Motivasi dan Kepemimpinan Organisasi Kem

Motivasi dan Kepemimpinan Organisasi Kemahasiswaan
Berbagai jenis mahasiswa inilah yang memunculkan konsekuensi
sulitnya menemukan orang-orang yang intens untuk mengikuti
organisasi kemahasiswaan. Selain itu latar belakang mahasiswa
tersebut menyebabkan motivasi untuk melakukan organisasipun
menjadi berbeda-beda. Ditambah lagi adanya tekanan psikologis dari
orang tua dan lingkungan sosialnya menyebabkan mereka lebih
memfokuskan pada kuliah dibandingkan berinteraksi dalam suatu
organisasi. Kalaupun ikut dalam organisasi mereka menjadi “setengah
hati”, menapakkan kaki kiri pada organisasi dan kaki kanan untuk
berkonsentrasi pada kuliah. Oleh karena itu sulit bagi organisasi
kemahasiswaan untuk memunculkan prestasi yang hebat dalam bidang
organisasi maupun akademis. Hal ini nampak sekali dari partisipasi
dalam orkem yang hanya sekedar mencantumkan “nama”, namun sepi
akan kreasi dan prestasi yang memadai. Akhirnya Orkem hanya
sekedar sebuah “playgroup”, kumpulan anak-anak mahasiswa untuk
bermain-main, kumpul-kumpul, nyanyi-nyanyi, dari pagi sampai pagi
berikutnya.
Apabila hal ini berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan akan
mengarahkan pada: tidak adanya proses belajar sosial untuk mencapai
tingkat idealisme sebagai mahasiswa; hilangnya sense untuk

berorganisasi dengan baik, yang terkait dengan keteraturan; mandulnya
improvement terhadap organisasi atau tidak adanya prestasi bisa
diandalkan, hanya sekedar menjalankan kebiasaan dari generasi
sebelumnya; berorganisasi hanya sekedar “pelengkap” untuk mencari
teman, lebih menekankan afektif dalam berorganisasi bukan pada
sesuatu yang sifatnya kognitif; serta tumpulnya sensitivitas sosial,
kurang responsif terhadap berbagai persoalan di luar yang terkait
dengan kajian ilmunya. Kalau semua hal tersebut mengalami repetisi
(pengulangan), tentunya akan menjadi sesuatu yang kontradiktif dari
pencapaian tujuan berorganisasi yang sebenarnya.
Memunculkan Organisasi Mahasiswa dan Pemimpin yang “Ideal”
Organisasi yang ideal tidak selalu berkonotasi dengan kesempurnaan
organisasi pada umumnya di perusahaan atau lembaga pemerintahan,
namun demikian mencoba untuk realistis dengan kesempatan, uang,
waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang dimiliki, namun tetap tidak
meninggalkan keteraturan dan tercapainya improvement secara
individual maupun organisasi. Oleh karena itu ada beberapa saran
untuk memunculkan organisasi mahasiswa yang ideal :
1.Sistem seleksi penting untuk dilakukan untuk mendapatkan
mahasiswa yang memiliki motivasi berorganisasi yang baik. Hasil

seleksi ini menjadi pedoman dasar bagi rekrutmen pengurus organisasi,
sehingga didapatkan “the right man in the right place”. Memang
konsekuensi dari seleksi adalah sulitnya mendapatkan orang-orang

yang berminat untuk “meramaikan” organisasi, tapi sisi positifnya akan
didapatkan orang-orang yang memang serius untuk berkiprah dan
membesarkan organisasi.
2. Menciptakan “aturan main” dalam berorganisasi, baik dalam hal hak
dan kewajiban anggota sampai dengan punishment dan reward bagi
mereka. Aturan main ini tentunya tidak bisa lepas dari aturan yang
paling tinggi dari Universitas, yakni Statuta yang menjadi landasan
dalam berkegiatan seluruh civitas akademika. Kadang penerapan
aturan main ini menjadi kendala tersendiri, karena adanya “rasa
sungkan”, ketidak enakan untuk menindak teman sendiri yang
merugikan organisasi, sulit mengingatkan “senior” yang buat ulah atau
menguasai organisasi. Di sini peran pemimpin sebagai pengendali di
lapangan menjadi sangat penting. Sifat kepribadian sebagai pemimpin
yang baik, penulis ambil dari pidato pengukuhan Guru Besar Prof.
Djamaludin Ancok (2003) sebagai berikut :
a. Mentalitas berkelimpahan (abundance mentality), orang yang suka

membagi apa yang dimilikinya dengan orang lain, orang seperti ini
merasa bahwa dengan memberi apa yang dia miliki membuat merasa
semakin kaya.
b. Berfikir positif pada orang lain, orang yang seperti ini akan melihat
orang lain sebagai bagian dari kebahagiaan hidupnya.
c. Mampu berempati, bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain,
kepekaan ini akan membuat ia bisa merasakan kegembiraan dan
kesusahan orang lain.
d. Memiliki kemmapuan komunikasi transformasional, selalu memilih
kata-kata yang enak didengar bila berbicara dengan orang, walaupun
dalamkondisi berbeda pendapat.
e. Orientasi win-win solution, tidak menginginkan kebahagiaan dirinya
sementara orang lain harus kalah.
f. Serving attitude, bukan minta dilayani tapi melayani kepentingan
orang yang dipimpinnya, selain itu selalu berprinsip senang bila orang
lain senang dan susah bila orang lain susah, bukan sebaliknya
3. Berorientasi pada perubahan (change oriented goal), artinya setiap
organisasi harus membuat target yang realistis untuk dicapai oleh
timnya. Namun demikian target tersebut tidak meninggalkan
pencapaian improvement (perbaikan) dari kapasitas atau potensi diri

pribadi dan organisasi. Target harus dimunculkan secara bottom-up
untuk memberikan share of responbility, semua anggota merasa
bertanggung jawab terhadap segala aktivitas dan tujuan organisasi,
tidak hanya tujuan kepengurusan saja. Namun demikian kendala
pencapaian perubahan tidaklah mudah dilakukan, karena perubahan
akan memiliki konsekuensi yang besar, baik dari sisi individual, karena
merasa sudah nikmat dengan kondisi sebelumnya, dan secara sosial
akan memunculkan sebuah sistem interaksi sosial yang sangat berbeda
sekali, sehingga bisa menimbulkan ketidaknyamanan dan keluar dari
sistem yang ada. Konsekuensi ini seharusnya bisa dihadapi oleh

pengurus yang reformis, apabila memiliki motivasi, niat yang tulus dan
yang lebih penting lagi “keberanian” untuk memulai.

MOTIVASI
Pengertian motivasi dan definisi dalam organisasi berkisar
pada dimensi subyektif, ada di dalam diri setiap individu, yang
mendorong lahirnya aktivitas. Motivasi merupakan pendorong
utama perilaku seseorang dalam suatu pekerjaan. Seorang
pekerja menjadi rajin atau tidak rajin, kreatif atau tidak kreatif,

dapat ditelusuri lewat motivasi yang ada di dalam dirinya.
Perhatian serius pada masalah motivasi membuat pimpinan di
suatu organisasi dalam memanfaatkan motivasi di dalam diri
tiap pekerja untuk mencapai tujuan perusahaan.
Definisi Motivasi
Menurut Ellen A. Benowitz, motivasi adalah “kekuatan yang
menyebabkan individu bertindak dengan cara tertentu. Orang
punya motivasi tinggi akan lebih giat bekerja, sementara yang
rendah akan sebaliknya.”[1] John R. Schemerhorn, et.al.
mendefinisikan motivasi sebagai “mengacu pada pendorong di
dalam diri individu yang berpengaruh atas tingkat, arah, dan
gigihnya upaya seseorang dalam pekerjaannya.”[2] Laurie J.
Mullins mendefinisikan motivasi sebagai “arahan dan
kegigihan tindakan.”[3]
Motivasi menurut Martin Covington adalah alasan yang
“... deals with the why of behavior: Why for example, do
individuals choose to work on certain tasks and not on others:
why do they exhibit more or less energy in the pursuit of these
tasks and why do some people persist until the task is
completed, whereas others give up before they really starts, or

in some cases pursue more elegant solutions long after
perfectly sensible answers have presented theselves.”[4]
Definisi lain mengenai motivasi diajukan oleh Jere E. Brophy.
Menurut Brophy, motivasi adalah “
... a theoretical construct used to explain the initiation,
direction, intensity, persistence, and quality of behavior,
especially goal-directed behavior. Motives are hypotetical
constructs used to explain why people are doing what they are
doing.”[5]
Selanjutnya, Jere E. Brophy mengutarakan bahwa “...
motivation is subjective and focused on the reasons behind our
choices and actions.”[6]
Bagi Brophy, motivasi perlu dibedakan dengan tujuan maupun

strategi. Ia memberi contoh, respon seseorang atas lapar
(motivasi) adalah dengan pergi ke restoran (strategi) untuk
mendapatkan makanan (tujuan). Hal yang senada dengan
Brophy juga diujar oleh Donna Walker Tileston bahwa
“... motivation relates to the drive to do something. Motives
are usually construed as relatively general needs or desires

that energize people to initiate purposeful action sequences.[7]
Sehubungan dengan dunia kerja, terdapat 2 jenis motivasi
yaitu : (1) Motivasi Intrinsik dan (2) Motivasi Ekstrinsik.
Motivasi intrinsik berhubungan dengan reward nyata seperti
gaji, keamanan posisi, promosi, kontrak, lingkungan kerja, dan
kondisi kerja. Sebagian besar dari reward nyata ini ada di level
organisasi dan berada di luar kewenangan manajer selaku
individu.
Motivasi intrinsik berhubungan dengan reward yang bersifat
psikologis seperti kesempatan menggunakan kemampuan,
rasa tertantang untuk berprestasi, menerima pujian,
pengakuan positif, dan diperlakukan secara baik. Reward
psikologis ini dapat diupayakan oleh manajer selaku individu
karena berada di dalam kemampuannya.
Teori-teori Motivasi
Sebagai konsep, motivasi perlu dijelaskan berdasarkan kaitan
antar fakta yang ada di dalamnya secara empiris. Dengan
demikian, lahirlah teori-teori yang meneliti seputar motivasi.
Laurie J. Mullins membaginya menjadi 2 bagian besar yaitu :
(1) Teori Pemuasan dan (2) Teori Proses. Sementara Robert N.

Lussier and Christopher F. Achua membaginya menjadi 3, yaitu
: (1) Teori-teori Motivasi Kepuasan; (2) Teori-teori Motivasi
Proses; dan (3) Teori Penguatan.[8] Tulisan selanjutkan akan
mengikut pada apa yang disampaikan Lussier and Achua, dan
sebelum dilakukan pembahasan atas ketiga jenis teori motivasi
yang dikenal ada baiknya kami memuat taksonomi dari
keduanya terlebih dulu.
Tabel 11 Taksonomi Teori-teori Motivasi versi Lussier and Achua
Klasifikasi Teori Motivasi
1.
Teori-teori Motivasi Pemuasan
fokus pada penjelasan dan penaksiran
perilaku berdasarkan motivasi
kebutuhan para pekerja.

2.

Teori-teori Motivasi Proses

Teori Motivasi yang Mewakili


A. Hirarki Teori Kebutuhan (Abraham Maslow) berpendap
pekerja termotivasi lewat 5 tingkat kebutuhan – fisiologis, k
sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.
B. Teori 2 Faktor (Frederick Herzberg) berpendapat bahw
termotivasi oleh motivator (kebutuhan tingkat tinggi) k
faktor maintenance (pemeliharaan).
C.
Teori Kebutuhan yang Diperoleh berpendapat bahw
termotivasi oleh kebutuhan mereka untuk berprestasi, k
dan afiliasi.

A.
Teori Ekuitas berpendapat bahwa pekerja termoti
menganggap input yang mereka berikan sesuai dengan ou
dihasilkan.

B.
Teori Ekspektansi berpendapat bahwa pekerja te
tatkala mereka yakin mereka bisa menyelesaikan pekerjaa

akan menerima reward, dan reward tersebut sesuai nilainy
upaya yang mereka curahkan.
C. Teori Tujuan berpendapat bahwa tujuan yang bisa dica
sulit akan memotivasi para pekerja.
3.
Teori Penguatan berpendapat
bahwa perilaku dapat dijelaskan,
diprediksi, dan dikendalikan melalui
akibat dari suatu perilaku.

Tipe Penguatan :
a. Positif
b. Pengelakan (avoidance)
c. Extinction (penghilangan)
d. Punishment (penghukuman)

Teori-teori Motivasi Pemuasan
Teori-teori motivasi pemuasan fokus pada penjelasan dan
pemprediksian perilaku berdasarkan kebutuhan manusia.
Alasan utama orang bertindak adalah demi memenuhi

kebutuhan atau keinginannya untuk merasa puas. Sebab itu,
penting memahami teori motivasi pemuasan (kebutuhan).
Orang ingin puas dalam bekerja, dan mereka akan
meninggalkan suatu perusahaan untuk melamar di perusahaan
lain demi memenuhi kebutuhan mereka. Kunci suksesnya
kepemimpinan adalah memenuhi kebutuhan para pekerja
sementara mereka diharuskan mencapai tujuan organisasi.
Teori Hirarki Kebutuhan Abraham Harold Maslow – Maslow
mengembangkan teori kebutuhannya tahun 1943. Teori
tersebut ia bangun berdasarkan 4 asumsi (anggapan dasar)
utama yaitu: (1) Hanya kebutuhan yang belum tercapai sajalah
yang akan memotivasi orang; (2) Kebutuhan orang tersusun
dari yang paling mendasar hingga yang paling rumit; (3) Orang
tidak akan termotivasi untuk memuaskan kebutuhan tingkat
tingginya jika yang di level bawahnya belum terpuaskan; dan
(4) Maslow mengasumsikan orang punya 5 klasifikasi
kebutuhan, yang disajikan dalam pola hirarkis dari yang paling
rendah hingga yang paling tinggi.
Teori hirarki kebutuhan Maslow menyatakan bahwa orang
termotivasi melalui 5 tingkat kebutuhan – fisiologis, keamanan,
kepemilikan, penghargaan, dan aktualisasi diri, yang
rinciannya :
1 Kebutuhan fisiologis – Merupakan kebutuhan dasar atau
primer setiap orang yaitu udara, makanan, tempat
berlindung, seks, dan penghindaran dari rasa takut.
2 Kebutuhan keamanan – Bilamana kebutuhan fisiologis telah
terpenuhi, individu lalu memperhatikan keselamatan dan
keamanan dirinya.
3 Kebutuhan memiliki – Setelah memperoleh keselamatan,
orang segera mencari kasih sayang, persahabatan,

penerimaan, dan perasaan. Kebutuhan kepemilikan juga
disebut kebutuhan sosial.
4 Kebutuhan penghargaan – Setelah kebutuhan sosial
terpenuhi, individu fokus pada ego-nya, status, harga diri,
pengakuan bagi apa yang ia miliki, dan perasaan percaya
diri dan prestise.
5 Kebutuhan aktualisasi diri – Tingkat kebutuhan tertinggi
adalah mencapai potensi penuh seseorang. Untuk
melakukan
ini,
seseorang
mengembangkan
diri,
berprestasi, dan memperoleh kemajuan tertentu di dalam
hidupnya.
Hirarki kebutuhan Maslow umumnya dipelajari di sektor
psikologi dan bisnis karena ia menawarkan teori motivasi
manusia yang cukup kaya dan kepastiannya di tingkat individu.
Kendati begitu, karya Maslow dikritik karena tidak
mempertimbangkan bahwa orang dapat berbeda tingkatan
kebutuhannya bergantung kehidupannya masing-masing. Juga,
Maslow tidak memperhatikan kenyataan bahwa orang dapat
berbalik dari kebutuhan yang lebih tinggi ke arah kebutuhan
yang lebih rendah.
Kini, pengikut Maslow dan lainnya sadar bahwa kebutuhan
tidak-lah sesederhana seperti 5 tingkatan yang ia susun.
Asumsi Maslow kini telah diperbarui guna merefleksikan
pandangan yang berbeda, dan banyak organisasi saat ini
menggunakan variasi dari metode manajemen seperti ia
tawarkan tahun 1943. Maslow juga diakui telah mempengaruhi
sejumlah pakar seperti Douglas McGregor, Rensis Likert, dan
Peter Drucker.
Bagaimana teori hirarki kebutuhan Maslow diterapkan pada
ranah organisasi atau perusahaan? Kira-kira gambaran
piramidalnya sebagai berikut :

Gambar 15 Piramida Hirarki Kebutuhan Abraham Harold
Maslow 1943
Teori Dua Faktor – Teori 2 Faktor dikembangkan oleh Frederick
Herzberg tahun 1960-an. Herzberg mengkombinasikan
kebutuhan tingkat rendah ke dalam satu klasifikasi yang ia
sebut Hygiene-Maintenance, dan kebutuhan tingkat tinggi ke
dalam satu klasifikasi yang dia sebut Motivator. Teori Dua
Faktor berpendapat bahwa orang termotivasi oleh motivator
ketimbang faktor maintenance-hygiene.
Bagi Herzberg, faktor maintenance-hygiene juga dapat disebut
sebagai motivator yang bersifat ekstrinsik karena motivasi
tersebut datang dari luar diri pekerja atau pekerjaan itu
sendiri. Motivasi ekstrinsik ini termasuk gaji, keamanan
pekerjaan, jabatan, kondisi kerja, jaminan perusahaan, dan
hubungan kerja. Faktor-faktor ini berhubungan dengan hal
memenuhi kebutuhan tingkat rendah.
Bagi Herzberg pula, faktor Motivator disebut sebagai motivator
intrinsik karena motivasi tersebut datang dari dalam diri
pekerja melalui pekerjaan itu sendiri. Motivator instrinsik
termasuk prestasi, pengakuan, tantangan, dan kemajuan.
Faktor-faktor ini berhubungan dalam pemenuhan kebutuhan
tingkat tinggi dan lebih baik dalam memberikan motivasi
ketimbang faktor-faktor ekstrinsik. Jika seorang pekerja
melakukan pekerjaan secara benar bahkan lebih dari yang
diharapkan, maka reward akan diperoleh adalah pengumuman
atasan atas prestasinya tersebut. Kira-kira demikian contoh
dari motivasi intrinsik tersebut.
Model motivasi Dua Faktor Herzberg didasarkan pada riset,
yang menyatakan ketidaksetujuan atas pandangan tradisional
yang menganggap kepuasan dan ketidakpuasan berada selalu
berada dalam posisi yang saling berseberangan pada satu
kontinum (model satu dimensi). Bagi mereka, terdapat 2
kontinum: yaitu kontinum bukan tak puas oleh lingkungan
(maintenance) hingga ke arah tak puas, dan dari terpuaskan
oleh pekerjaan itu sendiri (termotivasi) hingga tak terpuaskan
(tak termotivasi).
Pekerja berada pada kontinum tidak puas hingga bukan tidak
puas dengan lingkungannya. Herzberg berdalih bahwa sekadar
menyediakan faktor maintenance (pemeliharaan) akan
mempertahankan pekerja untuk tetap menjadi tidak puas, dan
hal tersebut tidak akan membuat mereka terpuaskan atau
memotivasi mereka.
Sehubungan dengan faktor-faktor pemeliharaan, Herzberg
yakin bahwa jika pekerja yang dianggap rendah kinerjanya lalu
diberikan kenaikan gaji, maka mereka hanya akan beranjak ke
posisi dari tak puas menjadi bukannya tak puas. Namun,

setelah ditunggu sekian lama, pekerja tersebut tidak juga
menunjukkan peningkatan kinerja. Hal ini terjadi karena
perhatian hanya diberikan secara satu dimensi. Manajemen
perlu pula memperhatikan faktor-faktor motivator agar
menjadi tinggi sehingga pekerja menjadi termotivasi. Sehingga
Herzberg berkata bahwa manajemen harus fokus pada satusatunya motivator : Pekerjaan itu sendiri. Skema motivasi dari
Herzberg sebagai berikut:[9]

Gambar 16 Teori Dua Faktor Motivasi versi Herzberg 1964
Pandangan umum bahwa uang merupakan motivator
menganggap bahwa uang berdampak lebih pada sejumlah
orang ketimbang lainnya, dan ia akan memotivasi sejumlah
pekerja. Kendati demikian, uang bukan satu-satunya yang
memotivasi pekerja untuk bekerja lebih keras. Pernahkah anda
beroleh kenaikan gaji? Apakah dengan kenaikan tersebut, anda
lebih termotivasi sehingga rajin bekerja dan produktif? Uang
memiliki batasan dalam kemampuannya memotivasi. Berapa
banyak guru yang sudah tersertifikasi tetapi tetap tidak juga
menunjukkan peningkatan kinerjanya terhadap peserta didik?
Teori Kebutuhan Diperoleh – Teori Kebutuhan Diperoleh
berpendapat bahwa orang termotivasi oleh kebutuhan mereka
baik karena untuk prestasi, kekuasaan, dan afiliasi. Teori ini
secara garis besar sama dengan teori prestasi (nAch) dari
David McClelland. Namun, McClelland bukanlah satu-satunya
penyumbang utama Teori Kebutuhan Diperoleh ini. Selain
McClelland, teori ini juga dikembangkan oleh Henry Murray
untuk kemudian diadaptasi oleh John Atkinson.
Penting untuk pula memahami seberapa dekat hubungan
antara sifat, perilaku, dan motivasi. Kebutuhan Diperoleh juga
secara luas diklasifikasikan sebagai bentuk hubungan antara
sifat dengan motivasi sejak McClelland dan lainnya yakin
bahwa kebutuhan sesungguhnya lebih didasarkan pada sifat

personal seseorang. Setiap orang punya tingkat kebutuhan
yang berbeda-beda. Kebutuhan afiliasi McClelland secara
esensial sama dengan kebutuhan kepemilikan dari Maslow;
kekuasaan dan prestasi berhubungan dengan perhargaan,
aktualisasi diri, dan perkembangan diri. Teori motivasi
McClelland tidak memasukkan kebutuhan tingkat rendah
seperti fisiologis dan keamanan.
Teori Kebutuhan Diperoleh menyatakan bahwa semua orang
punya kebutuhan untuk berprestasi, berkuasa, dan berafiliasi,
tetapi berbeda derajatnya. Terdapat sejumlah fenomena yang
mengindikasikan bahwa pria cenderung lebih berorientasi pada
prestasi dan kekuasaan sementara perempuan cenderung
lebih berorientasi hubungan. Sejumlah gagasan dasar bagi
pemotivasian
pekerja
harus
didasarkan
pada
upaya
pemenuhan kebutuhan dominan mereka, dalam mana:
- Memotivasi pekerja dengan nAch tinggi. Berikan mereka
tugas yang menantang dan bersifat tidak rutin, dengan tujuan
yang jelas dan bisa dicapai. Berikan mereka umpan balik yang
sering dan cepat mengenai kinerja yang mereka tunjukkan.
Secara
terus-menerus,
tingkatkan
pertanggungjawaban
mereka dalam melakukan hal baru.
- Memotivasi pekerja dengan nPow (berkuasa) tinggi. Biarkan
mereka berencana dan mengendalikan pekerjaan mereka
sebisa mungkin. Coba libatkan mereka dalam pengambilan
keputusan, utamanya tatkala mereka terkena dampak dari
keputusan tersebut. Mereka cenderung menunjukkan kinerja
terbaiknya sendiri ketimbang bersama anggota tim. Coba
tempatkan mereka pada keseluruhan pekerjaan, bukan
sebagian dari pekerjaan.
- Memotivasi pekerja dengan nAf (afiliasi) tinggi. Pastikan
mereka bekerja sebagai bagian dari tim. Mereka merinci
kepuasannya sendiri atas orang lain dengan mana mereka
bekerja ketimbang dari pekerjaan itu sendiri. Berikan mereka
pujian
dan
pengakuan
yang
besar.
Delegasikan
pertanggungjawaban untuk melakukan orientasi dan pelatihan
pekerja baru pada mereka.
Teori-teori Motivasi Proses
Teori-teori motivasi proses fokus pada upaya memahami
bagaimana pekerja menentukan perilakunya dalam upaya
memenuhi kebutuhan mereka. Teori-teori motivasi proses lebih
rumit ketimbang teori-teori motivasi pemuasan. Teori-teori
motivasi pemuasan secara sederhana difokuskan pada
pengidentifikasian dan pemahaman atas kebutuhan manusia.
Teori-teori motivasi proses beranjak lebih jauh dengan
berupaya memahami mengapa orang punya kebutuhan yang
berbeda, mengapa mereka perlu perubahan, bagaimana dan

mengapa orang memilih mencoba memuaskan kebutuhannya
dengan aneka cara, proses-proses mental manusia saat
mereka coba memahami situasi, dan bagaimana mereka
menilai kepuasan atas kebutuhannya sendiri.
Teori Equitas – Pekerja ingin diperlakukan secara adil. Jika
pekerja mengira keputusan organisasi dan tindakan manajerial
tidak adil, maka mereka akan mengalami rasa marah dan
dendam. Pekerja harus yakin bahwa mereka diperlakukan
secara adil jika mereka mau bekerja bersama secara efektif.
Teori Ekuitas sesungguhnya merupakan teori motivasi dari J.
Stacy Adams, di mana pekerja dikatakan termotivasi untuk
mencari kesamaan sosial dalam hal reward yang mereka
terima (output) bagi kinerja yang mereka tunjukkan (input).
Teori Equitas berpendapat bahwa orang termotivasi tatkala
mereka menganggap input sama dengan output.
Lewat proses teori equitas, orang memperbandingkan input
mereka (upaya, pengalaman, senioritas, status, kecerdasan)
dan output (pujian, pengakuan, gaji, keuntungan, promosi,
peningkatan status, dukungan supervisor) dengan apa yang
berlaku pada pekerja lain.
Individu lain yang kesetaraannya berusaha seorang pekerja
perbandingkan dapat berupa rekan kerja atau kelompok kerja
yang sama atau berbeda organisasi, bahkan dalam situasi
yang hipotesis (“seandainya ....”). Kata yang kerap digunakan
dalam konteks kesetaraan ini adalah anggapan bukan aktual
dari input dan output. Orang lain mungkin menganggap bahwa
Equitas (kesamaan) adalah ada sehingga menyatakan bahwa
orang yang mengeluh tentang ketidaksetaraan adalah salah.
Distribusi gaji yang equitable (sama) adalah penting bagi
organisasi.
Sayangnya,
banyak
pekerja
cenderung
menginflasikan (melebih-lebihkan) upaya atau kinerja mereka
tatkala diperbandingkan dengan orang lain. Pekerja juga
cenderung menganggap rendah apa yang orang lain capai.
Pekerja bisa jadi sangat termotivasi dan terpuaskan hingga
suatu saat mereka menemukan situasi di mana orang lain
menerima lebih baik ketimbang mereka di posisi yang setara.
Perbandingan dengan orang lain membawa seseorang pada
tiga kesimpulan: (1) pekerja underrewarded (kurang dihargai);
(2) pekerja overrewarded (dihargai secara berlebihan); dan (3)
pekerja equitably rewarded (dihargai sebagaimanamestinya).
Teori Ekspektansi – Teori Ekspektansi didasarkan pada rumus
Victor Vroom yaitu motivasi = ekspektansi x instrumentalitas x
valensi. Teori Ekspektansi berpendapat bahwa orang
termotivasi tatkala mereka yakin bahwa ketika mereka dapat
menyelesaikan pekerjaannya, mereka akan mendapat reward,
dan reward tersebut akibat mereka melakukan tugas

sebanding dengan usahanya.
Teori ini berdasar pada asumsi berikut: Baik faktor internal
(kebutuhan) dan eksternal (lingkungan) berdampak pada
perilaku; perilaku adalah keputusan individu; orang punya
perbedaan kebutuhan, hasrat, dan tujuan; dan orang
membuat keputusan berdasarkan anggapan mereka terhadap
hasil (outcome). Teori Ekspektansi terus populer hingga saat
ini.
Terdapat 3 variabel yang harus memenuhi syarat dalam rumus
Vroom agar motivasi terjadi, yaitu :
- Ekspektansi (pengharapan) mengacu pada anggapan
seseorang seputar kemampuannya (kemungkinannya) untuk
menyelesaikan suatu tujuan. Umumnya, semakin tinggi
pengharapan, semakin baik kesempatan munculnya motivasi.
Tatkala
pekerja
tidak
yakin
bahwa
mereka
dapat
menyelesaikan tujuan, mereka tidak akan termotivasi untuk
mencobanya.
- Instrumentalitas mengacu pada keyakinan bahwa kinerja
akan berujung pada reward. Umumnya, semakin tinggi
instrumentalitas seseorang, semakin besar kesempatan
munculnya motivasi. Jika pekerja yakin mendapat reward,
maka pada diri mereka akan muncul motivasi. Tatkala mereka
tidak yakin, pekerja tidak akan termotivasi. Contoh, Jokoy yakin
ia akan menjadi manajer yang baik dan ingin beroleh promosi.
Kendati demikian, Jokoy punya kendali lain di luar dirinya yang
menyatakan bahwa promosi hanya bisa dicapai melalui kerja
keras. Jokoy benci kerja keras. Dengan demikian, Jokoy tidak
akan termotivasi untuk bekerja demi promosi tersebut.
- Valensi mengacu pada nilai yang seseorang posisikan selaku
hasil atau reward. Umumnya, semakin tinggi nilai (pentingnya)
suatu outcome (hasil) atau reward, semakin baik kesempatan
munculnya motivasi. Contoh, seorang supervisor bernama
Gadissa, ingin seorang pekerja bernama Cantika, untuk bekerja
keras. Jika Cantika ingin beroleh promosi, ia mungkin akan
termotivasi. Kendati begitu, jika suatu promosi tidak penting
bagi Cantika, promosi tersebut tidak akan memotivasi Cantika.
Teori Tujuan – Riset yang diadakan oleh E.A. Locke dan
sejawatnya menyingkap bahwa latar belakang suatu tujuan
punya efek positif atas motivasi dan kinerja. Prestasi tinggi
akan memotivasi individu untuk secara konsisten terlibat
dalam perancangan tujuan. Teori Tujuan berpendapat bahwa
tujuan spesifik dan rumit akan memotivasi orang. Perilaku kita
punya tujuan yang mana biasanya demi memenuhi kebutuhan.
Sasaran memberi kita pemahaman akan tujuan sebagaimana
pada mengapa kita bekerja untuk memenuhi tugas yang
diberikan.

Teori Penguatan
Seorang teoretisi penguatan bernama Burrhus Frederic
Skinner, menyatakan bahwa untuk memotivasi pekerja
tidaklah perlu-perlu amat mengidentifikasi dan memahami
kebutuhan (teori motivasi pemuasan) atau juga tidak perluperlu amat memahami bagaimana pekerja memilih perilaku
guna memenuhi kebutuhan tersebut (teori motivasi proses).
Apa yang manajer perlu untuk lakukan hanyalah memahami
hubungan antara pemberian perilaku tertentu dan akibatakibat yang ditimbulaknnya, untuk kemudian merancang suatu
kontijensi yang menguatkan perilaku yang diinginkan dan
menghentikan perilaku yang tidak diinginkan.
Teori Penguatan berpendapat bahwa melalui akibat-akibat dari
suatu perilaku, orang akan termotivasi untuk berbuat dengan
cara yang sudah ditentukan sebelumnya. Teori penguatan
menggunakan modifikasi perilaku (penerapan teori penguatan
agar pekerja melakukan apa yang pemberi perilaku ingin
mereka lakukan) dan kondisi operasi (jenis dan jadual
penguatan). Skinner menyatakan bahwa perilaku dapat
dipelajari lewat pengalaman seseorang akan akibat positif
ataupun negatif dari suatu perilaku. Tiga komponen dalam
kerangka Skinner sebagai berikut :[10]

Gambar 17 Teori Penguatan Motivasi versi Skinner
Metaanalisis rises empiris terkini selama lebih 20 tahun
menemukan bahwa teori penguatan mampu meningkatkan
kinerja sebesar 17%. Sebab itu, teori penguatan dapat
dijadikan prediktor (penentu) yang konsisten atas perilaku
kerja. Dalam bagan di atas, perilaku adalah fungsi dari akibatakibatnya sendiri. Pekerja belajar apa perilaku yang harus
mereka tunjukkan, dan bukan yang mereka kehendaki sebagai
hasil atau akibat atas pemberian perilaku tertentu.
Jenis-jenis Penguatan
Positif – Suatu metode pemberdayaan perilaku secara terusmenerus adalah dengan menawarkan akibat yang menarik
(reward) bagi kinerja yang diinginkan. Contoh, seorang pekerja
datang ontime untuk rapat dan diberi reward oleh manajer
berupa ucapan terima kasih. Pujian digunakan guna melakukan
penguatan. Penguatan lainnya adalah gaji, promosi, cuti, dan

peningkatan status. Penguatan positif merupakan hasil dari
hasil positif, dan merupakan motivator terbaik bagi
peningkatan produktivitas. Pemberian pujian merupakan
bentuk penguatan positif.
Penghindaran – Penghindaran juga disebut penguatan negatif.
Sebagaimana dengan penguatan positif, pekerja diberdayakan
untuk meneruskan perilaku yang diinginkan. Pekerja
menghindari akibat-akibat negatif. Contoh, seorang pekerja
tepat waktu untuk rapat guna menghindarkan diri dari
penguatan negatif, seperti teguran atau dijewer telinganya
oleh atasan. Aturan didesain agar pekerja menghindari
perilaku tertentu. Kendati begitu, aturan bukanlah
penghukuman. Penghukuman diberikan hanya jika aturan
dilanggar. Penghindaran ada di dalam sisi pekerja, di mana
mereka berusaha menghindar dari situasi yang tidak mereka
inginkan.
Pemusnahan – Ketimbang memberdayakan perilaku yang
diinginkan, pemusnahan merupakan upaya mengurangi atau
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan dengan
menahan penguatan tatkala perilaku muncul. Contoh, seorang
pekerja yang telat untuk rapat tidak diberi reward dengan
pujian. Atau manajer menahan reward nilai, seperti penaikan
upah, hingga saat pekerja menampilkan kinerja sesuai standar.
Dari cara pandang lainnya, manajer yang tidak mereward
suatu kinerja baik yang ditunjukkan pekerja dapat berakibat
musnahnya perilaku tersebut. Dengan kata lain, jika anda
mengabaikan kinerja pegawai yang baik, kinerja baik tersebut
akan terhenti akibat pekerja berpikir “mengapa saya harus
melakukan kinerja bagus jika reward tidak kudapatkan?”
Penghukuman – Penghukuman digunakan untuk menyediakan
akibat-akibat tidak diinginkan dari perilaku yang tidak
diharapkan. Contoh, seorang pekerja telat untuk rapat
kemudian ditahan oleh pimpinan dan ‘dikeramas.’ Bahwa
dengan penghindaran tidak ada penghukuman aktual; maka
dianggap tindakan penghukuman saja yang mampu
mengendalikan perilaku. Metode lain penghukuman adalah
pencabutan hak istimewa, skorsing, denda, demosi, dan
pemecatan. Penggunaan penghukuman dapat mengurangi
perilaku yang tidak diinginkan; tetapi ia tetap tidak akan
menghalangi perilaku tidak diinginkan lainnya untuk muncul
seperti moral kerja yang rendah, produktivitas yang rendah,
dan tindakan seperti pencurian dan sabotase. Penghukuman
bersifat kontroversial dan merupakan metode yang paling
kurang efektif dalam memotivasi pekerja.

Motivasi dalam Organisasi.
A. Definisi Motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni
movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Ada banyak
perumusan mengenai motivasi, menurut Mitchell dalam winardi,
motivasi
mewakili
proses-proses
psikologika,
yang
menyebabkan timbulnya, diarahkanya dan terjadinya persistensi
kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan ketujuan
tertentu.[1]
Cropley, (1985) Motivasi dapat dijelaskan sebagai “tujuan yang
ingin dicapai melalui perilaku tertentu”.Sedangkan Wlodkowski
(1985) menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang
menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang
memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku
tersebut.Pengertian ini jelas bernafaskan behaviorisme.
Menurut RA. Supriyono, motivasi adalah kemampuan untuk
berbuat sesuatu sedangkan motif adalah kebutuhan, keinginan,
dorongan untuk berbuat sesuatu.Motivasi seseorang di
pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsic yang ada pada
individu yang bersangkutan.Stimuli eksternal mungkin dapat
pula mempengaruhi motivasi tetapi motivasi itu sendiri
mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli tersebut.[2]
Definisi lain tentang motivasi menurut Gray et-al dalam Winardi
menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses,
yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu,
yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan persistensi
dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu.
B. Konsep Motivasi
Motivasi adalah bagian dari komunikasi, manajemen dan
kepemimpinan.Orang melakukan suat pekerjaan atas dasar suatu
motif.Teori efisiensi-X oleh Leibenstein (1978), menyatakan
bahwa “perusahaan atau organisasi secara internal efisien, yang
berarti bahwa perusahaan atau organisasi itu menghasilkan
keluaran (output) maksimal bagi seperangkat sumber daya
tertentu (kadang-kadang disebut efisiensi teknis)”.Asumsi ini

menimbulkan asumsi sampingan bahwa organisasi pasti
meminimalkan biaya.
Dari kajian kepustakaan yang dilakukan Frantz (1988) mengenai
efisiensi internal, ditemukan sebagian unsur yang termasuk
kedalam efisiensi-X, diantarnya adalah :
 Kajian Produktifitas
 Alokasi Sumber Daya
 Faktor Pendekatan Managemen
Dari sudut pandang ekonomi terdapat empat unsur kunci yang
merupakan konsep usaha di tempat kerja, antara lain :
1. Aktivitas (A) yang merupakan pekerjaan seseorang
2. Kecepatan (K) melakukan aktivitas
3. Presisi (P) Melakukan pekerjaan yang berkualitas
4. Pola waktu (W) atau ritme melakukan pekerjaan[3]
Sementara hubungan horizontal menciptakan tekanan dalam dua
cara :
1. Melalui norma
semua anggota harus menanggung beban yang menjadi bagian
mereka setelah mana mereka bekas bekerja segiat mungkin.
2. Norma
Setiap individu diharapkan bekerja sesedikit yang mereka
inginkan, namun mereka tidak boleh bekerja sedemikian giat
sehingga membuat orang lain kelihatan buruk.
C. Teori yang menjelaskan Motivasi
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan
beberapa teori tentang
motivasi, diantaranya :
a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H.
Maslow pada intinya berkisar pada
pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki
kebutuhan[4], yaitu :
1. Kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : lapar,
haus, istirahat dan sex
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik
semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual

3. Kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan
5. Aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya
kesempatan seseorang
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga
berubah menjadi
kemampuan nyata.
b. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for
Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang
akan prestasi. Menurut McClelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu
:
1. preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat
kesulitan moderat
2. menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul
karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain
3. menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan
kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.[5]
c. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG”)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim
“ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama
dari tiga istilah yaitu :
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi),
R = Relatedness (kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak
lain, dan
G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak
bahwa :
 Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin
besar pula keinginan
untuk memuaskannya;

 Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih
tinggi” semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
 Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang
tingkatnya lebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang
lebih mendasar.
 Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh
manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri
pada kondisi obyektif
yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya
kepada hal-hal yang
mungkin dicapainya.[6]
d. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor hygiene atau
“pemeliharaan”[7].
 Faktor Motivasional
Fakor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi
yang sifatnya
intrinsic (bersumber dalam diri seseorang).Misal : pekerjaan
seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh,
kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain.
 Faktor Hygiene
Faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang
sifatnya ekstrinsik
(bersumber dari luar diri), yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam
kehidupan seseorang.
e. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia terdorong
untuk menghilangkan
kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan
organisasi dengan imbalan yang

diterima.[8] Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai
persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat terjadi,
yaitu :
 Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih
besar, atau
 Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam
melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
 Bila itu tidak mungkin, kita menghapus kekecewaan dengan
meng-undurkan diri
dari organisasi tsb.
f. Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni :
1. tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
2. tujuan-tujuan mengatur upaya;
3. tujuan-tujuan meningkatkan persistensi; dan
4. tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan rencanarencana kegiatan
g. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya
sebagai “Teori Harapan”. Menurut teoriini, motivasi merupakan
akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan
perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akanmengarah
kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang
sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka
untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya..
h. Teori Kaitan Imbalan Dengan Prestasi
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik yang bersifat internal maupun eksternal. Termasuk
pada faktor internaladalah :persepsiseseorang mengenai diri
sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan,
kepuasan kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan.

Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi seseorang,
antara lain ialah :
1. jenis dan sifat pekerjaan
2. kelompok kerja dimana seseorang bergabung
3. organisasi tempat bekerja
4. situasi lingkungan pada umumnya
5. sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.