Pengaruh Motivasi dan Kepemimpinan Kades

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penelitian
Seiring dengan peningkatan kebutuhan pembiayaan pembangunan

nasional, maka peranan pajak sebagai salah satu sumbernya menjadi semakin
penting, baik masa kini maupun masa yang akan datang. Untuk menciptakan citacita pembangunan nasional kearah masyarakat adil dan makmur diperlukan peran
kepatuhan pembayaran pajak. Disadari bahwa tingkat pengetahuan masyarakat
tentang perpajakan masih belum memadai dan oleh karena itu diperlukan upaya
pemasyarakatan pajak melalui sosialisasi yang dimulai dari tingkat yang paling
bawah yaitu Desa sampai ke tingkat Provinsi sehingga diharapkan secara bertahap
akan tumbuh tingkat kesadaran masyarakat tentang arti dan pentingnya pajak
untuk pembiayaan pembangunan. Disadari pula bahwa sampai saat ini sosialisasi
di bidang perpajakan sebagai salah satu komponen penting untuk peningkatan
pengetahuan masyarakat masih kurang, sehingga diperlukan suatu upaya terus
menerus untuk menambah pengetahuan masyarakat dibidang perpajakan.
Perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban bagi warga negara
yang merupakan peran serta warga negara dalam pembiayaan negara dan

pembangunan nasional. Oleh karena itu pajak sebagai salah satu penerimaan
negara sangat penting artinya untuk peningkatan dan pelaksanaan pembangunan
nasional. Salah satu jalannya adalah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat
untuk membayar Pajak Bumi dan Bangunan tepat pada waktunya. Sebab

1

2

membayar pajak merupakan perwujudan dari pengabdian dan ketaatan warga
negara dalam ikut serta berperan mensukseskan pembangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas Bumi dan
atau Bangunan. Subjek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau
Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan atau memperoleh
manfaat atas Bumi dan atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat
atas Bangunan, sehingga subyek pajak tersebut di atas menjadi Wajib Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (Waluyo-Wirawan B. Ilyas, 2009:367). Dasar hukum
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-Undang No. 12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 12 Tahun 1994, yang selanjutnya diatur dalam UndangUndang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai
Undang-Undang terbaru mengenai Pajak.

Partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan sangat
penting untuk mencapai target yang telah ditetapkan terutama dari tingkat yang
paling bawah yaitu Desa. Keberhasilan partisipasi masyarakat dalam membayar
PBB di Desa adalah suatu tujuan yang mutlak dan harus dicapai, karena Desa
adalah merupakan ujung tombak dalam penentuan target yang telah ditetapkan.
Jika masing-masing Desa telah mencapai target pajak maka akan sangat
membantu dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Disinilah figure pimpinan
dalam hal ini Kepala Desa harus dapat memberikan motivasi kepada masyarakat
untuk berpartisipasi dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Selain dari itu Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa yang

3

berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Berdasarkan UU No.6
Tahun 2014 tentang Desa, pada bagian kedua pasal 26 disebutkan bahwa Kepala
Desa

bertugas

menyelenggarakan


Pemerintahan

Desa,

melaksanakan

Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut, menurut
Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa mempunyai
wewenang antara lain :
a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa.
c. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa.
d. Menetapkan Peraturan Desa.
e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
f. Membina kehidupan masyarakat Desa.
g. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa.
h. Membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya
agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat Desa.
i. Mengembangkan sumber pendapatan Desa.
j. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
k. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa.
l. Memanfaatkan teknologi tepat guna.
m. Mengkoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif.

negara guna

4

Kepala Desa juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, antara lain yaitu :
a.

Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UndangUndang

Dasar


Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945,

serta

mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
b.
c.
d.
e.
f.

Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa.
Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan.
Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender.
Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan,
profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan

g.

nepotisme.
Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di

h.
i.
j.
k.

Desa.
Menyelenggarakan administrasi Pemerintahan Desa yang baik.
Mengelola Keuangan dan Aset Desa.

Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa.
Memberikan informasi kepada masyarakat Desa.
Kepala Desa pada dasarnya memberikan keterangan penyelenggaraan

pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa, dan
menyampaikan

laporan

penyelenggaraan

pemerintahan

desa

kepada

Bupati/Walikota (UU no.6 tahun 2014 tentang desa). Adapun Pajak merupakan
salah satu aspek yang sangat penting dalam usaha meningkatkan pembangunan
dan kesejahteraan masyarakat. Melalui

negara

dapat ditingkatkan,

kebijakan perpajakan

pertumbuhan

pemerataan pendapatan dapat pula dilaksanakan.

penerimaan

ekonomi dapat dikendalikan,

5

Agar tujuan tersebut dapat dicapai, sangat ditentukan oleh kemampuan
Kepala Desa dalam memberikan motivasi, mengarahkan, membimbing,
mempengaruhi


serta

membujuk

masyarakat

sehingga

masyarakat

dapat

meningkatkan partisipasinya dalam membayar PBB.
Motivasi adalah merupakan dorongan yang ada dalam diri manusia yang
dapat menyebabkan ia berbuat sesuatu. Kecamatan Tambun Utara mempunyai
delapan Desa yaitu Desa Karang Satria, Desa Jejalen Jaya, Desa Satria Jaya, Desa
Satria Mekar, Desa Sriamur, Desa Srimukti, Desa Srijaya, dan Desa Srimahi.
Berdasarkan Data Hasil Realisasi PBB-P2 Buku 1,2, dan 3 se-Kabupaten Bekasi
Tahun 2012, 2013 dan Tahun 2014 pada Minggu terakhir Bulan Desember, bahwa
realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun 2012 mencapai

40,58%, pada tahun 2013 mencapai 47,76% dan pada tahun 2014 mencapai
44,88%. Dengan data hasil realisasi penerimaan PBB-P2 Buku 1,2,3 di tiap Desa
se-Kecamatan Tambun Utara sebagai berikut :

Tabel. 1.1. Data Hasil Realisasi Penerimaan PBB-P2 Buku 1,2,3
se-Kecamatan Tambun Utara

6

Sumber : Laporan Mingguan Pembayaran PBB Buku 1,2,3 Periode Desember
2012, Desember 2013, Desember 2014 Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Bekasi
Berdasarkan penjelasan Camat Tambun Utara, dilihat secara keseluruhan
realisasi penerimaan pajak Bumi dan bangunan dari tahun ke tahun masih jauh
dari yang diharapkan oleh pemerintah. Selanjutnya dikatakan pada pencanangan
bulan bakti pembayaran PBB 2014 tingkat Kabupaten Bekasi, bahwa penerimaan
pendapatan dari sektor pajak terutama PBB diharapkan meningkat dibandingkan
tahun sebelumnya atau jika mungkin over target. Oleh karena itu kinerja Kepala
Desa kembali mendapat sorotan. Camat menilai kinerja aparat tingkatan ini jalan
di tempat. Dalam pengarahannya mengevaluasi penarikan pajak bumi dan

bangunan (PBB), meminta Kepala Desa bekerja demi kemajuan Bekasi tanpa
paksaan. Dilanjutkannya bahwa tugas utama Kepala Desa adalaah pelayanan
publik dan peningkatan PAD dari sektor pajak bumi dan bangunan (PBB).
Ditingkat Desa, seorang Kepala Desa adalah merupakan wakil dari pemerintah
yang memiliki tugas-tugas dan pelayanan yang cukup berat, apalagi dengan
adanya realisasi otonomi daerah membawa kompleksitas bagi pelaksanaan tugastugas pemerintah Desa.
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, pada pasal 33 ayat 3
bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Pemerintah Desa terus berupaya menata sistem perpajakan nasional, system
perpajakan dimaksud adalah pencerminan rasa keadilan, kesadaran dan

7

menyeluruh dalam arti pajak tersebut dikenakan terhadap objek pajak baik yang
besar maupun yang kecil serta mengikut sertakan seluruh lapisan masyarakat.
Jelaslah bahwa pada dasarnya pembayaran pajak dari rakyat ditujukan untuk
kemakmuran rakyat, atau dengan kata lain dari rakyat untuk rakyat.
Keberhasilan pemungutan pajak bumi dan bangunan (PBB) ditentukan
oleh banyak faktor, antara lain yaitu Kepemimpinan Kepala Desa, Motivasi
Kepala Desa dalam pelaksanaannya, Kesadaran masyarakat, Pelayanan yang
dilakukan oleh perangkat desa, Kedisiplinan dan Kejujuran petugas pemungut
pajak, dan lain sebagainya. Khusus untuk Kecamatan Tambun Utara, berdasarkan
pengamatan sementara faktor-faktor tersebut perlu mendapatkan perhatian.
Pentingnya pengaruh kepemimpinan dan motivasi Kepala Desa dalam
meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membayar pajak bumi dan bangunan
(PBB) memberikan inspirasi kepada penulis untuk mengadakan penelitian agar
target yang telah ditetapkan dapat terealisasi. Berkenaan dengan itu, maka
penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan
Bangunan di Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi dengan kedua faktor
tersebut, yakni kepemimpinan dan motivasi kepala desa merupakan hal yang
menarik untuk diteliti dan dikaji secara lebih mendalam, karena itu penulis
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan Dan Motivasi
Kepala Desa Terhadap Partisipasi Masyarakat Dalam Membayar Pajak
Bumi dan Bangunan Di Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi”.

1.2.

Permasalahan

8

1.2.1. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari persoalan tersebut di atas, maka dapat diperoleh
identifikasi masalah dalam penelitian ini dengan rumusan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Kepala Desa yang belum maksimal terhadap perangkat Desa
2. Motivasi Kepala Desa masih rendah dalam mensukseskan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan.
3. Belum memadainya sosialisasi tentang pentingnya membayar Pajak Bumi dan
Bangunan tepat pada waktunya.
4. Kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam membayar Pajak Bumi dan
Bangunan.
5. Partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan yang
belum sepenuhnya meningkat.
6. Kedisiplinan dan kejujuran petugas pemungut Pajak di Desa yang masih
tergolong rendah.

1.2.2. Pembatasan Masalah
Disadari sepenuhnya bahwa penyebab/masalah yang teridentifikasi begitu
luas dan kompleks, oleh karena itu penulis membatasi dalam penyusunan tesis ini
terhadap tiga buah variabel yang terdiri atas dua buah variabel bebas (independent
variable) dan sebuah variabel terikat (dependent variabel). Hal ini didasarkan pada
keterbatasan penulis baik waktu maupun pemahaman, baik secara konsepsional,
teoritis, maupun praktis sehingga sudah sepantasnya penelitian ini dibatasi.

9

Kepemimpinan sebagai variabel bebas satu (X1) dan motivasi kepala desa
dijadikan variabel bebas dua (X2), dan untuk variabel terikat (Y) adalah partisipasi
masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan. Kemudian untuk
menghimpun data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, ditetapkan bahwa
yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah masyarakat di Kecamatan Tambun
Utara Kabupaten Bekasi.

1.2.3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah di atas, maka dapat
dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh kepemimpinan
Kepala Desa terhadap partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi
dan Bangunan di Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi?
2. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh motivasi Kepala Desa
terhadap partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan
di Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi?
3. Apakah terdapat pengaruh dan seberapa besar pengaruh kepemimpinan dan
motivasi Kepala Desa secara bersama-sama terhadap partisipasi masyarakat
dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Tambun Utara
Kabupaten Bekasi?

1.3.

Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

10

Secara umum, dilaksanakannya penelitian ini dimaksudkan untuk
mempelajari konsep-konsep yang terkandung dalam ilmu pemerintahan.
Selanjutnya secara khusus, penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan dan
mengungkapkan berbagai faktor determinan yang dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Tambun
Utara Kabupaten Bekasi.

1.3.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain untuk mengetahui
dan mengungkap seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel tersebut,
yaitu :
1. Besarnya

pengaruh

kepemimpinan

kepala

desa

terhadap

partisipasi

masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan
Tambun Utara Kabupaten Bekasi.
2. Besarnya pengaruh motivasi kepala desa terhadap partisipasi masyarakat
dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan di Kecamatan Tambun Utara
Kabupaten Bekasi.
3. Besarnya pengaruh kepemimpinan dan motivasi kepala desa secara bersamasama terhadap partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan
Bangunan di Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi.

1.4.

Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak

11

yang berkaitan dan berkepentingan yaitu:
1. Bagi penulis, sebagai persyaratan kelulusan program pascasarjana dan upaya
mengimplementasikan pembelajaran yang didapat selama kuliah
2. Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi
berupa pemikiran yang berharga bagi kemajuan Ilmu Pemerintahan khususnya
dan Ilmu Pengetahuan lainnya tentang disiplin, motivasi kepala desa dan
partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi pimpinan Kecamatan
Tambun

Utara

Kabupaten

Bekasi

dalam

kaitannya

dengan

upaya

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan
Bangunan.

12

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1.

Landasan Teoritis

2.1.1. Pemerintah dan Pemerintahan
Ermaya Suradinata (2002 : 16) mengatakan bahwa :
Pemerintah merupakan suatu badan penyelenggara atas nama rakyat untuk
mencapai tujuan negara, sedangkan proses kegiatannya disebut pemerintahan, dan
besar kecilnya kekuasaan pemerintah bersumber dari rakyat. Dengan demikian
pemerintah dalam menjalankan proses kegiatan negara harus berdasarkan
kemauan rakyat, dalam negara yang demokrasi rakyatlah yang secara langsung
turut mengendalikan perjalanan negara, dan pemerintah menjalankan tugasnya
berdasarkan kemauan rakyat karena rakyatlah yang menjadi jiwa bagi kehidupan
dan proses berjalannya suatu negara.
Pendapat lain tentang pemerintah dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha
(2006:5) mendefinisikan bahwa pemerintah adalah sebuah kelompok yang
bertanggungjawab atas penggunaan kekuatan. Selanjutnya dikatakan bahwa
pemerintah adalah segenap alat pelengkap negara atau lembaga-lembaga
kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan negara.
Dari pendapat tersebut diatas, maka penulis memahami bahwa pemerintah
adalah alat pelengkap yang terdiri dari lembaga-lembaga negara yang memiliki
kekuatan

besar

mencakup

urusan

masyarakat,

territorial,

dan

urusan

13

mempertanggungjawabkan kekuatan atas kekuasaan kepada rakyat dalam upaya
mencapai tujuan negara.
Lahirnya pemerintahan pada awalnya adalah untuk menjaga suatu sistem
ketertiban di dalam masyasrakat, sehingga masyarakat tersebut bisa menjalankan
kehidupan secara wajar. Seiring dengan perkembangan masyarakat modern yang
ditandai dengan meningkatnya kebutuhan, peran pemerintah kemudian berubah
menjadi melayani masyarakat. Pemerintah modern, dengan kata lain pada
hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan
untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota mengembangkan kemampuan dan
kreatifitasnya demi mencapai kemajuan bersama (Rasyid, 2000 : 13). Osborne dan
Gaebler (terjemahan Rosyid, 2000 : 192) bahkan menyatakan bahwa pemerintah
yang demokratis lahir untuk melayani warganya dan karena itulah tugas
pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya.
Dengan demikian lahirnya pemerintahan memberikan pemahaman bahwa
kehadiran suatu pemerintahan merupakan manifestasi dari kehendak masyarakat
yang bertujuan untuk berbuat baik bagi kepentingan masyarakat, bahkan Van
Poelje (dalam hamdi, 2009 : 52) menegaskan bahwa pemerintahan dapat
dipandang sebagai suatu ilmu yaitu yang mengajarkan bagaimana cara terbaik
dalam

mengarahkan

dan

memimpin

pelayanan

umum.

Definisi

ini

menggambarkan bahwa pemerintahan sebagai suatu ilmu mencakup 2 (dua) unsur
utama yaitu : pertama; masalah bagaimana sebaiknya pelayanan umum dikelola,

14

jadi termasuk seluruh permasalahan pelayanan umum, dilihat dan dimengerti dari
sudut kemanusiaan; kedua, masalah bagaimana sebaiknya
Menurut Inu Kencana Syafiie Secara etimologis kata pemerintahan berasal
dari Kata :
1. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh. Yang berarti di dalamnya
terdapat dua pihak, yaitu yang merintah memiliki wewenang dan yang
diperintah memiliki kepatuhan dan keharusan.
2. Setelah ditambah awalan pe menjadi pemerintah, yang berarti badan yang
melakukan kekuasaan memerintah.
3. Setelah di tambah lagi akhiran an menjadi pemerintahan, yang berarti
perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.
(Syafiie, 2006:4)
Pemerintah adalah gejala sosial, artinya di dalam hubungan antar anggota
masyarakat, baik individu dengan individu dan kelompok maupun antar individu
dengan kelompok. ( Ndraha, 2007:6).
Definisi pemerintahan menurut U. Rosenthal yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia oleh JRG Djopari yang kemudian ditulis kembali oleh Syafiie
yang mengatakan bahwa, “Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi
tentang kinerja internal dan eksternal dari struktur-struktur dan proses-proses
pemerintahan umum”. (Syafiie, 2003:32).
Menurut R. Mac.Iver pengertian pemerintahan adalah : “Suatu organisasi
dari orang-orang yang mempunyai kekuasaan. Bagaimana manusia itu bisa
diperintah”. ( Syafiie, 2002:13)

15

Secara etimologis kata pemerintahan berasal dari kata pemerintahan, kata
pemerintah sendiri berasal dari kata Perintah yang berarti menyuruh melakukan
suatu pekerjaan ( Pamudji, 1985:22). Namun tinjauan asal kata pemerintah
sebenarna berasal dari kata dalam bahasa inggris government yang diterjemahkan
sebagai pemerintah dan pemerintahan dalam banyak tulisan. Namun, ada juga
yang

berpendapat

bahwa

“government”

tidak

selalu

memiliki

makna

pemerintahan karena Samuel Edward Finer mengartikan “government” sebagai
public servant yakni pelayanan. Sehingga Samuel Edward Finer menyimpulkan
bahwa kata government dapat memiliki arti :
1. Menunjuk kepada kegiatan atau proses pemerintah, yakni melakukan kontrol
atas pihak lain;
2. Menunjuk pada masalah-masalah Negara dalam kegiatan atau proses
dijumpai;
3. Menunjukan cara, metode, atau sistem dengan masa suatu masyarakat tertentu
diperintah. ( Syafiie, 2002:13).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemerintahan
merupakan lembaga atau badan yang mempunyai wewenang (Kekuasaan) untuk
memerintah dan mengatur urusan negaranya berdasarkan sistem yang dianutnya.

2.1.2. Teori Pemerintahan Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan hak asal usul dan adat
istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

16

Kabupaten.
Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya yang berjudul
“Otonomi Desa” menyatakan bahwa “Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat
istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat”. (Widjaja, 2003: 3).
Berdasarkan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa, yang
disebut dengan desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam pengertian Desa menurut Prof. HAW. Widjaja dan UU Nomor 6
Tahun 2014 di atas sangat jelas sekali bahwa Desa merupakan Self Community
yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa Desa
memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya
sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi Desa yang
memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang
seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi
Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi
Daerah.

17

Pemerintahan

Desa

merupakan

suatu

kegiatan

dalam

rangka

penyelenggaraan Pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa yaitu
Kepala Desa dan Perangkat Desa.
Pemerintahan Desa menurut Prof. Drs. HAW. Widjaja dalam bukunya
“Otonomi Desa” Pemerintahan Desa diartikan sebagai :“Penyelenggaraan
Pemerintahan

Desa

merupakan

Subsistem

dari

sistem

penyelenggaraan

Pemerintah, sehingga Desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakatnya. Kepala Desa bertanggung jawab kepada Badan
Permusyawaratan Desa dan menyampaikan laporan pelaksanaan tersebut kepada
Bupati”. (Widjaja, 2003: 3)
Dari uraian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
Pemerintahan Desa adalah kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Desa yaitu Kepela Desa dan Perangkat Desa.

2.1.3. Hakikat Kepemimpinan
Membicarakan kepemimpinan memang menarik, dan dapat dimulai dari
sudut mana saja dia diteropong. Dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi
perhatian

manusia.

Kepemimpinan

dibutuhkan

manusia

karena

adanya

keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak
manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang
mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Disinilah timbulnya
kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan.

18

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2011: 170) kepemimpinan adalah cara
seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan
bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin
harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan membimbing
asuhannya. Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer
dalam organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah
kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pemimpin adalah
seseorang yang mempergunakan wewenang dan kepemimpinannya, mengarahkan
bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Indriyo Gitosudarmo dan I Nyoman Sudita dalam Danang
Sunyoto (2012) kepemimpinan adalah sebagai suatu proses mempengaruhi
aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi
tertentu. Sedangkan menurut Hersey dan Blanchart dalam Danang Sunyoto (2012)
kepemimpinan adalah setiap upaya seseorang yang mencoba untuk mempengaruhi
tingkah laku seseorang atau kelompok, upaya untuk mempengaruhi tingkah laku
ini bertujuan mencapai tujuan perorangan, tujuan teman, atau bersama-sama
dengan tujuan organisasi yang mungkin sama atau beda.
Menurut Irham Fahmi (2012:58) kepemimpinan merupakan suatu ilmu
yang

mengkaji

secara

komprehensif

tentang

bagaimana

mengarahkan,

mempengaruhi, dan mengawasi orang lain untuk mengerjakan tugas sesuai
dengan perintah yang direncanakan. Ilmu kepemimpinan telah semakin
berkembang seiring dengan dinamika perkembangan hidup manusia. Jadi

19

kepemimpinan atau leadership ini adalah merupakan sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh seseorang pemimpin (leader), yang dalam penerapannya
mengandung konsekuensi terhadap diri si pemimpin antar lain sebagai berikut :
1. Harus berani mengambil keputusan sendiri secara tegas dan tepat (decision
making)
2. Harus berani menerima resiko sendiri
3. Harus berani mnerima tanggung jawab sendiri (The Principle of Absolutenes
of Responsibility) (Ingat tanggung jawab sama sekali tidak boleh
didelegasikan ke bawah).
Dari definisi kepemimpinan di atas terlihat bahwa kepemimpinan adalah
bagian penting dari manajemen, tetapi bukan semuanya. Sehingga dalam hal ini
para manajer harus merencanakan dan mengorganisasikan, tetapi peran utama
pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dengan baik.
Dalam

mencapai

tujuan organisasi,

agar

dapat

menguasai

atau

mempengaruhi orang lain maka dalam manajemen sumber daya manusia lazimnya
digunakan empat kepemimpinan (Irham Fahmi, 2012:60-61) yaitu:
1. Democratic Leadership, adalah kepemimpinan yang menitikberatkan kepada
kemampuan untuk menciptakan moral dan kemampuan untuk menciptakan
kepercayaan (penganut antara lain adalah Chaster Barnard, Sins Simon,
Konnnts & O’Donnel).
2. Dictatorial atau Autocratic Leadership, yaitu suatu gaya leadership yang
menitikberatkan kepada kesanggupan untuk memaksakan keinginannya yang

20

mampu untuk mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk kepentingan
pribadinya dan atau golongannya dengan kesediaan untuk menerima segala
resiko apapun (penganutnya terdiri atas orang-orang diktator, antara lain
Hitler, Mossolini, Stalin).
3. Paternalistik Leadership yaitu bentuk kepemimpinan yang menggabungkan
antara gaya Democratic dan Dictatorial. Yang pada dasarnya kehendak
pemimpin juga harus berlaku, namun dengan jalan atau melalui unsur-unsur
demokrasi. Sistem ini dapat diibaratkan diktator yang berselimutkan
demokratis.
4. Free Rein Leadership yaitu suatu kepemimpinan yang 100 % menyerahkan
sepenuhnya seluruh kebijaksanaan pengoperasian manajemen sumber daya
manusia kepada bawahannya dengan hanya berpegang kepada ketentuanketentuan pokok yang ditetapkan oleh atasan mereka. Pemimpin disini hanya
sekedar mengawasi dari atas dan menerima laporan kebijaksanaan
pengoperasian yang telah dilaksanakan oleh bawahannya.
Sedangkan

menurut

Malayu

S.P.Hasibuan

(2012)

kepemimpinan

dibedakan menjadi 4 yaitu :
1. Kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar
mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem
sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan atau kebijaksanaannya hanya
memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam proses pengambilan
keputusan.

21

Falsafah pemimpin ialah bawahan adalah untuk pimpinan/atasan. Bawahan
hanya bertugas sebagai pelaksana keputusan yang telah ditetapkan pimpinan.
Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar, dan
paling

cakap.

Pengarahan

bawahan

dilakukan

dengan

memberikan

istruksi/perintah, ancaman hukuman serta pengawasan dilakukan secara
ketat.Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan
produktivitas kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan
kesejahteraan bawahan. Pimpinan menganut sistem manajemen tertutup
(closed management) kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada
bawahannya. Pengkaderan kurang mendapat perhatian.
2. Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan
dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan
loyalitas dan partisipatif para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar
merasa ikut memiliki perusahann.
Falsafah pemimpin ialah pimpinan adalah untuk bawahan. Bawahan harus
berpartisipasi memberikan saran, ide dan pertimbangan-pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan pimpinan dengan
mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya. Pemimpin
menganut sistem manajemen terbuka (open management) dan desentralisasi
wewenang.
Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan
mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina

22

bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan

delegatif

apabila

seorang

pemimpin

mendelegasikan

wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan
dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa
dalam melaksanakan pekerjaannya. Pemimpin tidak peduli cara bawahan
mengambil keputusan dan mengerjakan pekerjaannya, sepenuhnya diserahkan
kepada bawahan. Pada prinsipnya pemimpin bersikap, menyerahkan dan
mengatakan kepada bawahan. “inilah pekerjaan yang harus Saudara kerjakan,
saya tidak peduli, terserah Saudara bagaimana mengerjakannya asal pekerjaan
tersebut bisa diselesaikan dengan baik.”
Disini pemimpin menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan
kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa
mengendalikan diri mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Pimpinan tidak membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaanpekerjaan itu dan hanya sedikit melakukan kontrak dengan bawahannya.
Dalam hal ini bawahan dituntut memiliki kematangan dalam pekerjaan
(kemampuan) dan kematangan psikologis (kemauan). Kematangan pekerjaan
dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang berdasarkan
pengetahuan dan keterampilan. Kematangan psikologis dikaitkan dengan
kemauan atau menotivasi untuk melakukan sesuatu yang erat kaitannya
dengan rasa yakin dan keterikatan.
4. Kepemimpinan Situasional

23

Model kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan
Kenneth H. Blanchard di Pusat Studi Kepemimpinan pada akhir tahun 1960
sampai tahun 1982.

Hersey & Blanchard bekerjasama secara kontinu

menyempurnakan kepemimpinan situasional. Model yang dikembangkan
mengacu pada pendekatan situasional yang menekankan perilaku pemimpin
dan merupakan model praktis yang dapat digunakan manajer, tenaga
pemasaran, guru atau orang tua untuk membuat keputusan dari waktu ke
waktu secara efektif dalam rangka mempengaruhi orang lain.
Fokus pendekatan situasional terhadap kepemimpinan terletak pada perilaku
yang diobservasi atau perilaku nyata yang terlihat, bukan pada kemampuan
atau

potensi

kepemimpinan

yang

dibawa

sejak

lahir.

Penekanan

pendekatansituasional adalah pada perilaku pemimpin dan anggota/pengikut
dalam kelompok dan situasi yang variatif.
Menurut kepemimpinan situasional, tidak ada satupun cara yang terbaik untuk
mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan mana yang harus digunakan
terhadap individu atau kelompok tergantung pada tingkat kesiapan orang yang
dipengaruhi.
Beberapa faktor dalam situasi yang mempengaruhi efektivitas pemimpin
adalah: pemimpin, pengikut, rekan di posisi kunci, organisasi, tuntutan jabatan
dan waktu pengambilan keputusan. Berikut ini gaya pengambilan keputusan
sebagai berikut:
1. Gaya Otokratif
Gaya ini diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan

24

informasi untuk menghasilkan konklusi, sementara pengikut tidak memiliki
kemampuan, kesediaan dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi
manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut. Gaya ini
mensyaratkan perilaku direktif dan pada situasi ketika hanya pemimpin yang
memiliki informasi atau keahlian.
2. Gaya Konsultatif
Merupakan strategi yang tepat apabila manajer mengenali bahwa pengikut
juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan
bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini
strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat
keputusan final. Dengan cara ini ada dua kemungkinan atau hasil yang segera
didapat, yaitu kerja sama berbagi pengetahuan sehingga meningkatkan
keakuratan keputusan dan pemimpin memberi motivasi dan membantu
pengikut mengidentifikasi tujuan kelompok secara lebih jelas.
3. Gaya Fasilitatif
Merupakan suatu kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerjasama
mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif
memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses
pengambilan keputusan. Gaya ini merupakan cara sempurna manakala
berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya.
4. Gaya Delegatif
Digunakan terhadap pengikut yang memiliki tingkat kesiapan pengalaman dan
informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak.

25

Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini penulis mengambil
kesimpulan sebagai sintesis bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif

untuk

mencapai

tujuan

organisasi

melalui

kemampuannya

menggerakkan, mengendalikan, dan membimbing bawahan atau yang dibimbing.
Dengan demikian kepemimpinan memiliki indikator ; (1). Menggerakkan, (2).
Mengendalikan, (3). Membimbing.

2.1.4. Hakikat Motivasi
Motivasi membicarakan tentang bagaimana cara mendorong semangat
kerja seseorang, agar mau bekerja dengan memberikan secara optimal
kemampuan dan keahliannya guna mencapai tujuan organisasi. Motivasi menjadi
penting karena dengan motivasi diharapkan setiap karyawan mau bekerja keras
dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Perilaku seseorang
dipengaruhi dan dirangsang oleh keinginan, pemenuhan kebutuhan serta tujuan
dan kepuasan. Jadi menurut Berelson dan Steiner dalam Danang Sunyoto (2012)
motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang supaya
mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Motivasi merupakan pemberian daya gerak yang menciptakan kegairahan
kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan. Menurut Edwin B.
Flippo dalam Malayu S.P.Hasibuan (2012) motivasi adalah suatu keahlian, dalam
mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga

26

keinginan para pegawai dan tujuan organisasi sekaligus tercapai. Masih dalam
Hasibuan, pengertian motivasi menurut Merie J. Moskowits adalah inisiasi dan
pengarahan tingkah laku dan pelajaran motivasi sebenarnya merupakan pelajaran
tingkah laku.
Menurut Joko Raharjo (2013:154) mengatakan motivasi berkaitan dengan
tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka mengejar suatu tujuan.
Selanjutnya Irham Fahmi (2012:143) menyatakan motivasi adalah aktivitas
perilaku yang bekerja dalam usaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
diinginkan. Lebih lanjut Chung dan Meggison dalam Irham Fahmi (2012:143)
mendefinisakan motivation is defined as/goal-directed behavior. It concerns the
level of effort one exert in persuing a goal … it’s closely performance. Artinya
motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran. Motivasi
berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar
suatu tujuan … .motivasi berkaitan erat dengan kepuasan dan performance
pekerjaan.
Pendapat lain dari Soekidjo Notoatmodjo (2009:115) bahwa motivasi pada
dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya.
Demikian pula yang dikemukan oleh Prabu Anwar Mangkunegara (2011:93) yang
menyatakan bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri
pegawai yang perlu dipenhi pegawai tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan pegawai
agar mampu mencapai tujuan dan motifnya.

27

Sedangkan Hasibuan (2011:219) memberi terminologi motivasi sebagai
pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar
mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya
upayanya untuk mencapai kepuasan
1. Teori Kebutuhan
Abraham Maslow memandang kebutuhan manusia berdasarkan suatu urutan
kebutuhan dari kebutuhan yang paling rendah hingga kebutuhan yang paling
tinggi. Kebutuhan pokok manusia yang diidentifikasi Maslow dalam urutan
kadar pentingnya (Prabu Anwar Mangkunegara, 2011:94-95)adalah sebagai
berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan
fisik, bernapas dan kebutuhan seksual. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai kebutuhan yang
paling dasar.
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman,
bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta
dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai
oleh orang lain.
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan

kemampuan,

skill

dan

potensi.

Kebutuhan

untuk

28

berpendapat dengan mengemukakkan ide-ide memberi penilaian dankritik
terhadap sesuatu.
Selanjutnya, Abraham Maslow dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2011:96) mengemukakan bahwa orang dewasa secara normal memuaskan
kira-kira 85 persen kebutuhan fisiologis, 70 persen kebutuhan rasa aman, 50
persen kebutuhan untuk memiliki dan mencintai, 40 persen kebutuhan harga
diri, dan hanya 10 persen kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam studi motivasi lainnya, David McClelland dalam A. A. Anwar Prabu
Mangkunegara (2011:97) mengemukakan adanya tiga macam kebutuhan
manusia yaitu sebagai berikut:
a. Need For Achievement, yaitu kebutuhan untuk berprestasi yang
merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan
masalah. Seorang karyawan yang mempunyai kebutuhan akan berprestasi
tinggi cenderung untuk berani mengambil resiko. Kebutuhan untuk
berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan pekerjaan lebih baik
daripada sebelumnya, selalu berkeinginan untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi.
b. Need For Affiliation, yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan
dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain,
tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
c. Need For Power, yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan
refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas untuk memiliki pengaruh
terhadap orang lain. Beberapa orang mempunyai dorongan yang kuat

29

sekali untuk berhasil.
2. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)
Teori ERG Alderfer (Existence, Relatedness, Growth) adalah teori motivasi
yang dikemukakan oleh Clayton P. Alderfer (1998).Teori Alderfer
menemukan adanya 3 kebutuhan pokok manusia:
a. Kebutuhan Keadaan (Existence Needs) adalah suatu kebutuhan tetap bisa
hidup sesuai dengan tingkat kebutuhan tingkat rendah dari Maslow yaitu
meliputi kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman serta
hygiene factors dari Herzberg.
b. Kebutuhan Berhubungan(Relatedness Needs) mencakup kebutuhan untuk
berinteraksi dengan orang lain. Kebutuhan ini sesuai dengan kebutuhan
afiliasi dari Maslow dan hygiene factors dari Herzberg.
c. Kebutuhan Pertumbuhan (Growth Needs) adalah kebutuhan yang
mendorong seseorang untuk memiliki pengaruh yang kreatif dan
produktif terhadap diri sendiri atau lingkungan. Realisasi dari kebutuhan
penghargaan dan perwujudan diri dari Maslow dan motivation factors dari
Herzberg (A. A.Anwar Prabu Mangkunegara, 2011:98).
3. Teori Insting
Teori motivasi insting timbul berdasarkan teori evaluasi Charles Darwin.
Darwin dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2011:99) berpendapat
bahwa tindakan yang intelligent merupakan refleks dan instingtif yang
diwariskan. Oleh karena itu, tidak semua tingkah laku dapat direncanakan
sebelumnya dan dikontrol oleh pikiran. Berdasarkan teori Darwin,

30

selanjutnya William James, Sigmund Freud, dan McDougall dalam A. A.
Anwar Prabu Mangkunegara (2011:99) mengembangkan teori insting dan
menjadikan insting sebagai konsep yang penting dalam psikologi. Teori Freud
menempatkan motivasi pada insting agresif dan seksual. McDougall
menyusun daftar insting yang berhubungan dengan semua tingkah laku: rasa
jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri, menyatakan diri,
kelahiran, reproduksi, lapar, berkelompok, ketamakan, dan membangun.
4. Teori Drive
Konsep drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang motivasi sampai
tahun 1918. Woodworth dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2011:99)
menggunakan konsep tersebut sebagai energi yang mendorong organisasi
untuk melakukan suatu tindakan. Kata drive dijelaskan sebagai aspek
motivasi dari tubuh yang tidak seimbang. Misalnya, kekurangan makanan
mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhannya agar menjadi
seimbang.

Motivasi

didefinisikan

sebagai

suatu

dorongan

yang

membangkitkan untuk keluar dari ketidakseimbangan atau tekanan.
Clark L. Hull dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2011:99)
berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat dari reinforcement. Ia
berasumsi bahwa semua hadiah (reward) pada akhirnya didasarkan atas
reduksi dan drive keseimbangan (homeostatic drives). Teori Hull dirumuskan
secara matematis yang merupakan hubungan antara drive dan habit strenght,
dengan rumus:
Kekuatan motivasi = Fungsi (drive x habit)

31

Habits strenght adalah hasil dari faktor-faktor reinforcement sebelumnya.
Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologis (physological
imbalance) yang disebabkan oleh kehilangan atau kekurangan kebutuhan
komoditas untuk kelangsungan hidup. Berdasarkan perumusan teori Hull
tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi seorang karyawan sangat
ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit)
pengalaman belajar sebelumnya.
5. Teori Lapangan
Teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini merupakan
pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan motivasi. Teori lapangan
lebih memfokuskan pada pikiran nyata seorang karyawan ketimbang pada
insting atau habit. Kurt Lewin dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara
(2011:100) berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari
lapangan pada momen waktu. Kurt Lewin juga percaya pada pendapat para
ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku itu merupakan
fungsi dari seorang karyawan dengan lingkungannya.
6. Teori Harapan
Teori harapan berargumen bahwa kekuatan kecenderungan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya
tarik dari keluaran tersebut bagi individu itu

(A. A. Anwar Prabu

Mangkunegara, 2011:99).
Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan seorang

32

karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia
meyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik; suatu
penilaian yang baik akan mendorong ganjaran-ganjaran organisasional seperti
suatu bonus, kenaikan gaji, atau suatu promosi; dan ganjaran-ganjaran itu
akan memuaskan tujuan-tujuan pribadi karyawan. Stephen P. Robins
(2008:215) berpendapat bahwa teori itu memfokuskan pada tiga hubungan,
yaitu:
a. Hubungan upaya dengan kinerja: Probabilitas yang dipersepsikan oleh
individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentuitu akan mendorong
kinerja.
b. Hubungan kinerja dengan ganjaran: Derajat sejauh mana individu itu
meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong
tercapainya suatu keluaran yang diinginkan.
c. Hubungan ganjaran dengan tujuan pribadi:Derajat sejauh mana ganjaranganjaran organisasional memenuhi tujuan-tujuan atau kebutuhan pribadi
seorang individu dan daya tarik ganjaran-ganjaran potensial tersebut
untuk individu itu.
Agar terdapat sifat kerja yang positif pada para bawahan menurut gagasan
Herzberg (dalam Manullang, 2011:179), para pemimpin harus memberi
perhatian yang sungguh-sungguh agar faktor-faktor motivator memberikan
motivasi kepada para bawahan sebagai berikut:
a. Keberhasilan pelaksanaan (Achievement)
Agar seorang bawahan dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya,

33

maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya
dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat
berusaha mencapai hasil. Kesempatan tersebut harus sedemikian rupa
sehingga orang-orang berkembang sendiri. Selanjutnya agar pemimpin
memberi semangat pada para bawahannya sehingga bawahan mau
berusaha mengerjakan sesuatu dirasa bawahan tidak dapat dikuasainya.
Bila bawahan telah berhasil mengerjakan pekerjaanya, pemimpin harus
menyatakan keberhasilan itu.
b. Pengakuan (Recognition)
Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan pemimpin harus memberi
pernyataan pengakuan keberhasilan tersebut. Pengakuan terhadap
keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai
berikut:
a.

Langsung menyatakan keberhasilan ditempat pekerjaanya, lebih
baik dilakukan sewaktu adaorang lain.

b.

Memberi surat penghargaan

c.

Memberi hadiah berupauang tunai.

d.

Memberimedali,suratpenghargaandan hadiahuang tunai.

e.

Memberi kenaikan gajidan promosi

c. Tanggung jawab (Resposibilities)
Agar tanggung jawab (responsibilities) benar-benar menjadi faktor
motivasi bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervisi yang
ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan

34

itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi. Diterapkannya
prinsip partisipasi membuat bawahan sepenuhnya merencanakan dan
melaksanakan pekerjaannya.
d. Pengembangan (Advacement)
Pengembangan (Advacement) merupakan salah satu faktor motivasi bagi
bawahan. Agar faktor pengembangan benar-benar berfungsi sebagai
motivator

maka

pemimpin

dapat

memulainya

dengan

melatih

bawahannya untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Bila ini
sudah dilakukan, selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang
bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya
atau dikirim mengikuti pendidikan atau latihan lanjutan.
Motivasi dan kepemimpinan menurut Kontingensi Fiedler (dalam
Tampubolon, 2009:58), bahwa motivasi sangat berhubungan dengan performa
seorang pemimpin, serta performa seorang pemimpin akan mempengaruhi
motivasinya terhadap pelaksanaan tugas di dalam setiap situasi.
Ada dua tipe kepemimpinan dilihat dari hubungan motivasi dengan
performa kepemimpinan dan tipe kepemimpinan dengan motivasi tugas dengan
performa kepemimpinan. Tipe kepemimpinan yang pertama menggambarkan
seorang pemimpin akan menjelaskan: “apa yang akan dilakukan anggotanya dan
bagaimana anggotanya dapat melakukan pekerjaan secara baik”. Pengertiannya,
seorang pemimpin harus dapat memotivasi anggotanya untuk dapat meningkatkan
produktivitas

secara

efektif

dengan

hasil

yang

baik.

Sedangkan

tipe

kepemimpinan yang kedua menggambarkan bahwa pemimpin dapat memotivasi

35

anggota jika dia dapat menjelaskan dan memberdayakan mereka, dengan kata
lain: “kepuasan kerja dapat diperoleh apabila orang mengetahui dan dapat
melaksanakan tugas dengan baik”.
Ada banyak cara untuk memotivasi orang lain untuk mencapai sasaran
atau menyelesaikan suatu tugas maupun mengatasi persoalan atau tantangan yang
dihadapi seorang pemimpin. Salah satu karakteristik utama yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin adalah kemampuannya untuk memotivasi orang lain
dalam mencapai tujuan atau misi dari organisasi. Seorang pemimpin yang tidak
mampu memotivasi orang- orangnya, tidak lebih dari seorang penunjuk jalan,
yang tahu kemana harus pergi tetapi sepenuhnya tidak mengendalikan mereka
yang dipandunya (Prijosaksono dalam Rivai 2008:21).
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
sintesa bahwa motivasi adalah pemberian daya gerak atau dorongan yang
merupakan kebutuhan dasar dan tujuan untuk menciptakan kegairahan kerja
seseorang atas dasar kesadaran dan kemauan sendiri sehingga mereka mau bekerja
sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan. Adapun indikator dari motivasi adalah ; (1). Dorongan
mempengaruhi seseorang, (2). Dasar dan tujuan sebagai kebutuhan, (3). Timbul
dari kesadaran dan kemauan.

2.1.5. Hakikat Partisipasi Masyarakat
Partisipasi yang berlaku pada masyarakat kita, masih belum diartikan
secara universal. Para perencana pembangunan mengartikan partisipasi sebagai

36

dukungan terhadap rencana atau proyek pembangunan yang direncanakan dan
ditentukan oleh pemerintah. Ukuran partisipasi masyarakat diukur oleh berapa
besar sumbangan yang diberikan masyarakat untuk ikut menanggung biaya
pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga yang diberikan kepada
pemerintah. Partisipasi yang berlaku secara universal adalah kerja sama yang erat
antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan,
dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan
sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi
tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan
dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan
orang

lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan

tanggungjawab bersama.
Sedangkan menurut Isbandi (2007 : 27) Partisipasi adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
sekolah, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Selanjutnya Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam)
pengertian, yaitu: (1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat
kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan; (2) Partisipasi
adalah “pemekaan”