Proses Keputusan Terapi dan Masalah dala
Daftar Isi :
2. Editorial
4. English Summary
5. Pendekatan Diagnostik Penyakit Reumatik – Harry Isbagio
10. Kriteria Diagnostik Penyakit Reumatik – Caecilia R. Padang, AR
Nasution, Harry Isbagio
15. Prinsip Dasar Penatalaksanaan Gangguan Reumatik – Harry
Karya Sriwidodo
Isbagio
18. Peranan Analisis Cairan Sendi dalam Diagnosis Penyakit Sendi –
HM Adnan
25. Strategi Pengobatan Medikamentosa Penyakit Reumatik – Harry
Isbagio
32. Peranan Obat Antiinflamasi Non Steroid terhadap Nyeri dan Infla- masi pada Penyakit Reumatik – Harry Isbagio
36. Efek Samping Obat Antiinflamasi Non Steroid – AR Nasution
40. Sindrom Dermatitis-Artritis Gonoreal Diseminata – Djunaedi
Hidajat, Farida Zubier, Adhi Djuanda
43. Perkembangan Penyakit Jantung Koroner pada Anak – Effendy
Salim, JMCh Pelupessy
47. Aspek Psikologi Pasca Serangan Jantung – Ratna Dewi S., Iwan N.
Boestan
52. Manula dan Olahraga – ditinjau dari Sistem Kardiovaskular – Hadi Hartono, Iwan N. Boestan
57. Proses Keputusan Terapi dan Masalah dalam Pemakaian Obat –
Abraham Simatupang
61. Humor
62. Abstrak
64. RPPIK
Dengan makin meningkatnya harapan hidup manusia, penyakit-penyakit degeneratif akan bertambah penting peranannya dalam usaha mempertahankan kualitas hidup.
Salah satu penyakit yang sangat berpengaruh terhadap mobilitas manusia ialah penyakit sendi; penyakit ini, kendati dapat ditimbulkan oleh bermacam- macam penyebab, gejala dan keluhan yang diderita tidak banyak berbeda; selain itu kadang-kadang menimbulkan pula gejala/manifestasi ekstraartikuler berupa kelainan di organ-organ lain. Oleh karena itu, pendekatan diagnostik penyakit sendi tidak selalu mudah; riwayat penyakit, sendi (-sendi) yang terkena, perja- lanan penyakitnya harus diketahui dengan tepat, ditunjang dengan pemeriksaan tambahan yang tepat.
Hal-hal itulah yang dibahas oleh para pakar reumatologi dalam Cermin Dunia Kedokteran edisi ini; mulai dari pendekatan klinis dan laboratorium, sampai pada pemilihan obat-obat antiinflamasi yang tepat dengan selalu mempertimbangkan efek samping yang mungkin timbul.
Artikel lain yang juga penting untuk dibaca ialah mengenai Penyakit Jantung Koroner; tiga artikel yang berasal dari Ujungpandang dan Surabaya akan membahas hal tersebut, termasuk efek psikologik yang mungkin timbul.
Sebagai penutup adalah artikel mengenai pengambilan keputusan terapi dan masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat. Selamat membaca.
Redaksi
2 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
KETUA PENGARAH
REDAKSI KEHORMATAN
Dr Oen L.H
– Prof. DR. Kusumanto Setyonegoro
– Prof. DR. B. Chandra
KETUA PENYUNTING
Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa
Guru Besar Ilmu Penyakit Saraf
Dr Budi Riyanto W
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
– Prof. Dr. R. Budhi Darmojo Sriwidodo WS
– Prof. Dr. R.P. Sidabutar
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,
TATA USAHA
Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi
Semarang.
Sigit Hardiantoro
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
– Drg. I. Sadrach
ALAMAT REDAKSI
Jakarta.
Lembaga Penelitian Universitas Trisakti, Jakarta
Majalah Cermin Dunia Kedokteran
– DR. Arini Setiawati P.O. Box 3105 Jakarta 10002
– Prof. Dr. Sudarto Pringgoutomo
Guru Besar Ilmu Patologi Anatomi
Bagian Farmakologi
Telp. 4892808
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 Tanggal 3 Juli 1976
REDAKSI KEHORMATAN
PENERBIT
Grup PT Kalbe Farma
– DR. B. Setiawan
– Drs. Victor S Ringoringo, SE, MSe.
– Dr. P.J. Gunadi Budipranoto PT Midas Surya Grafindo
PENCETAK
– Drs. Oka Wangsaputra
– DR. Ranti Atmodjo
– DR. Susy Tejayadi
PETUNJUK UNTUK PENULIS
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai sesuai dengan urutan pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-
yang jelas. Bila terpisah dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk meng- bidang tersebut.
hindari kemungkinan tertukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk
pemunculannya dalam naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila telah pernah dibahas atau
Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuseripts Submitted dibacakan dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan menge-
to Biomedical Journals (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9). Contoh: nai nama, tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut.
Basmajian JV, Kirby RL. Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore. London: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan
William and Wilkins, 1984; Hal 174–9.
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading microorganisms. berlaku. Istilah media sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia
Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physiology: Mecha- yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak
nisms of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974; 457-72. mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus di-
Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin sertai dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pem-
Dunia Kedokt. l990 64 : 7-10.
baca yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih, dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak
sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. berbahasa Inggris untuk karangan tersebut.
Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/
P.O. Box 3105 folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan-kirinya, lebih
Jakarta 10002 disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto. Nama (para) pe-
Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu ngarang ditulis lengkap, disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat
secara tertulis.
bekerjanya. Tabel/skema/grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas- Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai dengan jelasnya dengan tinta hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor
amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.
Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 3
English Summary
DEVELO PMENT O F C O RO NA RY RHEUMA TIC DISEA SES
PRINC IPLES O F MA NA G EMENT IN
SIDE EFFEC TS O F NO STERO IDA L
A NTI INFLA MMA TO RY DRUG S
HEA RT DISEA SE IN C HILDREN
Ha rry Isb a g io
A R Na sutio n
Effe ndy Sa lim , J.M. C h. Pe lupe ssy
Rhe uma to lo g y Sub d ivisio n, De p a rtme nt
De p a rtme nt o f C hild He a lth, Fa c ulty o f o f Inte rna l Me dic ine , Fa c ulty o f Me dic ine ,
Rhe uma to lo g y Sub d ivisio n, De p a rtme nt
Me d ic ine , Ha sa nud d in Unive rsity, Ujung Unive rsity o f Ind o ne sia /C ip to Ma ng un-
o f Inte rna l Me dic ine , Fa c ulty o f Me dic ine ,
Pa nd a ng , Ind o ne sia . kusumo G e ne ra l Ho sp ita l, Ja ka rta , Ind o -
Unive rsity o f Ind o ne sia /C ip to Ma ng un-
kusumo G e ne ra l Ho sp ffa l, Ja ka rta , Ind o -
ne sia .
ne sia
C o ro na ry he a rt d ise a se is a Altho ug h the re we re mo re tha n
d ise a se d ue to the na rro wing o f 100 d iffe re nt jo int d ise a se s, the
The use o f no nste ro id a l a nti
the c o ro na ry a rte ry b y a the - g e ne ra l ma na g e me nt in a c ute
infla mma to ry d rug s b e c o me s
ro sc le ro sis. The p a tho lo g ic a l p ha se is b a sic a lly simila r.
inc re a sing ly mo re c o mmo n.
c ha ng e s whic h le a d to a the - In e a rly sta g e s, the p rinc ip le s
While the e ffic ie nc y o f d iffe -
ro sc le ro sis b e g in in infa nc y a nd o f ma na g e me nt a re to o b ta in
re nt d rug s is c o mp a ra b le ,the sid e
p ro g re ss d uring c hild ho o d . The p a in re lie f, to p re se rve jo int
e ffe c ts c o uld b e va ria b le . Tho se
ma in risk fa c to rs le a d ing to func tio ns a nd to p re ve nt d isa b ili-
sid e e ffe c ts ma inly a ffe c t the
a the ro sc le ro sis inc lud e hyp e r- tie s. Pa in re lie f c a n b e o b ta ine d
g a stro inte stina l tra c ts, ha e mo -
lip id e mia , hyp e rte nsio n a nd thro ug h re st, sp linting , intra a rti-
p o e tic syste m, urina ry tra c ts, skin
c ig a re tte smo king . Athe ro sc le - c ula r inje c tio ns a nd o ra l me d i-
a nd the live r.
ro sis is c ha ra c te rize d b y thic ke n- c a tio ns; while p hysio the ra p y a nd /
Sinc e p a rtic ula rly the re is no
ing o f the intima . At p o stmo rte m o r hyd ro the ra p y sho uld p re ve nt
a b so lute ly sa fe no nste ro id a l a nti
e xa mina tio n, the e a rlie st ma c ro - d isa b ilitie s.
infla mma to ry d rug s, it is imp o r-
sc o p ic le sio n is the p re se nc e o f Re fe rra l to the rhe uma to lo g ist
ta nt to se le c t the mo st a p p ro -
the fa tty stre a k, whic h is a n a c - sho uld b e c o nsid e re d whe n the
pria te d rug s fo r e a c h pa tie nt, a nd
c umula tio n o f lip id - p re d o mi- d ise a se p e rsists fo r mo re tha n
to mo nito r c lo se ly the sig ns o f
na ntly c ho le ste ro l, b o th e xtra - thre e mo nths, o r b e c o me c hro ni-
sid e e ffe c ts.
c e llula riy in the intima a nd in- c a lly d isa b ling .
C e rmin Dunia Ke d o kt. 1992 ; 78 : 36-9
tra c e llula rly in the fo a m c e lls.
b rw
This fa tty stre a k will d e ve lo p to
C e rmin Dunia Ke d o kt. 1992; 78 :15- 7
b rw
a the ro ma to us p la q ue whic h c a n na rro w the c o ro na ry a rte ry. The ma jo r hyp o the sis p ro p o se d a s the p a tho g e ne sis o f a the ro sc le - ro sis a re the lip id infiltra tio n a nd the e nd o the lia l injury the o ry.
C e rmin Dunia Ke d o kt. 1992; 78:43-6
e f/ jm p
4 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
Artikel
Pe nde k a t a n Dia gnost ik Pe nya k it Re um a t ik
Harry Isbagio
Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ R.S. Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN
interfalang distal = DIP, sendi interfalang proksimal = PIP, sendi Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit sendi metakarpofalangeal = MCP, sendi karpalis, sendi metatarsofa- yang seringkali memberikan gejala yang hampir sama. Oleh langeal = MTP dan sendi tarsalis merupakan kelompok sendi karena itu pendekatan diagnostik sangat diperlukan agar di- kecil yang dihitung sebagai satu sendi walaupun yang terserang dapatkan diagnosis yang tepat, sehingg ā akhirnya penderita beberapa sendi. Contoh : bila yang diserang sendi PIP II, PIP memperoleh penatalaksanaan yang adekuat.
III, PIP IV dan PIP V baik secara serentak atau berurutan maka Perlu diingat pula bahwa gangguan reumatik dapat me- dihitung hanya sebagai 1 sendi yang terserang. rupakan manifestasi artikuler dari berbagai penyakit dan se- 5. Poliartritis : artritis yang menyerang lebih dari 4 sendi atau baliknya beberapa penyakit reumatik mempunyai manifestasi kelompok sendi kecil. ekstra-artikuler pada berbagai organ.
6. Sinovitis : inflamasi sinovia sendi yang klinis nyata. Sebagaimana halnya dengan penyakit lain maim dalam 7. Tenosinovitis : inflamasi sarung tendon. melakukan pendekatan diagnostik hams melalui tahap-tahap 8. Tendinitis : inflamasi tendon.
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
9. Bursitis: inflamasi bursa. Pada makalah ini akan dibahas langkah-langkah pendekat- 10. Entesopati : inflamasi atau kelainan dari entesis (tempat
an diagnostik tersebut dengan lebih menekankan pada kelainan melekatnya ligamen, tendon, atau kapsul sendi ke periosteum sendinya.
tulang).
TERMINOLOGI
RIWAYAT PENYAKIT
Sebelum melangkah lebih lanjut maka sebaiknya terlebih dahulu mengenal berbagai terminologi yang sering digunakan
Riwayat penyakit sangat penting dalam langkah awal dalam bidang penyakit reumatik. Hal ini diperlukan untuk ke- diagnosis semua penyakit, termasuk pula penyakit reumatik. samaan pengertian agar kita tidak rancu dalam menggunakan- Sebagaimana biasanya diperlukan riwayat penyakit yang nya.
deskriptif dan kronologis; ditanyakan pula faktor yang memper- Berbagai istilah yang perlu diketahui ialah :
berat penyakit dan hasil pengobatan untuk mengurangi keluhan
1. Artralgia : merupakan keluhan subyektif berupa rasa nyeri
penderita.
di sekitar sendi, pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan ke-
a. Umur
lainan. Penyakit reumatik dapat menyerang semua umur, tetapi
2. Artritis : kelainan sendi obyektif, berupa inflamasi sendi frekuensi dari setiap penyakit berbeda-beda pada berbagai ke- disertai tanda inflamasi yang komplit (tumor, rubor, kalor, lompok umur. Misalnya osteoartrosis lebih sering ditemukan dolor, gangguan fungsi).
pada penderita usia lanjut dibandingkan dengan usia muda. Se-
3. Monoartritis : artritis yang hanya mengenai satu sendi saja. baliknya lupus eritematosus sistemik lebih sering ditemukan
4. Oligoartritis/pausi-artikuler : artritis yang menyerang 2 pada wanita usia muda dibandingkan dengan kelompok usia sampai 4 sendi atau kelompok sendi kecil. Dalam hal ini sendi lainnya.
Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 5
Pada tabel 1 dapat dilihat berbagai penyakit reumatik yang Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada pagi hari sering ditemukan pada berbagai kelompok umur.
saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas.
Tabel 1. Frekuensi penyakit reumatik pads berbagai kelompok umur
Pada artritis reumatoid nyeri paling berat biasanya pada
pagi hari, membaik pada siang hari dan sedikit lebih berat pada
malam hari. Sebaliknya pada osteoartritis nyeri paling berat pada
malam hari, pagi hari terasa lebih ringan dan membaik pada siang
hari. Pada artritis gout nyeri yang terjadi biasanya berupa se-
Penyakit Still
Spondilitis ankilosis
rangan yang hebat pada waktu bangun pagi hari, sedangkan
Penyakit Reiter
malam hari sebelumnya penderita tidak merasakan apa-apa,
Demam reumatik
rasa nyeri ini biasanya self limiting dan sangat responsif dengan
Artritis pads kolitis ulseratif
Artritis septik
Nyeri malam hari terutama bila dirasakan seperti suatu
Stafilokok dan infeksi lainnya
regangan merupakan nyeri akibat peninggian tekanan intra-
Artritis Gout
artikuler akibat dari suatu nekrosis avaskuler atau kolaps tulang
Lupus erimatosus sistemik
akibat artritis yang berat.
Artritis reumatoid
Nyeri yang menetap sepanjang hari (siang dan malam)
pada tulang merupakan tanda dari proses keganasan.
SLE akibat obat
Penyakit Paget
d. Kaku sendi
Osteoartritis
Kaku sendi merupakan rasa seperti diikat, pasien merasa
Pfllimialgia reumatika
sukar untuk menggerakkan sendi (worn off). Keadaan ini biasa-
Penyakit deposit Kalsium pirofosfat
nya akibat desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang
Mestastasis karsinoma atau
mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia atau bursa).
mieloma multipel
Kaku sendi makin nyata pada pagi hari atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan maka cairan akan menyebar
Keterangan : – = Hampir tak pernah terjadi, +/– = sangat jarang, + = jarang,
dari jaringan yang mengalami inflamasi dan pasien merasa
++ = sering terjadi, + ++ = sangat sering terjadi
terlepas dari ikatan (wears off).
Lama dan beratnya kaku sendi pagi hari atau setelah
b. Jenis kelamin
istirahat biasanya sejajar dengan beratnya inflamasi sendi (kaku Pada penyakit reumatik perbandingan jenis kelamin ber- sendi pada artritis reumatoid lebih lama dari osteoartritis; kaku
beda pada beberapa kelompok penyakit. Pada tabel 2 dapat sendi pada artritis reumatoid berat lebih lama daripada artritis dilihat perbedaan tersebut.
reumatoid ringan).
e. Bengkak sendi dan deformitas
Tabel 2. Perbedaan Jenis kelamin pads penyakit reumatik
Pasien sering mengalami bengkak sendi, perubahan wama,
Artritis reumatoid
Pria < Wanita (1 : 3)
perubahan bentuk atau perubahan posisi dari struktur ekstremi-
Lupus eritematosus sistemik
Pria < Wanita
tas. Biasanya yang dimaksud pasien dengan deformitas ialah
Spondilitis ankilosis
Pria > Wanita
Penyakit Reiter
Pria > Wanita
posisi yang salah, dislokasi atau subluksasi.
Artritis psoriatik
Pria < Wanita
Artropati intestinal
Pria = Wanita
f. Disabilitas dan handicap
Artropati reaktif
Pria = Wanita
Disabilitas terjadi apabila suatu jaringan, organ atau sistem
Artritis Gout
Pria > Wanita
tidak dapat berfungsi secara adekuat.
Osteoartritis coxae
Pria = Wanita
Handicap terjadi bila disabilitasmengganggu aktivitas seharihari, aktivitas sosial atau mengganggu pekerjaan/jabatan
Osteoatrosis lutut & Langan
Pria < Wanita
si penderita. Disabilitas yang nyata belum tentu menyebabkan
c. Nyeri sendi
handicap (seorang yang diamputasi kakinya di atas lutut mung- Nyeri sendi merupakan keluhan utama penderita reumatik. kin tidak akan mengalami kesukaran bila pekerjaan yang ber-
Penderita sebaiknya diminta menjelaskan lokasi dari nyeri serta sangkutan dapat dilakukan sambil duduk saja). Sebaliknya punctum maximumnya, karena mungkin sekali nyeri tersebut disabilitas ringan justru dapat mengakibatkan handicap.
merupakan penjalaran dari tempat lain. Nyeri tajam yang men-
jalar ke tempat jauh merupakan keluhan karakteristik yang di- g. Gejala sistemik
sebabkan oleh penekanan dari radiks saraf. Penyakit sendi inflamatif baik disertai maupun tidak disertai Penting untuk membedakan nyeri yang disebabkan per- keterlibatan multisistem lainnya akan mengakibatkan peningkat- ubahan mekanikal dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. an fase akut reaktan seperti peninggian LED atau CRP. Selain Nyeri yang timbul setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat itu akan disertai gejala sistemik seperti panas, penurunan berat serta tidak timbul pada pagi hari merupakan tanda nyeri mekanik. badan, kelelahan, lesu dan mudah terangsang. Kadang-kadang
6 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 6 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
merupakan tanda dari artritis septik atau artritis kristal.
h. Gangguan tidur dan depresi
d. Kenaikan suhu sekitar sendi
Faktor yang beiperan dalam gangguan pola tidur antara Pada perabaan dengan menggunakan punggung tangan lain : nyerikronik, terbentuknya fase akut reaktan, obat anti- akan dirasakan adanya kenaikan suhu di sekitar sendi yang inflamasi nonsteroid (indometasin). Pada artropati berat ter- mengalami inflamasi. utama pada coxae dan lutut akan berakibat gangguan aktifitas
e. Bengkak sendi
seksual yang akhirnya menimbulkan problem perkawinan dan sosial.
Bengkak sendi dapat disebabkan oleh cairan, jaringan lunak atau tulang.
Perlu diperhatikan pula adanya gejala depresi terselubung seperti retardasi psikomotor, konstipasi, mudah menangis dan
Cairan sendi yang terbentuk biasanya akan menumpuk di sekitar daerah kapsul sendi yang resistensinya paling lemah dan
sebagainya. mengakibatkan bentuk yang khas pada tempat tersebut, misal- nya :
PEMERIKSAAN JASMANI
1) Pemeriksaan jasmani khusus pada sistem muskuloskeletal Pada efusi lutut maka cairan akan mengisi cekungan medial dan kantong suprapatelar mengakibatkan pembengkakan di atas
meliputi : Inspeksi pada saat diam/istirahat Inspeksi pada saat gerak
dan sekitar patela yang berbentuk seperti ladam kuda.
2) Pada sendi interfalang pembengkakan terjadi pada sisi Palpasi posterolateral di antara tendon ekstensor dan ligamentum kola-
a. Sikap/postur badan
teral bagian lateral.
Perlu diperhatikan bagaimana cara penderita mengatur po- 3) Efusi sendi glenohumeral akan mengisi cekungan segitiga sisi dari bagian badan yang sakit. Sendi yang meradang di antara klavikula dan otot deltoid di alas otot pektoralis. biasanya mempunyai tekanan intraartikuler yang tinggi, oleh 4) Pada efusi sendi pergelangan kaki akan terjadi pembengkak- karena itu penderita akan berusaha menguranginyadengan an pada sisi anterior. mengatur posisi sendi tersebut seenak mungkin, biasanya
Bulge sign ditemukan pada keadaan efusi sendi dengan dalam posisi setengah fleksi. Pada sendi lutut sering diganjal jumlah cairan yang sedikit dalam rongga yang terbatas. Misalnya dengan bantal. Pada sendi bahu (glenohumeral) dengan cara pada efusi sendi lutut bila dilakukan pijatan pada cekungan lengan diaduksi dan endorotasi, mirip dengan waktu medial maka cairan akan berpindah ke sisi lateral patela dan menggendong tangan dengan kain pada fraktur lengan. kemudian berpindah sendiri ke sisi medial. Sebaliknya bila dilakukan abduksi dan eksorotasi maka
Balloon sign ditemukan pada keadaan efusi dengan jumlah penderita akan merasa sangat kesakitan karena terjadi cairan yang banyak, bila dilakukan tekanan pada satu titik akan peningkatan tekanan intraartikuler. Ditemukannya postur badan
menyebabkan penggelembungan di tempat lain. Keadaan ini yang membongkok ke depan disertai pergerakan vertebra yang sangat spesifik pada efusi sendi. terbatas merupakan gambaran khas dari spondilitis ankilosis.
Pembengkakan kapsul sendi merupakan tenth spesifik dari sinovitis. Pada pembengkakan tergambar batas dari kapsul sendi
yang makin nyata pada pergerakan dan teraba pada pergerakan Walaupun deformitas sudah tampak jelas pada keadaan diam, tetapi akan lebih nyata pada keadaan gerak. Perlu di- pasif.
b. Deformitas
bedakan apakah deformitas tersebut dapat dikoreksi (misalnya disebabkan gangguan jaringan lunak) atau tidak dapat dikoreksi
f. Nyeri raba
Menentukan lokasi yang tepat dari nyeri raba merupakan (misalnya restriksi kapsul sendi atau kerusakan sendi).
Berbagai d ēformitas di lutut dapat terjadi antara lain genu hal yang penting untuk menentukan penyebab dari keluhan
pasien.
varus, genu valgus, genu rekurvatum, subluksasi tibia posterior dan deformitas fleksi. Demikian pula deformitas fleksi di siku.
Nyeri raba kapsuler/artikuler terbatas pada daerah sendi merupakan tanda dari artropati atau penyakit kapsuler.
Pada jari tangan antara lain boutonniere finger, swan neck Nyeri raba periartikuler agak jauh dari bates daerah sendi finger, ulnar deviation, subluksasi sendi metakarpal dan per- merupakan tanda dari bursitis atau entesopati.
gelangan tangan. Pada ibu jari tangan ditemukan unstable Z-
shaped thumbs.
g. Pergerakan
Pada kaki ditemukan telapak kaki bagian depan melebar dan miring ke samping disertai subluksasi ibujari kaki ke atas. Pada
Pada pemeriksaan perlu dinilai luas gerak sendi pada keada- an pasif dan aktif dan dibandingkan kiri dan kanan.
pergelangan kaki terjadi valgus ankle. Sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas gerak sendi
pada semua arah. Tenosinovitis atau lesi periartikuler hanya Kelainan kulit sering menyertai penyakit reumatik atau menyebabkan berkurangnya gerak sendi pada satu arah saja. penyakit kulit sering pula disertai penyakit reumatik. Kelainan Artropati akan memberikan gangguan yang sama dengan sino- kulit yang sering ditemukan antara psoriasis dan eritema nodo vitis. Bila gerakan pasif lebih Iuas dibandingkan dengan gerak-
c. Perubahan kulit
Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 7 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 7
j. Nyeri gerak merupakan tanda diagnostik yang bermakna. Atrofi dan penurunan kekuatan otot
Atrofi otot merupakan tanda yang sering ditemukan. Path Nyeri ringan hingga sedang yang meningkat tajam bila dilakukan sinovitis segera terjadi hambatan reflex spinal lokal terhadap gerakan semaksimal mungkin sampai terasa tahanan disebut otot yang bekerja untuk sendi tersebut. Pada artropati berat sebagai stress pain. Bila didapatkan stress pain pada semua arah dapat terjadi atrofi periartrikuler yang luas. Sedangkan pada gerak, maka keadaan tersebut merupakan tanda khas untuk jepitan saraf, gangguan tendon atau otot terjadi atrofi lokal. sinovitis. Stress pain terbatas pada satu arah saja merupakan Perlu dinilai kekuatan otot, karena ini lebih penting dari tanda khas untuk gangguan yang berasal dari luar sendi (tenosi-
besar otot.
novitis). Nyeri yang dirasakan sama kualitasnya pada semua arah
gerak sendi, lebih menunjukkan gangguan mekanik dari nyeri k. Ketidak stabilan/goyah
inflamasi. Sendi yang tidak stabil/goyah dapat terjadi karena proses Resisted active movement merupakan suatu cara pemeriksa- trauma atau radang pada ligamen atau kapsul sendi. Pada artro- an untuk menemukan adanya gangguan periartikuler. Pemeriksa- pati dapat terjadi sendi goyah sebagai akibat kerusakan rawan an tersebut dilakukan dengan cara pasien melawan gerakan yang
sendi atau inflamasi kapsul atau ruptur ligamen. Perlu di- dilakukan oleh tangan pemeriksa, akibatnya terjadi kontraksi bandingkan sendi yang goyah dengan sendi sisi lainnya. otot tanpa disertai gerakan sendi. Bila timbul rasa nyeri maka hal
l. Gangguan fungsi
tersebut berasal dari otot, tendOn atau insersi tendon, misalnya Fungsi sendi dinilai dengan observasi pada penggunaan pada : normal; seperti bangkit dari kursi dan berjalan dapat digunakan
1) Tahanan pada aduksi sendi coxae yang mengakibatkan untuk menilai sendi coxae, lutut dan kaki. Kekuatan genggam timbulnya rasa nyeri pangkal paha merupakan tanda tendititis
dan ketepatan menjepit benda halus untuk menilai tangan. aduktor. Sedangkan aktivitas hidup sehari-hari (Activities of daily
2) Tahanan pada abduksi glenohumeral yang mengakibatkan living = ADL) seperti menggosok gigi, buang air besar, timbulnya rasa nyeri pada lengan atas merupakan tanda ganggu- memasak dan sebagainya lebih tepat ditanyakan dengan
an otot supraspinatus dan lesi pada tendon.
3) Tahanan pada ekstensi siku yang menyebabkan nyeri pada kuestioner daripada diperiksa langsung. Selain pemeriksaan khusus pada sendi maka perlu dilakukan epikondilus lateralis merupakan tanda dari tennis elbow.
pemeriksaan jasmani secara umum untuk mencari berbagai Sama halnya dengan di atas maka pada passive stress test, manifestasi luar sendi.
bila pasien mengikuti gerakan dari tangan pemeriksa akan timbul rasa nyeri sebagai akibat dari regangan ligamen atau
a. Nodul
tendon, misalnya uji Finkelstein pada tenosinovitis De Quervain Nodul sering ditemukan pada berbagai artropati, umumnya (passive stress dari otot abduktor policis longus dan ekstensor ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku, policis brevis menimbulkan rasa nyeri).
tumit belakang, sakrum). Nodul sering ditemukan pada artritis
h. gout (tofi) dan artritis reumatoid (nodul reumatoid). Krepitus
Krepitus merupakan bunyi berderak yang dapat diraba sepanjang gerakan dari struktur yang terserang.
b. Perubahan kuku
Fine crepitus (krepitus halus) yang dapat didengar dengan ēmukan pada penyakit reumatik,
Perubahan kuku sering dit
menggunakan stetoskop dan tidak dihantarkan ke tulang di antara lain :
1. Jari penabuh (clubbing finger) berhubungan dengan osteo- sekitarnya. Keadaan ini ditemukan pada radang sarung tendon,
bursa atau sinovia. artropati hipertrofik pulmoner dan alveolitis fibrotik.
2. Thimble pitting onycholysis (lisis kuku berbentuk lubang) Coarse crepitus (krepitus kasar) dapat terdengar dari jauh tanpa bantuan stetoskop dan dapat diraba sepanjang tulang. dan distrofi kuku berhubungan dengan artropati psoriatik dan
penyakit Reiter kronik.
Keadaan ini disebabkan kerusakan rawan sendi atau tulang.
3. Serpihan berdarah (splinter haemorrhages) pada vaskulitis
i. Bunyi lainnya
pembuluh darah kecil.
Ligamentous snaps merupakan suara tersendiri yang keras tanpa rasa nyeri. Keadaan ini merupakan hal yang biasa ter-
c. Lesi membrana mukosa
Keadaan ini sering tanpa gejala (pada penyakit Reiter atau dengar sekitar femur bagian atas sebagai clicking hips. artropati reaktif) atau dengan gejala Oupus eritematosus sis- Cracking merupakan bunyi yang diakibatkan tarikan pada temik, vaskulitis, Sindrom Behcet). Perlu diperhatikan adanya sendi, biasanya pada sendi jari tangan, kcadaan ini disebabkan ulkus pada oral, genital dan mukosa hidung dan telangiektasia.
terbentuknya gelembung gas intraartikuler. Cracking tidak dapat diulang selama bebcrapa menit scbelum gas tersebut habis di-
d. Gangguan mata
scrap.
Gangguan mata meliputi :
1) Episkleritis dan skleritis pada artritis reumatoid, vaskulitis mukaan - yang tidak teratur (irregular), suara ini ditemukan dan polikondritis.
Cloncking merupakan suara yang ditimbulkan oleh per-
8 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
2. Iritis pada spondilitis ankilosis dan penyakit Reiter kronik.
13) Artroskopi, terutama di lutut, dapat melihat penyakit intra-
2) Iridosiklitis pada artritis juvenil kronik jenis pauciartikuler. artikuler, sekaligus dapat dilakukan biopsi.
3) Konjungtivitis pada penyakit Reiter akut dan sindrom sika.
14) Analisis cairan sendi sebagai pembantu diagnostik; dapat dibagi dalam 3 kelompok.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PROSEDUR
a) Nilai diagnostik yang pasti :
DIAGNOSTIK
1. Pewarnaan Gram dan kultur bakteriologik memastikan Dalam tabel 3 dapat dilihat pemeriksaan yang perlu di- septik artritis. lakukan pada penderita dengan gejala rematik generalisata.
2. Kristal : menentukan pseudogout dan gout.
b) Nilai diagnostik kurang pasti : yaitu pemeriksaan jumlah dan Tabel 3. Pemeriksaan laboratorium dan prosedur diagnostik pada jenis dari sel, yang dapat membedakan antara keadaan normal-
penyakit muskuloskeletal
inflamasi-septik, tetapi belum dapat menentukan jenis penyakit.
A. Selalu atau hampir selalu dikerjakan
c) Nilai diagnostik masih dipertanyakan seperti viskositas,
1. Pemeriksaan Darah Tepi lengkap.
test bekuan musin, kadar glukosa, faktor reumatoid dan
2. Endap Darah.
kompleks imun dalam cairan sendi.
3. Kalsium, Fosfor, Fosfatase Alkali serum 4.
15) Biopsi sinovia dapat mendiagnosis tumor, keadaan seperti
Aram urat dan kreatinin serum 5. Protein return atau elektroforesis protein.
tumor (sinovitis vilonodular), tuberkulosis dan jamur.
6. Foto sinar X Langan atau sendi lain, sesuai gambaran klinik.
16) Biopsi tulang dapat mendiagnosis stadium awal penyakit
B. Dikerjakan bits diperlukan
metabolik tulang. Selain itu pada orang usia lanjut dengan nyeri
1. Faktor reumatoid
tulang generalisata dengan/tanpa kompresi fraktur vertebra,
2. ANA 3. Triiodotironin (T3) dan Tiroksin (T4)
biopsi tulang dapat membedakan antara osteoporosis, osteoma-
4. Analisis cairan sendi
lasia dan hiperparatiroid.
5. Prosedur diagnostik lainnya, seperti artrogram.
KESIMPULAN
Beberapa hal yang perlu diperhatikan : Dengan mengkombinasikan antara umur, jenis kelamin,
1) Laju endap darah meningkat dengan bertambahnya usia, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium dan peme- sehingga nilai sekitar 40–50 mm/jam masih dapat ditemukan riksaan penunjang maka kita dapat mempersempit diagnosis. pada orang usia lanjutyang masih sehat.
Pemeriksaan penunjang yang berlebihan tidak diperlukan
2) Kadar fosfatase asam perlu diperiksa pada penderita pria apabila dari riwayat penyakit, pemeriksaan penunjang dan pe- dengan keluhan nyeri pinggang (metastasis karsinoma prostat).
meriksaan laboratorium yang ditentukan sudah dapat dibuat
3) Kadar Ca, P dan Fosfatase Alkali untuk membedakan diagnosis. hiperparatiroid dengan artritis generalisata.
Dengan diagnosis yang tepat kita dapat merencanakan
4) Elektroforesisprotein untukmembedakandengan mieloma pengelolaan pasien dengan lebih baik. multipel.
5) Kadar asam urat serum untuk mencari kemungkinan penya-
kit gout, sedangkan kreatinin untuk menilai fungsi ginjal.
6) Kadar T3 dan T4 untuk mencari kemungkinan kelainan
tiroid.
7) ANA diperiksa pada penderita dengan artritis generalisata
yang menyerang sendi kecil disertai nram kulit, gangguan
hematologik dan ginjal. KEPUSTAKAAN
8) Pada pemeriksaan Faktor Reumatoid penderita AR perlu
1. Bossingham D, Dun N. Examination and treatment in rheumatic disease.
diingat bahwa frekuensi RF (+) meningkat pula dengan ber-
Medicine International 1985; 8: 933.
tambahnya usia.
2. Calkins E, Papademetriou T et al. Muskuloskeletal diseases in the elderly.
9) Foto sinar X dapat membedakan kelainan sistemik atau
In: The practice of the geriatrics. Calkins E et al. (eds.). Philadelphia,
lokal. Untuk mencegah pemeriksaan yang berlebihan, usaha-
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo, Hongkong: WB. Saunders Co. 1989. p. 386. kan/pilihlah sendi yang paling perlu dilakukan pemeriksaan 3. Doherty M, Bax DE. Principle of the examination of a patient with rheumatic
tersebut.
disease. Medicine International 1990; 3: 3085.
10) CT Scan terutama untuk kelainan di vertebra seperti 4. Mc. Carty DJ. Differential diagnosis of arthritis; Analysis of signs and fraktur, kelainan diskus, spinal stenosis dan sebagainya.
symptoms. In: Arthritis and Allied Conditions. McCarty DJ et al (eds.). Tenth ed. Philadelphia: Lea & Febiger 1985, p. 40.
11) Scanning tulang (Bone Scan) dengan Technetium dikerja- 5. Michet CJ, Hunder GG. Examination of the joints. In: Textbook of Rheuma- kan bila ada kecurigaan keganasan tulang primer atau metastasis.
tology. Kelley WN et al. (eds.). Third ed. Philadelphia, London, Toronto,
12) Artrografi, terutama pada lutut, dapat menentukan adanya
Montreal, Sydney, Tokyo: WB. Saunders Co. 1989, p. 425. robekan meniskus, nodul sinovia dan kista poplitea. Pada bahu 6. Schumacher HR. Evaluation of the patient with symptoms of rheumatic
disease. In: Primer of the Rheumatic Disease. Schumacher HR et al. (eds.).
dapat menentukan robekan rotator cuff.
Ninth ed. Atlanta GA: Arthritis Foundation. 1988, p. 51.
Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 9
K rit e ria Dia gnost ik Pe nya k it Re um a t ik
Cecilia R Padang, A R Nasution, Harry Isbagio
Subbagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ R.S. Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN
percobaan pengobatan.
Dalam menegakkan diagnosis penyakit Reumatik sering di- Kriteria yang ideal mutlak sensitif dan mutlak spesifik. temui kesulitan karena tidak adanya panduan yang jclas. Untuk Mutlak sensitif yaitu : semua penderita yang mempunyai ke- itu para pakar mencoba menyusun bcbcrapa kriteria untuk lainan ditemukan pemeriksaan fisik dan test laboratorium yang menyeragamkan diagnosis penyakit Reumatik dari berbagai sama. Mutlak spesifik yaitu : kelainan yang ditemukan dan test pusat.
yang positif tidak pernah ditemukan pada penyakit lain. Biasa- Pengertian kriteria sangat bervariasi. Beberapa istilah yang
nya, makin sensitif suatu pcnemuan, makin kurang spesifisi- digunakan adalah diagnostic criteria, criteria for guidance in tasnya dan sebaliknya. Pada kritcria yang tclah ditcgakkan, the diagnosis, dan preliminary criteria for the classification. dilakukan seleksi atas kemungkinan kombinasi antara sensitivi- Sesungguhnya kriteria dibuat agar dapat digunakan sebagai tas dan spesifisitas. Diharapkan kriteria dapat dipakai untuk penuntun dalam mengklasifikasi gejala penyakit untuk me- menambah ilmu pengetahuan dan berguna untuk klasifikasi mastikan diagnosis dan juga berperan dalam penemuan klinik penyakit serta sebagai konsep pada perubahan patofisiologi. tidak hanya untuk mendiagnosis penyakit secara individu. Yang
Di bawah ini dikemukakan beberapa kriteria diagnostik hams diperhatikan adalah ketentuan-ketentuan dari berbagai yang disusun olch American Rheumatism Association (ARA) kriteria berdasarkan teknik analisis yang memerlukan sejumlah yang telah direvisi sesuai dengan perkembangan ilmu kedokter- variabel untuk mendapatkan suatu perbe0daan kelompok yang an. baik. Jadi tidak hanya untuk menegakkan diagnosis penderita tanpa memperhatikan jumlah informasi yang diperlukan.
KRITERIA DIAGNOSTIK DAN KLASIFIKASI ARTRI- Kriteria yang tercantum di bawah ini telah dikembangkan TIS REUMATOID
sesuai dengan beberapa tujuan. Satu kelainan/pcnyakit mem- punyai kriteria untuk :
A. Kriteria Diagnostik (1958)
1. Klasifikasi sekelompok penderita (misalnya dari survai 1) Kaku pagi hari populasi, seleksi untuk studi pengobatan, atau analisis hasil 2) Nyeri pada pergerakan atau nyeri tekan paling sedikit pada
perbandingan penderita antar institusi). satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
2. Diagnosis penderita secara individu. 3) Pembengkakan yang disebabkan karena penebalan jaringan
3. Perkiraan frekuensi penyakit dan/atau beratnya penyakit lunak atau cairan (bukan pembesaran tulang) paling sedikit pada (survai epidemiologi) termasuk remisi.
satu sendi yang diamati oleh pemeriksa.
4. Alat bantu dalam menentukan prognosis. 4) Pembengkakan pada paling sedikit satu sendi lain yang Kriteria yang dibuat bersifat empirik dan tidak bertujuan diamati oleh pemeriksa dan masa bebas gejala dari kedua sendi untuk memasukkan atau menyingkirkan suatu diagnosis yang yang terkena tidak lebih dari tiga bulan. sesuai pada penderita tertentu. Kriteria ini sangat berarti untuk 5) Pembcngkakan sendi yang simetris (diamati oleh peme- menentukan standard dalam membandingkan kelompok pen- riksa) dan terkenanya sendi yang sama pada kedua sisi yang derita dari pusat yang berbeda termasuk penemuan klinik dan timbulnya bersamaan. Bila yang terkena sendi proximal inter-
10 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 10 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
5) Yang tidak termasuk RA
falangeal tidak termasuk dalam kriteria.
1. Butterfly rash yang khas pada Lupus Eritematosus Sistemik.
6) Nodul subkutan (diamati oleh pemeriksa) pada tonjolan- 2. Konsentrasi LE sel tinggi atau jelas mendcrita SLE. tonjolan tulang, permukaan extensor atau pada daerah juxta- 3. Periartritis Nodosa yang jclas pada pemcriksaan terdapat
artikuler.
nekrosis arterial.
7) Pemeriksaan radiologi menunjukkan perubahan khas dari 4. Kelemahan atau bengkak yang menetap pada leher, tubuh, artritis reumatoid. Harus didapati dekalsifikasi pada atau dekat dan otot-otot faring (polimiositis atau dermatomiositis). dengan sendi yang terkena, tidak hanya perubahan degenerasi. 5. Skleroderma yang jelas (sklerosis sistemik) tidak hanya Perubahan-perubahan degenerasi tidak menyingkirkan adanya terbatas pada jari jari. artritis reumatoid.
6. Gambaran klinis khas dcmam reumatik disertai arlritis
8) Test aglutinasi faktor reumatoid positif.
migrasi dan adanya endokarditis.
9) Bekuan mucin yang buruk pada cairan sinovia (dengan 7. Gambaran klinis khas artritis gout, bersifat akut, nycri dan gumpalan seperti awan). Adanya inflamasi cairan sinovia di- bengkak pada satu sendi atau lebih tcrutama bila membaik sertai dengan 2000 sel darah putih/mm3 atau lebih tanpa dengan kolkhisin. kristal, dapat dimasukkan dalam kriteria ini.
8. Toil gout.
10) Perubahan histologi yang khas pada sinovia dengan tiga 9. Gambaran klinis khas artritis infektif yang disebabkan olch atau lebih tanda berikut ini: sedikit hipertrofi villus, proliferasi bakteri atau virus disertai dcmam, menggigil dan artritis akut sel permukaan sinovial, sering disertai palisading, sedikit
yang biasanya berpindah-pindah (pada stadium awal). infiltrasi sel inflamasi kronik (limfosit atau sel plasma) dengan 10. Pemeriksaan baktcriologik dan histologik ditemukan tu- kecenderungan terbentuknya lymphoid nodules; terlepasnya
berkulosis pada satu sendi.
fibrin pada permukaan atau interstitial; nekrosis sentral.
11. Gambaran klinis khas Sindrom Reiter discrtai dengan
11) Perubahan histologi yang khas pada nodul menunjukkan uretritis, konjungtivitis, dan artritis akut yang pada mulanya fokus granulomatous dengan nekrosis scntral, dikelilingi olch berpindah-pindah. suatu palisade yang terdiri dari proliferasi mononuklear, 12. Gambaran klinis khas shoulder hand syndrome (reflex fibrosis perifer dan infiltrasi sel inflamasi kronis.
sympathetic dystrophy syndrome). Bahu dan tangan yang ter- kena unilateral, disertai pembengkakan difus pada tangan yang
B. Klasifikasi Artritis Reumatoid
diikuti dengan atrofi dan kontraktur.
13. Gambaran klinik khas hypertrophir, ostcoarthropathy di- Harus terdapat 7 dari kriteria tersebut di atas.
1) Reumatoid Klasik
sertai clubbing jari atau hipertrofi periostitis sepanjang tulang- Kriteria 1 sampai 5 tanda dan gejala sendi harus ber- tulang panjang, terutama jika terdapat lesi intrapulmonal atau langsung terus menerus paling sedikit selama 6 minggu. Jika gangguan lain yang berhubungan. ditemukan salah satu tanda dari daftar yang tidak termasuk 14. Gambaran klinik khas neuroarthropati (misal: Charcot artritis reumatoid, maka penderita tidak dapat digolongkan joint) discrtai kondensasi dan destruksi tulang termasuk sendi dalam kelompok ini.
dan didapati gangguan neurologik yang sesuai.
15. Asam homogentisik dalam urine (alkaptonuria), terdeteksi Harus terdapat 5 dari kriteria di atas.
2) Reumatoid Definit
jelas dengan alkalinisasi.
Kriteria 1 sampai 5 tanda (Jan gejala sendi harus ber- 16. Gambaran histologik sarkoid atau test Kveim positif. langsung terus menerus paling sedikit 6 minggu.
17. Mieloma multipel, dibuktikan dengan peningkatan plasma
3) Probable Rheumatoid Arthritis sel dalam sumsum tulang atau dengan protein Bence Jones Kemungkinan artritis reumatoid
dalam urine.
Hams terdapat 3 dari kriteria di atas. Paling sedikit satu dari 18. Gambaran kulit khas eritema nodosum. kriteria 1 sampai 5 tanda atau gejala sendi harus bcrlangsung 19. Leukemia atau limfoma dengan sel yang khas dalam darah,
terus menerus paling sedikit 6 minggu.
sumsum tulang, atau jaringan.
4) Possible Rheumatoid Arthritis
20. Agammaglobulinemia.
Diduga artritis reumatoid Harus terdapat 2 dari kriteria berikut ini, dan lamanya gejala
sendi paling sedikit 3 bulan.
KRITERIA DIAGNOSTIK ARTRITIS REUMATOID
1. Kaku pagi hari
MENURUT "AMERICAN RHEUMATISM ASSOCIA-
2. Nyeri tekan atau nyeri gerak (diamati oleh pcmeriksa) TION" (REVISED, 1987)
dengan riwayat rekurensi atau menetap selama 3 minggu. Untuk mcnegakkan diagnosis Artritis Reumatoid harus
3. Riwayat atau didapati adanya pembengkakan sendi.
didapati 4 atau lebih kriteria berikut ini :
4. Nodul subkutan (diamati oleh pcmeriksa).
1) Kaku pagi hari selama paling sedikit I jam dan sudah
5. Peningkatan Laju Endap Darah atau C-Reaktif Protein.
bcrlangsung paling sedikit 6 minggu.
6. Iritis (diragukan sebagai kriteria l.oxuali pada Juvenile 2) Pembengkakan pada 3 sendi atau lebih selama paling sedikit
Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992 11
6 minggu.
B. JRA onset pausiartikuler : Subtipe ini adalah JRA dengan
3) Pembengkakan pergelangan tangan, sendi metakarpofa- artritis pada 4 sendi atau kurang selama 6 bulan pertama sakit. lang, atau interfalang proksimal selama 6 minggu atau lebih.
Penderita dengan systemic onset JRA tidak termasuk dalam
4) Pembengkakan sendi yang simetris.
subtipe ini.
C. Poliartikuler JRA : Subtipe ini adalah JRA disertai artritis khas artritis reumatoid; harus didapati erosi atau dekalsifikasi pada 5 sendi atau lebih selama 6 bulan pertama sakit. Penderita tulang yang nyata.
5) Pemeriksaan radiologi tangan menunjukkan perubahan
dengan systemic onset JRA tidak termasuk dalam subtipe ini.
6) Nodul reumatoid.
D. Yang termasuk dalam onset subtipe :
7) Serum faktor Reumatoid positif.
1) Systemic onset (SO)
a. poliartritis
KRITERIA REMISI PADA ARTRITIS REUMATOID
b. oligoartritis
2) Oligoartritis (00) (pausiartikuler onset) hams berlangsung paling sedikit 2 bulan.
Lima atau lebih dari syarat di bawah ini hams dipenuhi dan
a. anti.-nuklear antibodi (ANA) positif, uveitis kronik.
1) Lamanya kaku pagi hari tidak lebih dari 15 menit.
b. faktor reumatoid positif.
2) Tidak ada kelelahan.
c. HLA B-27 positif.
3) Menumt riwayat tidak ada nyeri sendi.
d. tidak termasuk klasifikasi lain.
4) Tidak ada nyeri tekan atau nyeri gerak.
3) Poliartritis (PO)
5) Tidal( ada pembengkakan jaringan lunak pada sendi atau a. faktor reumatoid positif.
sarung tendon.
b. tidak termasuk klasifikasi lain.
6) Laju Endap Darah (Westergreen) kurang dari 30 mm/jam untuk wanita atau 20 mm/jam untuk pria. Kriteria ini dapat digunakan baik untuk remisi spontan atau
Tidak termasuk (Exclusion)
remisi karena obat. Kriteria ini digunakan pada penderita yang
A. Penyakit rematik lain telah memenuhi kriteria ARA dan termasuk dalam Artritis 1. Demam Rematik
Reumatoid definit atau klasik.
2. Lupus Eritematosus Sistemik
3. Spondilitis Ankilosis KRITERIA DIAGNOSTIK "JUVENILE RHEUMATOID 4. Polimiositis dan dermatomiositis
ARTHRITIS" (JRA)
5. Sindrom Vaskulitik
6. Sklerodcrma
Pandangan Umum
7. Team pcnyusun kriteria JRA pada tahun 1982 memper- Artritis Psoriatik
8. Sindrom Reiter
baharui (revisi) kriteria tahun 1977 dan menetapkan bahwa
9. Sindrom Sjogren Juvelile Rheumatoid Arthritis adalah nama yang digunakan 10. Mixed Connective Tissue Diseases (MCTD)
untuk bentuk utama dari artritis kronis pada anak-anak dan
11. dibagi atas 3 onset subtipe yaitu: sistemik, poliartikuler, dan Sindrom Behcet
B. Artritis Infeksi
pausiartikuler. Onset subtipe dibagi lagi menjadi beberapa ke- lompok.
C. Inflamasi gastrointestinal (inflammatory bowel disease)
D. Penyakit neoplasma termasuk leukemik
E. Kelainan non-rematik pada tulang dan sendi
Kriteria Umum untuk Diagnosis JRA
F. Penyakit hematologi
A. Artritis pada satu sendi atau lebih yang menetap paling sedikit 6 mineeu.
G. Artralgia psikogenik
H. Lain-lain :
B. Tidal( ditemukan pcnyebab artritis lain.
1. Sarkoidosis
Onset subtipe JRA
2. Hypertrophic osteoarthropathy Onset subtipe ditentukan oleh manifestasi penyakit selama 3. Sinovitis Vilonodulcr
6 bulan dan tetap merupakan klasifikasi utama walaupun 4. Hepatitis kronik aktif manifestasi-manifestasi yang mirip dengan subtipe lain dapat 5. Familial Mediterranean Fever
timbul kemudian.
A. JRA onset sistemik : subtipe ini adalah JRA yang disertai dengan demam intermiten yang menetap (suhu intermiten sepanjang hari dapat mcncapai 103°F atnu lebih), disertai atau Terminologi lain tidak disertai adanya ruam reumatoid atau gangguan organ lain.
Arthritis Kronik Juvenil (JCA) dan Artritis Juvenil (JA) Jika ditemukan adanya demam dan ruam yang khas tanpa artritis
adalah istilah diagnosis baru yang digunakan untuk artritis pada dapat dipikirkan kemungkinan JRA onset sistemik (probable
masa kanak-kanak. Diagnosis JCA dan JA tidak sama satu systemic onset JRA). Sebclum diagnosis pasti ditegakkan, harus
dengan yang lain, demikian juga dengan JRA lama atau penyakit ditemukan adanya artritis.
Still.
12 Cermin Dunia Kedokteran No. 78, 1992
KRITERIA JONES SEBAGAI PENUNTUN DIAGNOSIS a) Anemia hemolitik dengan retikulositosis
DEMAM REUMATIK (REVISED)
atau
b) Leukopenia kurang dari 4000/mm3 total pada 2 atau lebih KRITERIA MAJOR KRITERIA MINOR
pemeriksaan
1. Karditis 1. Demam
c) Limfopenia kurang dari 1500/mm3 pada 2 atau lebih
3. Chorea 3. Pernah menderita demam
pemeriksaan
rematik atau penyakit jan-
atau
tung rematik
d) Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3 pada 2 atau
4. Eritema marginatum 4. LED meningkat atau CRP lebih pemeriksaan.
positif
10) Gangguan Imunologis
5. Nodul subkutan
5. PR interval memanjang
a) LE sel positif atau Dalam menegakkan diagnosis demam rematik harus b) Anti-DNA: abnormal
ditemukan 2 kriteria major atau 1 kriteria major ditambah 2
atau kriteria minor, yang masing-masing disokong oleh meningkat- c) Anti-Sm: terdapat antibodi terhadap Sm nuklear antigen
nya kadar ASTO. Pada anamnesis biasanya ada riwayat sakit
atau
tenggorokan berulang.
d) false positive terhadap test scrologi syphilis selama 6 bulan dan dikonfirmasi dengan Triponema pallidum Immobilization
KRITERIA UNTUK KLASIFIKASI SLE (REVISED)
atau Fluorescent treponemal antibody absorption test.
1) Malar rash, berupa eritema yang jelas, datar atau
11) Antibodi Anti Nuklear
menonjol, pada eminentia malar, cenderung menyebar ke Titer abnormal pada pemeriksaan sewaktu dengan immu- lipatan nasolabial.
nofluoresens atau metode yang secara dan pada saat pemeriksaan
2) Discoid rash, bercak-bercak eritema yang menonjol tidak mendapat pengobatan dengan ohat yang menginduksi dengan sisik keratotik yang berlapis, dan sumbatan folikel. terjadinya sindrom lupus. Parut atrofi dapat terjadi pada lesi lama.
Klasifikasi berdasarkan 11 kriteria. Dalam studi klinik,
3) Fotosensitivitas, adanya ruam kulit akibat reaksi terhadap untuk menegakkan diagnosis SLE harus didapati 4 atau lebih sinar matahari yang dilihat oleh pemeriksa atau berdasarkan dari 11 kriteria di atas yang timbulnya berurutan atau serentak anamnesa.
selama periode observasi.
4) Ulkus Oral, ulkus yang terdapat di oral atau nasofaring, biasanya tidak terlalu sakit dan terlihat oleh pemeriksa.
5) Artritis, artritis tanpa erosi mengenai 2 atau lebih sendi
KALENDER PERISTIWA
perifer, ditandai dengan adanya nyeri tekan, bengkak atau ada- nya cairan dalam sendi.
6) Serositis
a) June 28 – July 1, 1992 Pleuritis; jelas dalam anamnesis adanya riwayat nyeri pleuritik atau ronkhi yang terdengar oleh pemeriksa atau adanya
5th Asean Otorhinolaryngological Head and
efusi pleura
Neck Congress
atau
Jakarta, INDONESIA
b) Perikarditis berdasarkan pemeriksaan EKG atau rub atau Secr.: Damayanti Soetjipto MD adanya pericardial effusion.
Rumah Sakit THT PERHATI Jl. Proklamasi 42c
7) Gangguan ginjal
a) Proteinuria yang menetap lebih dari 0,5 gram/hari atau Jakarta 10320, INDONESIA
lebih dari 3+ pada pemeriksaan kwalitatif atau
December 7–9, 1992