TUGAS FILSAFAT HUKUM OLEH ALI ASGAR TUHU

1

TUGAS
FILSAFAT HUKUM
OLEH :
ALI ASGAR TUHULELE
NIM :
PROGRAM PASCA SARJANA ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JAYABAYA
2014

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya memiliki keberagaman
suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota dan di desa.

3


Keragaman itu menjadi suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum dan masyarakat merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibi ius ibu societas, dimana ada masyarakat
disitu ada hukum. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu aturan hukum untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat demi mencapai ketertiban umum. Aturan
hukum tersebut ada yang tertulis maupun tidak tertulis. Berlaku secara nasional
maupun kedaerahan, di dalam lapangan hokum publik maupun hukum privat.1
Dilihat dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hukum itu mulai dari
pribadi manusia yang diberi Tuhan, akal pikiran dan perilaku. Perilaku yang terus
menerus dilakukan perorangan menimbulkan “kebiasaan pribadi”. Apabila
kebiasaan pribadi itu ditiru orang lain, maka ia akan juga menjadi kebiasaan
orang itu lambat laun diantara orang yang lain didalam kesatuan masyarakat ikut
pula melaksanakan perilaku kebiasaan itu. Kemudian apabila seluruh anggota
masyarakat melakukan perilaku kebiasaan tadi, maka lambat laun kebiasaan itu
menjadi “adat” dari masyarakat itu.
Antara hukum dengan kehidupan masyarakat, memang berkaitan erat,
hukum berperan besar dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan aman.
Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang, maka peran hukum dapat dilihat
secara lebih konkrit. Didalam lapangan hukum pidana, ada dua hukum yang
berbeda yang digunakan oleh masyarakat, yaitu pidana yang bersumber pada

1

Soepomo.1967. Bab-bab Tentang Hukum Adat, Jakarta: Penerbit PT.Paradnya.Paramitha, hal 5.

4

peraturan tidak tertulis lainnya dan hukum yang bersumber pada KUHP serta
peraturan yang tertulis ataupun kebiasaan yaitu Hukum Pidana Adat.
Adat dan Hukum Adat kemudian secara historis-filosofis dianggap sebagai
perwujudan atau pencerminan kepribadian suatu Bangsa dan merupakan
penjelmaan dai jiwa bangsa (Volkgeist) suatu masyarakat Negara yang
bersangkutan dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, setiap bangsa yang ada
didunia memiliki adat (kebiasaan) adanya ketidaksamaan tersebut, kita dapat
mengetahui bahwa adat (kebiasaan)

merupakan unsur yang terpenting dan

memberikan identitas kepada bangsayang bersangkutan disamping bangsa
lainnya yang ada didunia.2
Disamping berlakunya KUHP sebagai paying hukum pidana, juga terlihat

pada aspek-aspek tertentu dalam kehidupan bermasyarakat, penerapan hukum
adat yang bersifat pidana dalam bentuk pemberian sanksi berupa sanksi denda,
diusir dari kampung, serta dikucilkan dari pergaulan masyarakat. Masyarakat
mengakui sanksi tersebut memiliki kekuatan berlaku yang sama dengan hukum
pidana dalam KUHP, sebab sanksi tersebut merupakan kesepakatan yang telah
ditetapkan oleh pemuka adat-adat sebelumnya.
Hukum adat adalah sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan
sosial di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, dan
Tiongkok. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang
2

Tolib Setiady.Intisari Hukum Adat Indonesia.hal 1. CV. Alfabeta Bandung.2008

5

tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh
kembang, maka hokum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.
Keberadaan hukum adat tidak pernah akan mundur atau tergeser dari
percaturan politik dalam membangun hukum nasional, hal tersebut terlihat dari

terwujudnya kedalam hukum nasional yaitu dengan mengangkat hukum
rakyat/hukum adat menjadi hukum nasional terlihat pada naskah sumpah pemuda
pada tahun 1928 bahwa hukum adat layak diangkat menjadi hokum nasional
yang modern.3
Dalam dunia zaman modern seperti ini, kita sering dihadapkan dengan
masalah-masalah yang kerap menodai agama dengan pergaulan yang tanpa
dibatasi dengan aturan atas hukum yang mengikat kepada penganut agama.
Sehingga menjadi sebuah keprihatinan bagi kita umat yang beragama Islam
dengan kebiasaan orang yang tidak perduli dengan aturan yang dalam hal ini
menurutnya sebagai penghalang atas apa yang ingin dilakukan atau dengan kata
lain untuk menuruti keinginan hawa nafsunya.4
Padahal agama sama sekali tidak melarang hambanya untuk melakukan
sesuatu yang jika hal itu tidak merusak atau menjadi mudharat bagi yang
membangkang. Betapa banyak orang-orang yang melakukan hubungan seks
3

4

Chairul Anwar,1997. Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta:Rineka Cipta,hal
11

Amrullah,Abdul Karim,Abdul Malik. Tafsir Al-Azhar,Pustaka Nasional PTE LT, Singapura. Jakarta.1976

6

secara bebas, terjangkit hubungan secara bebas terjangkit oleh penyakit yang
mematikan, adakah renungan tentang semuaitu, itu adalah tanda-tanda kebesaran
Allah bagi orang yang berakal.
Apalagi pada era millennium dengan berbagai pencapaian teknologi
sekarang ini, telah memberikan perubahan yagn cepat. Proses ini semakin
dipercepat dengan semakin maju dan luasnya media masa berbagai belahan
dunia. Dari arus informasi ini, telah memberikan dampak negatifnya tidak bias
dihindari.
Dan

ini

merupakan

dilemma


dari

dampak

kemajuan

peradaban

manusia.dampak negative ini, mengarah pada cara hidup orang barat yang
berpola pada pergaulan bebas. Dan ini merupakan “sampah” dari penyaringan
informasi yang salah, yang terwujud dari ungkapan kuno,” ketinggalan zaman”
jika tidak mengikuti pola hidup orang barat.
Inilah yang menjadi permasalahan yang dialami oleh generasi khususnya
muda-mudi Islam Indonesia saat ini. Pergaulan bebas yang mengarah pada free
sex (zina)sudah mencapai kea rah mengkhawatirkan, tingkat kehamilan pra-nikah
terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan perilaku free sex telah
terjadi pada generasi muda yang masih belia. Bahkan pada usia15 tahun telah
melakukan hubungan seks (zina) pra-nikah. Dan bahkan beberapa media
diberitakan usia jatuh lebih muda, bahkan seusia anak Sekolah Dasar.5
5


www.kumpulankaryatulisilmiah.ac.id.

7

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia,
yang diatur dalam Undang-Undang.
Sama halnya dengan Provinsi Maluku, hukum adat sangatlah berperan
penting dalam tatanan kearifan local serta kehidupan sosial. Semua ini tidak lain
hanya untuk menjaga nilai-nilai kultur pada masyarakat setempat yang telah ada
sejak zaman dahulu sekaligus sebagai perekat dalam aktifitas kehidupan social.
Negeri Tenga-Tenga, merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari
kultur yang ada di Provinsi Maluku, khususnya di Kabupaten Maluku Tengah.
Hukum adat yang dijalankan di Negeri Tenga-Tenga merupakan satu kebiasaan
yang telah ada sejak zaman dahulu. Hukum adat di Negeri Tenga-Tenga ini
dijalankan, apabila ada permasalahan-permasalahan yang terjadi di dalam Negeri
Tenga-Tenga sendiri, dan setiap jenis hukum adat yang diberikan disesuaikan
dengan masalah-masalah atau perbuatan yang dilakukan


oleh masyarakat

seempat, bahkan dalam pelaksanaan hukum adat sendiri selalu dikaitkan dalam
pertimbangan sebelum putusan adat itu terjadi.
Di Negeri Tenga-Tenga, masalah tindak pidana asusila (zina) bukanlah suatu
hal atau permasalahan yang baru. Namun, masalah zina ini sendiri sudah
dilakukan bahkan anak sekolah, sehingga perlu ditangani secara serius lewat

8

sebuah proses hukum yang dapat membuat jera para pelaku tindak asusila (zina)
tersebut, baik lewat proses hukum pidana maupun hukum adat.
B. Perumusan Masalah
Dilihat dari perkembangan hidup manusia, terjadinya hokum itu mulai dari
pribadi manadatusia yang diberi Tuhan, akal pikiran dan perilaku. Perilaku yang
terus menerus dilakukan perorangan menimbulkan “kebiasaan pribadi”. Apabila
kebiasaan pribadi itu ditiru orang lain, maka ia akan juga menjadi kebiasaan
orang itu lambat laun diantara orang yang lain didalam kesatuan masyarakat ikut
pula melaksanakan perilaku kebiasaan itu. Kemudian apabila seluruh anggota

masyarakat melakukan perilaku kebiasaan tadi, maka lambat laun kebiasaan itu
menjadi “adat” dari masyarakat itu.6
Antara hukum dengan kehidupan masyarakat, memang berkaitan erat,
hokum berperan besar dalam mewujudkan kehidupan yang tertib dan aman.
Apabila terjadi hal-hal yang menyimpang, maka peran hukum dapat dilihat
secara lebih konkrit. Didalam lapangan hokum pidana, ada dua hukum yang
berbeda yang digunakan oleh masyarakat, yaitu pidana yang bersumber pada
peraturan tidak tertulis lainnya dan hukum yang bersumber pada KUHP serta
peraturan yang tertulis ataupun kebiasaan yaitu Hukum Pidana Adat.

6

Ibid.Hal 1

9

Adat dan Hukum Adat kemudian secara historis-filosofis dianggap sebagai
perwujudan atau pencerminan kepribadian suatu Bangsa dan merupakan
penjelmaan dai jiwa bangsa (Volkgeist) suatu masyarakat Negara yang
bersangkutan dari zaman ke zaman. Oleh karena itu, setiap bangsa yang ada

didunia memiliki adat (kebiasaan) adanya ketidaksamaan tersebut, kita dapat
mengetahui bahwa adat (kebiasaan)

merupakan unsur yang terpenting dan

memberikan identitas kepada bangsayang bersangkutan disamping bangsa
lainnya yang ada didunia.
Dari latar belakang diatas, maka dapat rumuskan permasalahannya adalah :
Apakah dengan diterapkannya hukum adat “Tita Aiyi atau Arak Keliling
Negeri” mempunyai kekuatan hukum tetap serta rasa jera atautidak pada kasus
tindak pidana asusila (zina/palaisou) di Negeri Kulur?
C. Landasan Teori
Indonesia merupakan bangsa yang masyarakatnya memiliki keberagaman
suku, ras, agama dan adat kebiasaan yang tersebar di kota dan di desa.
Keragaman itu menjadi suatu kekayaan dan potensi yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia. Dalam kehidupan bermasyarakat, hukum dan masyarakat merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Ibi ius ibu societas, dimana ada masyarakat
disitu ada hukum. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu aturan hukum untuk
mengatur kehidupan bermasyarakat demi mencapai ketertiban umum. Aturan


10

hukum tersebut ada yang tertulis maupun tidak tertulis. Berlaku secara nasional
maupun kedaerahan, di dalam lapangan hokum publik maupun hukum privat.
Keberadaan Hukum Pidana Adat pada masyarakat merupakan pencerminan
kehidupan masyarakat tersebut dan pada masing-masing daerah memiliki Hukum
Pidana Adat yang berbeda sesuai dengan adat-istiadat daerah tersebut dengan ciri
khas tidak tertulis ataupun terkodifikasikan.
Dari sudut pandang psikologis, kehamilan pra-nikah telah menjadi aib bagi
keluarga. Sehingga sering terjadi, orang tua berupaya untuk menikahkan anak
putrinya yang hamil dengan laki-laki yang menghamilinya atau dengan pria lain,
sehingga cucunya lahir ada ayahnya.7
Dalam Grand Theory Fungsional yang dicetuskan oleh Durkheim, A. Comte,
M. Weber, T. Parsons, H. Spenser, menekankan bahwa Di setiap masyarakat
selalu dijumpai adanya saling keterkaitan (kohesi) antar lembaga-lembaga dalam
pengelompokan-pengelompokan tertentu

yang dalam skala lebih luas

membentuk suatu struktur, di mana dalam struktur tersebut tersusun posisiposisi, fungsi-fungsi, peran-peran, mekanisme dan kegiatan-kegiatan dari suatu
masyarakat. 8

7

Ibid. Hal 1

8

Prof. Bambang Widodo Umar. Materi Kuliah Teori Sosilogi Hukum. 2014

11

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tindak Pidana, Asusila dan Zina
a. Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam hokum
pidana Belanda yaitu stafbaar feit. Walaupun istilah ini terdapat dalam WvS
Belanda atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tetapi tidak ada
penjelasan resmi tentang apa yang dimaksud dengan tindak pidana tersebut.
Karena itu, para ahli hokum berusaha untuk memberikan arti dan isi dari
istilah itu.9
Menurut D.Simon, tindak pidanaadalah tindakan melanggar hokum yang
telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan yang oleh undangundang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.10
Rumusan pengertian tindak pidana (stafbaar freit) juga diatur dalam asas
hukum pidana Indonesia, yaitu asas legalitas (principle of legality) atau
dalam bahasa latin biasanya dikenl dengan Nullum Ddelictum Noella Poena
Sine Praevia Lege Poenali, maksudnya bahwa tidak ada perbuatan yang
9

Rifai dalam Artikel Azas-Azas Tindak Pidana,2004. Hal. 14

10

Mohammad Sholahuhdim, dalam Artikel Pengertian Tindak Pidana dan Penggolongan Tindak
Pidana,2010

12

dilarang dan diancam dengan pidana jika tisak ditentukan terlebih dahulu
dalam perundang-undangan.
b. Asusila
Menurut de Daniel dalam tulisannya berpendapat bahwa, Asusila adalah
perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma atau kaidah
kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi di kalangan masyarakat,
terutama remaja.11
Asusila adalah perbuatan atau tingka laku yang menimpang dari normanorma atau kaidah-kaidah kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi
di kalangan masyarakat.12
c. Zina
Kata “Zina” dalam Bahasa Inggris disebut “adultery”. Pada Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata Zina dimuat artinya sebagai berikut :
“ Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yagn tidak
terikat oleh hubungan pernikahan atau perbuatan bersenggama seorang
laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang
bukan istrinya,atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan
seorang laki-laki yang bukan suaminya.”
11

http://id.shvoong.com/writers/kumplanistilah.com.deDaniel/2001

12

http://id.shvoong.com/humanities/theory-critism/2035989-pengertian-asusila

13

Dalam pengertian lain, zina bisa dipilah menjadi dua macam pengertian,
yaitu pengertian zina yagn bersifat khusus dan yang dalam pengertian yang
bersifat umum, yakni :
1. Zina dalam pengertian

yang

bersifat

umum

meliputi

yang

berkonsekuensi dihukum huddud dan yang tidak. Yaitu hubungan
seksual antara laki-laki dan wanita yang bukan haknya pada
kemaluannya. Dan dalam pengertian khusus adalah yang semata-mata
mengandung konsekuensi hokum huddud.
2. Zina mengandung pengertian khusus, sedangkan yang dalam
pengertian khusus hanyalah yang berkonsekuensi pelaksanaan hokum
huddud.
Zina adalah hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan tanpa
adanya ikatan perkawinan syang sah dan dilakukan dengan sadar serta tanpa
adanya unsur subhat.13
B. Pengertian Hukum Adat dan Tita Aiyi
a. Hukum Adat
Istilah hukum adat merupakan terjemahan dari ‘adatrecht”, yang untuk
pertama kalinya diperkenalkan oleh C.Snouck Hurgonje di dalam karyanya

13

Catatan Vicky Darsias dalam Blog Fiqih Islam.2003

14

yang masing-masing berjudul “De Atjehers” “Het Gajolanden Zinje
Bewoner”.
Mr. B. Terhaar, Hukum Adat adalah keseluruhan peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku
secara spontan dalam masyarakat. Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan”
artinya bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat-istiadat itu sudah
merupakan hokum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat
hukum terhadap sipelanggar peraturan adat-istiadat. Apabila penguasa
menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar, maka istiadat itu sudah
meruapakn hukum adat.14
Snouck Hurgonje, memberikan arti hukum adat sebagai “ Die
rechtsgevolgen hebben”(adat-istiadat yang mempunyai akibat hukum).
Soeroyo Wingyodipuro berpendapat bahwa, Hukum Adat adalah suatu
kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang
selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis,
senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum
(sanksi).

14

Heri Wibowo, dalam Dunia Hukum.2012

15

Dengan mellihat betapa besarnya konstribusi hukum adat didalam system
hukum nasional, maka keberadaan hukum adat tidak dapat diabaikan. Perlu
diingatkan lagi bahwa hukum adat yang dimaksudkan disini adalah hukum
adat yang telah bersih/memenuhi syarat.

b. Tita Aiyi
Dalam tata bahasa di Negeri Kulur, kata Tita sendiri memiliki tiga
pemaknaan arti yang berbeda, kalau salah dilafadzkan. Ketiga pemaknaan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tita
Kata Tita dalam kehidupan sosial masyarakat di Negeri Kulur dalam
berinteraksi dapat diartikan sebagai himbauan Raja.
2. Tita’e
Sementara kata Tita’e sendiri, dalam pemaknaan kata diartikan sebagai
Putusan Raja.
3. Tita Aiyi
Sedangkan kata Tita Aiyi adalah, Ketetapan Raja untuk diarak keliling
negeri.15
15

Hasil Wawancara dengan Kepala Pemerintahan Negeri Tenga-Tenga, 05 Desember 2012

16

C. Persiapan Pelaksanaan Penyelesaian Tindak Pidana Asusila (zina/palaisou)
Sebelum proses penyelesaian tindak pidana asusila (zina) ini berjalan,
biasanya di Negeri Tenga-tenga harus ada perangkat siding. Perangkatperangkat sidang ini sendiri terdiri dan memiliki tugas masing-masing dalam
penyelesaian sebuah kasus, misalnya kasus tindak pidana asusila (zina) ini
sendiri.
Perangkat-perangkat sidang itu sendiri terdiri dan memiliki tugas sebagai
berikut :
a. Kepala Pemerintahan Negeri (Raja)
Posisi Kepala Pemeritahan Negeri (Raja) pada saat proses
penyelesaian masalah tindak pidana asusila (zina) ini, adalah sebagai
orang yang memutuskan serta menetapkan penerapan hukum adat
terhadap para pelaku tindak pidana asusila (zina) ini sendiri.
Namun, sebelum sampai pada tahapan pemutusan dan penetapan
hukuman kepada para pelaku tindak pidanan asusila ini, Kepala
Pemerintahan Negeri (Raja) harus mendengar terlebih dahulu
masukan-masukan serta arahan dari Penghulu, Saniri Negeri juga
pembelaan

dari

pelaku,

baru

Kepala

Pemerintahan

Negeri

memutuskan serta menetapkan hukuman kepada para pelaku tersebut.

17

b. Saniri Negeri
Saniri Negeri memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Menjaga, memelihara, mengayomi dan melestarikan adat-istiadat,
hukum adat dan budaya masyarakat dilingkungannya yang hidup,
tumbuh dan berkembang.
2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
3. Menetapkan Peraturan Negeri berama-sama dengan

Kepala

Pemerintahan Negeri.
4. Melakukan pengawasan dan menetapakan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negeri.16
Merujuk pada poin 1 tentang fungsi saniri negeri, yakni Menjaga,
memelihara, mengayomi dan melestarikan adat-istiadat, hukum adat
dan budaya masyarakat dilingkungannya yang hidup, tumbuh dan
berkembang.
Sama halnya di Negeri Kulur, peranan saniri dalam menjaga
eksistensi hukum adat serta adat-istiadat di Negeri Kulur, bahkan
dalam hal penyelesaian masalah tindak pidana asusila (zina) ini
sendiri, peran Saniri Negeri sebagai penengah dan memberikan saran
16

Perda Maluku Tengah No.4 Tahun 2006

18

serta arahan kepada para pelaku tindak pidana asusila (zina) terkait
perbuatan yang dilakukan.

c. Penghulu Masjid
Peranan penghulu masjid sendiri dalam proses penyelesaian tindak
pidana asusila (zina) di Negeri Kulur sendiri, tak dapat dilepas
pisahkan sebagai rohaniawan/pemuka agama di dalam negeri sendiri.
Sebelum sampai pada tahapan pemutusan serta penetapan hukuman
kepada para pelaku tindak pidana asusila (zina) ini dimulai, biasanya
Kepala Pemerintahan (Raja) dan Saniri memberikan kesempatan
kepada Penghulu Masjid memberikan arahan kepada para pelaku itu
sendiri.
d. Pelaku
Pada saat proses penyelesaian tindak pidana asusila ini sendiri, pelaku
tetap pada posisinya sebagai pelaku, dan hanya siap menerima segala
bentuk arahan sampai pada saat proses putusan dan penetapan
hukuman kepada mereka serta tidak ada campur tangan keluarga
karena posisi keluarga saat itu di luar Baeleo.

19

D. Sanksi Pidana Adat serta Mekanisme Pelaksanaan
a. Sanksi Pidana Adat
Dari perbuatan tindak pidana asusila (zina) yang dilakukan di Negeri
Kulur, maka sanksi pidana adat yang diterapkan adalah Tita Aiyi atau arak
keliling negeri sebagai proses hukum bagi pelakutindak pidana tersebut.
Sanksi yang diberikan ini sebagai efek jera bagi para pelaku dan sekaligus
sebagai pelajaran bagi masyarakat Desa Kulur untuk tidak melakukan
tindakan/perbuatan yang sama. Apalagi dalam kepercayaan masyarakat
negeri Kulur bahwa perbuatan yagn demikian dapat menyebabkan “bahla”
bagi negeri sendiri.
Sanksi yang diterapkan oleh Pemerintah Negeri ini, merupakan ketetapan
sanksi yang telah ada sejak dulu, dan setiap sanksi yang diberikan kepada
para pelaku tindak pidana asusila (zina) ataupun tindak pidana apa saja juga
menggunakan pendekatan hukum agama.
Berdasarkan data yang penyusun miliki dan bersumber langsung dari
Kepala Pemerintahan Negeri dan beberapa anggota saniri negeri dan
penghulu masjid, khusus untuk tindak pidana asusila (zina) ini, apabila
selesai telah diberikan sanksi pidana adat Tita Aiyi ini kemudian melakukan
kembali perbuatan yang sama, maka sanksi yang digunakan adalah sanksi

20

pidana agama, yaitu menggali lubang dan si pelaku dibuang di dalam lubang
galian kemudiandilempar dengan menggunakan batu.17

b. Mekanisme Pelaksanaan
Dalam proses penyelesaian tindak pidana asusila (zina) ini, biasanya
Kepala Pemerintahan Negeri di Kulur mendapatkan laporan awal dari warga
dan kemudian bersama-sama dengan saniri negeri serta penghulu masjid
untuk menangkap atau menggrebek (apabila masih berada di tempat
kejadian) ataupun pelaku dalam hal ini wanita yang hamil sebelum menikah
beserta lelaki yang menghamili tersebut.18
Setelah para pelaku ditangkap atau di grebek lalu dibawa ke baeleo untuk
kemudian di proses. Biasanya, sebelum para pelaku di proses ataupun
dimintai keterangan terkait perbuatan yang dilakukan, para perangkat sidang
yang terdiri dari :
a. Kepala Pemerintahan Negeri Kulur (Raja)
b. Saniri Negeri Kulur
c. Penghulu Masjid
17

Hasil Wawancara dengan Kepala Pemerintahan,Saniri Negeri dan Penghulu Masjid

18

Sumber: Kepala Pemeritahan Negeri Tenga-Tenga

21

d. Pelaku
Jika semua perangkat sidang telah ada, maka persidangan untuk
menyelesaikan perkara tindak pidana asusila (zina) dimulai. Pada proses
penyelesaian perkara tersebut, Kepala Pemerintahan yang langsung
memimpin jalannya proses tersebut dan langsung sebagai orang pertama yang
berbicara pada pelaku baik bersifat marah, teguran ataupun nasehat sebelum
Kepala Pemerintahan langsung memutuskan dan menetapkan para pelaku
tersebut bersalah serta memberikan hukuman kepada mereka.
Selain Kepala Pemerintahan berbicara, pada saat itu juga Saniri Negeri
diberikan kesempatan untuk berbicara guna meminta keterangan dari para
pelaku terkait perbuatan yagn dilakukan, jika kedua pelaku (pria dan
wanita)yang belum menikah, maka mereka akan ditanya :
“imi lua ti, tau mikawe isala, mula nala imi lua mioso zina amati ?
(kalian berdua belum nikah, kenapa kalian berdua melakukan zina ini? )
Apabila perbuatan yang mereka lakukan adalah rasa suka sama suka,
maka setelah putusan dan penetapan terkait hukuman yang akan mereka
jalani dan sampai proses pelaksanaan hukuman berlangsung hingga
selesaikedua pelaku (pria dan wanita) itu langsung dinikahkan pada hari itu
juga tanpa alas an dan pembelaan dari pihak keluarga.

22

Namun, jika yang mereka lakukan itu adalah orang yang telah kawin,
mereka juga akan ditanya :
“imi lua ti, mikawe inia, imi manawa (pertanyaan untuk perempuan) /
imi leuto lo (pertanyaan untuk laki-laki) mula nala, imi lua miuna zina
amati, imi lua tau mi sayang luami mi keluarga ? (kalian berdua ini sudah
kawin, suami kami/istrikamu dimana, sampai kalian berdua melakukan zina
ini, kalian berdua tidak sayang pada keluarga kalian ?), sembari mendengar
keterangan dari mereka berdua sampai mendengarkan putusan dan penetapan
dari Kepala Pemerintahan terkait hukuman yang akan diberikan kepada para
pelaku hingga proses pelaksanaan hukuman selesai, kedua pelaku tersebut
dikembalikan kepada pihak keluarga.
Setelah putusan hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku, maka para
saniri dibantu masyarakat sesuai perintah Kepala Pemerintahan untuk
mengambil daun kelapa muda untuk dipakai (salele) dibadan kedua pelaku,
setelah kedua pelaku dipakai daun kelapa dibadan mereka, lalu si pria
(pelaku) diberikan gong untuk dipukul sepanjang negeri.
Bila semuanya telah siap, maka para

pelaku bersama Kepala

Pemerintahan, Saniri dan Penghulu besertapihak keluarga menemani mereka
untuk diarak keliling negeri. Awal mereka (para pelaku) diarak, dimulai dari
depan Baeleo dan terus berjalan sepanjang negeri untuk diarak. Sepanjang

23

perjalanan kedua pelaku menyerukan kepada warga agar tidak boleh
mengikuti jejak/perbuatan dari mereka berdua ( saudara-saudara, jangan
kalaian melakukan perbuatan seperti kami berdua ini, perbuatan ini sangat
tidak baik, kami berdua melakukan perbuatan ini sementara kami sudah
kawin/belum kawin, jadi jangan lakukan perbuatan seperti ini, tidak boleh),
sambil si pria berjalan memukul gong dan mereka berdua berjalan bergantian
bicara.
Setelah kedua pelaku diarak keliling negeri, lalu dikumpulkan kembali
kedalam baeleo dan diatur secara bebrsama dengan keluarga pelaku. Apabila
kedua pelaku belum kawin, maka saat itu juga para pelaku langsung
dikawinkan untuk menghindari fitnahyang berlebihan, tapi jika mereka sudah
berkeluarga maka mereka di kembalikan ke keluarga masing-masing dan
apabila keluarga masing-masing belum juga menerima hukuman yang telah
dilakukan maka dengan rekomendasi dari Pemerintah Negeri untuk di
lanjutkan di jalur persidangan lewat Pengadilan Agama.
Selama proses penerapan hukum adat Tita Aiyi ini dijalankan diNegeri
Kulur, kasus tindak pidana asusila (zina) yang paling parah adalah Kakek
menghamili cucu kandungnya sendiri pada tahun 1986, dan penerapannya
sama, tanpa di pandang sebelah mata siapapun dia.

24

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penyusunan Makalah yang di lakukan oleh penyusun, maka
dapat disimpulkan dari pembahasan ini adalah :
1. Bahwa dengan diterapkannya hukum adat Tita Aiyi (Arak Keliling
Negeri) dapat menjadi efek jera bagi para pelaku tindak pidana asusila
(zina) yang ada di Negeri Kulur.
2. Hukum Adat Tita Aiyi (Arak Keliling Negeri) adalah suatu system hukum
yang ada di Negeri Kulur yang sampai saat ini masih terjaga, serta
tumbuh dan dilestarikan oleh Pemerintah Negeri, Saniri Negeri, Tokoh
Agama serta masyarakat di Negeri Kulur.
B. Saran
1. Pemerintah Negeri Kulur harus terus bekerja sama dengan Saniri Negeri
beserta Tokoh Agama, Pemuda dan Masyarakat untuk tetap melestarikan
Hukum Adat Tita Aiyi ini, karena dengan Hukum Adat ini masyarakat
akan sadar dan tak akan melakukan zina di Negeri Kulur, khususnya para
generasi muda dan orang yang telah berumah tangga.

25

2. Apapun bentuk hukum adat yang ada, harus tetap terjaga agar terus di
lestarikan oleh anak cucu Negeri Kulur.
3. Masyarakat Negeri Kulur, haruslah patuh dan tunduk kepada hukum adat
yang berlaku,karena semmua itu demi kemaslahatan semua orang yang
ada di Negeri Kulur.