RASYWAH DALAM PANDANGAN RASULULLAH: TINJAUAN KESAHIHAN DAN PEMAHAMAN HADIS
RASYWAH DALAM PANDANGAN RASULULLAH: TINJAUAN KESAHIHAN DAN PEMAHAMAN HADIS
Oleh: Yusrizal Efendi*
Abstract: Suap-menyuap bukanlah peristiwa baru di tengah masyarakat. Seiring berjalannya
waktu, fenomena kelam kehidupan sosial ini semakin meruyak dan parah. Nyaris dalam urusan apa pun, untuk mendapatkan sesuatu seakan suap sudah menjadi tuntutan zaman sehingga terjadilah penjungkir-balikan nilai dan tatanan . Mencermati dampak yang demikian masif dan berbahaya, amat pantas bilamana Islam melarang suap, bahkan Rasulullah SAW mengutuk semua pihak yang terlibat di dalamnya; bukan saja pelaku yang menerima, namun juga pemberi dan perantaranya.
Kata kunci: rasywah , laknat, jabatan, haram
PENDAHULUAN
perbuatan yang wajar, benar dan
i antara ujian yang menimpa baik. Rasywah dalam urusan apa saja
D umat Islam adalah merebaknya untuk mendapatkan sesuatu seakan suap di tengah-tengah masyarakat
sudah menjadi tuntutan zaman. dan bersedianya tangan-tangan para
Quraish Shihâb (2001: 297) pejabat menerima sesuatu yang
membahasakan bahwa masyarakat bukan haknya (Ahmad ‘Athâ`, 1999:
telah melahirkan suatu budaya yang 363). Jika fenomena ini diruntut
paradogsial. Apa yang tadinya berdasarkan pengalaman sejarah,
munkar (tidak dibenarkan) dapat menurut Muhammad Hariyadi da-
menjadi ma’ruf (dikenal dan dinilai lam republika.co.id (Kamis, 07 Maret
baik) apabila dilakukan banyak 2013), dipastikan usia suap-menyuap
orang secara berulang dan berke- (rasywah) sudah setua usia peradab-
sinambungan. Fenomena rasywah an manusia. Karena secara alamiah
tampaknya adalah munkar yang telah manusia akan menggunakan ber-
dianggap ma’ruf. Dalam hal ini, bagai kemampuan, pengaruh, pen-
hanya jiwa-jiwa yang terpelihara, dekatan, dan cara yang dimilikinya
menjaga kemuliaan, keadilan, dan untuk mendapatkan sesuatu yang
membebaskan diri dari kepentingan diinginkannya. Dalam konteks ini,
duniawi yang mampu konsisten meminjam istilah Abu
menghindari penyuapan apa pun Muhammad (1997: 261), masa yang
Bakar
bentuk dan betapa pun kecilnya. membahayakan umat manusia bu-
Mencermati kondisi demikian kan lagi akan terjadi, tetapi sudah
adalah menarik untuk ditelusuri dan lama membudaya, sehingga kemak-
ditelaah bagaimana sebenarnya siatan itu saat ini sudah dianggap
Rasulullah SAW mengkritisi feno- mena budaya negatif rasywah ter-
* Penulis adalah Lektor dalam Mata Kuliah Hadits pada STAIN Batusangkar
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
sebut. Tentu adanya kajian tentang terdiri dari: Shahîh al-Bukhârî, Shahîh masalah ini merupakan suatu ke-
Muslim, Sunan Abî Dâwud, Sunan al- niscayaan yang tidak dapat diabai-
Nasâ`î, Sunan al-Turmudzî, Sunan Ibn kan. Apalagi kehujahan Hadis seba-
Mâjah, Sunan al-Dârimî, Musnad gai sumber kedua ajaran Islam se-
Ahmad bin Hanbal dan al-Muwaththa` telah al-Qur’an, perlu ditelaah secara
Malik ibn Anas . Untuk melacak kebe- lebih mendalam agar otentisitas,
radaan riwayat-riwayat hadis ten- validitas dan pemahamannya seba-
tang rasywah, dilakukan penelusuran gai sesuatu yang benar-benar berasal
Hadis berdasarkan kosa kata terten- dari Nabi dapat dipertanggung-
tu (takhrîj al-hadîts bi al-lafzh) ataupun jawabkan. Dalam hal ini, para ulama
melalui topik tertentu (takhrîj al- sependapat bahwa hadis yang me-
hadîts bi al-mawdhû’ ) melalui buku menuhi syarat untuk diterima dan
Mu’jâm al-Mufahras li Alfâzh al-Hadîts dijadikan sebagai hujah hanyalah
al-Nabâwî (1936, I: 490, 1943, II: 262) hadis yang bernilai shahîh dan hasan
dan Miftâh Kunûz al-Sunnah (1978: saja, sedangkan hadis yang bernilai
209) yang keduanya disusun oleh dha’îf mesti ditolak (Mahmûd al-
Prof. Dr. Arnold John Weinsinck dan Thahân, [t.th]: 29). Dengan demikian,
ditulis dalam bahasa Belanda, lalu tadabbur Sunnah (Hadis) merupakan
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab perisai dari berbagai penyimpangan
oleh Prof. Dr. Muhammad Fuwad pemikiran. (al-Lahîm, [t.th.]: 60).
‘Abd al-Baqi. Di samping itu, di- upayakan pula penelusuran melalui awal matan (takhrîj al-hadîts bi awwal
TAKHRÎJ AL-HADÎTS DAN HASIL
al-lafzh ) melalui kitab al-Jâmi’i al-
IDENTIFIKASI RIWAYAT
Shaghîr Min Hadîts al-Basyîr al-Nadzîr Dalam penelitian ini, takhrîj al-
buah karya Imâm Jalâl al-Dîn ‘Abd hadîts merupakan upaya untuk
al-Rahmân al-Suyûthî (2004: 445) menunjukkan atau mengemukakan
Dari pelacakan yang dilakukan letak asal hadis pada sumber aslinya
ditemukan sebanyak 11 riwayat secara lengkap dengan sanad-nya
hadis dalam Kutub al-Tis’ah. Dalam dan menerangkan kualitas hadis
hal ini, enam riwayat hadis menye- yang bersangkutan (Mahmûd al-
butkan Rasulullah SAW mengutuk Thahân, 1991: 15). Hal ini dimaksud-
pemberi suap dan penerima suap; kan untuk mengetahui asal-usul ri-
satu riwayat di antaranya eksplisit wayat hadis yang diteliti dan se-
berkenaan dengan hukum. lima luruh riwayat hadisnya sehingga
riwayat hadis menyebutkan kutukan dapat diketahui ada atau tidak ada-
Allâh SWT terhadap pemberi suap nya syâhid dan muttâbi’ pada jalur
dan penerima suap; dua riwayat di sanad yang diteliti.
antaranya juga eksplisit berkenaan Dalam konteks ini, penelusuran
dengan hukum. Di samping itu, juga atau pencarian hadis dilakukan pada
ada satu riwayat hadis menyebutkan berbagai kitab sumber asli hadis
Rasulullah SAW mengutuk pemberi yang dinilai sebagai kitab hadis
suap dan penerima suap serta per- mu’tamad dan mu’tabarah dan me-
antara pemberian suap itu. Kese- muat secara lengkap sanad dan
luruhan hadis tersebut terdapat matan -nya, yaitu Kutub al-Tis’ah yang
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
dalam lima kitab sumber hadis
dengan rincian sebagai berikut:
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
َلﺎَﻗ : َلﺎَﻗ و ٍﺮْﻤَﻋ ِﻦْﺑ ِﷲ ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ َﺔَﻤَﻠَﺳ .ﺎَﻤُﻬَـﻨْـﻴَـﺑ ﻲ ِﺸَْﳝ يِﺬﱠﻟا ِﲏْﻌَـﻳ َﺶِﺋاﱠﺮﻟاَو َﻲ ِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو .ﻲ ِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو ﻲ ِﺷاﱠﺮﻟا ﻰَﻠَﻋ ﺚﻳﺪﺣ , KRITIK SANAD HADIS 387 .ص , 2 .ج , ﺪﲪأ ﺪﻨﺴﻣ . 9
َﺔَﻧاَﻮَﻋ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ُنﺎﱠﻔَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ Untuk melihat secara lebih jelas :
jalur sanad, nama-nama periwayat
dan metode periwayatan yang di- gunakan oleh masing-masing pe- riwayat terlebih dahulu dilakukan i’tibâr yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu
(dalam hal ini, hadis tentang
rasywah ﺚﻳﺪﺣ , ), yang pada bagian sanad-
388 . ص, 2 .ج , ﺪﲪأ ﺪﻨﺴﻣ . 10 nya tampak hanya seorang peri- َﺔَﻧاَﻮَﻋ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ُنﺎﱠﻔَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ wayat saja. Dengan menyertakan : 9019
sanad-sanad yang lain, niscaya akan
terlihat adanya periwayat lain untuk bagian sanad hadis yang diteliti (Ibn Shalah, 1995: 65-66). Melalui kegiat- an i’tibâr, dapat pula diketahui ke-
.ِﻢْﻜُْﳊا adaan sanad hadis secara kese-
luruhan, termasuk pertalian dan per-
279 ﺚﻳﺪﺣ , temuan masing-masing sanad serta .ص , 5 .ج , ﺪﲪأ ﺪﻨﺴﻣ . 11
ada atau tidak adanya muttâbi’ dan
syâhid untuk jalur sanad yang diteliti
ِﰊَأ ْﻦَﻋ ٍﺚْﻴَﻟ ْﻦَﻋ ٍشﺎﱠﻴَﻋ َﻦْﺑا ِﲏْﻌَـﻳ ٍﺮ tersebut. Secara teknis, untuk me- ْﻜَﺑ ﻮُﺑَأ
mudahkan i’tibâr dilakukan pem-
buatan skema untuk seluruh jalur sanad hadis obyek kajian sebagai berikut:
Dari 11 jalur sanad yang ada dimaksud secara lengkap adalah sebagaimana terlihat pada skema
sebagai berikut:
sanad secara keseluruhan di atas, Penulis memilih jalur sanad Ahmad
melalui Hajjâj sebagai obyek kajian.
Hal ini didasarkan
atas
pertimbangan bahwa jalur ini
termasuk berstatus ‘ali (tinggi) karena
melibatkan periwayat ketimbang
(Ahmad, 1998, II: 164, . َﻲ ِﺸَﺗْﺮُﻤْﻟاَو
jalur lainnya, yaitu hanya enam hadis 6532) orang. Apalagi, Ahmad (164–241 H)
Beranjak dari kutipan riwayat penghimpun dan penyusun hadîts)
sebagai mukharrij
(periwayat
di atas, diketahui bahwa ada enam masa hidupnya juga lebih awal
periwayat yang akan dibandingkan Abû Dâwud (202-275
orang
kehidupan dan H), Ibn Mâjah (209-273 H) dan al-
ditelusuri
kredibilitas kepribadiannya. Mereka Turmudzî (209-279 H). Hal ini
adalah Ahmad selaku mukharrij yang tidaklah berarti mengabaikan jalur-
mencantumkan riwayat tersebut jalur periwayatan yang lain karena
dalam kitab Sunan- nya (Sanad tetap dibutuhkan sebagai muttâbi’
I/Periwayat VI), Wakî’ (Sanad (sanad pendukung) dan syâhid (matan
II/Periwayat V), Ibn Abî Zi`b (Sanad pendukung).
Adapun
riwayat
III/Periwayat IV), al-Hârits bin ‘Abd
* Penulis adalah Lektor dalam Mata Kuliah Hadits pada STAIN Batusangkar
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
al-Rahmân (Sanad IV/Periwayat III), Qaththân mengakui “Tidak ada AbÎ Salamah (Sanad V/Periwayat II)
orang yang datang kepada saya dan ‘Abd Allâh bin ‘Amrû (Sanad
semisal Ahmad bin Hanbal”. ‘Abd VI/Periwayat I) sebagai shahâbat
al-Razâq mengakui “Saya belum yang mendengar langsung hadîts
pernah melihat orang yang lebih tersebut dari Rasulullah SAW.
faqih dan lebih wara’ dari Ahmad bin Hanbal”. Al-Syâfi’î pun mengatakan
1. Ahmad (164-241 H)
“Saya keluar dari Baghdad dan di Nama lengkapnya Ahmad bin
belakang saya tidak ada orang yang Muhamad bin Hanbal bin Hilâl bin
lebih faqih, zuhud dan wara’ dari Asad al-Syaibânî, Abû ‘Abd Allâh al-
Ahmad bin Hanbal”. Ahmad bin Marwâzî. Ia lahir, tumbuh dan wafat
Sa’îd al-Dârimî berkata “Tidak di Baghdad, namun sempat keliling
pernah kulihat kepala hitam yang ke berbagai negeri untuk belajar,
terhadap hadis semisal Kufah, Basrah, Makkah,
lebih
hafizh
SAW dan lebih Madinah, Yaman, Syam dan Jazirah.
Rasulullah
pemahaman dan Banyak sekali ulama yang “disauk”
mengetahui
maknanya dari Abi ‘Abd Allâh hadisnya oleh Ahmad, di antaranya
Ahmad bin Hanbal”. Yahya ibn Ismâ’îl bin ‘Ulayyah, Sufyan bin
Adam menyatakan “Ahmad bin ‘Uyaynah dan Wakî’ bin al-Jarrah.
Hanbal adalah imam kami”. Senada Di sisi lain, murid yang “menimba”
dengan itu, Qutaybah menyatakan hadisnya pun sangat banyak, bahkan
“Ahmad bin Hanbal adalah imam ulama-ulama besar saat itu turut
Al-Nufaylî mengakui berguru padanya, misalnya al-
dunia”.
“Ahmad termasuk orang yang Bukhârî, Muslim, Abû Dâwud dan
paling alim tentang agama”. Nashr lain-lain (al-Mizzî, 1983, I: 437-442).
bin ‘Alî al-Jahdhamî mengatakan Kedudukan Imam Ahmad
“Ahmad bin Hanbal adalah manusia selaku periwayat hadits terkemuka
paling utama di zamannya”. Hajjâj tidak perlu disangsikan lagi karena
bin al-Sya’îr mengakui “Belum tidak ada seorang pun kritikus
pernah kedua mataku melihat orang hadîts yang mencela pribadinya.
yang lebih utama dari Ahmad”. Abû Bahkan, pujian yang diberikan
al-Walîd al-Thayalisî berkata “Tidak ulama kepadanya adalah pujian
ada di Basrah dan Kufah seseorang berperingkat tinggi dan tertinggi.
yang lebih aku sukai dari Ahmad bin Ibn Ma’în mengatakan “Saya tidak
Hanbal dan kemampuanku tidaklah pernah melihat orang yang lebih
lebih tinggi darinya”. ‘Alî bin al- baik (pengetahuannya di bidang
Madinî mengakui “Tidak ada hadis) melebihi Ahmad. Jikalau
shahabat kami yang lebih hafizh dari majlis
Ahmad bin Hanbal”. Al-Haytsam sanjungan terhadapnya, niscaya
kami
mengemukakan
mengatakan kami tidak dapat menyebutkan
bin
Jamîl
“sesungguhnya kehidupan pemuda secara sempurna keutamaannya ”.
ini menjadi hujjah bagi ahli di Wakî’ menyatakan “Tidak ada orang
Abu ‘Ubayd yang datang ke Kufah semisal
zamannya”.
“Ilmu hadis itu Ahmad bin Hanbal”. Yahya al-
mengatakan
bermuara pada empat orang, maka Ahmad bin Hanbal adalah orang
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
yang paling faqih dalam hal itu. pasca terjadinya mihnah, Ahmad bin Tidak ada orang di Timur dan Barat
Hanbal mengatakan “Wakî’ adalah bumi yang lebih agung darinya”. (al-
imam umat Islam di masanya”. Dzahabî, 2004, I: 187-191)
Yahya bin Ma’în berkata “Periwayat Dengan begitu, pernyataan
yang tsabat di Irak adalah Wakî’, Ahmad bahwa ia telah menerima
tidak pernah kulihat periwayat yang hadîts tersebut dengan metode as-
lebih utama dari Wakî’. Demi Allâh, samâ’ (haddatsanâ) dari Wakî’ dapat
tidak pernah kulihat orang yang dipercaya. Hal ini didukung oleh
menyampaikan hadis karena Allâh masa hidup Ahmad (164–241 H)
dan lebih hafizh selain Wakî’. Ia di yang bertemu dengan Wakî’ (129-196
zamannya bagaikan al-Awzâ’î di
Ibn ‘Ammâr Apalagi, Ahmad bin Hanbal pernah
H) dengan rentang waktu 32 tahun.
zamannya”.
berkomentar “Tidak kulihat di belajar ke Kufah, tempat kediaman
Kufah di masa Wakî’, periwayat Wakî’ bin
yang lebih faqih dan lebih ‘alim demikian, jalur sanad di antara
al-Jarrah.
Dengan
dengan hadis darinya”. Abî Nu’aym keduanya berada dalam keadaan
berkata “Selagi periwayat yang muttashil (bersambung)
tsabat ini hidup, tidak seorang pun yang akan ungggul darinya”. Ketika
2. Wakî’ (129-196 H)
ditanya Jarîr tentang siapa tokoh Nama
Kufah hari ini, Ibn al-Mubârak Wakî’ bin al-Jarrah bin Malih al-
lengkapnya
adalah
terdiam, lalu menjawab “Orang Ru`âsî, Abû Sufyân al-Kûfî. Ulama
Mesir yakni Wakî’”. Ibn Sa’ad yang hadisnya pernah ”ditimba”
berkata “Wakî’ tsîqah ma`mûnan oleh Wakî’ cukup banyak, di
‘aliyah râfi’an katsîr al-hadtîs hujjah ”. antaranya Ismâ’îl bin Abi Khâid,
Al-‘Ijlî menyatakan “Seorang Kufah Hammâd
tsîqah ‘âbid shâlih adîb hâfizh dan ia
Muhammad bin ‘Abd al-Rahmân
pun berfatwa”. Abû Dâwud menilai bin Abî Zi`b. Murid yang berhasil
“Wakî’ ahfazh”. Ya’qub al-Faswi meraup hadisnya pun banyak, di
berkata “Wakî’ hâfizh khayyir fâdhil”. antaranya Ahmad ibn Hanbal, Ishaq
‘Ali bin Khasram menyatakan “Ini bin Rahâwayh dan ‘Abd Allâh bin
adalah ahli fiqih negeri Irak”. (al- al-Mubârak (al-Mizzî, 1992, XXX:
Dzahabî, 2004, IX: 350-360) 462-470).
Wakî’ selaku Wakî’ adalah periwayat yang
Kedudukan
periwayat hadits terkemuka tidak memiliki kredibilitas terpuji. Ahmad
perlu disangsikan. Tidak ada bin Hanbal menyatakan “Tidak
seorang pun kritikus hadîts yang pernah kulihat orang yang lebih
mencela pribadinya. Bahkan, pujian menjaga ilmu dan lebih hafizh dari
yang diberikan ulama kepadanya Wakî’. Belum pernah kulihat
adalah pujian berperingkat tinggi seseorang semisal Wakî’ dalam hal
dan tertinggi. Atas dasar itu, ilmu, hafizh, sanad, sistematika bab,
pernyataan Wakî’ bahwa ia telah konsentrasi dan kesahajaannya”.
menerima hadîts tersebut dengan Kamu wajib berpegang pada
metode as-samâ’ (haddatsanâ) dari Ibn Mushannafat Wakî’”. Ketika ditemui
Abî Zi`b dapat dipercaya. Hal ini didukung oleh rentang waktu 30
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
tahun masa hidup Wakî’ (129–296 H) Hammâd bin Khâlid berkata “Ia yang bertemu dengan Ibn Abî Zi`b
tsîqah dalam hadisnya, shuduq , (80-159 H). Apalagi, Wakî’ pernah
seorang yang shalih lagi wara’”. Al- belajar hadis ke Madinah, tempat
Wâqidî mengakui “Ia adalah kediaman gurunya, Ibn Abî Zi`b.
manusia paling wara’ dan utama, Artinya, jalur sanad di antara
namun orang banyak menudingnya keduanya berada dalam keadaan
Qadariyah, padahal muttashil (bersambung)
berfaham
tidak”. (al-Mizzî, 1992, XXV: 634- 642).
3. Ibn Abî Zi`b (80-159 H)
Tidak ada seorang pun ulama Nama
kritikus hadis yang mencela pribadi Muhammad bin ‘Abd al-Rahmân ibn
lengkapnya
adalah
Ibn Abi Zi`b, bahkan pujian yang al-Mughîrat bin al-Hârits bin Abî
diberikan kepadanya adalah pujian Zi`b. Ibunya bernama Burayhah bint
berperingkat tinggi. Atas dasar itu, ‘Abd al-Rahmân. Ia berguru pada
dapat dipercaya bahwa Ibn Abî Zi`b banyak ulama hadis, di antaranya
telah
menerima hadis dari
pamannya, al-Hârits bin ‘Abd al-
pamannya, al-Hârits bin ‘Abd al- Rahmân bin Abî Zi`b, Sa’îd bin
Rahmân dengan cara as-samâ’ Sam’ân dan al-Qâsim bin ‘Abbâs.
(haddatsanâ). Itu berarti bahwa sanad Murid yang belajar hadis padanya
antara dia dengan pamannya dalam pun banyak, di antaranya Adam bin
keadaan bersambung (muttashil). Abî Iyâs, ‘Abd Allâh bin Wahab dan
Masa hidupnya (80-159 H) dan Wakî’ bin al-Jarrah (al-Mizzî, 1992,
pamannya (56-129 H) adalah bukti
XXV: 630-634) yang menguatkan hal tersebut. Di mata para ulama hadis, Ibn
4. al-Hârits bin ‘Abd al-Rahmân
Abî Zi`b dikenal sebagai periwayat
(56-129 H)
hadis yang dihormati. Ahmad bin Hanbal mengatakan “Ibn Abî Zi`b
Nama lengkapnya adalah al- tsîqah, shuduq , lebih utama dari Mâlik
Hârits bin ‘Abd al-Rahmân al- bin Anas, namun Mâlik lebih bersih
Quraisyî al-‘Âmirî, Abû ‘Abd al- dalam memilih rijal darinya. Namun,
Rahmân al-Madanî, paman dari Ibn Ibn Abî Zi`b lebih baik performa
Abî Zi`b. Banyak ulama yang fisiknya, lebih wara’ dan lebih
menjadi gurunya di bidang hadis, di konsisten menegakkan kebenaran di
antaranya Muhammad bin Jubayr hadapan penguasa dibandingkan
bin Muth’im, Muhammad bin Malik”. Yahya bin Ma’în berkata
Muslim bin Syihâb al-Zuhrî dan Abî “Ibn Abî Zi`b adalah seorang
Salamah bin ‘Abd al-Rahmân bin
Madinah yang tsîqah”. Ya’qûb bin ‘Auf . Ulama yang menjadi muridnya Syaybah al-Sadûsî menilai senada
di bidang hadis antara lain putera “Ibn Abî Zi`b tsîqah shuduq”. Al-
perempuannya, Syâfi’î menyatakan “Tidak ada orang
saudara
Muhammad bin ‘Abd al-Rahmân
yang berfatwa padaku sehingga aku
ibn al-Mughîrat bin al-Hârits bin
simpati padanya sebagaimana aku Abî Zi`b. al-Hâkim Abû ‘Ubayd simpati pada al-Layts dan Ibn Abî
mengatakan bahwa tidak diketahui Zi`b”. al-Nasâ`î menilainya tsîqah.
ada orang meriwayatkan hadis dari
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
al-Hârits bin ‘Abd al-Rahmân selain nama dan panggilannya satu. Dalam dia. Bahkan ini bukan hanya
bidang hadis, Abî Salamah berguru pendapat satu orang saja. (al-Mizzî,
pada banyak sahabat Nabi, di 1985, V: 255-256)
antaranya Anas bin Mâlik, ‘Abd Dalam pandangan ulama, al-
Allâh bin ‘Amrû bin al-‘Âsh dan Hârits bin ‘Abd al-Rahmân dikenal
Abî Hurayrah. Ulama yang menjadi sebagai periwayat yang baik. Al-
muridnya di bidang hadis juga Nasâ`î menilainya laysa bihi ba`s. Abu
banyak, di antaranya al-Hârits bin Hâtim ibn Hibbân menyebutnya
‘Abd al-Rahmân al-Quraisyi , ‘âmir dalam kitab “al-Tsiqat”. Ibunya
al-Sya’bî dan ‘Umar bin ‘Abd al- adalah seorang Ummu Walad, ia
‘Azîz (al-Mizzî, 1992, XXXIII: 370- termasuk anggota suku Quraisy dan
wafat tahun 129 H. Hadisnya Dalam pandangan ulama hadis, diriwayatkan oleh imam ahli hadis
adalah Abû Salamah adalah seorang yang empat, yaitu Abû Dâwud, al-
periwayat yang tsîqah. Muhammad Nasâ`î , al-Turmudzî dan Ibn
bin Sa’ad menyebutnya termasuk Mâjah”. (al-Mizzî, 1985, V: 256-257)
penduduk Madinah generasi kedua. Meskipun
Ia tsîqah, faqih dan banyak hadis.Abu informasi tentang rekam jejak
tidak
banyak
Zur’ah menilainya tsîqah imam. Mâlik pribadi al-Hârits bin ‘Abd al-
bin Anas mengatakan “Kami Rahmân. Walaupun pujian yang
mempunyai seorang tokoh ahli ilmu, diberikan
satunya adalah tingkatan tinggi, namun penilaian al-
panggilannya yaitu Abû Salamah bin Nasâ`î dan Ibn Hibbân sudah cukup
‘Abd al-Rahmân”. (al-Mizzî, 1992, menjadi bukti tentang kualitasnya
XXXIII: 374-375).
sebagai bagian
Pengakuan ulama terhadap yang tsîqah. Atas dasar itu, dapat
periwayat hadis
membuat Abû dipercaya bahwa ia telah menerima
kredibilitasnya,
Salamah dapat dipercaya bahwa ia hadis dari Abî Salamah, walaupun ia
telah menerima hadis dari ‘Abd hanya menggunakan lafal ‘an dalam
Allâh bin ‘Amrû. Meskipun Abû proses periwayatannya. Itu berarti
Salamah hanya menggunakan lafal bahwa sanad antara dia (56-129)
‘an dalam proses periwayatannya, dengan Abî Salamah (22-94 H)
tetapi sanadnya tetap dalam keadaan dalam
bersambung (muttashil). Dikatakan (muttashil).
keadaan
bersambung
karena keduanya berdomisi di kota yang sama, yaitu
berdomisili di Madinah, apalagi dari Madinah.
masa kehidupan Abî Salamah (22-94
H) dan ‘Abd Allâh bin ‘Amrû (7 SH-
5. Abû Salamah (22-94 H)
65 H) ada waktu selama 43 tahun Nama lengkapnya adalah Abû
yang memungkinkan keduanya Salamah bin ‘Abd al-Rahmân bin
bertemu dalam hal periwayatan ‘Auf al-Qurasyî al-Zuhrî al-Madinî.
hadis.
Ada yang berpendapat namanya
6. ‘Abd Allâh bin ‘Amrû (7 SH- adalah ‘Abd Allâh, Ismâ’îl dan
65 H)
bahwa ada yang mengatakan bahwa
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd dan memahami secara benar makna Allâh bin ‘Amrû bin al-‘Âsh bin
yang tersurat dan tersirat terhadap Wâ`il bin Hâsyim bin Su’ayd bin
teks-teks al-Qur`ân dan fatwa-fatwa Sa’ad bin Saham bin ‘Amrû bin
Oleh karena itu, Hushaysh bin Ka’ab bin Lu`ay bin
Rasulullah.
dipandang memiliki Ghâlib al-Qursyî, Abû Muhamad.
shahâbat
keagamaan yang Sahabat yang lebih dulu Islam dari
otoritas
mereka untuk bapaknya
meniscayakan
didengar dan dipatuhi (Zikri penguasaan hadis yang banyak dan
ini
mempunyai
Darussaman, 2001: 23). Atas dasar baik. Di samping mengambil hadis
itu, kualitas pribadi ‘Abd Allâh bin langsung
‘Amrû tidak perlu ditinjau dan Rasulullah
dari
“muaranya”,
SAW, beliau juga dipersoalkan lebih lanjut. Dengan menerima hadis dari sejumlah
begitu pernyataannya bahwa ia sahabat, di antaranya ‘Amrû bin al-
mendengar secara langsung hadîts ‘Ash, Mu’adz bin Jabal dan Abu
yang diteliti ini dari Rasulullah SAW Bakar al-Shiddiq. Muridnya di
dengan lafal Qâla dapat diterima. bidang hadis juga banyak, di
Apalagi ungkapan ini menunjukkan antaranya Anas bin Mâlik, Sa’îd bin
gamblang bahwa ia al-Musayyab dan Abû Salamah bin
secara
sabda ini secara ‘Abd al-Rahmân bin ‘Auf. Jamaah
mendengar
langsung dari beliau. (al-Shan’ani, ulama hadis pun meriwayatkan
[t.th], I: 172).
hadisnya (al-Mizzî, 1998, XV: 357- 362).
PENILAIAN
TERHADAP
Reputasi ‘Abd Allâh bin ‘Amrû
KUALITAS HADIS
bin al-‘Âsh sebagai sahabat yang meriwayatkan hadis tidak perlu
Dari pembahasan di atas dapat diragukan lagi. Abu Hurayrah saja
diketahui bahwa jalur sanad yang sebagai sahabat Nabi yang terbanyak
diteliti ternyata berkualitas muttashil meriwayatkan
(berkesinambungan) mulai sejak bahwa “Tidak ada seorang pun yang
hadis
mengakui
mukharrij hingga shahâbat. Dari hadisnya dari Rasulullah SAW lebih
aspek kredibilitas kepribadian dan banyak darinya kecuali ‘Abd Allâh
intelektual para bin ‘Amrû karena ia menulis hadis,
kapasitas
periwayatnya juga terbukti bahwa sedangkan aku tidak menulis” (al-
mereka terdiri dari para ulama yang Mizzî, 1998, XV: 357). Dalam konteks
berkualitas ‘adl dan dhâbth (tsîqah). ini,
Bahkan, sebagian di antara mereka sebagaimana dinyatakan al-Nawâwî
jumhur
ulama
hadîts
mempunyai ke-tsîqah-an dengan menilai bahwa ash-Shahâbat kulluhum
peringkat tinggi dan tertinggi. ‘udûl, man labisa al-fitan wa ghayrihim
begitu dapat (al-Suyuthi, 1988, II: 214). Artinya,
Dengan
disimpulkan bahwa hadîts yang semua shahâbat Rasulullah SAW itu
melewat Ahmad bin Hanbal ini ‘adl , baik ditimpa fitnah ataupun
adalah hasan atau meminjam istilah tidak.
al-Turmudzî sebagai hasan shahîh. transmitter yang utama dalam
Ringkasnya,
sebagai
Hal ini karena kualitas pribadi al- transformasi nilai-nilai yang Islami,
Hârits bin ‘Abd al-Rahmân hanya para shahâbat diyakini mengetahui
dinilai al-Nasâ`î dengan laysa bihi
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
ba`s , walaupun Abû Hâtim ibn bahasanya. Oleh sebab itu, mustahil Hibbân menyebutnya dalam kitab
beliau akan menyabdakan sesuatu “al-Tsiqat”
pernyataan yang rancu susunan diriwayatkan oleh imam ahli hadis
dan
hadisnya
bahasanya (Husein Yusuf, 1996: 34). yang empat (al-`arba’ah). Dengan
Dinyatakan demikian karena secara demikian, hadis ini bernilai maqbûl
maknawi persoalan rasywah terkait al- hujjah , apalagi hadis yang
erat dengan etika dan hukum. Dalam semakna juga diriwayatkan oleh
konteks ini, al-Thâriqî (2001: 47-50) Abû Dâwud, al-Turmudzî dan Ibn
bahwa al-Qur`an Mâjah.
memaparkan
sangat memperhatikan keselamatan harta
seseorang dan mengantisipasinya
agar tidak
KRITIK MATAN HADIS
berpindah tangan secara tidak sah. Penelitian matan hadis hanya
Al-Qur`an melarang mengambil Penulis lakukan terhadap hadis yang
harta orang lain secara batil dalam sanad -nya dipastikan berkualitas
bentuk dan cara apa pun dan maqbûl al-hujjah (shahîh dan hasan al-
rasywah adalah salah satunya karena isnâd ). Adapun hadis yang sanad-nya
dapat menyebarkan kerusakan dan berkualitas
kezaliman dalam masyarakat berupa terhadap matan tidak dilakukan.
dha’îf ,
penelitian
hukum dan Berpijak pada tolok ukur kritik matan
permainan
fakta. Inilah hadis sebagaimana diungkap oleh
pemutarbalikan
menyebabkan rasywah itu dilarang Shalâh al-Dîn al-Adlabî (1983: 238)
diharamkan (QS. Al- yaitu: tidak bertentangan dengan al-
dan
Baqarah/2:188, QS. Al-Nisa`/4: 2 Qur`an, hadis lain yang lebih sahih,
dan QS. Al-Ma`idah/5: 2, 42, 44, 62- rasionalitas, indra dan sejarah serta
redaksinya mencerminkan kalam kenabian. Dalam konteks ini, penulis
KANDUNGAN MAKNA HADIS
sependapat dengan Umi Sumbulah (2008: 144) bahwa butir terakhir
Secara bahasa, kata rasywah menyangkut telaah terhadap redaksi
“memasang tali atau hadis, sementara butir-butir lainnya
berarti
mengambil hati” (Aziz Dahlan, 1997, berhubungan dengan makna hadis
V: 1506). Dalam khazanah bahasa itu sendiri.
Indonesia, kata ini diberi arti Mencermati
untuk menyogok, maknanya, hadis tentang rasywah ini
menyuap, uang sogok, suap” menunjukkan
(Dendy Sugono, 2008: 1287). Adapun kenabian. Artinya, formasi kata dan
ciri-ciri
sabda
dan al-Jurjani kalimatnya sempurna dan kehalusan
Ibn
al-Malak
memaknai rasywah sebagai harta bahasanya pun teruji oleh kaedah
yang diberikan untuk membatalkan bahasa Arab (qawâ’id al-lughat al-
yang benar dan membenarkan yang ‘Arabiyyah ), serta selektif pula
batal (al-‘Azhîm Abâdî, 1968, IX: 438, pemilihan
al-Jurjânî, 1405: 148). Sementara itu, disebabkan
kosa-katanya.
Ini
definisi yang lebih universal dan adalah orang yang sangat fasih
karena
Rasulullah
lugas diungkap oleh al-Thâriqî (2001: dalam berbahasa lagi khas gaya
10-11). Tegasnya suap adalah
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
semua pantas seseorang kepada hakim atau
sesuatu yang
mendapat kutukan karena sangat pejabat lainnya dengan segala
membahayakan umat. Kerusakan bentuk dan caranya. Sesuatu yang
masyarakat akibat praktek suap- diberikan itu dapat berupa harta
menyuap tidak dapat dianggap atau sesuatu yang bermanfaat bagi si
enteng karena akan mempengaruhi penerima
setiap sistem yang ada. Apabila suap pemberi suap dapat terwujud, baik
sehingga
keinginan
itu sudah membudaya dalam secara hak maupun batil. Jadi, suap
masyarakat, maka orang yang merupakan
yang akan berfungsi sebagai alat bujukan untuk
haknya atau mencapai tujuan tertentu, yang tidak
mendapatkan
jabatan dalam dilandasi oleh keikhlasan untuk
menduduki
masyarakat, bangsa dan negara. mencari ridha Allâh.
Sementara orang miskin tetap Dalam hadis ini terkandung
tertindas oleh orang kaya sehingga kebolehan mengutuk orang yang
terjadilah hukum rimba (Abu Bakar berbuat maksiat. Makna kutukan
Muhammad, 1995: 238). Lebih jauh yang sebenarnya adalah usiran dan
Ahmad ‘Athâ` (1999: 363-365) penjauhan dari rahmat Allâh (Abu
membeberkan bahwa suap dapat Bakar Muhammad, 1995: 237,
kehormatan, Ahmad ‘Athâ`, 1999: 363). Menurut
menghilangkan
tegaknya hak, Ibn al-`Atsîr, kata rasywah dan
meruntuhkan
meluluh-lantakkan kegigihan, serta rusywah adalah sarana untuk
semangat melakukan perintah dan memenuhi
kemaslahatan, menjaga amanah dan melakukan sesuatu. Kata ini adalah
kebutuhan
dengan
menghargai pekerja pun terkikis. mashdar dari “al-Risyâ”, artinya
Suap adalah jerat nilai kemanusiaan sesuatu yang dengannya dapat
amanah dan mencapai air, sehingga al-Râsyi
dan
perangkap
kemuliaan. Pelakunya hanyalah (penyuap)
adalah orang yang orang yang keji, penghianat dan mengorbankan
tidak punya harga diri. Atas dasar sampai kepada yang batil (al-
hartanya
untuk
itu, tidaklah salah ‘Abd Allâh bin Mubârakfûrî, [t.th], IV: 565). Adapun
Mas’ûd mengatakan “ ﻢﻜﺤﻟا ﻲﻓ ةﻮﺷﺮﻟا al-Murtasyî adalah orang yang
ﺖﺤﺳ سﺎﻨﻟا ﻦﯿﺑ ﻲھو ،ﺮﻔﻛ”. Artinya: “Suap menerima suap dan al-Râ`isy adalah
dalam proses hukum itu adalah orang yang menjadi perantara antara
kufur dan kufur bagi manusia pemberi suap dan penerima suap,
adalah haram” (Sa’îd bin Manshûr, yang mohon tambahan pada satu
1420 H, II: 400).
pihak dan mohon pengurangan pada Namun demikian, menurut al- pihak lain (al-Mubârakfûrî, [t.th], IV:
‘Azhîm Abâdî (1968, IX: 438) apabila 565). Al-Shan’anî ([t.th]: IV, 124)
diberikan untuk mengatakan bahwa orang yang
suap
itu
mempertahankan kebenaran dan menjadi perantara pemberian suap
mencegah kezaliman dari diri itu
seseorang, maka tidak masalah sekalipun ia tidak mendapat imbalan
juga mendapat
kutukan,
(dibolehkan). Demikian juga, orang apapun.
yang
menerima, apabila ia mengambil untuk mengusahakan
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
agar pihak yang benar mendapatkan penerima melakukan sesuatu yang haknya. Senada dengan itu, Al-
haram dan terkutuk. Dengan Shan’anî ([t.th]: IV, 124) mengatakan
demikian, ia pun memperoleh sanksi bahwa suap itu ada dua macam:
keharaman kutukan itu. Bahkan, apabila suap itu bertujuan agar
hadiah kepada pihak berwenang hakim memenangkannya dengan
yang sebelumnya tidak biasa cara yang tidak benar, maka haram
menerima hadiah pun dapat dinilai atas
sogokan terselubung. Sebaliknya, jika suap itu untuk
Dengan begitu, tidaklah berlebihan memenangkan
apabila ‘Abd Allâh bin Rahâwah lawannya dengan gugatan palsu,
haknya
atau
pada saat diutus Rasulullah SAW maka suap itu hanya haram bagi
untuk mengambil pajak hasil hakim, tidak haram atas pemberi,
tanaman kurma, ia menampik karena suap itu adalah untuk
dengan keras sedikit uang suap yang mempertahankan haknya. Akan
diberikan kaum Yahudi padanya, tetapi, ada ulama yang berkata tetap
seraya mengatakan “ ْﻦِﻣ ْﻢُﺘْﺿَﺮَﻋ ﺎَﻣ ﺎﱠﻣَﺄَﻓ haram hukumnya karena ia telah
ﺎَﮭﱠﻧِﺈَﻓ ِة َﻮْﺷ ﱠﺮﻟا ﺎَﮭُﻠُﻛْﺄَﻧ َﻻ ﺎﱠﻧِإ َو ٌﺖْﺤُﺳ”. Artinya: menjerumuskan hakim ke dalam
“adapun apa-apa yang kamu dosa. Dalam konteks ini, al-Thâriqî
tawarkan berupa suap, maka (2001: 13-14) juga membolehkan
sesungguhnya itu adalah haram dan suap
kami tidak akan memakannya” kebenaran
untuk
mempertahankan
(Mâlik bin Anas, 1997, II: 237-238). marabahaya serta kezaliman karena
dan
mencegah
Dalam konteks ini, hadiah untuk tidak ada lagi jalan lain dan tanpa
manfaat melalui menyuap justeru akan menimbulkan
mendapatkan
kedudukan dan penyalahgunaan bahaya yang lebih besar. Akan
jabatan untuk mendapatkan sesuatu tetapi, ia menyarankan agar pihak
yang bukan haknya atau untuk yang akan melakukan suap untuk
merugikan orang lain, hakikatnya bersabar terlebih dahulu.
adalah suap. Demikian juga halnya Mencermati pendapat [al-
hadiah yang didapatkan karena Shan’anî,
tugas, yang seandainya seseorang membolehkan suap dalam rangka
khususnya]
yang
lepas dari tugas itu, ia tidak diberi memperoleh hak yang sah tersebut,
hadiah lagi, maka itupun adalah Quraish Shihâb (1994: 296-297)
suap (al-Thâwil, 2006: 170-171). menilai meskipun argumentasinya
pembuktian suap tidak jelas, mencermati bahwa
Proses
sebagai delit dalam harta benda, budaya suap-menyuap saat itu
dapat dilakukan melalui tiga cara: menyulitkan penuntut hak untuk
[1]. Adanya saksi yaitu dua orang memperoleh haknya; mirip dengan
saksi laki-laki atau satu orang saksi keadaan yang kita alami sekarang.
laki-laki dan dua orang saksi Lanjutnya,
perempuan (QS. Al-Baqarah/2: 282) menumbuh-suburkan praktik suap-
atau satu orang saksi disertai menyuap dalam masyarakat. Karena
sumpah (HR. al-Turmudzi, Ibn dengan memberi suap –walau
Mâjah dan Ahmad dari Abû dengan dalih meraih hak yang sah–
Hurayrah, Jâbir, ‘Abd Allâh bin seseorang telah membantu si
‘Abbâs dan ‘Umârah bin Jazm), [2].
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
Adanya pengakuan dari yang datang dari Allâh, bukan ketetapan bersangkutan dan [3]. Adanya bukti
manusia.
yang nyata yang tidak terbantahkan atau tertangkap tangan (al-Thâriqî,
PENUTUP
2001: 54-56). Adapun sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pihak yang
Ada sebelas hadis yang terlibat penyuapan adalah hukum
diriwayatkan oleh Abû Dâwud, al- ta’zîr (hukuman untuk pengajaran)
Turmudzî, Ibn Mâjah dan Ahamd berupa hukuman denda, hukuman
bin Hanbal dari ‘Abd Allâh bin penjara, hukuman dera dan pukulan
‘Amrû, Abî Hurayrah dan Tsawbân maupun hukuman pemecatan dari
yang menyebutkan bahwa Allah jabatan. Adapun orang yang sudah
atau Rasulullah SAW mengutuk berulang kali melakukan delik suap,
pemberi suap dan penerima suap harus dijatuhi hukuman yang lebih
serta perantara pemberian suap. berat dari hukuman yang pernah
Khusus jalur Ahmad dari dari ‘Abd diterimanya
Allâh bin ‘Amrû bernilai maqbûl al- menunjukkan bahwa ia tidak punya
hujjah, minimal hasan atau hasan muru`ah (harga diri) lagi. Adapun
karena muttashil wujud hukumannya menurut Ibn
shahîh
(berkesinambungan) mulai sejak ‘Abd al-Salâm dan Abû Ya’lâ dapat
hingga shahâbat, berupa penjara seumur hidup atau
mukharrij
diriwayatkan oleh orang-orang yang bahkan hukuman mati sebagaimana
terbukti ‘adl dan dhâbth (tsîqah). ditegaskan Ibn Taymiyyah karena
Matan hadis itu pun tidak hanya
bertentangan dengan al-Qur`an, menghentikan kejahatannya (al-
hadis lain yang lebih sahih, Thâriqî, 2001: 56-69).
rasionalitas, indra dan sejarah serta Dalam konteks ini, Yûsuf al-
redaksinya mencerminkan kalam Qardhâwî dan al-Khûlî sebagaimana
kenabian. Rasywah adalah salah satu dikutip oleh Aziz Dahlan (1997, V:
bentuk cara pengambilan harta 1508)
orang lain secara batil yang dapat hikmah pelarangan suap dalam
membeberkan
beberapa
kerusakan dan kehidupan masyarakat yaitu: [1].
menyebarkan
kezaliman dalam masyarakat berupa Tetap memelihara dan menegakkan
hukum dan nilai keadilan dan mengindari
permainan
fakta sehingga kelaliman dari pejabat atau hakim,
pemutarbalikan
batasan hak dan batil menjadi tidak [2]. Mendidik masyarakat agar
jelas lagi. Oleh sebab itu, sungguh menggunakan
tepat Rasulullah SAW mengutuk petunjuk agama, [3]. Mendidik
hartanya
sesuai
semua pihak yang terlibat di masyarakat agar menghargai nilai
dalamnya; bukan saja pelaku yang kebenaran hakiki, [4]. Mendidik
menerima, namun juga pemberi dan pejabat atau hakim agar tidak
bahkan perantara suap tersebut. membeda-bedakan
Mereka semua terusir dan jauh dari terhadap masyarakat, dan [5].
pelayanan
rahmat Allah.
Menyadarkan masyarakat bahwa yang hak itu adalah sesuatu yang
DAFTAR PUSTAKA
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Abu Bakar Muhammad, Hadis Hukum Islam , Jakarta: PT.
Tarbiyah II, Surabaya: al-Ikhlas, Ichtiar Baru Van Houve, 1997,
1995, cet. 1
cet. Ke-1 Abû Dâwud Sulaymân ibn al-Asy’ats
Abdullah bin Abd Muhsin al- al-Sijistânî al-Azâdî, Sunan Abî Thâriqî, Suap Dalam Pandangan
Dawud, naskah di-tahqîq dan di- Islam, terjemahan Muchotop
ta’lîq oleh Muhammad Nâshir Hamzah, Subakir Saerozi, judul
al-Dîn al-Albânî, Beirut: Dâr al- asli “Jarîmat al-Rasywah fî al-
Kutub al-‘Arabî, [t.th.] Syarî’at al-Islâmiyyah”, Jakarta:
Abû Isâ Muhammad ibn Isâ ibn PT. Gema Insani Press, 2001,
Sawrat al-Turmudzî, Sunan al- cet. 1
Turmudzî, naskah di-tahqîq oleh Abdul Qâdir Ahmad ‘Athâ`, Adabun
Bayar Awwad Ma’ruf, Beirut: Nabi:
Dâr al-Ghurb al-Islami, 1998 Rasulullah SAW, penerjemah
Meneladani
Akhlak
Abû al-Thayyîb Muhammad Syams Syamsuddin TU, judu asli
al-Haq al-Azhîm Abâdî, ‘Awn “Adab
al-Nabî”,
Jakarta:
al-Ma’bûd Syarh Sunan Abî Pustaka Azzam, 1999, cet. 1
Dâwud, naskah di-tahqîq oleh Abu ‘Abd Allâh Ahmad ibn
Abd al-Rahmân Muhammad Muhammad ibn Hanbal ibn
Madinah al- Hilâl ibn Asad al-Syaybânî,
Utsmân,
Munawwarah: al-Maktabat al- Musnad al-Imâm Ahmad bin
Salafiyah, 1968 M/1388 H, cet. Hanbal, naskah di-tahqîq oleh al-
Sayyid Abû al-Mu’athî al-Nûrî, Abû al-‘Ulyâ Muhammad ‘Abd al-
Beirut: ‘Âlam al-Kutub, 1419 Rahmân bin ‘Abd al-Rahîm al-
H/1998 M, cet. 1 Mubârakfûrî, Tuhfat al-Ahwadzî
Abu ‘Abd Allâh Muhammad ibn bi Syarh Jâmi’ al-Turmudzî , (Ed.) Yazîd al-Qazwinî Ibn Mâjah,
‘Abd al-Wahâb ‘Abd al-Lathîf, Sunan Ibn
Beirut: Dâr al-Fikr, [t.th.] hasyiyah oleh Mahmûd Khalîl,
Mâjah, diberi
Abû Utsmân Sa’îd bin Manshûr bin [t.tp]: Maktabat Abi al-Mu’athî,
al-Khurasanî al- [t.th.] Jauzjâni, al-Tafsîr min Sunan
Syu’bah
Abû ‘Amr ‘Utsmân bin ‘Abd al- Sa’îd bin Manshûr, naskah di- Rahmân al-Syahrazûrî
tahqîq oleh Sa’ad bin ‘Abd Allâh Shalâh, Muqaddimah Ibn al-
ibn
bin ‘Abd al-Azîz ‘Alî Humayd, Shalâh fî ‘Ulûm al-Hadis , naskah
Riyâdh: Dâr al-Sahmî’î li al- diberi notasi oleh Abû ‘Abd al-
Nasyr wa al-Tawzî’, 1420 H Rahmân Shiâh bin Muhammad
Achmad Usman, Hadits Tarbiyah: bin ‘Uwaydhah, Beirût: Dâr al- Hadits Etika, Pasuruan: PT. Kutub al-Islâmiyyah, 1995, cet. Garoeda Buana Indah, 1994,
cet. 1, Jilid II Ahmad bin Ahmad Muhammad
Abdullâh al-Thâwil, Benang
JURIS Volume 11, Nomor 2 (Desember 2012)
Tipis Antara Hadiah dan Suap, Jamâl al-Dîn Abi al-Hajjâj Yûsuf al- penerjemah Ummu Ismail,
Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ` Jakarta: Darus Sunnah Press,
al-Rijâl, Beirut: Mu`assasat al- 2006, cet. 1
Risâlah, 1983 M/1403 H, cet. 2 ‘Alî bin Muhammad bin ‘Alî al-
Khâlid bin ‘Abd al-Karîm al-Lahîm, Jurjânî, al-Ta’rifât, naskah di-
Kunci-kunci Tadabbur as-Sunnah, tahqîq oleh Ibrâhîm al-Abyârî,
terjemahan Abû Hudzaifah, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Arabi,
judul asli “Mafâtih Tadabbur 1405 H, cet. 1
al-Sunnah wa al-Quwwat fî al- Hayâh”, Surakarta: Daar an-
Arnold John Wensinck dan Y.J.
Naba`, [t.th]
Mansinck, Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Hadîts an-Nabâwî ,
Mahmûd al-Thahân, Ushûl al-Takhrîj terjemahan Muhammad Fuwâd
wa Dirâsat al-Asânîd , Riyâdh: ‘Abd al-Bâqî, judul asli “A
al-Ma’ârif, 1991 Handbook
Maktabat
M/1412 H, cet. 2 Muhammadan
-------, Taysîr Mushthalah al-Hadîts, Leiden: E.J. Brill, 1936, 1943
[tt.]: [tp.], [t.th] ------- dan Muhammad Fuwâd ‘Abd
Mâlik bin Anas, al-Muwaththa` al-Bâqî, Miftâh Kunûz al-Sunnah,
Riwayat Yahya bin Yahya al- Lahore: Idârat Tarjumân al-
Laytsî al-Andalûsî, naskah di- Sunnah, 1978 M/1398 H,
tahqîq oleh Basysyar ‘Awwad Dendy Sugono, dkk., Kamus Bahasa
Ma’ruf, [t.tp]: Dâr al-Gharb al- Indonesia , Jakarta: Pusat Bahasa
Islami, 1997 M/1417 M, cet. 2 Departemen
Pendidikan
M. Quraish Shihâb, Lentera Hati: Nasional, 2008
Kisah dan Hikmah Kehidupan , Husein Yusuf, “Kritik Hadis Shahîh:
Bandung: Mizan, 2001, cet. 23 Kritik Sanad dan Mata]” dalam
Muhammad ibn Ismâ’îl al-Amîr al- Pengembangan
Hasanî ash-Shan’ânî, Tawdhîh Terhadap Hadis, (Ed.) Yunahar
Pemikiran
al-Afkar li Ma’ânî Tanqîh al- Ilyas
Anzhâr, naskah di-tahqîq oleh Yogyakarta: LPPM UMY, 1996,
dan
M.
Mas’ûdi,
Muhammad Muhy ad-Dîn Cet. 1
‘Abd al-Hamîd, [t.t.]: Dâr al- Jalâl ad-Dîn ibn ‘Abd ar-Rahmân ibn
Fikr, [t.th.]
Abi Bakr as-Suyûthî, Tadrîb ar- -------, Subul al-Salâm: Syarh Bulûgh al- Râwî fî Syarh Taqrîb an-Nawâwî,
Marâm Min Jami’ Adillat al- naskah di-tahqîq oleh ‘Abd al-
Ahkâm, Bandung: Maktabat Wahâb ‘Abd al-Lathîf, Beirut:
Dahlân, [t.th]
Dâr al-Fikr, 1409 H/1988 M Shalâh ad-Dîn ibn Ahmad al-Adlabî, --------, al-Jâmi’ al-Shaghîr fi Ahâdîts al-
Manhaj Naqd al-Matn ‘Ind Basyîr al-Nadzîr, Beirut: Dâr al-
‘Ulamâ` al-Hadîts an-Nabawî, Kutub
Beirut: Dâr al-Afâq al-Jadîdah, H/2004, Jilid 1-2, cet. 2
al-‘Ilmiyyah,
1983 M
Yusrizal Efendi, Rasywah dalam Pandangan Rasulullah…
Syams al-Dîn Abi ‘Abd Allâh
Sumbulah, Kritik Hadis: Muhammad ibn Ahmad ibn
Umi
Pendekatan Historis Metodologis , Utsmân ibn Qaymaz al-
Malang: UIN Malang Press, Dzahabî, Tadzhîb Tahdzîb al-
2008, cet. 1
Kamâl fi Asmâ` al-Rijâl, di-tahqîq Zikri Darussaman, “Polemik Sekitar
oleh Ghunaym
‘Abbâs
Shahâbat Sebagai Ghunaym dan Majdî al-Sayyîd
Otoritas
Transmitter Hadîts”, dalam an- Amîn, Cairo: al-Fâruq al- Nida`: Majalah Pengetahuan Khaditsiyyah li al-Thibâ’at wa
Agama Islam, Nomor LXXXVII, al-Nasyr, 2004 M/1425 H, cet. 1
Tahun
XXV, September-
Oktober
2001