Perkembangan Metodologi Sejarah dan Peng

Perkembangan Metodologi Sejarah dan Pengaruhnya pada Historiografi
Indonesia
Mu’ammar Ali Pradana
140731807748
A. Perkembangan Metodologi Sejarah
Sebagai salah satu ilmu, tentunya sejarah mempunyai sebuah metodologi
yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mendukung perkembangan ilmu
sejarah itu sendiri. Metodologi dalam ilmu sejarah sangat berguna untuk
penelitian sejarah (eksplanasi sejarah) dan penulisan sejarah (historiografi).
Berbeda dengan bidang keilmuan yang lain, ilmu sejarah memang bertitik tumpu
pada sumber-sumber sejarah baik yang berupa tulisan, prasasti, hasil-hasil
kebudayaan, fosil, puing bangunan, hingga pada sumber-sumber lisan.
Penggunaan sejarah. Karakteristik ilmu sejarah yang berbeda dengan bidang
keilmuan yang lain menyebabkan ilmu sejarah memiliki sebuah metodologi
khusus untuk melakukan eksplanasi dan historiografi. Pada dasarnya metodologi
adalah prosedur eksplanasi (penjelasan) yang digunakan suatu cabang ilmu,
termasuk ilmu sejarah, oleh karena itu metodologi atau science of methods
meruapakan ilmu yang membicarakan jalan (Kuntowijoyo, 1994:xii).
Metode sejarah di sini adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dan peninggalan masa lampau(Gottschalk, 1986:32). Penelitian sejarah,
terdapat lima tahapan diantaranya, pemilihan topik, pengumpulan data (heuristik),

verifikasi/kritik (kritik intern dan ekstern), intepretasi dan historiografi
(Kuntowijoyo, 1994: 90). Berdasarkan kutipan tersebut maka metodologi sejarah
secara garis besar adalah bagaimana mengungkap sebuah objek penelitian dengan
terlebih dahulu menentukan topik penelitian yang akan dilakukan. Penentuan
topik ini penting karena dari sini merupakan awal seorang peneliti menentukan
objek apa yang akan diteliti. Setelah topik yang telah ditentukan selesai maka
langkah selanjutnya adalah kegiatan untuk mencari dan mengumpulkan sumbersumber yang dapat membantu mengungkap objek penelitian tersebut. Pencarian
sumber ini dapat berupa apapun sejauh seumber tersebut masih relevan dengan
objek penelitian yang akan diungkapkan.

Setelah tahap pencarian sumber, maka langkah selanjutnya adalah dengan
melakukan kritik sumber yang sudah didapatkan. Kritik terhadap sumber ini
dilakukan dengan dua cara yaitu kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern
dilakukan dengan menguji sumber yang didapatkan dengan mempelajarai
relevansi sumber yang didapatkan dengan melihat konteks peristiwa, konteks
watu, dan konteks materi. Sehingga sebelum sumber itu diolah sebelumnya telah
dilakukan pengujian yang bertujuan untuk menguji kebenaran dan validitas
sumber tersbut. Tahapan kritik selanjutnya adalah dengan melakukan kritik
ekstern. Kritik ekstern ini dilakukan dengan cara membandingkan sumber yang
didapatkan dengan sumber yang lainnya. Pembandingan sumber ini dilakukan

untuk melihat kesamaan konteks peristiwa, konteks watu, dan konteks materi.
Selain itu, apabila terdapat kontradiksi antara sumber yang satu dengan lainnya
maka peneliti dapat melihat sumber mana yang logis dan yang tidak logis
sehingga dapat menentukan sumber tersebut valid atau tidak valid.
Langkah selanjutnya setelah melakukan kritik sumber atau verifikasi
adalah tahap intepretasi. Tahap ini adalah proses peneliti untuk menafsirkan
sumber-sumber yang telah melalui proses verifikasi baik secara ekstern maupun
secara intern. Tahapan ini bergantung bagaimana sejauh mana intepretasi peneliti
terhadap sumber tersebut. Subjektifitas dan subjektifisme peneliti sangat
berpengaruh pada proses ini. Pada proses ini akan menentukan objektifitas
peneliti karena proses ini akan diuji sejauh mana peneliti itu dapat kekuatan
objektifnya, karena idealnya penulisan itu tidak memimhak namun terkadang
penulisan sejarah dapat membelokan fakta-fakta yang ada. Setelah melalui proses
intepretasi tahapan selanjutnya adalah historiografi. Proses historiografi ini adalah
proses penulisan penelitian itu sendiri. Dasar dari penulisan itu adalah sumbersumber yang telah melalui proses verifikasi dan intepretasi sumber yang
dilakukan peneliti sebelumnya.
Metodologi ilmu sejarah yang digambarkan di atas merupakan sebuah
hasil dari sebuah proses perkembangan pada masa-masa sebelumnya. Seperti ilmu
sejarah yang harus mengalami perkembangan, maka metodologi ilmu sejarah
sendiri selalu berkembang dari masa ke masa. Perkembangan metodologi sejarah

didukung oleh perkembangan ilmu pengetahuan, sumber-sumber sejarah dan lain

sebagainya. Metodologi sejarah yang sebelumnya masih sangat sederhana terus
mengalami perkembangan hingga seperti sekarang. Perkembangan metodologi
sejarah ini berdampak langsung pada perkembangan sejarah sebagai ilmu itu
sendiri.
Banyak para tokoh-tokoh yang sebelumnya menganggap sejarah bukanlah
sebuah ilmu yang beridiri sendiri. Sejarah dianggap sebagai ilmu bantu yang dapat
digunakan sebagai alat untuk membuktikan sebuah fakta. Sifat sejarah yang
universal itu sendiri yang menjadikan adanya anggapan seperti itu. Secara
berganti-ganti sejarah telah dianggap suatu bentuk sastra, suatu cabang daripada
studi humaniora, suatu pembantu bagi ilmu-ilmu sosial dan suatu metode untuk
lebih mengerti semua seni dan ilmu. Apakah ada diantaranya, kesemuanya atau
tak

satupun

klasifikasi

tersebut


di

atas

benar

atau

tidak,

tidaklah

mempengaruhicara kerja sejarawan untuk menganalisa kesaksian yang ada
sebagai bukti yang dapat dipercaya mengenai masa lampau manusia. Kata Charles
Seignobos: “Sejarah bukanlah suatu ilmu, melainkan suatu metode” yang
dimaksudkannya adalah bahwa metode sejarah dapat diterapkan kepada pokok
pembahasan disiplin manapun sebagai sarana untuk memastikan fakta
(Gottschalk, 1986:19).
Perkembangan selanjutnya, ilmu sejarah mulai mendapatkan dukungan,

saat Ranke mulai menghubungkan sejarah dengan ilmu-ilmu yang lain dengan
konsep ilmiah. Ahli sejarah yang meletakan dasar-dasar penelitian sejarah
(metode sejarah) yang bersifat ilmiah adalah Leopold von Ranke, guru besar
sejarah pada Universitas Berlin yang di dirikan pada tahun 1810. Ketika masih
menjadi mahasiswa Ranke sangat terpengaruh pada Filologi. Ia menganggap
metode yang digunakan oleh para filolog sebagai model bagi metode penelitian
sejarah. Ketika itu para filolog menyimpulkan bahwa nilai dari suatu dokumen
bergantung pada jarak antara penulis dengan peristiwa-peristiwa yang dicatatnya
(Sunarti, 2008). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, filologi adalah sebuah
ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana
terdapat dalam baha-bahan tertulis. Salah satu sumber sejarah memang terletak
pada bahan-bahan yang tertulis, sehingga tidak mengherankan bahwa Ranke
terpengaruh pada filologi itu sendiri.

Kedekatan penulis dengan sumber-sumber tertulis itu juga menjadi
penekanan oleh Ranke. Ranke menekankan pentingnya hubungan antara
kepribadian penulis dengan apa yang dilaporkannya. Menurutnya setiap laporan
mencerminkan perkembangan intelektual, situasi dan kepentingan penulisnya.
Selain menetapkan cara-cara menguji isi dokumen (kritik intern), Ranke juga
menetapkan bahwa penelitian sejarah ditujukan untuk menetapkan fakta yang

benar. Karena menurutnya, apa yang dilaporkan dalam sumber sejarah bukan
fakta karena hanya merupakan pandangan dari penulis dokumen yang
bersangkutan. Fakta sejarah adalah hasil pekerjaan ahli sejarah yang harus
merekonstruksikannya berdasarkan sumber-sumber yang tersedia (Sunarti, 2008).
Penekanan Ranke kepada sumber yang berupa bahan tertulis sangat penting,
karena Ranke sendiri dapat dikatakan merupakan tokoh sejarah yang memberikan
porsi penting terhadap pemanfaatan sumber-sumber tertulis. Selain itu Ranke juga
berpendapat bahwa setiap sumber yang didapatkan haruslah melalui proses
pengujian. Proses pengujian yang dilakukan oleh penulis akan menentukan
validitas sumber-sumber tertulis yang didapatkan tersebut.
Ranke bermaksud menjadikan posisi sejarah sebagaiilmu memiliki
kesamaan drajat dengan ilmu-ilmu yang lainnya. Penekanan Ranke kepada
sejarawan untuk mengungkapkan fakta-fakta berdasarkan bahan-bahan tertulis ini
merupakan wujud dari usaha Ranke untuk mensejajarkan sejarah dengan ilmu
pengetahuan yang lainnya. Sehingga sejarah tidak dianggap hanya sekedar metode
untuk memabantu ilmu-ilmu pengetahuan yang lain namun sejarah merupakan
sebuah ilmu yang berdiri dengan memiliki karakteristik khusus yang sejajar
dengan bidang keilmuan yang lainnya.
Secara umum, definisi narativisme dalam ilmu sejarah tidak jauh berbeda
dari pengertian diatas. Namun demikian, berbeda dengan kisah biasa, narativisme

dalam penceritaannya juga melalui tahap metode sejarah. Ranke mengatakan
bahwa tugas sejarawan adalah menceritakan kebenaran suatu peristiwa apa
adanya, dan kebenaran sejarah ada pada dokumen (istilahnya mengenai
obyektifitas: “Wie es eigentlich gewesen”). Dengan demikian, sejarawan bertugas
untuk menguraikan fakta dalam dokumen secara kronologis sebagai sebuah
kesatuan cerita. Kisah yang baik mengenai suatu peristiwa adalah kisah yang

banyak mengandung detail fakta-fakta. Kendati demikian, narativisme bukan
hanya menafsirkan masa silam dan menyusun laporan secara kronologis.
Narativisme juga ingin melukiskan sifat-sifat khas bagi suatu kurun tertentu
(Ankersmith, 1987:47).
Pemikiran Ranke menyebakan perkembangan ilmu sejarah tumbuh dengan
pesat. Sejak muncul pemikiran Ranke, ilmu sejarah menjadi bagian dari
kurikulum Perguruan Tinggi dan berkembang dengan demikian pula muncul
berbagai bentuk eksplanasi dikalangan ahli sejarah Perkembangan ilmu sejarah
hingga tahun 1970-an telah melahirkan empat metodologi sejarah sosial berbedabeda . Pertama adalah historiografi aliran empiris positifis, kedua adalah aliran
yang melihat individu saja sebagai faktor utama perubahan sosial yang bersifat
intensional dengan hermeneutika sebagai metodologinya. Ketiga, adalah aliran
struktural dari Perancis yang dikenal sebagai “Aliran Annales” yang deterministis.
Keempat tergolong struktural juga tapi lebih dikenal sebagai metodologi

fungsional atau struktural sistematis yang bertumpu pada (grand theory) Talcott
Parsons dan Neil Smelser (Sunarti, 2008).
Setelah munculnya pemikiran Ranke tentang ilmu sejarah, perkembangan
metodologi sejarah mengalami perkembangan yang cepat. Dibuktikan pada tahun
1970an terdapat empat aliran metodologi sejarah yang muncul dan berkembang.
Keempat metodologi yang berkembang pada tahun tersebut adalah empiris
positifis, individualis, struturalis, dan struktural sistematis. Perkembangan
metodologi sejarah yang pesat memuncul beberapa aliran yang yang mempunyai
perbedaan pada tititk tekan metodologi tersebut. Misalkan adanya aliran
metodologi individu yang secara garis besar menitik beratkan pada seorang
individu sebagai penggerak sebuah peristiwa. Sehingga orientasi metodologi
adalah seseorang yang mempunyai peranan besar dan berpengaruh pada sebuah
peristiwa sejarah. Sehingga teori orang besar mempengaruhi metodologi individu
ini.
Sejarah struktural menekankan jangka waktu yang lama (longue duree).
Masyarakat hidup dalam rutinitas dan keajegan. Masyarakat berubah secara
lambat dalam kurun waktu yang lama atau pada tingkat yang evolusionis.
Menurut Sartono Kartodirdjo, sejarah struktural merupakan sejarah yang analitis.

Pendapat tersebut dilandaskan pada kepekaan terhadap berbagai permasalahan

yang muncul. Konstruksi sejarah struktural menggunakan instrumen konsepkonsep dalam ilmu-ilmu sosial. Dengan jalan ini beragam permasalahan
diharapkan akan muncul dan dipecahkan dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial.
Maka

dari

itu

pendekatannya

dapat

dikatakan

multidimensi

(subektyw.wordpress.com/2013/11/23/metodologi-struktural-dalam-ilmu-sejarah/.
Diakses pada Sabtu, 14 Desember 2014 Pukul 18.30 Wib).
Perkembangan selanjutnya, perkembangan metodologi memunculkan
sebuah aliran baru. Pada era 1980-an muncul kritikan dari kalangan

postmodernisme terhadap ilmu sejarah. Kritik itu pada awalnya ditujukan pada
wacana-wacana moralistik yang menganggap pandangannya sendiri sebagai
kebenaran mutlak yang tidak dapat dibantah. Doktrin postmodernisme bersumber
pada teori linguistik dari Ferdinand Saussure yang berpendapat bahwa bahasa
hanyalah “signifier” (petunjuk) pada “signified” (yang ditunjuk). Dalam ilmu
sejarah

itu

berarti

bahwa

historiografi

hanyalah

permainan

kata-kata.


Postmodernisme tidak mempertimbangkan bahwa setiap cabang ilmu memiliki
prosedur untuk menentukan kausalitas yang mengacu pada kebenaran atau
realitas. Postmodernisme sengaja melupakan bahwa setiap cabang ilmu memiliki
apa yang Chirstoper Lyod sebagai “structure of reasoning” (Sunarti, 2008).
Aliran postmodernisme ini secara garis besar menganggap bahwa
historiografi hanyalah sebuah rangkaian kata-kata saja dengan menutup mata
bahwa setiap peristiwa dalam kajian ilmu sejarah selalu mempunyai sebab-sebab
yang melatar belakanginya. Aliran postmodernisme ini banyak mengalami
pertentangan terlebih pada substansi kausalitas yang terdapat pada ilmu sejarah itu
sendiri.
Perkembangan metodologi dalam ilmu sejarah tidak berhenti sampai di
situ. Selanjutnya para sejarawan mencoba untuk menjawab tantangan dan
serangan oleh aliran postmodrenisme. Perkembanganya mereka mencetuskan
sebuah metodologi baru yaitu metodologi strukturis. Dalam metodologi strukturis
peristiwa dan struktur sosial tidak bersifat dikotomik tetapi merupakan suatu
dualisme simbiotik yang berdialektika. Maksudnya, peristiwa mengandung
kekuatan mengubah struktur sosial, sedangkan struktur sosial mengandung

hambatan atau dorongan bagi tindakan perubahan itu. Teori sejarah memiliki
kemampuan prediksi karena sebab musabab dalam metodologi strukturis ini
memiliki ciri-ciri universal yang dapat dirumuskan dalam bentuk wacana. Namun
hakekat ilmu sejarah sebagai “ilmu yang mempelajari manusia dalam dimensi
waktu” menyebabkan para ahli sejarah menyadari bahwa unsur perubahan
senantiasa menentukan penjelasannya tentang peristiwa-peristiwa. Pendekatan
strukturis dalam ilmu sejarah merupakan kulminasi dari perkembangan
metodologi sejarah dan terwujud sebagai perpaduan antara positivisme dan
hermeneutika yang sebelumnya dianggap bertentangan, serta mengatasi dikotomi
antara peristiwa dan struktur sosial sebagai obyek penelitian sejarah, dan upaya
mengatasi kelemahan metodologis yang melahirkan postmodernisme dalam ilmu
sejarah (Sunarti, 2008). Dalam metodologi strukturis ini memang merupakan
sebuah perpaduan beberapa metodologi sejarah yang ada sebelumnya. Metodologi
strukturis menitik tekankan bahwa peristiwa dan struktur merupakan satu
kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga tidak dapat dipisahkan. Struktur
dalam sebuah peristiwa dapat dijadikan sebagai sebuah dorongan atau hambatan.
B. Pengaruh Perkembangan Metodologi Sejarah terhadap Historiografi di
Indonesia
Perkembangan metodologi sejarah tentunya mempunya pengaruh yang
besar terhadap perkembangan historiografi khususnya di Indonesia. Penulisan
sejarah Indonesia memang selalu mengalami perkembangan. Pada awal-awal
penulisan sejarah Indonesia, memang penulis-penulis barat terutama dari Belanda
mempunyai peranan penting. Mereka berupaya merekonstruksi sejarah Indonesia
sejak masa pra aksara. Seperti kita lihat dalam masa yang lampau sejarah
mempunyai fungsi untuk menafsirkan serta meneruskan tradisi bangsanya, serta
bagaimana garis perkembangan kebudayaan masyarakatnya. Yang sangat penting
dalam pemikiran tentang sejarah itu ialah bagaimana pandangannya terhadap
perkembangan umat manusia pada umumnya serta peranan bangsanya didalamnya
(Kartodirdjo, 1982:23).
Penelitian dan ekskavasi yang mereka lakukan berhasil merekonstruksi
kehidupan manusia purba di Nusantara. Hasil-hasil penelitian mereka menjadi

acuan dan referensi sumber informasi yang masih digunakan pada pembelajaran
sejarah hingga saat ini. Penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang Indonesia
sendiri mulai berkembangan sejak kemerdekaan Indonesia. Penulisan-penulisan
yang mereka lakukan masih sangat sederhana dan hanya berkutat pada aspekaspek besar pada masyarakat. Misalkan pada peperangan, pemimpin-pemimpin,
dan peristiwa-peristiwa yang besar. Perkembangan penulisan sejarah Indonesia
pada masa Orde Baru memang dibatasi oleh pemerintah pada saat itu. Pemerintah
menggunakan kekuasaan dan kontrolnya untuk mengawasi penulisan sejarah yang
sesuai dengan kehendak mereka. Pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah juga
menggunakan sebuah buku induk dari pemerintah. Sehingga pada saat itu
perkembangan penulisan sejarah Indonesia mengalami pembatasan rezim
perintah. Setelah runtuhnya Soeharto sebagai presiden, penulisan sejarah
Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Penulis-penulis sejarah
Indonesia mulai berani untuk mengungkap peristiwa-peristia sejarah yang
dianggap tabu oleh pemerintah Orde Baru. Misalkan mereka mulai menulis
tentang peristiwa G 30S yang pada masa Orde Baru hal itu sangat dilarang
terlebih jika tidak sesuai dengan versi pemerintah.
Metodologi sejarah yang diungkapkan oleh Ranke mendasari banyak
penulisan sejarah yang bertumpu pada konsep orang besar dan peristiwa besar
misalkan penulisan seorang pemimpin, jendral angkatanperang, tokoh masyarakat,
dan tokoh keagamaan. Perkembangan metodologi struktural dalam ilmu sejarah
mempengaruhi historiografi Indonesia. Metodologi struktural yang menekankan
pada struktur pada masyarakat sehingga manusia merupakanbagian dari struktur
sosial dalam masyarakat itu sendiri. Banyak penulis sejarah Indonesia yang
mengacu dalam aliran strukturalis ini, salah satunya adalah Sartono Kartodirjo. Di
kalangan “sejarawan akademik” Sartono Kartodirdjo-lah yang bisa disebut
sebagai pelopor dalam sejarah sosial Indonesia. Nampaknya pengaruh seminar
sejarah sejarah pertama yang diselenggarakan di Yogyakarta tahun 1957, yang
dikenal dengan semboyan “sejarah Indonesia sentris” sangat membekas padanya.
Ketika menghadiri seminar, ia baru tamat dari Fakultas Sastra Universitas
Indonesia dan menjadi satu-satunya sejarawan profesional Indonesia yang
berperan dalam seminar itu. Kemudian ia mengajar di Universitas Gajah Mada.

Setelah meneruskan sekolah di Amsterdam dengan Desertasi Pemberontakan
Petani Banten tahun 1888, merupakan karya pelopor, bukan saja dalam
historiografi Indonesia, tetapi dalam historiografi akademik pada umumnya
(Leirissa, 1994). Dalam desertasinya, Sartono mengunakan konsep-konsep
kelompok sosial, struktur sosial, stratifikasi sosial, mesianisme, nativisme,
kebudayaan dan lain-lain yang kemudian disebut pendekatan sejarah sosial.
Pendekatan sejarah sosial yang kemudian lebih dikenal sebagai pendekatan multiinterpretability atau pendekatan multidimensional (Kartodirdjo, 1983:26).
Metodologi Strukturis yang merupakan metodologi dengan menggunakan
pendekatan campuran antara hermeneutika dengan struktur. Metodologiini
mencoba untuk mengungkapkan dan menampilan faktor kausalitas yang tidak bisa
dilihat oleh panca indra. Misalkan dalam buku Geger Tengger (Perubahan Sosial
dan Perkelahian Politik) karya Robert William Hefner. Dalam buku Geger
Tengger karya Robert Hefner ini digambarkan sejarah tentang keadaan di
Pegunungan Tengger, Kabupaten Pasuruan, sejak jaman kejayaan Hindu di Jawa
sampai periode awal Orde Baru. Pada awal buku ini, Hefner menggambarkan
eksistensi Hinduisme di Jawa sampai dengan saat keruntuhannya. Yang ternyata
tidak berpengaruh pada eksistensi Hinduisme Tengger.
Selanjutnya Hefner menyoroti pasang surut ekonomi di Tengger akibat
dari pergantian penguasa maupun politik, yang pada akhirnya membawa
perubahan sosial budaya di Tengger. Buku ini diakhiri dengan suatu konflik sosial
politik walaupun unsur agama juga masuk dalam pertarungan ini. Dari pemaparan
diatas dapat ditarik suatu benang merah tentang unsur strukturis dari buku ini.
Dimana perubahan sosial yang terjadi tidak terbentuk dalam waktu yang singkat
tetapi sudah terbentuk dari waktu ke waktu mulai dari zaman pra kolonial sampai
zaman Orde Baru. Selain itu perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat
tengger terjadi karena orang-orang tengger terdesak yang mayoritas beragama
Hindu-Budha oleh masyarakat yang beragama Islam. Sehingga perubahan sosial
disni disebabkan oleh kelompok masyarakat bukan oleh individu, dari sini sangat
jelas terdapat pendekatan unsur strukturis yang digunakan oleh penulis
(yulitamayar.wordpress.com/2012/06/21/kajian-sejarah-strukturis-2/.

Diakses

pada Sabtu, 14 Desember 2014 Pukul 18.30 Wib). Dalam paparan di atas dapat

diketahuipendekatan strukturis digunakan Hefner dalam menulis buku tersebut.
Selain menjelaskan struktur sosial dalam masyarakat di Tengger, Hefner juga
menjelaskan faktor-faktor kausalitas dalam konflik yang terjadi di Tengger. Salah
satunya adalah keadaan politik dan ekonomi yang selalu fluktuatif sesuai dengan
pergantian penguasa.
Sisi lain dari penulisan sejarah Indonesia yang tidak bisa dihindari adalah
subjektifitas dari penulis itu sendiri. Hal ini yang sangat berpengaruh pada isi dari
tulisan. Terkadang subjektifitas penulis dapat menjadi bias tatkala opini yang
mereka sampaikan bertentangan dengan fakta-fakta dari objek penelitian mereka
sendiri. Memang subjektifitas penulis tak bisa lepas dari penulisan sejarah karena
dengan subjektifitasnya itu sendiri fakta-fakta sejarah itu mereka tafsirkan.
Sebagai ilmu, tentunya sejarah mempunyai sebuah etika dan disiplinnya yang
secara langsung maunpun tidak langsung mengukat mereka saat melakukan
penulisan sejarah. Etika dan disiplin itu sendiri yang akan menjaga kualitas
sebuah tulisan apakah menjadi tulisan yang ilmiah atau tidak ilmiah. Sejarah
memang dapat digunakan sebagai sarana doktrin, pembelaan, pembenaran,
menuding kesalahan, dan menyudutkan lawan namun dengan disiplin itu sendiri
sejarah harusnya menjadi sebuah pencerahan bagi pembacanya tentang sebuah
kajian yang seobjektif mungkin.
Daftar Rujukan
Ankersmith, Refleksi Tentang Sejarah: Pendapat-pendapat Modern tentang
Filsafat Sejarah. Jakarta: PT Gramedia, 1987.
Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah (terjemahan). Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan Hisyoriografi
Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartodirdjo, Sartono. 1983. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. 1994. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.

Leirissa. 2001. Sejarah dan Demokrasi. Makalah Disampaikan Dalam Konfrensi
Nasional Sejarah Indonesia VII. Jakarta. 28-31 Oktober 2001.
subektyw.wordpress.com/2013/11/23/metodologi-struktural-dalam-ilmu-sejarah/.
Diakses pada Sabtu, 14 Desember 2014 Pukul 18.30 Wib
Sunarti, Linda. 2008. Perkembangan Metodologi Dalam Ilmu Sejarah. Artikel
tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
yulitamayar.wordpress.com/2012/06/21/kajian-sejarah-strukturis-2/. Diakses pada
Sabtu, 14 Desember 2014 Pukul 18.30 Wib