Teori Analisa dan Politik Luar Negeri Hu

TEORI ANALISA DAN POLITIK LUAR NEGERI
CUBAN MISSILE

DISUSUN OLEH :

DEDI JULIO CESAR
DIAN WINASTRIYA
YULI PUSPITASARI
NUJBATUL KARIMAH

( 201310360311119 )
(201310360311083)
( 201310360311177 )
( 201310360311226 )

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Kita tahu bahwa krisis misil Kuba adalah konfrontasi antara Amerika Serikat, Uni
Soviet, dan Kuba yang hampir menyebabkan perang nuklir. Amerika Serikat sendiri takut

dengan adanya rudal misil yang diletakkan Uni Soviet di Kuba, dan Uni Soviet sendiri tidak
mau melepaskan kesempatan menaruh rudal misil di Kuba yang jaraknya hanya beberapa mil
dari daratan Amerika Serikat. Maka dari itu adapun respon atau pilihan yang diambil dalam
masa itu
Pada bulan Oktober tahun 1962, pesawat mata - mata US menemukan beberapa
instalasi rudal yang sedang dibangun di Kuba. Segera setelah penemuan itu presiden
Kennedy diberitahu tentang pembangunan instalasi rudal di Kuba oleh USSR. Kennedy
langsung membentuk Executive Committee of the National Security Council (EXCOMM).
Awalnya beberapa orang di EXCOMM, termasuk Kepala Staff gabungan, menyarankan
Kennedy untuk melaksanakan invasi besar - besaran ke Kuba. Namun Kennedy ragu akan
saran tersebut, karena dapat berujung pada memburuknya situasi di Eropa dan merusak image
US.
Akhirnya setelah melalui rapat yang alot, EXCOMM dan Kennedy memutuskan
untuk melakukan apa yang disebut "Karantina Laut" atau blokade di sepanjang perairan di
kawasan sekitar Kuba dengan tujuan untuk melakukan pemeriksaan bagi setiap kapal yang
akan memasuk iKuba Namun, karantina laut itu tidak segera menghentikan krisis yang
sedang terjadi. Krisis justru makin menghawatirkan, sehingga Kennedy pun memerintahkan
misi pengintaian setiap 2 jam sekali di sekitar Kuba. Di lain pihak, USSR terus menyangkal
keberadaan rudal dan instalasinya di Kuba, dan memaksa US untuk menaikkan tingkatan
DEFCON menjadi 2 yang berarti seluruh kekuatan utama US termasuk rudal nuklirnya sudah

disiagakan untuk menghadapi yang terburuk.

Sebagai upaya penyelesaian krisis, pihak USSR dan US akhirnya setuju untuk
melakukan pertemuan guna menemukan solusi terbaik untuk menyelesaikan krisis misil
kuba. Setelah melalui proses diplomasi yang rumit, dalam kesepakatannya, Uni Soviet
berkomitmen untuk menarik mundur persenjataan misilnya dari Kuba dan Amerika Serikat
mendeklarasikan secara publik pernyataan untuk tidak menginvasi Kuba. Di samping dua
poin ini, Amerika Serikat juga pada akhirnya menarik kembali hulu ledak nuklirnya di Turki
dan Italia.

Kelima istilah yang dipakai dalam military terms pada saat cuban missile adalah
sebagai berikut:
CAMMA adalah sebuah kode penuh kerahasiaan yang berarti untuk melaksanakan tugas
hebat. Untuk menguji senjata tercanggih US. Yaitu torpedo berhulu ledak nuklir, yang
dirancang untuk menenggelamkan tidak hanya satu tapi seluruh armada kapal.
SS4 merupakan kode NATO untuk peluru kendali jarak menengah US Jangkauannya adalah
2.092 km.
EX-COMM (Executive Commitee) yang berarti komite eksekutif yaitu para penasehat sipil
dan militer, termasuk menteri pertahanan Robert McNamara.
DEFCON yang berarti perang

3 PRACTICE STEP CHARGERS adalah tanda internasional dimana untuk naik ke
permukaan. Tapi bisa saja diartikan sebagai serangan. Sebuah undangan untuk membalas
tembakan. Walaupun dengan torpedo nuklir.
SAUSES merupakan suatu alat dengar di bawah air.

Aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh Kennedy dan Khruschev tidak dianggap
efektif Selama perang dingin berlangsung karena media pada saat itu hanya dijadikan sebagai
alat atau instrument dalam propaganda politik, sehingga media tidak dipakai sebagai cara
untuk melakukan negosiasi dalam memproklamirkan apa yang menjadi tujuan dan sasaran
dalam melakukan tindakan yang mereka inginkan. Pada saat itu para pemimpin dari kedua
negara sulit memberikan kepercayaan kepada media untuk melakukan tanggung jawab
dalam menjalankan kepentingan negara, oleh sebab itu media dianggap tidak dapat
memberikan pengaruh yang signifikan bagi masyarakat di Amerika dan Uni Soviet serta
media tidak bisa mempengaruhi pandangan dunia internasional.

Peranan media juga dibatasi oleh para pemimpin karena mereka menganggap media
hanya menjadi suatu alat yang bertujuan untuk menciptakan sesuatu yang tidak efektif dalam
memberikan informasi kepada Negara-negara lainnya yang mana dapat mengakibatkan
kesalahan dan keterlibatan negara lain dalam menanggapi masalah nuklir di Kuba pada waktu
itu. Media pada saat itu masih berada di bawah kekuasaan para pemimpin, artinya para

pemimpin sangat otoriter sehingga berpengaruh terhadap gagalnya proses negosiasi melalui
media dan para masyarakat baik itu di Uni Soviet atau Amerika sendiri lebih mempercayai
pemimpin mereka berpidato di muka umum atau mengeluarkan pendapat secara langsung
melalui orasi mereka. kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin dianggap sebagai
media yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat dalam mendukung rencana yang telah
disampaikan oleh seorang pemimpin tersebut.
Negara Rusia sendiri adalah Negara yang menganut paham Sosialis Komunis, yang
mana negaranya sangat tertutup dalam berbagai hal yang terjadi di dalam negaranya serta
kerahasiaan kegiatan kenegaraannya sangat terjaga , walaupun di jaman Khruschev banyak
mengalami berbagai perubahan baik di bidang politik, sosial dan budaya secara umum terjadi
secara dramatis. Untuk mencegah kesalahpahaman di masa yang akan datang procedur yang
harus dilakukan adalah bermusyawarah dan melakukan perundingan dengan para elit politik
lainnya di negara mereka masing-masing, sehingga kebijakan yang akan diambil atau
dilakukan oleh seorang pemimpin menjadi suatu kesepakatan bersama, dimana untuk
mencegah kesalapahaman di tengah-tengah masyarakat demi terciptanya kehidupan yang
lebih baik dalam rangka mewujudkan perdamaian di masa mendatang. Para pemimpin
diharuskan dapat mengambil suatu kebijakan yang mana dapat meminimalisir peran media
dalam kehidupan kenegaraan dan media harus dijadikan sebagai sosialisasi kebijakan
pemerintah dimana media sebagai jembatan atau penghubung dalam membantu peran
pemimpin dan juga peran aspirasi masyarakat untuk mencapai kepentingan bersama.


Jika seorang pemimpin dari kedua pihak tidak mampu mencegah kesalahpahaman
yang terjadi maka akan ada suatu kesalahan, dan kesalahan dapat mengakibatkan kehancuran
di sebuah negara. Untuk itu keberanian dibutuhkan dalam bernegosiasi, karena keberanian
dari seorang pemimpin untuk mengatakan ‘ya’ untuk saling berkomunikasi dan tidak pada
konflik, ‘ya’ untuk dialog dan tidak pada kekerasan, ‘ya’ untuk negosiasi dan tidak pada
permusuhan, ‘ya’ untuk melakukan dan menghormati suatu perjanjian yang menguntungkan
kedua belapihak dan tidak pada tindakan provokasi, ‘ya’ untuk ketulusan dan tidak pada sikap
bermuka dua. Semua ini tentu saja membutuhkan keberanian untuk mencegah
kesalahpahaman agar dunia merasa aman di masa yang akan datang karena perdamain jauh
lebih membutuhkan keberanian dibandingkan dengan perang.