategi Kebudayaan International Comittee Of The Red Cross (ICRC) di
Indonesia.
Malang : Jurnal Sejarah dan Budaya. Vol.1, No.1: 41-53.
Hany Farika. 2015. Peran International Committee Of The Red Cross (ICRC)
Dalam Mengatasi
Masalah Kemanusiaan Di Aceh Tahun 2004-2006. Riau : Jurnal FISIP. Vol.2,
No.2: 1-7.
Marlina.

2013.

Perlindungan

Hak

Buruh

Migran

Oleh

Negara

Dalam

Kedudukannya Sebagai
Subjek Hukum Internasional. Semarang : Jurnal Pandecta. Vol.8, No.2:
182-195.
Sergey Sarapin. 2009. The International Committee of The Red Cross and
International
Human Rights Law. Oxford Journal Of Human Rights. Vol.9, No.1 :95-126.

21