Teori Perubahan Sosial dan Pembangunan

Buku ini memaparkan tentang teori-teori pembangunan seperti teori modernisasi, teori dependensi
klasik dan teori dependensi baru serta teori sistem dunia. Penjelasan dalam buku ini dimulai dari
perkembangan teori-teori pembangunan dan perubahan sosial sejak dekade 1950-an hingga awal
1980-an hingga mencakup pembahasan mengenai warisan pemikiran yang melatarbelakangi lahirnya
teori-teori tersebut, asumsi paradigmatiknya masing-masing, implikasi-implikasi kebijaksanaannya
pada tingkat empiris dan kritik-kritik yang muncul terhadap teori-teori tersebut.
Menurut buku ini, teori modernisasi lahir akibat 3 hal yaitu munculnya Amerika Serikat sebagai
negara adidaya pasca Perang Dunia kedua, meluasnya paham komunis yang dimotori Uni Soviet (saat
ini Rusia), dan munculnya negara-negara baru yang merdeka di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Keadaan tersebut menyebabkan AS sebagai negara adidaya untuk membendung meluasnya
pengaruh paham komunis dengan membantu pembangunan negara dunia ketiga yang baru merdeka
dengan menerapkan modernisasi.
Teori modernisasi lahir dari perspektif teori evolusi dan teori fungsionalisme. Teori evolusi
memandang bahwa manusia mengalami perubahan sosial dari masyarakat yang primitif menjadi
masyarakat yang modern. Perubahan sosial tersebut berlangsung secara bertahap dan perlahan. Dari
teori evolusi, diturunkan beberapa asumsi mengenai teori modernisasi yaitu sebagai proses yang
bertahap, proses yang homogen, proses Eropanisasi atau Amerikanisasi, proses yang bergerak maju,
proses yang progresif, dan proses yang tidak instan. Teori fungsionalisme didasarkan kepada
pemikiran Parson bahwa masyarakat adalah sebuah sistem sosial yang memiliki fungsi yang khas dan
saling mendukung satu sama lain antara subsistem sosial tersebut sehingga tidak mungkin muncul
pertentangan satu sama lain. Berbeda dengan pandangan Smelser bahwa modernisasi tidak harus

berjalan secara dinamis. Pertentangan akan selalu menyertai. Dari teori ini dihasilkan asumsi
mengenai teori modernisasi yaitu sebagai proses yang sistemik, proses transformasi dan proses yang
berlangsung terus-menerus. Dengan didasarkan kepada teori evolusi dan fungsionalisme, teori
modernisasi digunakan untuk mengkaji persoalan dunia ketiga secara abstrak dan menghasilkan
kesimpulan yang bersifat umum untuk menjadi model yang baku.
Di dalam buku ini juga disajikan beberapa kajian teori modernisasi klasik. McClelland mengakaji
mengenai motivasi untuk berprestasi, yakni bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang
tinggi adalah para wiraswasta. Keberadaan wiraswata sangat dibutuhkan di dunia ketiga untuk
mengoptimalkan bantuan dari negara barat supaya lebih produktif. Inkeles mengkaji mengenai
manusia modern, yakni bahwa manusia modern tidak akan mengalami ketegangan psikologis akibat
modernisasi. Sarbini Sumawinata mengkaji lepas landas indonesia yang memandang terlalu terpaku
pada investasi produktif dibandingkan pertumbuhan sektor riil dan stabilitas sosial politik sehingga
sulit untuk bangkit. Bellah mengkaji mengenai Agama Tokugawa dalam kaitannya dengan
pembangunan di Jepang. Agama menjadi cikal bakal munculnya perubahan dari masyarakat
tradisional ke rasional. Semua kajian tersebut pada intinya menguji faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap modernisasi dunia ketiga dan akibatnya terhadap masyarakatnya.
Teori modernisasi memperoleh beberapa kritik. Dalam gerakan pembangunan, modernisasi terlalu
etnosentris yang mengikuti nilai-nilai budaya barat, menghilangkan kemungkinan bagi negara dunia
ketiga untuk menjalankan alternatif pembangunan lainnya, dan terlalu optimistis. Karena
menghendaki homogenisasi, modernisasi belum tentu mampu menghapus nilai-nilai tradisional,

belum tentu bertolak belakang, dan belum tentu menghambat modernisasi. Teori modernisasi
dipandang memiliki kecendurangan analisis yang abstrak dan tidak jelas waktu dan wilayah yang
dimaksud. Secara ideologis, dipandang sebagai produk perang dingin kontra dengan komunisme.
Teori modernisasi dipandang mengehendaki adanya dominasi asing.
Dari kritikan tersebut lahirlah teori modernisasi baru dengan perbedaan sebagai berikut :

• Nilai-nilai tradisi dianggap bukan penghalang akan tetapi sebagai faktor positif pembangunan, dan
dikenal dengan kearifan lokal.
• Metode kajiannya menjadi studi kasus dan analisis secara sejarah bukan lagi abstrak.
• Arah pembangunannya etnosentris lagi akan tetapi memperhatikan banyak model pembangunan.
• Lebih memperhatikan faktor eksternal (dunia internasional) dan konflik sosial.
Teori dependensi lahir akibat kekecewaan program KEPBBAL yang di Amerika Latin, krisis teori Marxis
ortodoks di Amerika latin dan turunnya kepercayaan terhadap teori modernisasi. Teori ini didasarkan
kepada beberapa asumsi yaitu terjadi suatu keadaan ketergantungan yang dilihat dari suatu gejala
yang sangat umum di negara dunia ketiga, ketergantungan tersebut diakibatkan oleh faktor luar,
ketergantungan tersebut dilihat dari segi ekonomi yakni mengalirnya surplus ekonomi dari negara
dunia ketiga ke negara maju, ketergantungan ekonomi tersebut melahirkan pengkutuban akumulasi
modal di negara-negara maju menyebabkan ketertinggalan negara dunia ketiga, dan ketergantungan
tersebut kebalikan dari pembangunan.
Implikasi teori dependensi adalah mengehendaki adanya peninjauan kembali makna pembangunan.

Pembangunan bukan semata-mata sebagai proses industrialisasi, peningkatan hasil produksi dan
produktivitas, akan tetapi sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat di negara dunia ketiga.
Terdapat beberapa kajian mengenai teori ini. Baran mengkaji mengenai kolonialisme Inggris di India.
Kolonialisme Inggris menyebabkan keterbelakangan di India. Padahal sebelumnya India adalah
negara yang sudah maju. Saat Inggris datang menjajah, India menjadi terkekang dan terbelakang.
Lansberg mengkaji tentang munculnya imperialisme di Asia Timur pasca Perang Dunia Kedua.
Imperialisme ini tidak mampu menumbuhkan akumulasi dan modal dan pembangunan ekonomi
yang tangguh. Bahkan apabila terjadi kemacetan ekonomi di negara sentral akan berdampak
langsung kepada negara dunia ketiga dalam imperialisme tersebut yaitu munculnya keterbelakangan
ekonomi. Sritua Arief dan Adi Sasone mengkaji tentang ketergantungan dan keterbelakangan di
Indonesia sebagai akibat bekas negara jajahan dan negara yang memiliki unsur tidak egalitarian.
Teori dependensi memperoleh beberapa kritik. Metode yang digunakannya terlalu abstrak, faktor
pokok penyebab ketergantungan akibat terjadinya eksternalitas negara barat dan ketimpangannya
antara negara barat dan negara dan negara dunia ketiga, hanya memandang dari fenomena dalam
sektor ekonomis saja, dan pembangunan tidak selalu bertolak belakang dengan kolonialisme itu
sendiri yang hanya melahirkan keterbelakangan akibatnya mengehendaki pemutusan hubungan
dengan negara barat. Padahal tidak selalu harus memutuskan hubungan. Berdasarkan kritikan
tersebut lahirlah teori dependensi baru yang merupakan jawaban dari kritikan tersebut.
Sistem dunia menganalisa seluruh negara di dunia sebagai suatu sistem yang tidak terpisahkan.
Dengan demikian mengkaji arena cakupan yang lebih luas dibandingkan teori dependensi, bukan

hanya satu negara pinggiran akan tetapi semua negara pinggiran ditambah negara semi pinggiran,
sentral dan juga sistem ekonomi dunia. Menurut teori sistem dunia arah pembangunan akan
mengalami dinamika yang naik ataupun turun tidak seperti teori dependensi yang akan selalu
bersifat turun/negatif. Teori ini juga menganalisis pembangunan dari perspektif tiga kutub yaitu
negara sentral, semi pinggiran, dan pinggiran. Metode kajian teori ini didasarkan kepada kajian
dinamika sejarah dunia sebagai suatu sistem yang berlangsung tanpa bisa dipisahkan.