Optimisme dalam Mendidik Anak di Era Akhir Zaman

  Optimisme dalam Mendidik Anak di Era Akhir Zaman Oleh: Ratih Sondari, M.Psi, Psikolog

  Tanggung Jawab Mendidik Anak (1) Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

  • “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya

    adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah

    terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (Q.S.

    at-Tahrim [66]: 6).

  Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

  • “Tidak ada satu pun anak yang lahir (di muka bumi ini) kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau Majusi, seperti seekor hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat, apakah kamu merasakan adanya cacat padanya?” Kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu anhu membaca firman Allâh Azza wa Jalla: “(Tetaplah atas) fitrah Allâh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu (ar-Rûm [30]:30)” (HR. al- Bukhari, Muslim, Abu dawud, Ahmad, Malik. At-Tirmidzi).

  Tanggung Jawab Mendidik Anak (2) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

  • “Kamu sekalian adalah pemimpin, dan kamu sekalian bertanggung jawab atas

    orang yang dipimpinnya. Seorang Amir (raja) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan isteri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamu

    sekalian akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya.” (HR.

    Bukhari).

  Kesimpulan:

  • Orangtua wajib mendidik anak-anaknya untuk tetap

    dalam fitrah agama, yaitu men-tauhid-kan Allah Azza

  Visi dan Misi Keluarga • Terpelihara dari api neraka.

  • Masuk surga sekeluarga.

  Visi

  • • Taat Beribadah

    • Menjalankan Sunnah • Menjauhi Larangan Allah Subhanahu

  Misi wa Ta’ala

Tujuan Pendidikan Anak

  Syarat diterimanya ibadah:

  Yang utama diajarkan kepada anak:

  2. Mengikuti tuntunan BERIBADAH Nabi shallallahu ‘alaihi

  1. Tauhid wa sallam (ittiba’). (Q.S. Adz-Dzariyat

  2. Adab dan Akhlak [51] : 56). (Q.S. al-Kahfi [18] : 110)

  3. Syariat Islam

  4. Muamalah

Tanda-tanda Kiamat Kecil: Di antara tanda-tanda sebagian kiamat kecil dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: 1. Disia-siakannya amanah

  2. Dicabutnya ilmu dan meluasnya kebodohan. 3. Banyaknya pembela kezaliman. 4. Maraknya perzinaan.

  5. Meluasnya praktek riba. 6. Munculnya berbagai alat musik dan penghalalan atasnya. 7. Banyaknya peminum khamr dan orang yang menghalalkannya. 8. Terjadi banyak pembunuhan.

  9. Waktu terasa begitu cepat. 10. Munculnya kemusyrikan di tengah-tengah umat Islam. 11. Tampaknya perbuatan keji, pemutus silaturrahmi, dan buruknya hubungan bertetangga.

  12. Pengultusan terhadap sesepuh. 13. Banyaknya orang tamak dan bakhil. 14. Munculnya berbagai penghinaan, pencemaran nama baik, dan perbuatan qadzaf. 15. Meninggalnya orang-orang shalih.

  16. Memberikan penghormatan (ucapan salam) kepada orang yang dikenal saja. 17. Mencari ilmu dari anak-anak kecil. 18. Munculnya kaum wanita yang berpakaian, tetapi telanjang. 19. Semakin banyak dan tersebar luasnya tulisan yang tidak berguna.

  20. Menganggap remeh perbuatan sunnah yang dianjurkan dalam Islam.

  

Bagaimana agar Selamat di Akhir Zaman?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

  • “Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak

    akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka

    sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari

    kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku

    dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allâh berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. (Thaha[20] : 123-126) Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
  • “Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

  

Jadi, dalam mendidik anak di akhir zaman, kita harus berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-

  • Sunnah meskipun hal tersebut sangat sulit dilakukan (seperti menggenggam bara api).

  Tantangan Mendidik Anak di Akhir Zaman

Bagaimana cara mendidik anak di akhir zaman?

  • Bagaimana menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak di saat
  • kebodohan meluas dan kemaksiatan semakin marak? Bagaimana cara mengembangkan moral anak?
  • Bagaimana mengatasi kekhawatiran/kecemasan/kegelisahan
  • dalam mendidik anak di akhir zaman?

Cara Nabi Mendidik Anak

  • Menampilkan suri teladan yang baik.
  • Memberi pengarahan di waktu yang tepat.
  • Bersikap adil kepada anak.
  • Menunaikan hak anak.
  • Membelikan mainan untuk anak.
  • Membantu anak untuk berbakti dan mengerjakan ketaatan.
  • Tidak suka marah dan mencela.

  Cara Mengembangkan Moral Anak:

  • Hangat dan bertanggung jawab

  Kualitas

  • Kelekatan yang aman (secure attachment)

  Hubungan • Ada 3: love withdrawal, power assertion, induction.

  Teknik Disiplin • Yang memfasilitasi perkembangan moral: induction.

  Orang tua • Secara proaktif mencegah perilaku bermasalah sebelum terjadi.

  • Pada anak usia dini dengan cara mengalihkan perhatiannya.

  Strategi

  • Pada anak yang lebih besar dan remaja dengan mendiskusikan nilai-nilai (values) yang dianggap penting oleh keluarga.

  Proaktif

Bagaimana proses internalisasi nilai- nilai? (Menurut Psikoanalitik)

  Rasa bersalah dan hasrat untuk menghindari rasa bersalah merupakan fondasi perilaku moral.

  Rasa takut kehilangan kasih sayang orang tua dan takut dihukum.

  Untuk mengurangi kecemasan, menghindari hukuman, dan mempertahankan kasih sayang ortu, anak meng-identifikasi-kan dirinya kepada orang tua yang bergender sama dengan dirinya dengan menginternalisasi nilai-nilai tentang benar dan salah yang dipegang Karakteristik Ortu yang Anaknya Berperilaku Bermoral (Eisenberg & Valiente, 2002, dalam Santrock, 2010):

Hangat dan suportif, daripada suka menghukum

  • Menggunakan teknik disiplin induksi (memberi penalaran dan penjelasan tentang
  • bagaimana perilaku anak dapat memengaruhi orang lain). Memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari sudut pandang dan
  • perasaan orang lain. Melibatkan anak dalam pengambilan keputusan keluarga dan dalam proses
  • memikirkan keputusan yang menyangkut moral.

    Menjadi teladan terhadap perilaku bermoral dan memberi kesempatan kepada

  • anaknya untuk melakukannya. Memberikan informasi mengenai perilaku apa yang diharapkan dan alasannya
  • mengapa.

Hubungan Pikiran-Emosi-Perilaku (1)

  Pikiran Perasaan (Emosi dan Fisik)

  Perilaku Hubungan Pikiran-Emosi-Perilaku (2)

  Jika pikiran kita negatif tentang tantangan mendidik anak di akhir

  • zaman, maka emosi yang kita rasakan pun akan negatif (khawatir/cemas/takut/ngeri/terancam, dsb) yang kemudian akan membuat kita bereaksi dengan perilaku yang kurang positif juga juga (misal, sangat membatasi sosialisasi anak, overprotektif). Jika pikiran kita positif tentang tantangan mendidik anak di akhir
  • >zaman (misal, yakin Allah tidak akan memberi ujian di luar kemampuan kita), maka emosi kita pun akan lebih tenang dan perilaku kita lebih positif dalam mendidik anak. Antara pikiran-emosi-perilaku saling memengaruhi secara ti

  Cara Mengatasi Kecemasan dalam Mendidik Anak di Akhir Zaman

  • Menantang pikiran negatif dengan mencari penjelasan alternatif yang lebih sedikit mengancam.

  Strateg

  • Uji pikiran alternatif dengan mencari bukti,menguji isi pikiran, mempertimbangkan keuntungan dan

  i kerugian yang mungkin terjadi. Kogniti

  • Buat catatan tentang pikiran kita untuk mengevaluasi-kembali (apa yang saya pikirkan?;

  f

  apa yang terjadi secara aktual?; apa yang saya pelajari dari kejadian ini?)

  

Self-Efficacy: Mediator Pengetahuan

dan Perilaku.

  Mungkin sebagian ortu telah banyak mengikuti kajian parenting,ilmu parentingnya sudah “molotok”, tetapi

  • masih merasa kesulitan dan galau dalam mendidik anak. Apa yang membuat ortu kesulitan menerapkan pengetahuan parenting yang dimiliki dalam praktek
  • pengasuhan sehari-hari? Jawabannya: self-efficacy belief.
  • Menurut Bandura, self-efficacy belief adalah keyakinan individu tentang kemampuan yang dimilikinya untuk
  • melakukan tugas tertentu dengan berhasil sampai tuntas. Banyak penelitian membuktikan bahwa self-efficacy lebih dapat memprediksi keberhasilan seseorang
  • dalam melakukan suatu tugas daripada kemampuan aktual orang tersebut. Seberapa besar usaha yang dikerahkan dan seberapa lama individu bertahan ketika menemui hambatan
  • dipengaruhi oleh seberapa besar keyakinannya terhadap kemampuan yang dimilikinya (seberapa tinggi tingkat self-efficacynya). Individu yang memiliki self-efficacy tinggi akan lebih tekun dan bertahan ketika menemui hambatan
  • dibandingkan individu yang self-efficacynya rendah. Parental self-efficacy adalah keyakinan orangtua terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk bisa
  • mendidik/mengasuh anaknya.

  Parental Self-Efficacy

Self-efficacy bisa berbeda-beda tingkatnya untuk bidang yang

  • berbeda. Misal, seseorang bisa memiliki academic self-efficacy tinggi, tetapi memiliki parental self-efficacy yang cenderung rendah. Keyakinan kita sebagai orangtua bahwa kita mampu mendidik anak
  • kita akan memengaruhi seberapa besar usaha kita dalam mendidik

    anak, seberapa besar kita mau mengambil tanggung jawab dalam

    pendidikan anak, seberapa besar kita mampu tetap tenang ketika

    anak sedang menampilkan perilaku negatif, seberapa besar kita mampu bertahan terhadap cibiran orang lain yang berbeda gaya pengasuhan dengan kita, dst.

  Bagaimana Parental Self-Efficacy kita?

  • Coba berikan penilaian dengan skala 0-10 (0 = sangat tidak yakin; 10 = sangat yakin) untuk

    keyakinan kita pada kemampuan parenting kita pada situasi-situasi berikut: 1. Saya mampu mendidik anak sesuai Al-Qur’an dan Sunnah.

  2. Saya mampu menjadi teladan baik bagi anak saya.

  3. Saya mampu berlaku adil pada semua anak saya.

  4. Saya mampu memahami kebutuhan anak saya.

  5. Saya mampu menyeimbangkan disiplin dan kehangatan.

  6. Saya mampu tetap tenang ketika anak sedang mengamuk.

  7. Saya mampu berempati pada emosi anak saya.

  8. Saya mampu mengendalikan diri ketika sedang marah kepada anak.

  9. Saya mampu mengatasi situasi ketika anak membantah.

  10. Saya mampu mencegah anak saya terpapar pornografi.

  Bagaimana Meningkatkan Parental Self- Efficacy?

Pengalaman berhasil di masa lalu (enactive mastery experiences), merupakan sumber

  • self-efficacy yang paling powerful. Keyakinan kita bahwa kita kompeten dapat diperoleh

    dengan mengingat keberhasilan kita dalam mengatasi masalah-masalah pengasuhan di

    masa lalu. Pengamatan terhadap pengalaman berhasil orang lain (vicarious experiences), yaitu
  • pengalaman berhasil dalam mendidik anak dari orang tua kita, saudara atau teman yang kita anggap memiliki kemampuan yang hampir sama dengan kita.

    Persuasi verbal, yaitu komentar dari orang signifikan di sekitar kita tentang kemampuan

  • kita. Misal, komentar dari suami atau orangtua bahwa kita ibu yang baik, bahwa kita pasti bisa mendidik anak-anak kita, dsb. Kondisi emosi/fisiologis. Saat kita merasa tetap tenang pada situasi-situasi tertentu,
  • maka kita akan merasa lebih mampu untuk mengatasi masalah di situasi itu. Sebaliknya, ketika kita merasa panik atau stress, maka kita pun akan kurang percaya diri untuk mengatasinya.