SUDAHKAH ANDA MENENTUKAN MIMPI ANDA

SUDAHKAH ANDA MENENTUKAN MIMPI ANDA ?
Aku seorang wanita berusia 18 tahun, orang lain biasa memanggilku Riani
lebih lengkapnya adalah Riani Putri, lahir di sebuah kota kecil yang masih hijau
dan amat bersih sering mendapat penghargaan adipura setiap tahunnya, kota
dengan kepanjangan “metu banyune” atau “watu tiban” sehingga dapat disingkat
Tuban , kota yang belum terlalu maju belum ada kantor bertingkat, mall yang
menjulang tinggi bahkan bioskop pun tak ada hanya sisa gedungnya yang sudah
tidak teratur karena kurangnya dana operasional saat itu namun disinilah aku
tumbuh dan berkembang, mungkin anak-anak kota besar yang tinggal di kota
kecil seperti Tuban, Jawa Timur ini sangatlah menjenuhkan bagi mereka tapi
berbeda dengan aku, bagiku kotaku ini sangat mempesona dan akan menjadi saksi
atas kisahku selama ini. Kota yang mengiringi rahasia Tuhan yang harus aku
pecahkan.
Aku terlahir menjadi anak ke dua dari keluarga brokenhome isitilahnya
adalah orang tuaku sudah bercerai dimana aku belum mampu menapakkan kakiku
di bumi ini sekitar umur 7 bulan. Saat itu kebenaran ayah kandungku terungkap
kala itu usiaku masih 8 tahun wajah sendu ibukku dengan menahan air matanya
menjelaskan tentang hal itu bahwa ayah kandungku telah meninggalkan aku entah
kemana dan dengan sebab apa aku pun tak mengerti hingga saat ini. Aku terlihat
tegar didepannya , kakakku yang saat itu duduk disampingku memelukku erat
barulah aku menangis sekencang-kencangnya dalam hatiku berteriak “ bapak

mengapa kau sekejam ini padaku, aku membencimu” iya kalimat itu yang muncul
saat aku merindukan sosok seorang ayah. Lalu siapakah sosok pria dewasa yang
selalu pulang sore hari hingga larut malam dengan keringat yang selalu
membasahi keningnya itu? Jawabannya adalah itu ayah tiriku yang sering ku
panggil dengan sebutan “bapak”. Memang saat aku kecil sudah sering melihat
sosoknya, sosoknya yang tegap berbadan tambun dan berkulit hitam seolah
menunjukkan betapa seringnya tersengat matahari diluar sana. Kita memang satu
atap satu rumah dan satu keluarga tapi kedekatanku dengan ayah tiriku ini
memang jauh, tak ada pelukkan tak ada kecupan dikening tapi aku sangat
menghormatinya karena beliau menunjukkan kasih sayangnya dengan bekerja

keras tanpa lelah sama seerti ibukku yang mau membanting tulang untuk keluarga
kami. Aku anggap ayahku ini adalah bapak kandungku sendiri dia mengalahkan
posisi ayah kandungku sendiri yang tidak bertanggung jawab atas diriku dan
kakakku.
Status perekonomianku hanyalah dibawah rata-rata maklumlah ayahku
lulusan SMA yang hanya bisa berprofesi sebagai supir saat itu , dan ibukku
hanyalah lulusan SMP, walaupun dikelilingi rumah-rumah bertingkat nan mewah
namun kami masih mensyukuri rumah kami yang hanya dilapisi kayu jati dan
beralasan tegel tapi kami merasa nyaman dipusat kota Bumi Wali ini. Berbeda

dengan yang lain kedua orangtuaku lebih mengutamakan pendidikan anakanaknya dari pada membantu mereka bekerja. Mereka menginginkan aku dan
kakakku melebihi mereka dalam jenjang pendidikan minimal strata 1 (S1). Sejak
kecil aku berhasil memasukki sekolah yang terbilang favorit di kotaku, walaupun
dulu belum ada dana operasional sekolah dari pemerintah , dan sekolahku
tergolong membutuhkan biaya besar dalam mempertahankan kualitasnya,
orangtuaku tetap menyekolahkanku disana. Waktu SD yang saat itu aku
menyadari betapa teman-temanku sangatlah mampu dalam status perekonomian,
disaat SD itu pula aku menyadari bahwa aku selalu dikelilingi teman-teman yang
berada dan itu membuatku sangat merasa terkucilkan namun itu hanya berlaku
saat itu saja, aku sudah mulai terbiasa dengan status tidak mampuku dibanding
yang teman-teman lain seperti di SMPN 3 yang juga favorit banyak yang
menyudutkanku namun aku hanya bisa membalas dengan prestasiku di sekolah
yang selalu duduk di rangkin satu.
Adanya prestasi yang aku ukir itu banyak teman-teman dari kalangan
bawah sampai atas ingin menjadi temanku, karena aku juga salah satu orang yang
mudah bergaul. Saat itulah aku tak merasa minder lagi jika teman-temanku yang
kaya raya itu mampir ke gubuk sederhana milik orang tuaku. Aku percaya bahwa
teman sejati tak pernah melihat seberapa mampunya aku, jika aku baik pada
mereka maka mereka juga baik padaku, hingga aku merasa bahwa aku harus tetap
berprestasi dan berbudi baik agar tak kehilangan teman-temanku sebagai sumber


inspirasiku, aku yakin jika aku memiliki banyak teman maka akan mudah bagiku
untuk menjalani masa depan.
Terkadang mereka berpikir bahwa aku anak yang sangat bahagia, tumbuh
dengan wajah cantik ,pintar dan selalu ceria mereka selalu mengatakan itu padahal
sebenarnya mereka tidak tahu kehidupan yang aku jalani. Hingga waktu tes masuk
SMA tiba aku dengan tekad bulat memilih SMA yang paling diminati oleh siswa
di Tuban bahkan luar kota Tuban. SMAN 1 TUBAN adalah sekolah yang sudah
terkenal di banyak kota dengan segudang prestasi yang diperoleh siswanya dan
dibangun oleh guru-guru profesional dibidangnya, dan disitulah aku harus
memasuki gerbangnya dan duduk di salah satu kursi kelasnya. Sekolah ini tidak
menerima hasil danem sebagai syarat lulusnya , tapi dengan cara tes tulis. Hingga
tiba waktunya ujian tulis, aku hanya fokus dengan lembaran-lembaran soalku ,
aku mengerjakannya semampuku dengan selalu ingat dan memanjatkan doa
untuk-Nya dan saat pengumuman tiba namaku berhasil mencetak kata LULUS di
dinding sekolah tersebut. Aku sangat bersyukur atas karuniaNya.
Namun dibalik kebahagiaanku ini terselip berita yang tidak mengenakkan,
bapak terpaksa berhenti dari pekerjaannya sebagai pengemudi bus karena
beritanya kepala keuangan kantor tersebut melakukan korupsi, alhasil bapak tidak
merelakan hasil keringatnya dinikmati orang lain, bukan hanya bapak tapi kawankawannya pun banyak yang mengundurkan diri. Malam itu terasa sunyi dan

dingin sama seperti perasaan bapak dan ibu waktu itu, kali ini bukan hanya
mengeluh mengenai apa yang dimakan besok tapi bagaimana menyekolahkan
diriku padahal SMAku terkenal berkualitas baik dan biayanya tinggi. Aku benarbenar belum mengerti kenapa kehidupan tak berpihak padaku dan dengan
keegoisanku aku tak mau melanjutkan sekolah jika harus dipindahkan sekolah
selain SMA 1, waktu itu aku tak mau memperdulikan kondisi mereka. Ibu hanya
menangis dan meminta maaf jika tidak mampu memberikan apa yang aku mau.
Allah memiliki rencana lain, bapak mendapatkan kesempatan bekerja kembali
dengan profesi yang sama namun yang berbeda adalah lokasi beliau ditempatkan
yaitu di Kalimantan sungguh jauh dari kota kecilku ini yang harus melewati
samudera luas karena memang berbeda pulau. Diterimanya bapak bekerja, aku

pun mulai memasukki bangku SMA. Aku masih bersyukur dapat bersekolah
kembali dan saat itu aku bertekad untuk belajar sungguh-sungguh dan membuat
bangga orangtua.
Sekitar tiga bulan bapak bekerja di Kalimantan sendirian belum
didampingi oleh ibu, kesehatan bapak mulai melemah karena belum beradaptasi
dengan alam dan ibu mulai khawatir dengan kondisi bapak dan berniat menyusul
ke tempat berbeda pulau tersebut. Namun mengurungkan niatnya karena melihat
anak-anaknya masih membutuhkan ibunya, termasuk aku yang sangat manja pada
ibu. Siang itu begitu terik, tidak biasanya aku disuruh pulang cepat oleh ibu

padahal belum jam pulang aku mulai berprasangka tak enak. Tiba dirumah, ada
seorang pria duduk di ruang tamu kecil kami memiliki berbadan sedang dengan
usia yang sudah matang sekitar 45th namun masih muda dari pada bapak yang
sedang bekerja di Kalimantan sana. Ibu menyambutku dan menyuruhku untuk
berganti baju namun sebelumnya aku mencium tanganya dan mencium tangan
tamu yang ada di ruang tamu tersebut begitulah tradisi kami jika ada yang
bertamu. Saat di kamar akan mengganti baju, duduk kakakku dan mengucapkan
dua kata “dia ayahmu” sontak aku kaget dan heran apa maksudnya. Dalam
benakku jadi selama 16 tahun ini barulah aku melihat ayah kandungku, hatiku
hanya ada kebencian dan menggerutu dalam hati kemana saja kau selama ini?
Dimana saat aku butuh pelukan dan kekuatan dari seorang ayah? Mana tanggung
jawabmu untuk memenuhi kebutuhan hidupku selama ini? Tahukan bagaimana
ibukku berjuang membesarkan aku dan kakakku dengan peluh dan air mata?
Aku duduk diruang tamu tepat di depannya tapi sama sekali aku tak
melihat ke arahnya, tapi aku tahu sekali dia melihatku dalam-dalam dan matanya
berkaca-kaca , sama sekali tak menyentuh bagiku hanya beberapa saat, aku lalu
bersiap untuk kembali ke sekolah untuk mengerjakan tugas bersama aku hanya
pamitan dengan ibu, ibu mengerti dengan sikapku yang sangat egois dengan ayah
kandungku sendiri. Saat aku berpamitan dengannya iya ayahku kandung aku
hanya berkata “aku sudah bahagia dengan kedua orangtuaku yang begitu

sempurna” aku pergi dan dia hanya mendengarkan hingga detik ini pun aku tak

melihatnya lagi mungkin dia telah mempunyai keluarga sendiri dan itu tidak
penting bagiku.
Tak ada duka jika ayah kandungku pergi karena itu sudah hal yang biasa,
hanya saat aku merasa sedih diusiaku 17 tahun orangtuaku tak ada disampingku
karena kala itu kedua orangtuaku di Kalimantan, Ibu berangakat ke pulau yang
paling luas di Indonesia itu karena bapak sakit. Betapa sedihnya saat usia yang
sering dirayakan itu orangtuaku tak merayakan bersama keluarga. Namun, temantemanku memberikan kebahagiaan untukku waktu itu. Waktu berputar sangat
cepat tak ku sangka aku telah duduk di bangku kelas 3 SMA dan harus
menentukan masuk ke perguruan tinggi. Berbeda dengan teman-temanku, mereka
merasa was-was memilih perguruan tinggi yang baik sedangkan aku bagaimana
ke perguruan tinggi? biaya saja tidak ada. Jika aku tak memasukki perguruan
tinggi bagaimana dengan masa depanku. Siapa yang akan mengubah nasib
keluargaku kalau tidak aku? Hanya itu yang aku pikirkan terutama mengenai
biaya. Penghasilan orangtuaku jika diakumalasikan untukku hanya cukup untuk
biaya makan setiap hari dikota lain, sedangkan bagaimana untuk biaya per
semester? Bagaimana juga dengan buku-bukunya ? sudahlah mungkin aku harus
kuliah di kotaku saja yang masih murah dan dekat rumah meskipun swasta,
batinku.

Anugrah Tuhan Yang Maha Esa datang dengan tepat dan tak pernah
ingkar, aku mendapat info dari pihak sekolah bahwa ada beasiswa untuk siswa
kurang mampu dan berprestasi disebut Bidikmisi yang maknanya adalah misi dari
pemerintah untuk membidik siswa yang kurang mampu dan berprestasi
melanjutkan ke perguruan tinggi negeri secara gratis bahkan diberikan uang saku
yang bagiku sudah besar. Tanpa aku pikir panjang aku mendaftarkan diri ke pihak
BK disekolahku. Adanya berita itu aku kabari ke ibu via telpon betapa bahagianya
ibu dan bapakku mendengarkan berita adanya Bidikmisi tersebut, mereka sangat
bersyukur dan berharap aku dapat memiliki beasiswa tersebut. Bahkan orangtuaku
kembali untuk menemaniku di kelas 3, mereka merasa saat-saat itu aku
membutuhkan mereka untuk persiapan secara mental dan fisik bahkan support.

Aku mendengarkan intruksi dari guru BK mengenai pengisian online
Bidikmisi beserta apa saja yang harus disiapkan, setelah tiba di rumah aku
bergegas menyiapkan berkas-berkas untuk pengisian Bidikmisi dibantu oleh
ibukku kala itu. Setelah selesai mendaftar dan mengisi secara online, aku hanya
berpasrah dan berdoa semoga ini rezeki, ini nasibku yang akan membantukku
untuk meraih cita-cita tanpa dihantui biaya kuliah. Pemilihan SNMPTN juga saat
itu hampir bersamaan dengan pendaftaran Bidikimisi, sempat aku khawatir
dengan pilihanku ke perguruan tinggi negeri tersebut, aku memilih fakultas yang

sangat digemari oleh banyak siswa namun aku yakin aku bisa untuk meraih satu
kursi disana.
Namun sayangnya saat menanti pengumuman SNMPTN, bapakku jatuh
sakit, sakitnya pun butuh proses penyembuhan yang sangat lama yaitu stroke.
Betapa saat itu aku sangat sedih dan down, dimana pengharapanku terbagi
meminta kepada Tuhan untuk diangkat sakit yang diderita oleh bapakku yang
sangat aku sayang dan meminta pertolongan untuk diterima di perguruan tinggi
dengan beasiswa Bidikmisi tersebut, karena jika aku masuk perguruan tinggi
namun tidak ada beasiswa bagaimana aku bisa kuliah sedangkan kali ini bapak
benar-benar berhenti bekerja karena strokenya. Tapi dengan penuh keyakinan doa
dan motivasi dalam diri, aku yakin dapat lulus dan diterima di PTN yang telah aku
pilih. Berbulan-bulan aku menanti pengumuman SNMPTN dan membantu ibu
dengan aku merawat bapak yang sedang sakit. Ibu dan aku nemani bapak setiap
minggunya terapi di kota Bojonegoro yang membutuhkan transport dan dana
pengobatan yang tidak sedikit dan kala itu ibu juga tidak bekerja, beruntung ada
paman yang membantu keluargaku.
Menjaga dan merawat bapak harus sebaik-baiknya terutama makananya
yang harus dijaga, pernah saat aku merawat bapak, bapak menetaskan air matanya
perlahan mengucapkan “ maafkan bapak , bapak belum menjadi bapak favorit
bagi Riani tapi bapak janji akan segera kembali bekerja dan membiayai kuliahmu,

Nak” karena saat itu aku tak sanggup menyembunyikan air mataku, aku hanya
bisa menangis dan akhirnya sekian lamanya aku bisa memeluknya dengan hangat,
aku berbisik “ bapak, harus sembuh.” Hanya kata-kata itu yang mampu ku

ucapkan saat itu. Aku bisa mengambil hikmah dari sakitnya bapak, sudah sekian
lama beliau bekerja kini biar bapak istirahat dan bisa memberikan waktu untuk
kita berdua. Lambat laun bapak sudah mulai kembali normal dan bisa beraktivitas
kembali namun kaki dan tangannya belum bisa digerakkan dengan sempurna tapi
kami sekeluarga sudah sangat bahagia. Pengumuman SNMPTN pun tiba aku
melihatnya didepan laptopku bersama kakakku betapa luar biasanya aku diterima
di Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran program studi Pendidikan Dokter
tahun 2014 dengan diterima pula beasiswa BIDIKMISI , aku sujud syukur saat itu
dan mengucap syukur berkali-kali betapa Rahmat Tuhan yang begitu dahsyat
bagiku dan keluargaku, saat itu juga bapak, ibu dan kakakku menangis dan
memelukku erat betapa pemandangan yang sungguh indah dan sangat
membahagiakan dalam hidupku.
Kini aku duduk di semester 2, perjuanganku sudah dimulai. Cita-citaku
menjadi dokter didepan mata. Namun cita-cita sesungguhnya adalah menjadi
orang yang dapat bermanfaat bagi orang lain dan dapat membantu orang lain yang
membutuhkan seperti peran dari Bidikmisi itu sendiri. Adanya beasiswa Bidikmisi

membuka pintu cita-cita seseorang kelak dapat memutus mata rantai kemiskinan.
Aku akan melewati tantangan dan rintangan yang menghadang dalam hidupku
bersama Bidikimisi untuk meraih harapan, mimpi dan masa depan. Terimakasih
Bidikmisi, aku akan berjuang atas namamu.
“Kemuliaan Perguruan Tinggi bukan terletak pada banyaknya mobil
mewah yang di parkir di halaman kampusnya, namun kemuliaan kampus
ditentukan oleh seberapa banyak kampus itu memberikan kesempatan kepada
anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu”
(Menyemai KREATOR Peradaban)

Dokumen yang terkait

ANALISIS KONTRIBUSI MARGIN GUNA MENENTUKAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PRODUK DALAM KONDISI KETIDAKPASTIAN PADA PT. SUMBER YALASAMUDRA DI MUNCAR BANYUWANGI

5 269 94

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK MASUKAN DAN PAJAK KELUARAN DALAM RANGKA MENENTUKAN PAJAK KURANG ATAU LEBIH SETOR PPN

0 23 15

ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK MASUKAN DAN PAJAK KELUARAN DALAM RANGKA MENENTUKAN PAJAK KURANG ATAU LEBIH SETOR PPN

2 9 16

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 3D KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN AKUIFER AIR TANAH DI DAERAH KAMPUS FMIPA UNIVERSITAS JEMBER

0 6 16

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS UNTUK MENENTUKAN LETAK AKUMULASI REMBESAN POLUTAN SAMPAH DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) PAKUSARI, JEMBER

0 15 13

INTERPRETASI DISTRIBUSI TINGKAT KONDUKTIVITAS LAPISAN BAWAH PERMUKAAN UNTUK MENENTUKAN BIDANG GELINCIR PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE VLF (Very Low Frequency)

0 15 14

ANALISIS CORE DAN DEFLEKSI LOG UNTUK MENGETAHUI LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN MENENTUKAN CADANGAN BATUBARA DI BANKO BARAT PIT 1, SUMATERA SELATAN

15 65 128

REPUTASI UNDERWRITER DAN REPUTASI AUDITOR DALAM MENENTUKAN UNDERPRICING KETIKA INITIAL PUBLIC OFFERING (IPO) (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Go Public Tahun 2010-2012)

1 49 80

RANCANG BANGUN SISTEM UNTUK MENENTUKAN TIM YANG BERMAIN DALAM PERTANDINGAN FUTSAL MENGGUNAKAN METODE REKURSIF

0 0 6

MENENTUKAN PEMENANG KONVENSI QUALITY IMPROVEMENT CIRCLE DENGAN METODE WEIGHTED PRODUCT DAN SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING

0 1 10